Anda di halaman 1dari 5

SIKAP PEMERINTAH PEOVINSI JAWA BARAT

Sebagai kelanjutan dari usaha Aly yahya di DPR-RI yang telah menghasilkan pansus PPB, maka
dalam rapat paripurna DPR-RI pada tanggal 21 februari 2000 dilaksanakan tanggapan fraksi-fraksi
atas RUU usul inisiatif pembentukan provinsi banten. Semua fraksi diberi kesempatan
memberikan tanggapan, ternyata semua fraksi mendukung secara positif RUU itu. Fraksi reformasi
mengusukan agar pansus musyawarah dan kordinasi dengan pemerintahan jawa barat dan DPRD-
nya yang pada saat itu belum mendukung rencana PPB. Berdasarkan berbagai masukan itu, maka
dalam rapat paripurna dewan pada tanggal 2 maret 2000 dibentuk pansus RUU tentang
pembentukan provinsi banten, yang beranggotakan 50 orang. Pada tanggal 7 maret 2000 pimpinan
pansus dipilih, dengan susuan sebagai berikut:
 Ketua : H. Amin Aryoso (PDIP)
 Wakil ketua : D.P. Datuk Labuan (golkar)
H. Sa’adun Syibromalisi (PPP)
H. Aris Ashari siagian (PKB)

Pada tanggal 9 maret 2000 dalam kesempatan itu, wagub membantah bahwa gedung sate tidak
memiliki political will tentang PPB, dan tidak bermaksud menghalang-halangi PPB, tetapi perlu
mengikuti prosedur sesuai UU no 22 tahun 1999. Hanya aja sekarang belum turun peraturan
pemerintahnya (PP)-nya. Ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk itu, pertama usul itu harus
aspiratif, kedua harus nasional dan konseptual yaitu berdasarkan atas studi kelayakan yang dapat
dipertanggungjawabkan secara obyektif, dan yang ketiga harus konstitusional. Selanjutnya wagub
menyatakan bahwa syarat pertama sudah dipenuhi karena sudah mendapat persetujuan dari semua
DPRD TK II yang ada di banten. Kedua, msalah konsitusional, hingga waktu itu belum ada PP-
nya, jadi harus mengikuti aturan lama. Selain itu, perlu ada keterlibatan dewan pertimbanagan
otonomi daerah (DPOD) yang hingga saat itu belum dibentuk. Soal lainya ialah soal studi
kelayakan, menurut wagub, sudah dibuat oleh bappeda jabar bekerja sama dengan sejumlah
perguruan tinggi sehingga kajiannya dianggap obyektif. Selanjutnya wagub menyampaikan
apakah tidak lebih baik kalau lebih dahulu dipikirkan pemekaran kabupaten baru dan kota yang
memang sudah direncanakan oleh pemprov jabar.
Ternyata, laporan yang dibawa ke jakarta ini adalah laporan yang sudah “dipelintir” untuk
kepentingan politis, yang intinya menyimpulkan bahwa provinsi banten belum layak buat di
realisasikan karena kekurangan yang ada. Dalam laporan itu, misalnya dikatakan bahwa sejarah
dan budaya diberi nilai “minus 3”, artinya “sangat kurang produktif”. Tentu saja, penilaian negatif
ini membuat para tokoh bakor-PPB marah. H. Tb. Tryana Sjamúm selaku ketua umum bakor-PPB
yang langsung menelpon sejarawan. Nina H. lubis sebagai orang yang bertanggunjawab atas
laporan negatif itu. Tentu saja, sejarawan tersebut menolak tuduhan dan meminta bukti berupa
lapoan yang yang dibawa oleh wagub ke DPR RI. Setelah fotokopi laporan diterima Nina H. Lubis,
ternyata laporan itu memang telah di manupulasi oleh tim bappeda. Khususnya untuk sejarah, yang
tadinya laporannya ditulis 30 halaman, hanya diambil 5 halaman, itupun tidak menyangkut hal-hal
yang besifat positif. Interperentasinyapun disesuaikan dengan kepentingan mereka.
Selain itu,pansus telah pula mengadakan rapat dengar pendapat dengan gubernur dan dewan
perwakilan rakyatdaerah 1 provinsi jawa barat. Dengan pendapat ini pemda dan DPRD jawa barat
pada akhirnya menyerahkan kebijakan kepada pemerintahan pusat dan DPR mengingat bahwa
peraturan pemerintahan yang menjadi peraturan pelaksanaan dari undang-undang nomer 22 tahun
1999(belum ada).
Selanjutnya, sebelum pansus mengadakan rapat kerja dengan pemerintah yang dijadwalkan pada
pertengahan bulan maret 2000, pansus telah mengadakan serangkaian kegiatan, dengan maksud
untuk lebih mendukung data yang telah dimiliki pansus. Adapun kegiatan-kegiatan tersebut
meliputi rapat dengar pendapat, baik dalam bentuk rapat di dewan maupun peninjauan ke lokasi,
dengan para pimpinan DPRD kabupaten/kota dan bupati/walikota serta tokoh-tokoh masyarakat
sewilayah keresidenan banten. Atas dasar itu maka dalam rapat kerja pansus dengan menteri dalam
negri, menteri hokum dan perundang-undangan, serta menteri negara otonomi daerah, pada waktu
itu yang diselenggarakan pada tanggal 13 maret 2000, pansus sepakat untuk menyelesaikan materi
rancangan undang-undang, sedangkan masalah yang berkenaan dengan persyaratan sebagaimana
ditentukan oleh undang –undang nomer 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, antara lain
mengenain persetujuan dewan pertimbangan otonomi daerah (DPOD), persetujuan gubernur dan
DPRD I, akan diperoses lebih lanjut oleh pemerintahan yang bekerja sama denga DPR.
Sebagai upaya merespon studi kelayakan pemda jawa barat yang negative itu, bakor-banten
mengadakan seminar bertema, “perspektif masa depan provinsi banten: peluang tantangan dan
strategi” yang diselenggarakan di ballroom hotel sahid jaya, pada tanggal 20 maret 2000. Dalam
seminar ini diundang para pakar, rony nitibaskara, guru besar kriminologi UI asal banten, nina H.
Lubis asal bandung, Yosef Iskandar dan pembicara lainya. Dalam sambutannya ketua umum bakor
PPB ialah H.Tb. Tryana Sjam’un mengatakan bahwa salah satu alasannya masyarakat banten ingin
membentuk provisi karena mereka ingin membangun diri mereka menjadi makmur, lebih mandiri,
lepas dari primordialisme jawa barat, yang telah lama mengatur masyarakat banten, sementara
masyarakat banten sendiri tidak merasa ada manfaan yang maksimal. Lebih lanjut dia menegaskan,
bahwa dari sudut pandang sejarah dan budaya terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara
jawa barat yang diwarnai oleh kultur priangan dan masyarakat banten yang dikenal egaliter. Kata
dia, priangan pernah dikuasai oleh mataram, yang juga membawa budaya feodalistiknya,
sedangkan banten tidak pernah ditaklukan dan apalagi menyerap budaya mataram. Banten tetap
egaliter, blak-blakan dan mempunyai azas kebersamaan.
Hasil seminar kemudian diekspos pers. Di antaranya dalam majalah forum keadilan. Hasil seminar
yang dianggap menyudutkan pemda jawa barat ini kemudian direspons balik. Pemda jawa barat
mengadakan seminar tentang hasil kajian beppeda. Jawa barat bertempatan di hotel santika,
tanggal 22 maret 2000. Selain para akademisi, dan unsur-unsur masyarakat bandung, diundang
pula para tokoh bakor PPB dan juga mahasiswa banten. Tidak jauh dari dugaan, hasil kajian
tersebut mendapat serangan keras terutama dari para tokoh banten dan juga pada akademisi.
Sejarawan nina H. Lubis meminta agar hasil kajian yang dimanipulasi tersebut direvisi atau nama
sejarawan tersebut dikeluarkan dari tim pengkaji, karena ia merasa namanya dimanfaankan untuk
kepentingan politis. Akhirnya bappeda memutuskan untuk merevisi hasil kajian tersebut dan
pelaksannaan diserahkan kepada LPM unpad, ITB dan untirta.
Tanpa menunggu revisi hasil kajian bappeda, proses di DPR RI bergulir terus. Pada waktu itu DPR
merencanakan, pembicaraan tingkat IV dapat dilaksanakan pada tanggal 30 maret 2000, tetapi
pembicaraan itu terpaksa ditunda, mengingat bahwa untuk dapat memenuhi persyaratan
sebagaimana diatur oleh undang-undang tersebut diperlukan waktu dan langkah-langkah yang
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, lebih-lebih pada waktu itu belum
terbentuk DPOD sebagaimana dipersyaratkan pasal 5 (1) UU No. 22/1999. DPOD yang berperan
dalam merekomendasikan layak/tidaknya suatu daerah jadi provinsi, beranggotakan
mendagri/otda, menteri keuangan, mnteri pertahanan, menteri PAN, tim pakar dibidang ilmu
social, ekonomi, politik dan kebudayaan serta gubernur dan pejabat daerah yang ditunjuk.
Rekomendasi DPOD mengenai hasil studi kelayakan akan menjadi bahan pertimbangan DPR
untuk mengesahkan daerah tersebut menjadi provinsi baru. Jadi DPR tidak bias mengesahkan UU
pembentukan provinsi baru tanpa rekomendasi DPOD. Meskipun demikian aspirasi rakyat daerah
tersebut harus jadi pertimbangan utama.
Di samping itu, terlambatnya persetujuan kepala daerah provinsi jawa barat selaku provinsi induk
seperti diatur pasal 115 (1) UU itu sehingga pembahasannya mengalami penundaan. DPR dapat
memahami kesulitan yang dihadapi oleh pemerintah dan sepakat untuk menunda sampai
diselesaikannya persyaratan-persyaratan dimaksud. Diperkirakan bulan juni atu juli sudah selesai.
Terjadinya pengunduran itu memang cukup mengecewakan rakyat banten, sebagaimana yang
ditulis suparman di pikiran rakyat. Ia menulis artikel yang berjudul “bersabarlah rakyat banten”.
Rakyat banten menduga bahwa rapat paripurna DPR tentang pengesahan provinsi banten itu dapat
dilaksanakan pada tanggal 28 maret 2000, tapi karena ada hambatan-hambata tersebut akhirnya
diundur. Oleh karena itu ketua pansus amin aryoso menyatakan, “kami menyadari sepenuhnya
bahwa sikap dewan tersebt menjadi kurang berkenan bagi masyarakat banten, lebih-lebih dengan
persiapan –persiapan yang telah dilakukan untuk menyongsong provinsi baru. Namun dengan jiwa
besar yang dimiliki masyarakat banten, ternyata sikap dewan tersebut dapat diterima.
Ali yahya selaku anggota DPR RI bersama dengan bakor-PPB melakukan lobby tingkat tinggi dan
juga lobby ke provinsi jawa barat pada tanggal 5 april 2000. Setelah itu DPRD jawa barat
melakukan rapat paripurna yang dihadiri oleh gubernur jawa barat, untuk mendengarkan pendapat
akhir ke 13 fraksi yang ada. Akhirnya DPRD memutuskan menyetujui dan tidak keberatan terhada
PPB. Menurut ali yahya yang hadir sebagai utusan pansus DPR RI, atas dasar keputusan DPRD
jawa barat itulah, gubernur jawa barat akhirnya menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada
pemerintahan pusat. Dengan demikian kedua syarat yang diminta DPR RI sudah dipenuhi. Tinggal
menunggu pembentukan DPOD dan rekomendasi DPOD.
Pada bulan mei dilakukan rapat pansus dengan mengundang pemerintahan. Waktu itu
pemerintahan meminta penundaan UU pembentukan provinsi banten karena pembentukan DPOD
belum selesai. Tentu saat penundaan itu membuat masyarakat banten kesal hingga ada yang
mengancam akan menutup jalan tol menuju bandara soekarno-hatta atau mengancam akan
memadamkan PLTU suryalaya dan memblokir penyeberangan merak-bakauheni.
Pada tanggal 8 juni 2000, ketua dewan penasehat bakor-PPB Tb. H. chasan sochib bersama unsur
muspida se-wilayah I keresidenan banten dan tokoh-tokoh masyarakat banten mengadakan
pertemuan untuk pamit kepada gubernur jawa barat. Pertemuan dilangsungkan di gedung dispenda
jawa barat di jalan soekarno hatta. Dalam kesempatan itu gubernur HR Nuriana belum bias
mengatakan soal setuju atau tidak, karena hasil penelitian DPOD belum ada. Di antara peserta
pertemuan, ada yang merasa kurang setuju dengan pernyataan gubernur jawa barat itu sehingga ke
luar ruangan. Setelah pertemuan itu, Tb. H. chasan sochib spontan mohon izin untuk pamitan
keliling ke daerah-daerah tingkat II jawa barat, bogor, Cirebon, purwakarta dan garut. Safari
perpisahan itu dilakukan tanggal 20-23 juni 2000.
Ketika akhirnya DPOD terbentuk, bakor-PPBpun bergerak kepada para menteri yang menjadi
anggota DPOD yaitu, menteri otda ryaas rasyid dan menteri hokum/perundang-undangan dan
HAM, yusril ihza mahendra. Dalam rapat DPOD , akhirnya semua menteri memutuskan bahwa
banten layak menjadi provinsi.
Pada tanggal 18 juli 2000, para tokoh banten melakukan kunjungan silaturahmi kepada presiden
abdurahan wahid di bina graha. Beberapa tokoh banten yang berbicara kepada presiden, antara
lain Tb H Tryana Sjam’un dana ali yahya. Dalam kesempatan itu, presiden menyatakan bahwa
hasil siding DPOD sudah diterimanya dan sudah tandatangani.
Pada tanggal 19-20 agustus 2000, bakor-PPB menyelenggarakan loka karya pembangunan
wilayah provinsi banten di hotel Hilton Jakarta. Dengan tema “membangun banten menuju
masyarakat yang demokrasi, mandiri, sejahtera dan maju”. Dalam lokakarya itu diundang 17 orang
pakar baik dari banten maupun dari luar banten, untuk menyampaikan pandangan-pandangan
tentang bagaimana banten harus dibangun ketika menjadi menjadi provinsi. mereka antara lain
sarwono kusumaatmadja, rony nitibaskara, HMA tihami, rubini atmawijaya, dodi nandika, H
herman haeruman, abdul bari, mustopadidjaja, Hj nini H. lubis, dedi barmawijaya, H hariri handy,
H. Tb haedar ali, mayjen (pol) taufikrahman ruky, yayat yahya dan ahmad sofyan ruky. Selain para
pakar dan birokrat, hadir para pengurus bakor-PPB dan sejumlah tokoh masyarakat banten dari
berbagai unsur seperti ulama, anggota DPR kelahiran banten, anggota DPRD, pendekar dan
kalangan pemuda.
Dalam sambutan pembukaan, Tb H trayana sjam’un, menyatakan bahwa lokakarya yang
mengandung pakar dari berbagai bidang ini tidak lainnya untuk menyongsong kelahiran provinsi
banten. Di sini jelas pemikiran ketua umum memang visioner, melihat sejauh mana modal yang
dimiliki banten untuk bias hidup mandiri, semuanya harus terukur. Mendagri membuka lokakarya
tersebut dari apa yang disampaikan dalam lokakarya itu, tampaknya provinsi banten sudah akan
jadi dalam waktu yang dekat. Para bupati dan walikota dari berbagai provinsi tersebut di undang
untuk menyampaikan gagasan ataupun pandangan mereka mengenai bakal provinsi banten.
Yang paling menonjol adalah soal sumber daya manusia. Meski banyak tokoh banten yang
bergelar doctor dan guru besar, tetapi rendahnya pendidikan rata-rata penduduk menjadi penyebab
utana kelemahan SDM ini. Sementara SDA cukup kuat, hanya untuk pengelolahannya
memperlukan SDM yang handal. Meski demikian, umumnya para tokoh banten tidak merasa
pesimis, dengan dengan beragumentasi ketika soekarno dulu memutuskan untuk membacakan
proklamasi, toh tidak menggunakan perhitungan soal SDM dan SDA, nyatanya republic Indonesia
tetap jalan.
Tim DPOD mengundang bakor-PPB untuk mendengarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
tim LIPI. Kajian ini dilaksanakan atas permintaan tim DPOD. Pada tanggal 29 agustus 2000,
bakor-PPB diundang oleh pansus DPR RI untuk membicarkan tentang finalisasi pementukan
provinsi banten. Dalam kesempatan itu, ketua pansus, amir aryosomenanyakan dengan modal
darimana banten akan bias berjalan sebagai provinsi. Dalam kesempatan itu, ketua umum bakor-
PPB, menegaskan bahwa banten telah siap menjadi provinsi. Saat itu tryana dengan meneteskan
air mata saat menjawabnya, bahwa untuk menjadi provinsi baru itu, jika dianggap perlu,
masyarakat banten akan iuran.

Anda mungkin juga menyukai