Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan anugerah kepada penyusun untuk dapat menyusun makalah.

Makalah ini disusun berdasarkan hasil data-data dari media elektronik

berupa Internet dan media cetak. Ucapan terima kasih kepada rekan-

rekan kelompok enam yang telah memberikan partisipasinya dalam

penyusunan makalah ini.

Penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua dalam

menambah pengetahuan atau wawasan mengenai keperawatan.

Penyusun sadar makalah ini belumlah sempurna maka dari itu penyusun

sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini

menjadi sempurna.

Pontianak, februari 2016

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 1
STANDAR KOMPETENSI PERAWAT INDONESIA .................................................................. 3
A. Pengertian ................................................................................................................... 3
B. Ranah dan Unit Kompetensi Perawat ..................................................................... 4
SUMPAH PERAWAT ............................................................................................................. 6
Saya bersumpah/berjanji ............................................................................................ 6
PASAL-PASAL YANG DIJABARKAN DALAM UU KEPERAWATAN .......................................... 7
PASAL-PASAL YANG DI JABARKAN DALAM UU KESEHATAN YANG BARU ........................ 10
PENUTUP ........................................................................................................................... 13
STANDAR KOMPETENSI PERAWAT
INDONESIA

A. Pengertian
Standar diartikan sebagai ukuran atau patokan yang
disepakati, sedangkan kompetensi dapat diartikan sebagai
kemampuan seseorang yang dapat terobservasi mencakup
atas pengetahuan,keterampilan dan sikap dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas dengan standar
kinerja (performance) yang ditetapkan. Standar kompetensi
perawat merefleksikan atas kompetensi yang diharapkan
dimiliki oleh individu yang akan bekerja di bidang
pelayanan keperawatan. Menghadapi era globalisasi,
standar tersebut harus ekuivalen dengan standar-standar
yang berlaku pada sektor industri kesehatan di negara lain
serta dapat berlaku secara internasional.
Standar kompetensi disusun dengan tujuan:
Bagi lembaga pendidikan dan pelatihan keperawatan;
- Memberikan informasi dan acuan pengembangan
program dan kurikulum pendidikan keperawatan
- Memberikan informasi dan acuan pengembangan
program dan kurikulum pelatihan keperawatan
Bagi dunia usaha/industri kesehatan dan pengguna
sebagai acuan dalam:
- Penetapan uraian tugas bagi tenaga keperawatan.
- Rekruitmen tenaga perawat.
- Penilaian unjuk kerja
- Pengembangan program pelatihan yang spesifik
Bagi institusi penyelenggara pengujian dan sertifikasi
perawat ;
- acuan dalam merumuskan paket-paket program sertifikasi
sesuai dengan kualifikasi dan jenis.
B. Ranah dan Unit Kompetensi Perawat
1. Ranah Utama Kompetensi Perawat
Kompetensi perawat dikelompokkan menjadi 3 ranah
utama yaitu;
Praktik Professional, etis, legal dan peka budaya :
 Bertanggung gugat terhadap praktik profesional
 Melaksanakan praktik keperawatan ( SECARA ETIS
DAN PEKA BUDAYA)
 Melaksanakan praktik secara legal
Pemberian asuhan dan manajemen asuhan keperawatan :
 Menerapkan prinsip-prinsip pokok dalam pemberian dan
manajemen asuhan keperawatan
 Melaksanakan upaya promosi kesehatan dalam
pelayanan keperawatan
 Melakukan pengkajian keperawatan
 Menyusun rencana keperawatan
 Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana
 Mengevaluasi asuhan tindakan keperawatan
 Menggunakan komunikasi terapeutik dan hubungan
interpersonal dalam pemberian pelayanan
 Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang
aman
 Menggunakan hubungan interprofesional dalam
pelayanan keperawatan/ pelayanan kesehatan
 Menggunakan delegasi dan supervisi dalam pelayanan
asuhan keperawatan
Pengembangan professional
1) Melaksanakan peningkatan professional dalam praktik
keperawatan
2) Melaksanakan peningkatan mutu pelayanan
keperawatan dan asuhan keperawatan
3) Mengikuti pendidikan berkelanjutan sebagai wujud
tanggung jawab profesi
SUMPAH PERAWAT
Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk
melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan
nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun
kepada siapapun juga.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan


sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak
langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam menjalankan tugas ini, senantiasa


menjunjung tinggi ilmu keperawatan dan mempertahankan serta meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan dan tetap akan menjaga rahasia kecuali jika
diperlukan untuk kepentingan hukum.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia, taat kepada Negara Republik
Indonesia, mempertahankan, mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara
Republik Indonesia.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menjalankan tugas dan


wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh, saksama, obyektif, jujur, berani,
adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan
tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya serta
bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat,
bangsa dan negara.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menolak atau tidak


menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya
akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan
Undang-Undang kepada saya."
PASAL-PASAL YANG DIJABARKAN DALAM
UU KEPERAWATAN

Undang-Undang Keperawatan adalah sesuatu. Sesuatu yang menyajikan


harapan dan tantangan. Harapan bagi insan perawat karena dengan disyahkannya
Undang-Undang tersebut maka profesi perawat telah diakui dan disejajarkan
keberadaannya dengan profesi lain khususnya profesi kedokteran yang telah lebih
dulu memiliki Undang-Undang. Selama ini profesi perawat seolah-olah
keberadaannya dipandang sebelah mata. Antara ada dan tiada, sebenarnya
keberadaannya amat dibutuhkan namun penghargaannya jauh dari kebutuhan.
Undang-undang keperawatan adalah tantangan. Tantangan bagi perawat untuk
membuktikan bahwa perawat adalah profesi tenaga kesehatan yang mampu
menyelenggarakan pelayanan keperawatan secara bertanggung jawab, akuntabel,
bermutu, aman, dan terjangkau oleh perawat yang memiliki etik dan moral tinggi,
sertifikat, registrasi dan lisensi. Dengan tuntutan semacam itu maka profesi
perawat harus dapat menjawabnya dengan memberikan pelayanan secara
profesional. Bukan pelayanan yang hanya berdasarkan insting belaka tetapi harus
dilandasi oleh keilmuan. Membaca UU KEPERAWATAN Nomor : 38 th 2014
dalam Lembaran Negara no: 307 Tambahan Lembaran Negara no: 5612.Tanda
Tangan Presiden RI SBY tanggal 17 Oktober 2014 yang didownload dari
http://www.hukumonline.com/pusatdata/download/lt5450bae463c75/node/lt5450b
aaec2c93 Undang-Undang tersebut memuat 13 BAB 66 Pasal. Pada BAB I :
Ketentuan Umum pasal 1 memuat tentang pengertian Keperawatan, Perawat,
Pelayanan Keperawatan, Praktik Keperawatan, Asuhan Keperawatan, Uji
Kompetensi, Sertifikat Kompetensi, Sertifikat Profesi, Registrasi, Surat Tanda
Registrasi, Surat Ijin Praktek Perawat, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Perawat
Warga Negara Asing, Klien, Organisasi Profesi Perawat, Kolegium Keperawatan,
Konsil Keperawatan, Institusi Pendidikan, Wahana Pendidikan Keperawatan,
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Menteri. Pasal 2 memuat asas praktik
keperawatan yaitu perikemanusiaan, nilai ilmiah, etika dan profesionalitas,
manfaat, keadilan, pelindungan dan kesehatan dan keselamatan klien. Pasal 3
memuat pengaturan keperawatan yang bertujuan meningkatkan mutu perawat,
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, memberikan perlindungan dan
kepastian hukum kepada perawat dan klien dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. BAB II : Jenis Perawat memuat pasal 4 bahwa jenis perawat terdiri
atas perawat profesi dan perawat vokasi. Perawat profesi adalah ners, ners
spesialis dan untuk ketentuan lebih lanjut mengenai jenis perawat, Undang-
Undang ini mengamanatkan untuk diatur dengan Peraturan Menteri. BAB III :
Pendidikan Tinggi Keperawatan pada pasal 5 membagi pendidikan tinggi
keperawatan terdiri atas pendidikan vokasi, pendidikan akademik, dan pendidikan
profesi. Pendidikan vokasi dalam pasal 6 disebutkan merupakan program diploma
keperawatan dan paling rendah diploma tiga keperawatan. Pasal 7 mengenai
pendidikan akademik yang terdiri dari pendidikan sarjana keperawatan, program
magister keperawatan dan program doktor keperawatan. Sedangkan program
profesi dimuat pada pasal 8 yang terdiri program profesi keperawatan dan
program spesialis keperawatan. Pasal 9 sampai pasal 16 mengatur tentang
pendidikan tinggi keperawatan. BAB IV : Registrasi, Izin Praktik, dan Registrasi
Ulang memuat pada bagian pertama pasal 17 umum, bagian kedua registrasi pasal
18 tentang kewajiaban memiliki STR, persyaratan, masa berlaku dan ketentuan
tentang hal tersebut diamanatkan untuk diatur dalam peraturan konsil
keperawatan. Bagian ketiga izin praktik dimuat pada pasal 19 tentang kewajiban
perawat yang menkjalankan praktik keperawatan wajib memiliki izin dalam
bentuk SIPP, tata cara mendapatkan dan masa berlaku. pasal 20 memuat tempat
berlakunya SIPP hanya 1 tempat dan diberikan paling untuk 2 tempat. Pasal 21
memuat kewajiban memasang papan nama praktik keperawatan dan ketentuan
tentang hal tersebut akan diatur dalam peraturan menteri ( pasal 23 ). pasal 24 - 27
memuat tentang ketentuan perawat warga negara asing yang akan menjalankan
praktik keperawatan di Indonesia. BAB V : Praktik keperawatan memuat bagian
kesatu umum pada pasal 28 ayat 1 menyebutkan praktik keperawatan
dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan dan tempat lainnya yang terdiri atas
praktik keperawatan mandiri dan praktik keperawatan di fasilitas pelayanan
kesehatan ( ayat 2 ) yang harus didasarkan pada kode etik, standar pelayanan,
standar profesi dan standar prosedur operasional ( ayat 3) serta prinsip kebutuhan
pelayanan kesehatan dann atau keperawatan masyarakat dalam suatu wilayah (
ayat 4 ) yang ketentuan lebih lanjutnya akan diatur dengan peraturan menteri (ayat
5). Bagian kedua memuat tugas dan wewenang pada pasal 29 bahwa perawat
bertugas sebagai pemberi asuhan keperawatan, penyuluh dan konselor bagi klien,
pengelola pelayanan keperawatan, peneliti keperawatan, pelaksana tugas
berdasarkan pelimpahan wewenang dan atau pelaksana tugas dalam keterbatasan
tertentu. BAB VI : Hak dan Kewajiban. Bagian Kesatu memuat Hak dan
Kewajiban perawat yang dimuat pada pasal 36 tentang hak perawat dan pasal 37
tentang kewajiban perawat. Bagian kedua memuat hak dan kewajiban klien pada
pasal 38 tentang hak klien, pasal 39 tentang dasar pengungkapan rahasia klien dan
pasal 40 tentang kewajiban klien. BAB VII : Organisasi Profesi Perawat. Pasal 41
memuat tentang tujuan organisasi profesi perawat sedangkan fungsinya dimuat
pada pasal 42. Lokasi organisasi perawat di Ibukota RI dan perwakilannya di
daerah disajikan pada pasal 43. BAB VIII: Kolegium Keperawatan. Kolegium
keperawatan merupakan badan otonom di dalam organisasi profesi perawat dan
bertanggung jawab kepada organisasi profesi perawat tercantum pada pasal 44,
sedangkan fungsi kolegium yaitu mengembangkan cabang disiplin ilmu
keperawatan dan standar pendidikan tinggi bagi perawat profesi disajikan pada
pasal 45 dan ketentuan lebih lanjut tentang kolegium keperawatan menurut pasal
46 diatur oleh oragnisasi profesi perawat. BAB IX : Konsil Keperawatan. Pasal 47
merupakan dasar pembentukan konsil keperawatan yang berkedudukan di ibukota
RI (pasal 48) dan mempunyai fungsi pengaturan, penetapan, dan pembinaan
perawat serta memiliki berbagai macam tugas ( pasal 49 ). Untuk wewenang
konsil keperawatan tercantum pada pasal 50 dan pendanaan konsil keperawatan
yang dibebankan kepada APBN dan sumber lain yang tidak mengikat tercantum
pada pasal 51. Pasal 52 mencantumkan tentang keanggotaan konsil keperawatan
yang terdiri atas unsur pemerintah, organisasi profesi keperawatan, kolegium
keperawatan, asosiasi institusi pendidikan keperawatan, asosiasi fasilitas
pelayanan kesehatan dan tokoh masyarakat. Jumlah anggotanya 9 (sembilan)
orang dan ketentuan lebih lanjut tentang susunan organisasi, pengangkatan,
pemberhentian dan keanggotaan diatur Peraturan Presiden. BAB X :
Pengembangan, Pembinaan, dan Pengawasan. Pasal 53 mengatur tentang
pengembangan praktik keperawatan yang dilakukan melalui pendidikan formal
dan pendidikan non formal atau pendidikan berkelanjutan yang bertujuan untuk
mempertahankan atau meningkatkan keprofesionalan perawat. Pasal 54
mencantumkan tentang pembinaan pendidikan keperawatan oleh kementerian
urusan pemerintahan di bidang pendidikan dan koordinasi dengan menteri
kesehatan. Pasal 55 menyebutkan Pemerintah, Pemda, Konsil keperawatan dan
organisasi profesi membina dan mengawasi praktik keperawatan sesuai fungsi dan
tugas masing-masing. Pasal 56 memuat maksud pembinaan dan pengawasan serta
pasal 57 mengatur tentang ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan
pengawasan diatur dalam Peraturan Menteri. BAB XI: Sanksi Adminitrasi. Pasal
58 mengatur tentang ketentuan bagi pelanggar pasal 18 ayat(1), pasal 21 ayat(1),
dan pasal 27 ayat (1) dikenai sanksi administratif yang dapat berupa teguran lisan,
peringatan tertulis, denda adminitrasi dan/atau pencabutan izin dan ketentuan
lebih lanjytnya akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB XII : Ketentuan
Peralihan. Pasal 59 menyebutkan STR dan SIPP yang telah dimiliki oleh perawat
sebelum UU Keperawatan diundangkan dinyatakan tetap berlaku sampai jangka
waktu STR dan SIPP berakhir, dan untuk permohonan memperoleh STR yang
masih dalam proses diselesaikan dengan prosedur yang berlaku sebelum UU
Keperawatan diundangkan ( pasal 60). Pasal 61 mengatur untuk lulusan SPK yang
telah melakukan praktik keperawatan sebelum UU Keperawatan diundangkan
masih diberi kewenangan selama jangka waktu 6(enam) tahun setelah
diundangkannya UU Keperawatan. BAB XIII : Ketentuan Penutup. Pasal 62
mencantumkan Institusi Pendidikan Keperawatan yang telah ada sebelum UU
Keperawatan diundangkan harus menyesuaikan persyaratan dalam pasal 9 paling
lama 3 (tiga) sejak diundangkan. Konsil keperawatan dibentuk paling lama 2
(dua) tahun (pasal 63). Pasal 64 mengatur tentang semua Peraturan Perundang-
undangan yang mengatur mengenai Keperawatan dinyatakan masih berlaku
sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan UU ini. Pasal 65
menyebutkan peraturan pelaksanaan dari UU ini harus ditetapkan paling lama
2(dua) tahun terhitung sejak diundangkannya dan pasal 66 menyatakan bahwa
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Undang-Undang ini
disahkan di Jakarta pada Tanggal 17 Oktober 2014 oelh Presiden RI
DR.H.SUSILO BAMBANG YUDHOYONO dan diundangkan di Jakarta pada
tanggal 17 Oktober 2014 oleh Menteri Hukum dan HAM Ri yaitu Amir
Syamsudin.
PASAL-PASAL YANG DI JABARKAN DALAM
UU KESEHATAN YANG BARU
Hanya saja Undang-Undang Kesehatan yang baru ini (no. 36 tahun 2009) tidak
memuat konsep yang jelas tentang “kesehatan masyarakat” —— mungkin
karena undang-undang ini hanya menyangkut tentang kesehatan saja——
Sebagaimana inti dari paradigma sehat, yaitu pendekatan promotif dan
preventif yang tentunya sasaran utamanya adalah masyarakat, kemudian masuk
kepada induvidu-induvidu atau perorangan,—— tapi biasanya membatasi diri
pada induvidu atau perorangan—- bukan kuratif dan rehabilitative yang
sasarannya adalah dari induvidu-induvidu kemudian meluas pada masyarakat,
yang seharusnya tidak bisa diklaim sebagai kesehatan masyarakat karena sifatnya
yang homogen, menyangkut individu——masyarakat itu sendiri sifat
heterogen— Bahkan masyarakat ini sendiri tidak dicantumkan dalam
ketentuan umum dalam undang-undang kesehatan terbaru ini, sehingga
undang-undang kesehatan ini ——–kalau boleh saya katakan——- hanya di
peruntukkan untuk pemerintah pusat dan daerah termasuk petugas
kesehatan sebagai payung hukum untuk menyelenggarakan pembangunan
kesehatan. Tetapi tidak diperuntukkan untuk masyarakat sebagai pemilik
kesehatan, pemilik partisipatif, pemilik investasi kesehatan, pemilik hak
asasi kesehatan dan sebagai subjek pembangunan kesehatan, SANGAT
IRONIS !!!

Masyarakat walaupun dalam undang-undang ini disebutkan seperti pada Bab 1


Ketentuan umum pasal 1 ayat 2 menyebutkan “Sumber daya di bidang kesehatan
adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan
alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang
dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.” Penjelasan dari ketentuan
umum seperti yang ada pada bab V tentang sumber daya bidang kesehatan,
bahkan keterangan lainnya pada pasal-pasal berikutnya tentang masyarakat tidak
ditemukan sama sekali, padahal sangat jelas di atas, ada tiga penyelenggara
upaya kesehatan yaitu pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat,
Apakah mereka (Anggota DPR RI) lupa atau tidak tahu sama sekali, bahwa
masyarakat salah salah satu unsur dalam penyelenggaraan pembangunan
kesehatan, Wallahu a’lam!?

Undang-Undang Kesehatan terbaru ini (no. 36 tahun 2009) akan semakin kurang
jelas bila dikaitkan dengan mereka yang bekerja dalam lingkup kesehatan
masyarakat karena “pengertian kesehatan Masyarakat”, pengertian tentang
“kesehatan” memang ada dalam undang-undang ini ( Bab 1 ketentuan umum
pasal 1 ayat 1 ) yaitu “Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomis.” Namun pengertian tentang
kesehatan masyarakat sebagai kunci dari paradigma sehat sama sekali tidak
ditemukan.

Saya seorang yang berkecimpung dalam kegiatan epidemiologi kesehatan —


——-Ilmu yang mempelajari kesehatan masyarakat bukan kesehatan
induvidu———–sebagai ibu dari kesehatan masyarakat, hanya bisa menulis
bahwa Pendekatan promotif dan preventif yang tentunya sasaran utamanya
adalah masyarakat, kegiatannya dimulai dari penggerakan pelayanan
kesehatan masyarakat kemudian masuk atau membatasi diri kepada
kegiatan kesehatan induvidu-induvidu atau perorangan. Sementara kuratif
dan rehabilitative yang sasaran kegiatannya dimulai dari kegiatan atau
pelayanan kesehatan induvidu-induvidu kemudian meluas dan tidak
membatasi diri kepada lingkup masyarakat dan mengklaim sebagai kegiatan
yang mencakup masyarakat luas alias kesehatan masyarakat. Yang jelas
kuratif dan rehabilitatif adalah pendekatan paradigma sakit yang sudah
terbukti gagal dalam proses pembangunan kesehatan Nasional.

Pada penjelasan pasal 3, sedikit dijelaskan tentang kesehatan masyarakat, namun


kalau dicermati, pasal 3 dan penjelasannya tersebut hanya merupakan penjabaran
dari pengertian tentang “kesehatan” sebagaimana disebutkan dalam undang-
undang kesehatan terbaru ini.

Pasal 3. tersebut menyatakan “Pembangunan kesehatan bertujuan untuk


meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,
sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif
secara sosial dan ekonomis.”

Penjelasannya dari Undang-undang ini adalah “Mewujudkan derajat kesehatan


masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan keadaan kesehatan yang lebih
baik dari sebelumnya. Derajat kesehatan yang setinggi-tingginya mungkin
dapat dicapai pada suatu saat sesuai dengan kondisi dan situasi serta
kemampuan yang nyata dari setiap orang atau masyarakat. Upaya kesehatan
harus selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus agar
masyarakat yang sehat sebagai investasi dalam pembangunan dapat hidup
produktif secara sosial dan ekonomis.”

Dalam penjelasan tersebut Pengertian atau definisi tentang kesehatan masyarakat


sama sekali tidak ditemukan, padahal dalam Pasal 33 ayat 1 “Setiap pimpinan
penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat harus memiliki
kompetensi manajemen kesehatan masyarakat yang dibutuhkan.” Namun
“Apakah Kesehatan Masyarakat itu?, tidak jelas atau belum jelas dalam
undang-undang kesehatan ini.
Sehingga ketika masuk pada bab II asas dan tujuan, sebenarnya undang-undang
kesehatan ini ditujukan kepada siapa, Apakah untuk masyarakat?, yang jelas
tidak mungkin secara tersirat ditujukan kepada masyarakat tetapi karena tidak
tersurat, sehingga undang-undang hanya ditujukkan kepada pemerintah untuk
menyelenggarakan pembangunan kesehatan.

Bab-bab lainnya dan pasal-pasal selanjutnya misalnya bab III tentang Hak dan
Kewajiban, pada bagian pertama tentang hak hanya berisi hak-hak perorangan
tentang kesehatan, nanti pada bagian kedua tentang kewajiban berisikan
kewajiban kesehatan terhadap diri sendiri, masyarakat dan wawasan lingkungan
sehat.

“Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan


meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan perseorangan, upaya kesehatan
masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan.”

Namun demikian Kewajiban atau tanggung jawab masyarakat itu sendiri


tidak ditemukan, —sekali lagi tidak ditemukan——– yang ada hanyalah
tanggung jawab pemerintah, seperti yang diuraikan dalam bab IV. Di Bab lain
juga hanya ada peran serta masyarakat seperti yang diuraikan pada Pasal 174 dan
pasal 175 Bab XVI tentang peran serta masyarakat, berbunyi “ Masyarakat
berperan serta, baik secara perseorangan maupun terorganisasi dalam segala
bentuk dan tahapan pembangunan kesehatan dalam rangka membantu
mempercepat pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya, secara aktif dan kreatif”

Namun sekali lagi kesehatan masyarakat, dan atau masyarakat dalam undang-
undang kesehatan terbaru ini sepertinya masih perlu dijabarkan lagi atau diatur
lebih lanjut dengan peraturan menteri kesehatan, atau telah dijabarkan
sebagaimana dicantumkan dalam “Pasal 203 Pada saat Undang-Undang ini
berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.”

Selamat Tinggal Undang-Undang Kesehatan Yang Lama dan Selamat Atas


Berlakunya Undang-Undang Kesehatan Yang Baru. Sebagaimana ditunjukkan
Pasal 204. Pada saat Undang-Undang ini berlaku,—— tanggal 30 Oktober 2009—
— Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3495) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perawat adalah suatu profesi yang mulia, karena memerlukan kesabaran dan
ketenangan dalam melayani pasien yang sedang menderita sakit. Seorang perawat
harus dapat melayani pasien dengan sepenuh hati. Sebagai seorang perawat harus
dapat memahami masalah yang dihadapi oleh klien, selain itu seorang perawat
dapat berpenampilan menarik. Untuk itu seorang perawat memerlukan
kemampuan untuk memperhatikan orang lain, ketrampilan intelektual, teknikal
dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku perawat.

B. Saran
Perawat mengetahui fungsi dan peran seorang perawat dan disarankan
berkerja dengan memperhatikan fungsi dan perannya tersebut.
TUGAS MAKALAH

Disusun kelompok 6 :

 Achmad Febriyandi
 Devi Dwi Lestyawati
 Hamzah Priambodo Wibisono
 Putri Hartini
 Zulkifli

PROGRAM STUDY DIPLOMA III


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH
PONTIANAK TAHUN 2016/2017

Anda mungkin juga menyukai