Anda di halaman 1dari 6

Retensio Plasenta

a. Definisi
Retensio plasenta (placental retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah
jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian
plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini (early
postpartum hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (late postpartum hemorrhage) yang
biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan.
Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena:
a). plasenta belum lepas dari dinding uterus; atau
b). plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi
perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding
uterus karena:
a). kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva);
b). plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai
miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak
adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran
konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio
plasenta).
Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%–60%) kematian ibu melahirkan di
Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar
16%–17% Di RSU H. Damanhuri Barabai, selama 3 tahun (1997–1999) didapatkan 146 kasus
rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut,
terdapat satu kasus (0,68%) berakhir dengan kematian ibu.

b. Anatomi Plasenta
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm dan tebal lebih
kurang 2.5 cm. beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat berhubungan dengan plasenta biasanya di
tengah (insertio sentralis).
Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang
amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal
dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian
kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di desidua
basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke
dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin.
Darah tersebut membasahi semua vili koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8
mmHg ke vena-vena di desidua.
Plasenta berfungsi: sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa
metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta
penyalur berbagai antibodi ke janin.

c. Etiologi dan Patogenesis


Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot
uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium
tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang
berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil
sehingga ukuran juga mengecil. Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah
tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi
mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan
desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu.
Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat oto miometrium yang saling
bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini
mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara
dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang
normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding
uterus tempat plasenta melekat masih tipis.

2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat


plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).

3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding
uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta.
Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus
yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya
plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.

4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah
pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini
menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan
sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan
menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari
tempat implantasinya.
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus menjadi
globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta
yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding
uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-
kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun,
wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara
spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala
tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus,
bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta :


1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak
efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction
ring.
2. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa; implantasi di
cornu; dan adanya plasenta akreta.
3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu
sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian
uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan
menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.

e. Gejala Klinis
a. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai
episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan
polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan
atau timbulperdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
b. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi
secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.

f. Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct),
melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan
infeksi, leukosit biasanya meningkat.
b. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan activated
Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau
Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor
lain.

g. Diagnosa Banding
Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada miometrium tanpa garis
pembelahan fisiologis melalui garis spons desidua.

h. Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
a. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter
besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang
hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen.
Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
b. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9%
(normal saline) sampai uterus berkontraksi.
c. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips
oksitosin untuk mempertahankan uterus.
d. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta.

Indikasi manual plasenta adalah:


Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc,
retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir,
setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan
dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
e. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang
(cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta
dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena
dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
f. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral.
g. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.

i. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:
1. Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan.
2. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi
organ.
3. Sepsis
4. Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak selanjutnya.

j. Prognosis
Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan sebelumnya serta
efektifitas terapi. Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat sangat penting.

k. Retensio plaseta dan manual plasenta


Plasenta manual merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio plasenta.
Teknik operasi plasenta manual tidaklah sukar, tetapi harus dipikirkan bagaimana persiapan agar
tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita.

Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan:


1. Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive, plasenta akreta,
plasenta inkreta dan plasenta perkreta.
2. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
3. Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan:
 Darah penderita terlalu banyak hilang.
 Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah. sehingga perdarahan tidak ter jadi.
 Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.
4. Plasenta manual dengan segera dilakukan:
 Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.
 Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc.
 Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.
 Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.

MANUAL PLASENTA

Persiapan manual plasenta :


a. Peralatan sarung tangan steril.
b. Desinfektan untuk genitalia eksterna.
Manual Plasenta

Teknik:
a. Sebaiknya dengan narkosa, untuk mengurangi sakit dan menghindari syok.
b. Tangan kiri melebarkan genitalia eksterna, tangan kanan dimasukkan secara obsteris sarnpai
mencapai tepi plasenta dengan menelusuri tali pusat
c. Tepi palsenta dilepaskan dengan bagian luar tangan kanan sedangkan tangan kiri menahan
fundus uteri sehingga tidak terdorong ke atas.
d. Setelah seluruh plasenta dapat dilepaskan, maka tangan dikeluarkan bersama de ngan plasenta.
e. Dilakukan eksplorasi untuk mencari sisa plasenta atau membrannya.
f. Kontraksi uterus ditimbulkan dengan memberikan uterotonika.
g. Perdarahan diobservasi.
h. Bagaimana sikap bidan berhadapan dengan retensio plasenta? Bidan hanya diberikan
kesempatan untuk melakukan plasenta manual dalam keadaan darurat de ngan indikasi
perdarahan di atas 400 cc dan terjadi retensio plasenta (setelah menunggu l/2 jam). Seandainya
masih terdapat kesempatan, penderita retensio plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau rumah
sakit sehingga mendapat pertolong an yang adekuat.
i. Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan memasang infus dan
memberikan cairan dan dalam perjalanan diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan
pertolongan darurat.

Anda mungkin juga menyukai