Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang

mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas

perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian atau berhias, makan,

dan BAB/BAK (Fitria,2010). Defisit perawatan diri toileting adalah Klien memiliki

keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk

atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakain untuk toileting, membersihkan diri

setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil (Keliat,2010).

Hasil survey dari Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health

Education (WHO) menyatakan jika tingkat kesehatan jiwa di Indonesia cukup tinggi.

Data Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan 40 dari 100.000 orang

Indonesia melakukan bunuh diri. Rata–rata orang bunuh diri di Indonesia adalah 136 per

hari atau 48.000 per tahun sedangkan 1 dari 4 adalah penderita gangguan jiwa. Dari hasil

kunjungan ke UPT Rehabilitasi sosial eks psikotik Kras,Kediri terdapat 18 dari 126 klien

yang dirawat disana dengan masalah defisit perawatan diri.

Pada dasarnya gangguan jiwa tidak dapat menyebabkan kematian secara

langsung namun dapat mengurangi tingkat produktivitas penderitanya dan dapat menjadi

beban bagi orang–orang disekitarnya, terutama pada klien dengan defisit perawatan diri

toileting, tentu akan sangat mengganggu karena dalam hal ini bukan hanya mengganggu
secara individu namun juga mengganggu secara etika dan estetika pada lingkungan

sekitar. Lebih komplek lagi juga akan mengganggu kesehatan penderita dimana dengan

keadaannya dan keadaan lingkungan yang terkontaminasi penyait akan mudah

menyerang penderita dan orang – orang disekitarnya seperti penyakit akibat bakteri

E.colli dan lain – lain (Keliat,2010).

Seperti yang dilakukan pada penderita gangguan jiwa yang lainnya

penderita defisit perawatan diri juga akan dilakukan pendekatan secara verbal maupun

non verbal atau biasa disebut dengan Strategi Pelaksanaan (SP) dimana didalamnya

terdapat cara untuk melakukan pendekatan kepada penderita dan memberi tuntunan

kepada kita untuk melakukan kegiatan secara rinci dan tertata, dimulai dari

mengidentifikasi masalah sampai melakukan pengenalan terhadap faslitas dan tata cara

melakukan kegiatan toileting yang tepat dan benar (Keliat,2010).

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti bermaksud untuk melakukan

“PENERAPAN LATIHAN TOILETING pada KLIEN dengan MASALAH DEFISIT

PERAWATAN DIRI di ……………………Kota Kediri”.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar bekakang diatas , maka penulis tertarik mnegambil kasus

“Bagaimana Penerapan Latihan Toileting pada Klien dengan Masalah Defisit Perawatan

Diri di …………. Kota Kediri?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah bagaimana Penerapan Latihan Toileting pada Klien dengan

Masalah Defisit Perawatan Diri di ….. Kota Kediri.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi latihan toileting pada Tn X dengan Defisit Perawatan Diri.

b. Untuk mengidentifikasi latihan Toileting pada Tn X dengan Defisit Perawatan Diri.

c. Untuk membandingkan latihan Toileting pada Tn X dengan Defisit Perawatan Diri.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Klien

Dalam hal ini diharapkan klien mendapatkan manfaat yang nyata dan dapat membantu

dalam proses penyembuhan.

2. Bagi Mahasiswa

Sebagai pengalaman bagi mahasiswa dalam melakukan studi kasus dan mengaplikasikan

ilmu yang diperoleh selama perkuliahan, dalam sebuah studi kasus yang nyata serta hasil

ini dapat digunakan oleh penulis selanjutnya untuk melakukan studi kasus yang lebih

baik.

1. Bagi Institusi

Dapat dijadikan sebagai media pembelajaran oleh mahasiswa dan bisa dijadikan sebagai

referensi untuk melakukan tugas .

2. Bagi tempat Penelitian

Memberikan tambahan informasi dan dapat digunakan sebagai masukkan untuk

meningkatkan tingkat pelayanan kesehatan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Gangguan Jiwa

1. Definisi

Gangguan jiwa merupakan manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku akibat

adanya distorsi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam bertingkah laku. Hal ini

terjadi karena menurunnya semua fungsi kejiwaan. Gangguan jiwa merupakan keadaan

adanya gangguan pada fungsi kejiwaan. Fungsi kejiwaan meliputi: proses berpikir,

emosi, kemauan,dan perilaku psikomotorik, termasuk bicara (Undang-Undang No.3

Tahun 1996). Dengan ini dapat disimpulkan bahwa seseorang mengalami gangguan jiwa

apabila ditemukan adanya gangguan pada fungsi mental, yang meliputi: emosi, pikiran,

perilaku, perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, daya tilik diri, dan persepsi sehingga

mengganggu dalam proses hidup di masyarakat.

2. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa

a. Gangguan kognitif

Kognitif adalah suatu proses mental di mana seorang individu menyadari dan

mempertahankan hubungan dengan lingkungannya, baik lingkungan dalam maupun

lingkungan luar (fungsi mengenal).

Proses kognitif meliputu hal-hal sebagai berikut:

1) Sensasi dan persepsi.

2) Perhatian.
3) Ingatan.

4) Asosiasi.

5) Pertimbangan.

6) Pikiran.

7) Kesadaran.

b. Gangguan perhatian

Perhatian adalah pemusatan dan konsentrasi energy,menilai dalam suatu proses kognitif

yang timbul dari luar akibat suatu rangsangan.

c. Gangguan ingatan

Ingatan (kenangan, memori) adalah kesanggupan untuk mencatat, menyimpan,

memproduksi isi, dan tanda-tanda kesadaran

d. Gangguan asosiasi

Asosiasi adalah proses mental yang dengannya suatu perasaan, kesan, atau gambaran

ingatan, cenderung untuk menimbulkan kesan atau gambaran ingatan, response/konsep

lain, yang sebelumnya berkaitan dengannya.

3. Penggolongan

Dalam Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPGDJ) merupakan

suatu kesatuan yang tegas dengan batas-batas yang jelas antara gangguan jiwa tertentu

dengan gangguan jiwa lainnya, sama halnya dengan adanya gangguan jiwa dan tidak ada

gangguan jiwa. Penggolongan gangguan jiwa berdasarkan PPDGJ III ini diterbitkan

tahun 1993, dimana sebelumnya terdapat PPDGJ I yang diterbitkan tahun 1973 dan

PPDGJ II yang terbit pada tahun 1983. PPDGJ III menggolongkan diagnosis gangguan

jiwa ke dalam 100 kategori diagnosis, mulai dari F00 sampai dengan F98.
Beberapa gangguan jiwa memiliki berbagai tanda dan gejala yang sangat luas

sehingga dilakukan penyusunan urutan blog-blog diagnosis yang berdasarkan suatu

hierarki. Dalam hierarki ini suatu gangguan dalam urutan hierarki yang lebih tinggi

mungkin mempunyai ciri-ciri dari gangguan yang terletak dalam hierarki yang lebih

rendah, tetapi tidak sebaliknya.

Urutan hierarki blog diagnosis gangguan jiwa berdasarkan PPDGJ III adalah sebagai

berikut :

I : Gangguan mental organic dan simtomatik (F00-F09)

: Gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif (F10-19)

II : Skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham (F20-F29)

III : Gangguan suasana perasaan atau mood atau afektif (F30-F39)

IV : Gangguan neurotic, gangguan somatoform, dan gangguan stress (F40-F48)

V : Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik (F50-

F59)

VI : Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa (F60-F69)

VII : Retardasi mental (F70-F79)

VIII : Gangguan perkembangan psikologis (F80-F89)

IX : Gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak dan remaja (F90-F98)

X : Kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis (Kode Z)

Dalam diagnosis multiaksis terdiri dari 5 aksis, yaitu sebagai berikut:

a. Aksis I : kondisi klinis dan kondisi lain yang menjadi fokus perhatian.

1) F00-F09 : GMO

2) F10-F19 : Gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif.


3) F20-F29 : Skizofrenia, gangguan skizotifal, waham.

4) F30-F39 : Gangguan suasana perasaan atau mood.

5) F40-F48 : Gangguan neurotik, gangguan somatoform, gangguan terkait stress.

6) F50-F59 : Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologik dan fisik.

7) F62-F68 : Perubahan kepribadian yang berlangsung lama yang tidak diakibatkan oleh

kerusakan atau penyakit otak dan gangguan perilaku masa dewasa.

8) F80- F89 : Gangguan perkembangan psikologis.

9) F90- F98 : Gangguan perilaku dan emosi

10) F99 : Gangguan jiwa yang tidak tergolongkan

b. Aksis 2 : Gangguan kepribadian dan retardasi mental klinis

1) F60 : Gangguan kepribadian khas

2) F61 : Gangguan kepribadian campuran

3) F70- F79 : RM

c. Aksis 3 : Kondisi medis umum

Penyakit dan parasit, neoplasma, serta penyakit susunan saraf.

d. Aksis 4 : Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah perumahan, ekonomi, pekerjaan, pendidikan, dan sosial.

e. Aksis 5 : Penilaian fungsi secara global

Ketidakmampuan berat, bahaya menciderai diri, serta ketidakmampuan komunikasi dan

daya nilai.

Penggolongan gangguan jiwa secara umum

Gangguan jiwa secara umum dibagi menjadi 2, yaitu sebagai berikut.


a. Psikotik

1) Organik : delirium, epilepsy, demensia

2) Non organik : skrizofenia (simplek, herbrefenik, ktatonik, paranoid, latent, residuan),

waham, gangguan mood, psikosa (mania, depresi), gaduh gelisah, halusinasi.

3) Non psikotik (neurotik)

Ganguan cemas, gangguan psikoseksual, gangguan kepribadian (paranoid, pasif-agresif,

schizoid), alkoholisme, menarik diri. (Kusumawati & Hartono, 2011)

B. Konsep Defisit Perawatan Diri

1. Definisi

Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan

kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri

seperti mandi (hygiene), berpakaian atau berhias, makan, dan BAB/BAK (Fitria,2010).

2. Tanda dan gejala

a. Mandi/Hygiene

Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan memperoleh atau

mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran mandi, mendapatkan perlengkapan

mandi, mengeringkan tubuh, masuk atau keluar kamar mandi.

b. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan

pakaian serta memperoleh atau menukar pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan

untuk mengenakan pakaian dalam, memilih kancing tarik, menggunakan alat tambahan

dan mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan.

c. Makan

Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan

makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan, menggunakan alat tambahan,

mengambil makanan dalam wadah dan lain-lain.

d. Toileting

Defisit perawatan diri toileting adalah Klien memiliki keterbatasan atau

ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari

jamban, memanipulasi pakain untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK

dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil.

Keterbatasan perawatan diri diatas biasanya diakibatkan karena stressor yang

cukup berat dan sulit diatasi oleh klien (klien bisa mengalami harga diri rendah),

sehingga dirinya tidak mau mengurus atau merawat dirinya sendiri baik dalam hal mandi,

berpakaian, berhias, makan, maupun BAB dan BAK. Bila tidak dilakukan intervensi oleh

perawat, maka kemungkinan klien bisa mengalami masalah resiko tinggi isolasi sosial

(Fitria,2012).

3. Pohon Masalah
effect

core problem

causa

C. Konsep Defisit Perawatan Diri : Toileting

1. Definisi

Kurang Perawatan Diri, Toileting: suatu keadaan dimana individu mengalami kegagalan

kemampuan untuk melaksanakan atau menyelesaikan aktivitas toileting lengkap untuk

diri sendiri (keliat,2010).

2. Batasan Karakteristik

Mayor (satu defisit kemampuan harus ada dalam bidang setiap aktivitas)

1) Kurang kemampuan untuk ke kamar mandi

2) Tidak dapat atau tidak ada keinginan untuk ke kamar mandi atau kamar kecil.

3) Tidak dapat atau tidak ada keinginan untuk melaksanakan kebersihan yang benar.

4) Tidak dapat berpindah ke dan dari kamar mandi atau kamar kecil.

5) Tidak dapat memegang pakaian ketika berkemih/defekasi

6) Tidak dapat menyiram atau mengosongkan WC

3. Faktor-Faktor Yang Berhubungan.

Lihat Defisit Perawatan Diri : Toileting.


4. Kriteria Hasil

Individu akan :

a. Mendemonstrasikan peningkatan kemampuan untuk ke kamar mandi sendiri atau

b. Melaporkan bahwa tidak dapat untuk ke kamar mandi sendiri.

c. Mendemonstrasikan kemampuan untuk menggunakan alat bantu adaptis untuk

memudahkan ke kamar mandi.

d. Menggambarkan faktor-faktor penyebab kurang kemampuan untuk ke kamar mandi.

e. Menghubungkan rasional dan prosedur pengamanan.

D. Konsep Asuhan Keperawatan.

1. Pengertian Defisit Perawatan Diri

Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami

kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri

secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian atau berhias, makan, dan BAB/BAK

(Fitria,2010). Defisit perawatan diri toileting adalah Klien memiliki keterbatasan atau

ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari

jamban, memanipulasi pakain untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK

dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil (Keliat,2010).

2. Batasan Karakteristik

Mayor (satu defisit kemampuan harus ada dalam bidang setiap aktivitas)

a. Kurang kemampuan untuk ke kamar mandi.

b. Tidak dapat atau tidak ada keinginan untuk ke kamar mandi atau kamar kecil.

c. Tidak dapat atau tidak ada keinginan untuk melaksanakan kebersihan yang benar.
d. Tidak dapat berpindah ke dan dari kamar mandi atau kamar kecil.

e. Tidak dapat memegang pakaian ketika berkemih/defekasi.

f. Tidak dapat menyiram atau mengosongkan WC.

3. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan,

pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan dan masalah klien.

Data yang dikumpulkan mencakup semua aspek yang meliputi aspek biologi, aspek

emosional, aspek intelektual, aspek sosial, aspek spiritual. Data pada pengkajian jiwa

dapat dikelompokkan menjadi faktor presdisposisi, faktor presipitasi penilaian terhadap

stressor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Keliat,2005)

a. Identitas klien.

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengkajian, tanggal dirawat, No.RM.

b. Alasan masuk.

Alasan klien datang ke RS, biasanya klien kehilangan kemampuan untuk melakukan

BAB/BAK dengan benar.

c. Faktor Predisposisi

1) Tanyakan pada klien atau keluarga apakah klien pernah mengalami gagguan jiwa dimasa

lalu atau sebelumnya? Bila “ya” jelaskan kapan itu terjadi.

2) Bila “ya” (pernah), bagaimana hasil pengobatan sebelumnya (berhasil

bilaman klien bisa beradaptasi dimasyarakat tanpa gejala-gejala gangguan jiwa, kurang

berhasil bilaman klien bisa beradaptasi tapi masih ada gejala-gejala sisa dan tidak
berhasil bilamana klien ada kemajuan / gejala menetap / bahkan gejala semakin

bertambah parah).

3) Apakah klien pernah melakukan (pelaku), mengalami (korban), atau menyaksikan

(saksi), suatu trauma yang berbentuk aniaya fisik.

4) Tanyakan apakah ada pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan (seperti

kegagalan, perpisahan, kematian, trauma) selama tumbuh kembang yang pernah dialami

klien sepanjang hidupnya.

5) Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang mengalami gangguan jiwa? bila

ada,bagaimana hubungan keluarga dengan klien, bagaimana gejala yang terjadi dan

riwayat pengobatan atau perawatannya.

d. Fisik

Pengkajian difokuskan pada sistem dan fungsi organ tubuh (dengan cara observasi,

auskultai, papasi, perkusi, dan hasil pengukuran).

e. Psikososial

1) Genogram

a) Buatlah genogram 3 generasi yang dapat menggambarkan hubungan klien dengan

keluarga, adakah keluhan fisik, sakit fisik, dan gangguan jiwa yang dialami anggota

keluarganya, pernahkah dirawat.

b) Jelaskan klien tinggal dengan siapa dan apa hubungannya, jelaskan masalah yang terkait

dengan komunikasi, pengambilan keputusan, dan pola asuh keluarga terhadap klien dan

anggota keluarga lainnya.

c) Bila dari hasil pengkajian didapatkan tanda mayor / batasan karakteristik dari suatu

diagnose keperawatan, tuliskan diagnose keperawatan tersebut.


2) Konsep diri

a) Gambaran diri/citra tubuh

Yaitu kesimpulan sikap indivdu yang disadari terhadap tubuhnya termasuk persepsi masa

lalu / sekarang, perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi dirinya.

b) Identitas diri

Yaitu pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggungjawab terhadap

kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan indivdu.

c) Peran

Yaitu tentang persepsi individu yang diharapkaan oleh lingkungan sosial berhbungan

dengan fungsi individu diberbagai kelompok sosial.

d) Harga diri

Yaitu tentang penilaian secara personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa

baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal dirinya.

e) Ideal diri

Yaiitu persepsi individu tentang bagaimana seharusnya ia berperilaku berdasarkan

standart, aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu.

3) Hubungan sosial

a) Tanyakan siapa yang berarti dalam kehidupan klien, tempat mengadu, bicara, minta

bantuan, atau dukungan baik secara material maupun non material.


b) Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat, kelompok sosial apa saja yang

diikuti lingkungannya dan sejauh mana ia terlibat. Hambatan apa saja dalam berhubungan

dengan orang lain / kelompok tersebut.

4) Spiritual

a) Kaji kegiatan keagamaan, ibadah, dan keyakinannapa saja yang dikerjakan klien di

rumah / lingkungan sekitarnya baik secara individu maupun kelompok, pendapat klien /

keluarga tentang ibadah tesebut.

b) Keyakina klien dan keluarga terhadap penyakitnya dipandang dari tinjauan agama atau

keyakinan yang dianut oleh klien dan keluarga.

f. Status mental

1) Penampilan.

a) Bagaimana kerapihan dalam penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki,

bagaimana penampilan klien dalam hal makan, toileting, dan pakaian sarana / prasarana

(instrumentasi) yang berkaitan dengan penampilan dirinya.

b) Jelaskan hal-hal lain yang ditampilkan dan kondisi lain yang berkaitan sebagai kesan

umum (keadaan umum atau KU) saat pertama kali kontak/bertemu dengan klien seperti :

berbaring, kotor, pasang infus, lemah, amuk dll.

2) Pembicaraan.

Bagaimana pembicaraan yang didapatkan pada klien, apakah cepat, keras, gagap,

pembicaraan berpindah-pindah, apatis, lambat, membisu, tidak mampu memulai

pembicaraan.

3) Aktivitas motorik.
Aktivitas motoric berkenaan dengan gerakan fisik perlu dicatat dalam hal tingkat

aktivitas (letargik, tegang, helisah, agitasi), jenis (tik, seringai, tremor) dan isyarat

tubuh/mannerism yang tidak wajar. Jelaskan psikomotorik/aktivitas motoric yaitu

gerakan badan/anggota badan yang dipengaruhi oleh keadaan jiwanya, efek bersama

yang mengenai badan dan jiwa (biasanya disebut konasi atau perilaku motoric) yang

ditampilkan klien seperti lesu, tegang, gelisah, agitasi, tik, grimace, tremor, kompulsif

atau lainnya.

4) Emosi

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan

penyebab halusinasi, isi halusinasi tersebut berupa perintah yang tidak sanggup untuk di

tentang.

5) afek.

Perasaan tidak nyata, berbicara sendiri.

6) Interaksi selama wawancara.

Kooperatif, kadang berbicara sendiri, cemas, pembicaraan terbatas

7) Persepsi.

Berhalusinasi, menjalani kehidupan seperti dalam mimpi.

8) Proses pikir.

Gangguan isi sosial halusinasi, perilaku tidak terorganisasi.

9) Tingkat kesadaran.

Kesadaran kadang berubah-ubah, berpengaruh terhadap halusinasi.


10) Memori

Tidak ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu, orang.

11) Tingkat konsentrasi dan berhitung.

12) Kemampuan penilaian.

Selalu memberikan penilaian meskipun penilaian tidak jelas.

13) Daya tilik diri.

Mengingkari penyakit yang diderita : tidak menyadari gejala penyakit.

(Yosep,2009)

g. Kebutuhan persiapan pulang.

1) Makan.

2) Mandi/hygiene.

3) BAB/BAK.

4) Berpakaian.

5) Istirahat.

6) Sistem pendukung.

7) Aktivitas dalam rumah

h. Mekanisme koping.

Bagaimana reaksi klien menghadapi suatu permasalahan, apakah menggunakan cara-cara

yang adaptif misal, berbicara dengan orang lain, aktivitas lain. Atau melakukan cara-cara

maladaptive misal, minum alkhohol, menghindar, mencederai diri atau orang lain.

i. Masalah keperawatan

Masalah keperawatannya adalah Defisit Perawatan Diri: Toileting.


j. Aspek medik.

Data yang diperoleh dapat dikelompokan menjadi dua macam, seperti berikut ini :

1) Data objektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui observasi atau

pemeriksaan langsung oleh perawat.

2) Data subjektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data

ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada klien dan keluarga.

4. Diagnosa Keperawatan.

Adalah suatu pernyataan masalah keperawatan klien mencakup baik respon sehat

adaptif atau maladaptive serta stressor yang menunjang. Rumusan diagnosis adalah

problem/masalah (P) berhubungan dengan penyebab (Etiologi), dan keduanya saling

berhubungan sebab akibat secara ilmiah. Diagnosis ini juga bisa permasalahan (P),

penyebab (E), dan symptom/gejala sebagai data penunjang. Jika pada diagnosis tersebut

sudah diberikan diberikan tindakan keperawatan, tetapi permasalahan (P) belum teratasi,

maka perlu dirumuskan diagnosis baru sampai tindakan keperawatan tersebut dapat

diberikan tuntas (Kusumawati,2011).

Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang

mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas

perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian atau berhias, makan,

dan BAB/BAK (Fitria,2010).

a. Masalah yang mungkin muncul.

1) Defisit Perawatan Diri.

2) Harga Diri Rendah.

3) Risti Isolasi Sosial.


b. Faktor yang berhubungan.

11) Pohon Masalah

ResikoTinggi Isolasi Sosial effect

Core Problem
DefisitPerawatan Diri

Harga DiriRendah Kronis causa


12) Data Yang Perlu dikaji

Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji


Subjektif :

Defisit Perawatan Diri: Klien mengatakan dirinya tidak bisa

Toileting menemukan kamar mandi

 duduk atau bangkit dari jamban

membersihkan diri detelah toileting.

Objektif :

 Klien tampak kotor.

 Tercium bau tidak sedap.

 BAB/BAK tidak pada tempatnya.

 Tidak membersihkan diri dengan baik

setelah BAB/BAK.
BAB III

METODOLOGI

Metode penelitian merupakan cara yang digunakan untuk memecahkan

masalah metode keilmuan (Nursalam, 2014). Metodologi penelitian keperawatan

merupakan urutan langkah dalam melakukan pengetahuan atau kognitif merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Hal-hal yang termasuk metodologi penelitian adalah jenis penelitian yang

digunakan, subjek penelitian, jenis data yang digunakan, teknik pengambialn data,

analisa data (Setiadi, 2007).

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian observasional

deskriptif dengan pendekataan studi kasus yaitu studi kasus yang dilaksanakan dengan

cara meneliti suatu permasalahan melalui kasus yang terdiri dari 2 unit (orang). Unit

yang menjadi masalah tersebut secara secara mendalam dianalisa baik dari segi yang

berhubungan dengan kasusnya sendiri, factor resiko, yang mempengaruhi, kejadian

yang berhubungan dengan kasus maupun tindakan dan reaksi dari kasus maupun

tindakan dan reaksi dari kasus terhadap sesuatu perlakuan atau pemapaan tertentu.

Tujuan dari penelitian studi kasus adalah untuk mempelajari secara intensif tentang

latar belakang keadaan sekarang atau interaksi lingkungan sesuatu unit sosial,

individu, kelompok, lembaga atau masyarakat (Setiadi,2007)

B. Waktu dan Tempat Penelitian.


Studi kasus dilakukan di UPT Rehabilitasi Sosial Eks Psikotik Kras, Kediri.

C. Subjek Pengambilan Data.

Subjek dalam studi kasus ini adalah klien dengan masalah keperawatan dengan

Defisit Perawatan Diri : Toileting. Subjek yang digunakan adalah 2 klien (1 kasus)

berbeda dengan masalah keperawatan yang sama. Subjek dalam studi kasus ini adalah

asuhan keperawatan jiwa pada klien Defisit perawatan Diri : Toileting.

D. Jenis Data.

1. Data Primer

a. Data subjektif adalah data yang didapatkan dari suatu pendapat terhadap situasi dan

kejadian tetapi melalui suatu interaksi atau komunikasi (Nursalam,2008).

1) Wawancara

Untuk memperoleh data subjektif peneliti menggunakan metode wawancara dengan

klien, cara yang digunakan peneliti ialah dengan melakukan Tanya jawab secara lisan

dengan responden/klien kemudian peneliti mendokumentasikan pada format

pengkajian.

b. Data Objektif ialah data yang dapat diobservasi dan diukur oleh perawat, data ini

diperoleh melalui kepekaan perawat selama melakukan pemeriksaan fisik melalui 2S

(Sight, Smell) (Hearing Touch/Taste) (Nursalam,2008).

1) Observasi (pengamatan)

Untuk memperoleh data objektif peneliti mengamati aktivitas, dan kegiatan yang

dilakukan klien, kemudian mendokumentasikan hasil pengamatn tersebut dalam

format pengkajian.

2. Data Sekunder.
Data yang diperolrh dari rekam medic atau data yang ada di instansi terkait

penelitian.

E. Tehnik Pengambilan Data.

Tehnik pengambilan data yang digunakan yaitu dengan cara wawancara,

observasi lansung dan dokumentasi rekam medik.

1. Wawancara.

Metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dengan Tanya jawab secara

lisan dengan responden.

2. Pengamatan (Observasi).

a. Pengamatan Terlibat (Observatif Partisipasif).

Pengamat benar-benar mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan yang

dilakukan dengan kata lain pengamat ikut aktif berpartisipasif pada aktivitas yang

telah diselidiki.

b. Pengamat Sistematis.

Pengamat yang mempunyai kerangka atau struktur yang jelas. Dan pada

umunya, observasi sistematika ini didahului suatu observasi pendahuluan yakni

dengan observasi partisipasif.

c. Observasi Eksperimental.
Dalam observasi ini dimasukkan dalam kondisi dan situasi tertentu

(Setiadi,2007). Pada penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan wawancara

dan pengamatan pada klien dengan gangguan jiwa Defisit Perawatan Diri : Toileting.

F. Analisa Data.

Analisa data dilakukan secara deskriptif menggunakan prinsip-prinsip

manajemen asuhan keperwatan pada gangguan jiwa.

G. Etika Pengambilan Data.

Etika yang digunakan dalam pengambilan data ini adalah :

1. Informed Consent (Surat Persetujuan)

Sebelum pengambilan data dilakukan, peneliti memperkenalkan diri,

memberikan penjelasan tentang studi kasus. Deskripsi tentang tujuan pencatatan,

menjelaskan hak dan kewajiban responden. Setelah dilakukan penjelasan pada

responden peneliti melakukan persetujuan sesuai dengan responden tentang

dilakukannya penelitian.

2. Anonymity (Tanpa Nama).

Peneliti melindungi hak-hak dan privasi responden, nama tidak digunakan

serta menjaga kerahasiaan responden, peneliti hanyan menggunaka inisial sebagai

identitas.

3. Confidentiality (Kerahasiaan).

Semua informasi yang diberikan responden kepada peneliti akan tetap

dirahasiakan.

H. Keterbatasan Peneliti

Nursalam dan Pariani (2001) mengemukakan bahwa keterbatasan adalah

kelemahan atau hambatan dalam peneliti.


Dalam penelitian ini, peneliti menyadari bahwa persiapan dan pelaksanaan

penelitian ini masih banyak dijumpai keterbatasan dan kekurangan . keterbatasan

yang dimiliki antara lain :

1. Penatalaksanaan asuhan keperawatan jiwa belum bisa mencapai waktu optimal,

sehingga kedalaman isi penelitian ini kurang sempurna. Oleh karena itu peneliti

membutuhkan kritik dan saran.

2. Responden yang dibandingkan memiliki kemampuan yang berbeda , sehingga

peneliti perlu mengulangi sebagian pertanyaan untuk mengumpulkan data.

3. Penelitian ini merupakan pengalaman pertama bagi penelti sehingga masih banyak

kekurangan dalam menjabarkan permasalahan. Oleh karena itu, diperlukan kritik dan

saran untuk perbaikan dimasa mendatang.


DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A & Akemat. (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC
Fitria,Nita. (2010). Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan. Jakarta : Salemba Medika
Nursalam. 2008. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2 Konsep dan Praktik.
Jakarta: Salemba Medika
Setiadi.(2007). Konsep Dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai