Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar
menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi.
Menurut Buchori dalam Trianto (2008) “Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang
tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk sesuatu profesi atau jabatan, tetapi
untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.”
Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, baik aspek terapannya maupun aspek
penalarannya, mempunyai peranan penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi.
Untuk itu matematika sekolah perlu difungsikan wahana untuk menumbuh-kembangkan
kecerdasan, kemampuan keterampilan serta untuk membentuk kepribadian siswa. Seiring
dengan perkembangan IPTEK, perkembangan pendidikan mengalami pergeseran. Sinaga
(2007) mengatakan bahwa : “Matematika merupakan pengetahuan yang esensial sebagai
dasar untuk bekerja seumur hidup dalam abad globalisasi.Karena itu penguasaan tingkat
tertentu terhadap matematika diperlukan bagi semua peserta didik agar kelak dalam
hidupnya memungkinkan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak karena abad
globalisasi, tiada pekerjaan tanpa matematika”. Belajar matematika dengan pemahaman
yang mendalam dan bermakna akan membawa siswa merasakan manfaat matematika
dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pendidikan, matematika merupakan ilmu dasar yang berkembang pesat baik
materi maupun kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Matematika merupakan suatu
alat untuk mengembang-kan kemampuan berpikir, karena itu matematika perlu diberikan
pada setiap jenjang pendidikan mulai dari pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi.
Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan
menggunakan bilangan dan ketajaman penalaran untuk menyelesaikan persoalan sehari-
hari. Sasaran dari pembelajaran matematika yaitu siswa diharapkan lebih memahami
konsep matematika serta manfaat bagi bilangan lain. Kesulitan pemahaman konsep dan
kurangnya aktifitas siswa dalam pembelajaran matematika membuat peranan guru sangat
penting. Hal ini dikarenakan guru berhubungan langsung dengan siswa. Guru harus bisa
merencanakan suatu pembelajaran untuk merancang bagaimana siswa akan aktif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan. Pembelajaran dan mengajar adalah suatu kegiatan yang
tunggal tetapi memiliki makna yang berbeda. Mengajar diartikan sebagai suatu kegiatan
untuk mengubah tingkah laku si subjek, sedangkan pembelajaran adalah kegiatan
penyediaan kondisi yang merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar siswa/subjek
belajar untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat
membawa perubahan serta kesadaran diri sebagai pribadi.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dikelas, khususnya kelas VIII SMP
Adven 2 Medan aktivitas siswa dalam pelajaran matematika masih rendah. Hal ini terlihat
pada saat pembelajaran sebagian besar siswa tidak memperhatikan penjelasan guru,
mereka justru melakukan kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran
matematika, bahkan masih banyak siswa yang ngobrol dengan teman sebangkunya dan
ada pula siswa yang meletakkan kepalanya diatas meja. Jika diberi latihan hanya
beberapa siswa yang aktif dan siswa yang lainnya sibuk mengerjakan tugas mata
pelajaran yang lain, sehingga siswa merasa sulit untuk menerima materi yang dijelaskan
oleh guru.

Rendahnya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran disebabkan kurang efektifnya


model yang digunakan guru untuk melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan belajar.
Pada prakteknya proses pembelajaran matematika selama ini hanya memakai model
pembelajaran yang berpusat pada guru, maka yang terjadi komunikasi satu arah yaitu dari
guru ke siswa sehingga siwa cenderung pasif. Selain aktivitas siswa rendah, diketahui
pula pemahaman konsep siswa rendah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru matematika di SMP Advent 2
Medan, Ibu Erina Sri Wahyuningtyas, S.Pd menunjukkan bahwa hasil belajar siswa kelas
VIII masih rendah. Hal itu dapat dilihat dari rendahnya hasil ulangan tengah semester
ganjil (UTS) tahun pelajaran 2017-2018. Kurang dari 50% siswa kelas VIII belum
memenuhi batas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70.

Rendahnya hasil belajar siswa kelas VIII salah satunya dipengaruhi oleh pemahaman
konsep siswa, Rendahnya pemahaman konsep siswa disebabkan kurangnya aktivitas pada
saat pembelajaran. Karena pemahaman konsep merupakan aspek yang penting dalam
hasil belajar. Menurut departemen pendidikan nasional (2007) hasil belajar yang dinilai
dalam mata pelajaran matematika ada tiga aspek, yakni pemahaman konsep, penalaran
dan komunikasi, serta pemecahan masalah. Sumiati dan Asra (2012) juga menyatakan
banyak segi yang sepatutnya dicapai sebagai hasil belajar, yaitu meliputi pengetahuan dan
pemahaman tentang konsep, kemampuan menerapkan konsep, kemampuan menjabarkan
dan menarik kesimpulan serta menilai kemanfaatan suatu konsep, menyenangi dan
memberi respons yang positif terhadap sesuatu yang dipelajari, dan diperoleh kecakapan
melakukan kegiatan tertentu. Jadi, apabila pemahaman konsep siswa rendah maka akan
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

Adapun indikator yang menunjukkan kemampuan pemahaman konsep antara lain


adalah (1) menyatakan ulang sebuah konsep, (2) mengklasifikasi objek-objek menurut
sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya), (3) memberi contoh dan non-contoh dari
konsep, (4) menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, (5)
mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep, (6) menggunakan,
memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu, dan (7) mengaplikasikan
konsep atau algoritma pemecahan masalah. Berdasarkan uraian di atas, rendahnya aktivitas
belajar siswa akan berdampak pada pemahaman konsep matematika siswa. Oleh karena itu
perlu adanya perubahan dari penggunaan model pembelajaran langsung yang berpusat pada
guru kepenggunaan model pembelajaran yang lebih banyak melibatkan siswa dalam interaksi
positif antara siswa dengan siswa lain maupun dengan guru yaitu model pembelajaran
kooperatif. Melalui pembelajaran kooperatif, siswa mendapat tanggung jawab untuk
memahami konsep yang dipelajari.
Untuk mengatasi masalah di atas peneliti berupaya untuk mencari penyelesaian dalam
pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran AIR adalah model
pembelajaran yang terdiri dari tiga hal, yaitu auditory, intellectually, dan repetition.
Menurut [4], model pembelajaran AIR mirip dengan model pembelajaran Somatis
Auditory Visual Intellectually (SAVI) dan Visual Auditory Kinetis (VAK), bedanya
hanyalah pada repetition yaitu pengulangan yang bermakna pendalaman, perluasan,
pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau kuis. Teori yang
mendukung model pembelajaran AIR adalah aliran psikologi tingkah laku serta
pendekatan pembelajaran matematika berdasarkan paham konstruktivisme. Thorndike
dalam [3] mengemukakan hukum latihan (law of exercise) yang pada dasarnya
menyatakan bahwa stimulus dan respons akan memiliki hubungan satu sama lain secara
kuat jika proses pengulangan sering terjadi. Pendekatan konstruktivisme menekankan
bahwa pada saat belajar matematika yang terpenting adalah proses belajar siswa, guru
sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa, meluruskan, dan melengkapi sehingga
konstruksi pengetahuan yang dimiliki siswa menjadi benar.

Model AIR terdiri dari tiga aspek, yaitu (1) Auditory, belajar dengan berbicara dan
mendengarkan,menyimak, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, dan
menanggapi. Guru harus mampu mengkondisikan siswa agar mengoptimalkan indera
telinganya, sehingga koneksi antara telinga dan otak dapat dimanfaatkan secara optimal.
Dalam kegiatan pembelajaran sebagian besar proses interaksi siswa dengan guru
dilakukan dengan komunikasi lisan dan melibatkan indera telinga. Salah satu kegiatan
yang dapat menunjang dalam auditory adalah membentuk siswa ke dalam beberapa
kelompok dan kemudian masing–masing kelompok diminta menampilkan hasil diskusi
secara bergantian. Dalam presentasi tersebut ada kelompok yang berbicara dan ada juga
kelompok yang mendengarkan sehingga auditory terlaksana. (2) Intellectually, kegiatan
pikiran siswa secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan
pengalamannya. Menurut [5], aspek intellectually dalam belajar akan terlatih jika guru
mengajak siswa terlibat dalam aktivitas seperti memecahkan masalah, menganalisis
pengalaman, mengerjakan perencanan kreatif, melahirkan gagasan kreatif, mencari dan
menyaring informasi, merumuskan pertanyaan, menciptakan model mental, menerapkan
gagasan baru pada pekerjaan, menciptakan makna pribadi, dan meramalkan implikasi
suatu gagasan. Hal ini menunjukkan bahwa intellectually adalah pencipta makna dalam
berpikir. (3) Repetition, pengulangan diperlukan dalam pembelajaran agar pemahaman
lebih mendalam dan luas. Sebagaimana yang dikemukakan oleh [6], masuknya informasi
ke dalam otak yang diterima melalui proses penginderaan akan masuk ke dalam memori
jangka pendek. Oleh karena itu, dengan adanya repetition diharapkan informasi tersebut
ditransfer ke dalam memori jangka panjang. Pengulangan yang dilakukan tidak berarti
dengan bentuk pertanyaan ataupun informasi yang sama, melainkan dalam bentuk
informasi yang bervariatif sehingga tidak membosankan. Dengan pemberian soal dan
tugas, siswa akan mengingat informasi–informasi yang diterimanya dan terbiasa dalam
permasalahan – permasalahan matematis.
Keberhasilan kegiatan belajar ditentukan dari bagaimana interaksi dalam
pembelajaran tersebut, semakin aktif siswa tersebut dalam belajar semakin ingat anak
akan pembelajaran itu, dan tujuan pembelajaran akan lebih cepat tercapai.Keikutsertaan
siswa dalam proses pembelajaran itu, dan tujuan pembelajaran akan lebih cepat tercapai.
Hamalik (2003;170) men-gungkapkan bahwa salah satu manfaat aktivitas siswa dalam
pembelajaran adalah siswa mendapat pengalaman sendiri secara langsung sehingga pe-
mahaman yang didapat dari pengala-man akan lebih lama dalam memori siswa. Aktivitas
yang diamati dalam pe-nelitian ini adalah memperhatikan penjelasan guru, berdiskusi
antara siswa dalam kelompok, membaca buku sumber dan mengerjakan latihan, serta
menanggapi/bertanya pada saat presentasi. Patria (2007:21) yang dimaksud dengan
pemahaman konsep adalah kemampuan siswa yang berupa penguasaan beberapa materi
pelajaran,dimana siswa tidak sekedar men getahui atau mengingat sejumlah kon-sep yang
dipelajari tetapi mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk lain yang mudah
dimengerti.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Penerapan Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) dapat
meningkatkan aktivitas siswa kelas VIII SMP Advent 2 Medan ?
2. Apakah Penerapan Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) dapat
meningkatkan pemahaman Konsep Matematis siswa kelas VIII SMP Advent 2 Medan
?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan pemahaman konsep
matematika siswa kelas VIII SMP Advent 2 Medan dengan penerapan model
pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR)
D. Manfaat Hasil Penelitian
1. Bagi siswa, membantu dan memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran
matematika dan meningkatkan aktivitas , semangat serta hasil belajar siswa dalam
kegiatan pembelajaran.
2. Bagi guru, meningkatkan kemajuan dalam pembelajaran matematika dan sebagai
bahan masukan alternatif tindakan yang tepat dalam menghadapi masalah dikelas.
3. Bagi sekolah, memberikan landasan bagi kebijakan yang akan diambil untuk
meningkat-kan kualitas pembelajaran dan memotivasi para guru dan siswa agar dapat
meningkatkan hasil belajar matematika.
E. Ruang Lingkup Penelitian
1. Aktivitas belajar siswa adalah adalah kegiatan siswa baik secara individu maupun
kelompok dalam interaksinya dalam proses pembelajaran. Aktivitas yang diamati
adalah memperhatikan/ mendengarkan penjelasan guru, mengerja-kan soal latihan
Latihan berdiskusi/bertanya antar siswa dan guru, berdiskusi antar siswa dan
kelompok, mengkomunikasi-kan hasil kelompok.
2. Pemahaman konsep
Pemahaman konsep yaitu ke-mampuan menerima dan me-mahami konsep dasar
matematika serta menangkap makna yaitu translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi dari
suatu ide abstrak/ prinsip dasar dari suatu objek matematika untuk menyelesaikan
masalah matematika. Indikator kemampuan pemahaman konsep ini adalah: (a)
menyatakan ulang sebuah konsep, (b) meng-klasifikasi obyek-obyek menurut sifat-sifat
tertentu (sesuai dengan konsepnya), (c) menyajikan konsep dalam berbagai bentuk
representasi matematis, (d) meng-aplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
3. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Advent 2 Medan semester
ganjil Tahun Pelajaran 2017/2018.
4. Materi pokok dalam penelitian ini kubus dan balok
5. Model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR)

Anda mungkin juga menyukai