Anda di halaman 1dari 18

BAB 3

PENATALAKSANAAN HIPOPLASIA MANDIBULA DAN ZIGOMA PADA

PASIEN SINDROMA TREACHER COLLINS

Karena terdapat banyak anomali kraniofasial, penatalaksanaan pasien

Sindroma Treacher Collins serta orang tua pasien harus memiliki tujuan yang spesifik

dan bertujuan untuk memaksimalkan potensi anak. Keseluruhan rencana perawatan

Sindroma Treacher Collins harus berorientasi sesuai masalah, namun cukup fleksibel

untuk memenuhi keinginan serta kebutuhan pasien dan orang tua pasien. Perawatan

harus disesuaikan dengan kebutuhan spesifik setiap individu, dimana perawatan

terhadap kondisi ini merupakan perawatan terhadap simptom yang muncul, bersifat

jangka panjang dan memerlukan pendekatan yang multidisiplin.3,6 Karena hipoplasia

mandibula dan zigoma merupakan kasus yang sering dijumpai pada Sindroma

Treacher Collins, maka akan dibahas penatalaksanaannya berikut ini.

3.1 Perawatan Emergensi

Pada bayi yang baru lahir dengan Sindroma Treacher Collins, perlu segera

diperhatikan jalan nafas dan kemampuan menelan.3,6,12 Hambatan jalan nafas dapat

terjadi akibat dari dua faktor. Pertama adalah hipoplasia maksila, yang cenderung

mengkonstriksikan jalan lintasan nasal dan menyebabkan derajat penyempitan koana

(choanal stenosis). Kedua adalah mandibula yang mikrognasia dan lidah yang

retroposisi akan mengobstruksi ruang orofaring dan hipofaring. Tergantung pada

Universitas Sumatera Utara


keparahan deformasi, kesulitan jalan nafas dapat timbul dan diperlukan posisi bayi

yang khusus dan rawat inap di rumah sakit dengan monitor denyut oksimeter.3,6,23

Pada bayi dengan manifestasi parah dimana inadekuat jalan nafas merupakan

gambaran yang menonjol setelah dilahirkan, maka dilakukan trakeostomi. Alternatif

lain jika anak tidak dapat memperoleh oksigen secara adekuat yaitu dengan

memanjangkan mandibula sehingga lidah dan struktur dasar mulut dapat diposisikan

anterior .3,6,7,23

Tingkat malformasi muskuloskeletal pada Sindroma Treacher Collins juga

mengakibatkan kesulitan menelan cairan dengan efektif dan memperoleh nutrisi yang

adekuat. Diperlukan pemberian makan dengan bantuan gavage, atau yang ekstrem

dengan penempatan tube gastrostomi untuk memastikan asupan jumlah kalori dan

hidrasi yang adekuat. 3,12,13

3.1.1 Penatalaksanaan jalan nafas

Obstruksi yang ringan umumnya dapat ditangani dengan cara yang sangat

konservatif yaitu dengan perubahan posisi. Obstruksi ini disebabkan mandibula yang

kecil dan ukuran lidah yang normal. Dengan meletakkan bayi dalam posisi prone,

yakni wajah menghadap ke bawah, gravitasi menarik lidah ke depan dan

menghasilkan jalan nafas yang lebih lebar.31

Universitas Sumatera Utara


Gambar 9. Bayi dengan posisi prone32

Penatalaksanaan obstruksi jalan nafas yang sedang sampai parah dapat dilakukan

dengan trakeostomi dan glosopeksi. Diindikasikan ketika kesulitan bernafas tetap

terjadi walaupun telah dilakukan perubahan posisi.31

3.1.1.1 Trakeostomi

Trakeostomi masih merupakan penatalaksanaan standar dalam menangani

sumbatan jalan nafas yang parah. Tube trakeostomi secara efektif melewati obstruksi

di faring dan hipofaring. Ketika obstruksi jalan nafas bayi telah diselesaikan, tube

trakeostomi dapat disingkirkan. Sayangnya, tube trakeostomi memerlukan

pemantauan yang ketat. Jika tube ini terjadi penyumbatan atau lepas, pasien dapat

mengalami penahanan respiratori akut (acute respiratory arrest).6,33

Universitas Sumatera Utara


Trakeostomi neonatal berhubungan secara signifikan terhadap morbilitas dan

mortalitas, termasuk terhambatnya proses berbicara, penyumbatan oleh lendir,

pelepasan tube trakeostomi atau trakeomalasia. Neonatal yang telah melakukan

trakeostomi memerlukan monitoring 24 jam, memberikan beban yang besar kepada

pengasuh. Insiden yang berkaitan dengan komplikasi trakeostomi dilaporkan 19

sampai 49% dan mortalitas terkait 2 sampai 8.5% .31 Jika trakeostomi dilakukan

sebagai penatalaksanaan kegawat daruratan jalan nafas, distraksi mandibula dapat

dilakukan pada bayi untuk mempercepat dekanulasi. 6

Trakeostomi Starplasti adalah teknik baru berdasarkan geometri tiga dimensi

dari Z-plasti.34 Prosedur Starplasti adalah teknik secara langsung yang mudah dilihat,

terutama bagi ahli bedah yang sering melakukan trakeostomi. Dari insisi sampai

selesai, prosedur ini biasanya memerlukan waktu sekitar 30 menit. Jaringan harus

ditangani dengan lembut, dengan memperhatikan hemostasis, mengontrol bidang

jaringan dan melakukan penjahitan yang akurat. Lampu penerangan diperlukan, dan

penggunaan lup bedah sangat membantu, terutama pada anak kecil.35

Universitas Sumatera Utara


Gambar 10A. Insisi berbentuk ”X” pada pertengahan lekukan sternal
dengan kartilago krikoid34

Gambar 10B. Setelah pembuangan lemak subkutan dan diseksi ke


trakea, insisi berbentuk “+” pada dinding trakea anterior. Ujung flap
trakea (panah warna putih) dijahitkan pada flap kulit34

Universitas Sumatera Utara


Gambar 10C. Stoma berbentuk bintang34

3.1.1.2 Adhesi lidah-bibir/ Glosopeksi

Pada obstruksi minor dapat dikoreksi dengan pertimbangan adhesi lidah-bibir.

Pembedahan adhesi dilakukan antara lidah, bibir dan anterior mandibula.6

Adhesi lidah-bibir diawali oleh Douglas tahun 1946. Insisi transversal dibuat

pada permukaan ventral lidah dan permukaan lingual dari bibir bawah. Harus

dilakukan secara hati-hati untuk menghindari bukaan kelenjar sublingual. Dilakukan

penjahitan pada permukaan tersebut, tambahan jahitan retensi ditempatkan dari dasar

lidah tepat di atas epiglotitis ke permukaan anterior dagu, biasanya melalui kancing

untuk mencegah erosi pada permukaan lidah dan kulit. Adhesi sementara ini

dilakukan untuk memperbaiki kesulitan bernafas sampai selesai dilakukan distraksi

osteogenesis.33,36

Universitas Sumatera Utara


Tingkat keberhasilan lidah-bibir adhesi dalam menghilangkan obstruksi jalan

napas dilaporkan kira-kira 33% hingga 83%. Komplikasi yang paling sering

dilaporkan adalah terbukanya adhesi. Polisomnografi pasca operasi menunjukkan

adanya perbaikan obstructive apnea. Diperlukan pemeriksaan jangka panjang dan

tindak lanjut pasien yang menunjukkan perlunya prosedur sekunder pada kebanyakan

obstruksi berulang dan kesulitan menelan.33

Gambar 11. Adhesi lidah bibir36

3.1.2 Penatalaksanaan pemberian makan (feeding)

Bayi dengan Sindroma Treacher Collins juga mengalami kesulitan dalam

pemberian makan. Karena posisi mandibula yang abnormal, bayi dengan mandibula

yang kecil biasanya sulit untuk mengkontraksikan otot orbikularis oris dan menekan

Universitas Sumatera Utara


puting ibu. Pada beberapa kasus, adanya celah palatum menghambat produksi

tekanan negatif untuk menghisap selama menyusui. Selain itu, adanya celah palatum

menimbulkan hubungan yang luas antara kavitas oral dan nasal yang menimbulkan

resiko tersedak dan masalah pemberian makan lainnya sehingga disarankan

melakukan konsultasi dengan spesialis. Pada beberapa kasus, seperti diinstruksikan,

seorang ibu dapat memberi makan dengan botol ketika bayi dalam posisi setengah

duduk. Pada pasien dengan keluhan yang lebih parah, diperlukan pemberian makan

secara temporer dengan gavage atau feeding tube. Jika tidak adanya peningkatan

selama berbulan-bulan, bayi memerlukan tube gastrotomi. Setelah anak

mengembangkan kemampuan untuk makan secara oral, tube tersebut dapat

disingkirkan.33

Gambar 12. Feeding tube

3.2 Perawatan definitif

Perawatan definitif terhadap deformasi kraniofasial umumnya ditunda sampai

pasien berumur 16 atau 18 tahun, dimana pertumbuhannya telah stabil.3,6,22 Berikut

Universitas Sumatera Utara


ini akan dibahas tentang perawatan definitif terhadap hipoplasia zigoma dan

mandibula dengan rekonstruksi malar dan bedah orthognatik.

3.2.1 Penatalaksanaan hipoplasia tulang zigoma

Rekonstruksi zigoma dapat dilakukan sekitar usia 8 tahun. Rekonstruksi pada

usia awal tidak memperoleh keuntungan dan sosial, psikologi dan perkembangan

pendidikan anak merupakan hal penting dalam menentukan waktu untuk melakukan

rekonstruksi zigoma. Metode yang lebih disukai untuk rekonstruksi malar adalah

penggunaan outer table calvarial bone graft yang difiksasi pada tempatnya dengan

sekrup, plat atau keduanya.3

A B

Gambar 13 A. Bone graft kranial ketebalan penuh untuk rekonstruksi


lengkung zigoma dan lateral orbita rim37
13 B. Bone graft diosteotomi agar sesuai dengan bentuk
microplate37

Perencanaan pembedahan difasilitasi oleh penggunaan CT Scan tiga dimensi

untuk merekonstruksi. Model stereolithoraphic juga mungkin berguna. CT Scan

memberikan informasi tentang deformasi celah palatum dan juga tentang ketebalan

calvarium di area donor. Jika tulang tampak terlalu tipis untuk memperoleh outer

table calvarial bone graft, dapat dilakukan kraniotomi, dan tulang tersebut dapat

Universitas Sumatera Utara


dibagi di meja samping. Tempat donor dipilih untuk ketebalan dan kurvatura, CT

Scan tiga dimensi dapat memfasilitasi perencanaan ini. Jika satu lapisan tulang

calvarial tidak cukup tebal sesuai yang dikehendaki untuk mengkontour dalam

rekonstruksi zigoma, maka dapat dilapisi dan difiksasi dengan menggunakan sekrup,

plat atau keduanya. 3

Insisi kulit bikoronal dilakukan pada tempat donor dan area yang akan

direkonstruksi. Jika defisiensi zigoma melibatkan komponen anterior, kelopak mata

bawah, infraorbital, diperlukan insisi transconjunctival. Pemilihan insisi tergantung

pada perluasan dan bentuk deformasi kelopak mata.3

Rekonstruksi tulang zigoma dengan kombinasi dari graft onlay dan inlay

untuk memproduksi kontur tulang normal. Sejumlah kecil overkoreksi diperlukan

untuk mengkompensasi apabila terdapat resorpsi dan jaringan lunak yang tipis. Pada

beberapa kasus jaringan lunak dapat diaugmentasi dengan penggunaan flap dua sisi

perikranial yang dilipat dan dilapisi di atas bone graft.3

Pada beberapa kasus rekonstruksi malar awal perlu dilakukan osteotomi malar

untuk mengoptimalkan posisi mereka. Untuk melakukan osteotomi malar

konvensional, perlu ditunda sampai selesai pertumbuhan. Jika diperlukan reoperasi,

perlu dinilai jumlah tulang sebelum operasi dengan CT Scan tiga dimensi karena

memerlukan bone graft lebih lanjut.3

Strategi lain untuk merekonstruksi malar meliputi rib grafts, dimana,

walaupun lebih mudah untuk dimanipulasi dan dikontour dibandingkan tulang

cranial, cenderung mudah resorpsi dan memerlukan area donor yang jauh. 3

Universitas Sumatera Utara


Pada beberapa kasus dimana rekonstruksi malar dilakukan secara bersamaan

dengan pembedahan ramus mandibula, ada resiko terjadinya ankilosis. Resiko ini

meningkat apabila digunakan fiksasi intermaksila. Untuk menghindari hal tersebut,

sebaiknya kedua prosedur dilakukan terpisah.3

Beberapa spesialis menggunakan bahan alloplastik untuk merekonstruksi

malar. Teknik ini sering menghasilkan bentuk dan kontur yang sangat baik, namun

dapat menimbulan resiko infeksi seumur hidup. Walaupun tidak sering, infeksi ini

dapat menghasilkan jaringan parut dan kerusakan yang signifikan karena sifat dasar

hipoplastik jaringan sehingga lebih disukai rekonstruksi secara autologous. 3

3.2.2 Penatalaksanaan hipoplasia mandibula

Setelah selesai pertumbuhan, dilakukan perawatan definitif bedah orthognatik.

Rencana ini harus mengikuti urutan konvensional dan harus didahului perawatan

ortodonti yang diperlukan. Penatalaksanaan hipoplasia mandibula dapat berupa

distraksi osteogenesis dan bedah orthognatik.

3.2.2.1 Distraksi Osteogenesis

Distraksi dapat dilakukan pada bayi baru lahir untuk mencegah trakeostomi

atau dapat dilakukan kemudian untuk menyingkirkan tube trakeostomi dan distraksi

osteogenesis awal harus disediakan untuk pasien yang memiliki hambatan jalan nafas

yang parah (misalnya pada pasien yang tergantung pada trakeostomi atau mengalami

sleep apnea yang sedang sampai parah). Pada kasus tersebut, distraksi mandibula

secara bilateral dapat menyelamatkan hidup jika ia dapat menyebabkan dekanulasi.

Bagaimanapun, jika tidak digunakan alat distraksi intraoral, teknik ini dapat

Universitas Sumatera Utara


menyebabkan jaringan parut pada kulit. Benih gigi yang sedang berkembang dan

bundel neurovaskular inferior gigi juga mempunyai resiko. Makin muda dan makin

kecil mandibula, makin membutuhkan teknik dalam melakukan prosedur ini, dan

makin besar resiko terjadi komplikasi. Jika distraksi dilakukan dalam periode

sebelum selesainya pertumbuhan, mungkin diperlukan pembedahan mandibula

selanjutnya. 3

Untuk memperoleh kesuksesan perawatan, diperlukan kooperasi dan

komitmen yang tinggi dari pasien dan orang tua. Alat distraksi ini diputar setiap hari,

dijaga tetap bersih untuk mencegah infeksi dan dilindungi dari trauma. Prosedur

harus direncanakan secara hati-hati, dengan memperhitungkan jumlah pemanjangan,

tempat pemanjangan (misalnya pada ramus, badan mandibula atau kombinasi), dan

oklusi akhir yang diinginkan. Desain dari alat distraksi dan tempat pemanjangan yang

diinginkan menentukan tempat ideal untuk peletakan pin dan tempat serta sudut

potongan kortikotomi. Perencanaan ini dilakukan mengikuti pemeriksaan klinis dan

radiografi, dan perawatan ortodonti juga bermanfaat dilaksanakan pada tahap ini.3

Prosedur bedah dilakukan di bawah anestesi umum. Permukaan medial dan

lateral mandibula diekspos secara transoral dan melindungi bundel neurovaskular

inferior. Potongan kortikotomi ditandai dan diletakkan pin superior untuk alat

distraksi secara transkutan. Titik entri kulit untuk pin superior harus caudal terhadap

titik entri tulang untuk meminimalkan jaringan parut. Setelah kortikotomi, border

posterior dari mandibula perlu diberikan perhatian khusus. Pin bawah dimasukkan

dan sekali lagi menarik kulit, dimana kali ini dalam arah kranial. Luka intraoral

ditutup dengan jahitan resorbable. Dalam periode postoperatif, dimulai dengan

Universitas Sumatera Utara


pemberian makanan cair dan distraksi dimulai pada hari ke-5. Distraksi 1mm per

hari merupakan jumlah yang dapat diterima. Pasien harus meneruskan makanan

semisolid dan alat distraksi dilepas 3 sampai 4 minggu setelah selesai didistraksi.

Pemeriksaan radiografi dilakukan setelah 3 hari distraksi untuk memastikan distraksi

yang tepat dan tidak ada yang menggantung di kortikotomi. Jika ada yang

menggantung, kortikotomi kembali dilakukan di bawah anestesi umum untuk

membantu distraksi yang telah direncanakan.3

Mengingat distraksi osteogenesis menambah massa jaringan keras, jaringan

lunak di sekeliling termasuk otot terutama diregangkan, tetapi otot dapat beradaptasi

pada waktunya. Karena kualitas jaringan lunak di sekitarnya memainkan peranan

penting dalam perkembangan tulang wajah, pengaruh terhadap struktur jaringan

lunak oleh distraksi osteogenesis harus mengarah pada hasil estetis dan fungsional

jangka panjang. Selain bedah, ortodonti dan fisioterapeutik mengupayakan berbagai

malformasi sindroma mandibula dengan problem yang berbeda, sehingga cukup sulit

untuk memprediksikan hasil yang diperoleh pasien setelah perawatan jangka panjang.

Terjadinya relaps tampaknya tidak terelakkan, karena overkoreksi tidak mampu

mengkompensasi gangguan pertumbuhan sentral ataupun malfungsi muskular.

Namun demikian, distraksi osteogenesis mandibula tidak hanya merupakan metode

yang sangat berguna untuk mengatasi masalah pernafasan dan penelanan pada

defisiensi mandibula yang parah pada usia awal, tetapi juga meningkatkan

penampilan estetis.38

Universitas Sumatera Utara


Gambar 14 A. Gambaran radiografi lateral kanan pasien Sindroma
Treacher Collins yang berusia 18bulan menggunakan alat distraksi
internal6

Gambar 14 B. Gambaran radiografi lateral kanan pasien yang sama


(gambar 14A) menunjukkan pertambahan panjang mandibula6

Universitas Sumatera Utara


A B C D

Gambar 15 A.Tampilan frontal preoperatif menunjukkan pasien yang mengalami


sindroma Treacher Collins, B. Tampilan frontal postoperatif dari pasien yang sama
setelah osteotomi dan penempatan alat. Distraksi dimulai 5-7 hari setelah insersi
alat dengan pengaktifan 1mm per hari, C. Pandangan lateral perioperatif pasien
dengan trakeostomi menunjukkan mikrogenia retrognatik, D. Pandangan lateral
postoperatif menunjukkan pemanjangan dalam arah vertikal dan horizontal. Setelah
5 minggu dilakukan distraksi, pasien akhirnya mampu lepas dari trakeostomi.39

3.2.2.2 Bedah orthognatik

Selain distraksi osteogenesis, osteotomi mandibular dapat dilakukan untuk

memperpanjang rahang dan menyeimbangkan oklusi gigi. Tahap rekonstruksi ini

adalah tahap yang paling invasif dan memberatkan fisik pasien. Prosedur tambahan

seperti rhinoplasti dan genioplasti dapat dilakukan setelah osteotomi mayor.5 Tidak

ada timbul kesulitan tambahan yang muncul selain perlunya melepas alat metal jika

prosedur yang sama diulangi. Pada kasus ringan dapat digunakan osteotomi sagital

split, namun tetap lebih disukai osteotomi inverted L.3

Keuntungan dari osteotomi inverted L ini adalah dapat memperpanjang

mandibula atau memperluas mandibula ketika digunakan dengan tulang atau tulang

sintetis untuk grafting, mengkoreksi prognatism mandibula atau asimetri, prosesus

koronoid dan otot temporal tetap berada di posisi yang sebenarnya. Sedangkan

kerugiannya yaitu prosedur ini membutuhkan cangkok tulang dengan tulang ataupun

Universitas Sumatera Utara


tulang sintetis untuk memperpanjang ramus mandibula, proses penyembuhan

membutuhkan waktu lebih lama. 3

Prosedur ini tidak mempengaruhi laju pertumbuhan, tetapi perubahan posisi

dan orientasi dari segmen proksimal dapat mengubah vektor pertumbuhan rahang

berikutnya. Diperkirakan prosedur ini dapat dilakukan kira-kira pada anak berusia di

atas 12 tahun.3

A B C D

Gambar 16 A. Tampilan frontal preoperatif pasien berumur 16 tahun dengan


sindroma Treacher Collins. Tidak pernah dilakukan koreksi sebelumnya, B.
Pandangan frontal postoperatif, C.Pandangan lateral preoperative pasien yang sama,
D. Pandangan lateral postoperatif 1 tahun setelah dilakukan bedah orthognatik25

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

KESIMPULAN

Sindroma Treacher Collins adalah kelainan yang diwariskan secara autosomal

dominan yang timbul akibat penyimpangan dalam pengembangan struktur wajah

selama morfogenesis histodiferensiasi antara 20 hari dan minggu ke-12 IU.9,11

Penyebab terjadinya Sindroma Treacher Collins dapat berupa mutasi de novo (60%

dari kasus) atau diwariskan oleh orang tua kepada anaknya (40% dari kasus).2,3,4,10

Patogenesis terjadinya Sindroma Treacher Collins disebabkan karena adanya

mutasi dari gen TCOF1. Gen TCOF1 terpeta dalam kromosom band 5q31.3-33.3.

Gen ini mengkode protein treacle, yang diperlukan dalam perkembangan kraniofasial

yang normal. Haploinsufisiensi TCOF1 mengurangi biogenesis ribosom, dimana

defisiensi biogenesis ribosom berhubungan dengan kurangnya proliferasi dalam sel

neural crest dan sel neuroepithelial yang diamati pada mutan TCOF1. Sebagai

stabilisasi diaktifkan banyak gen efektor proapoptotik sehingga terjadi tingkat

kematian jaringan yang tinggi yang diamati dalam patogenesis Sindroma Treacher

Collins. 2,6,10

Manifestasi klinis Sindroma Treacher Collins dapat terjadi pada tulang

tengkorak, hidung dan jaringan lunak wajah, mata, telinga, mandibula dan maksila.

Gambaran yang sangat umum dari Sindroma Treacher Collins yaitu mata yang miring

ke bawah (89% dari kasus), hipoplasia mandibula (78% dari kasus) dan tulang

zigoma (81 % dari kasus).6,9 Diagnosa Sindroma Treacher Collins dapat berdasarkan

karakteristik klinis, pemeriksaan radiografi dan studi genetik. 2,30

Universitas Sumatera Utara


Penatalaksanaan pasien dibagi menjadi perawatan emergensi dan perawatan

definitif. Perawatan emergensi umumnya ditujukan untuk menangani jalan nafas bayi

yang baru dilahirkan dengan Sindroma Treacher Collins, dimana karena adanya

hipoplasia mandibula dan lidah yang retroposisi, menghambat jalan nafas bayi.

Penatalaksanaan jalan nafas dapat dengan melakukan trakeostomi, pembedahan

adhesi lidah-bibir, dan distraksi osteogenesis. Sedangkan perawatan definitif

ditujukan untuk mengkoreksi cacat kraniofasial yang diderita pasien, biasanya

dilakukan bedah orthognatik pada pasien yang telah selesai

pertumbuhannya.3,5,6,10,12,13

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai