Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s3-2007-pratiwinin-5265-kkakkd-k.pdf
Download (565kB) | Preview
Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-s3-2007-pratiwinin-5265-disk02-p.pdf
Download (10MB) | Preview
Official URL: http://lib.unair.ac.id
Abstract
Perilaku masyarakat dalam menjaga kebersihan mulut masih rendah. Hal ini didapat dari
hasil Survei Kesehatan Rurnah Tangga (SKRT) 1995 menunjukkan bahwa masyarakat yang
mengeluh sakit gigi datang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan gigi sudah dalam
keadaan terlambat. Ini terlihat dari rata-rata 6-7 gigi yang rusak, rata-rata 4-5 gigi sudah
dicabut. Persepsi masyarakat bahwa sakit gigi tidak perlu segera diobati, penderita pada
umumnya datang berobat setelah terjadi pembengkakan pads daerah gusi dan pipi.
Rendahnya pengetahuan kesehatan gigi masyarakat, mengakibatkan perilaku mencari
pengobatan ke puskesmas maupun Rumah Sakit juga rendah. Data Survei kesehatan Nasional
(Susenas) 1998, yang menyatakan bahwa 87% masyarakat yang mengeluh sakit gigi tidak
berobat, sedangkan yang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan hanyalah 12,3% dan 0,7%
mencari pengobatan tradisional. Pemberdayaan kesehatan gigi pada masyarakat juga
dikembangkan program usaha kesehatan gigi sekolah (UKGS), dan usaha kesehatan gigi
masyarakat desa (UKGMD). Namun untuk UKGMD hanya sebatas anjuran. Untuk
memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang menyeluruh perlu dikembangkan suatu
model pelayanan kesehatan gigi berlapis (level of care), sehingga institusi pelayanan
kesehatan harus dapat menyediakan pelayanan pertolongan pertama (darurat dasar) yang
melibatkan tenaga non dental (bidan atau perawat). Model deteksi OHI-S, DMFT indeks ini
merupakan suatu model penjaringan berlapis deteksi karies, karang gigi yang dilakukan oleh
kader. Kader bekerja sama dengan petugas kesehatan gigi di puskesmas. Kader diharapkan
mampu mendeteksi dan merujuk ke puskesmas kasus karies pada permukaan mahkota gigi,
karang gigi masyarakat pengunjung posyandu khususnya Ibu hamil, ibu meneteki, PUS, dan
anak balita. Petugas kesehatan gigi di puskesmas melakukan diagnosis ulang hasil rujukan
oleh kader dan melakukan perawatan sesuai standar pelayanan yang ada di puskesmas. Peran
serta kader kesehatan diharapkan dapat mempengaruhi perilaku sehat gigi pada kelompok
sasaran posyandu. Namun sebelum kader mengajak orang lain berubah perilaku sehat gigi, ia
terlebih dahulu harus berubah perilakunya. Beberapa teori yang terkait dengan perubahan
perilaku salah satu diantaranya adalah kemampuan self efficacy. Dalam penelitian ini akan
diuji apakah ada pengaruh self efficacy melalui proses kemampuan kognitif, motivasi dan
afektif kader kesehatan terhadap perilaku sehat gigi ?. Mengingat bahwa peran self efficacy
dalam mempengaruhi proses berpikir atau kognitif, motivasi dan afektif sangat besar.
Pengaruh peningkatan kemampuan kognitif, motiovasi dan afektif terhadap perubahan
perilaku kesehatan dapat mempengaruhi secara langsung. Penelitian ini merupakan penelitian
pra eksperimental dengan rancangan pre-post test group design. Intervensi berupa
peningkatan pengetahuan kesehatan gigi dan pelatihan deteksi karies dan karang gigi pada
kader. Kader juga mendapatkan beberapa buku pegangan kesehatan gigi, Kartu kesehatan
gigi sebagai rekam medik dan kartu rujukan, koordinasi, sistem evaluasi dan monitoring
dengan bentuk pelaporannya. Teknis analisis data dengan menggunakan Structural Equation
Modelling (SEM). Model pengukuran variabel laten self efficacy, kemampuan kognitif,
motivasi dan afektif dan perilaku sehat gigi menggunakan Confirmatory Factor Analysis
(CFA). Kesimpulan dari hasil penelitian adalah : (1) ada peningkatan secara signifikan self
efficacy sesudah intervensi model deteksi OHI-S, DMFT indeks (2) ada peningkatan secara
signifikan kemampuan kognitif, motivasi dan afektif setelah intervensi, (3) terdapat
peningkatan secara bermakna perilaku sehat gigi setelah intervensi. (4) Self efficacy
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kemampuan kognitif, motivasi, dan
afektif. (5) Kemampuan kognitif, motivasi dan afektif berpengaruh positif dan signifikan
terhadap perilaku sehat gigi kader. Manfaat penelitian ini secara teoritik tentang temuan baru
pengaruh self efficacy melalui proses kemampuan kognitif, motivasi dan afektif kader
kesehatan terhadap perilaku sehat gigi. Intervensi KAP dapat meningkatkan self efficacy
kader, sehingga kemampuan kognitif, motivasi, dan afektif kader meningkat. Meningkatnya
self efficacy kader dapat berpengaruh terhadap perilaku sehat gigi Bumil, Buteki, PUS dan
anak balita yang sangat heterogen. Dengan demikian temuan teori ini bisa dimanfaatkan
Departemen Kesehatan dalam program upaya peran serta kader kesehatan dalam peningkatan
perilaku kesehatan ibu dan anak, khususnya kesehatan gigi guna mempersiapkan generasi
bebas karies.