DIBUAT OLEH :
DIAN KARTIKASARI
175140010
TAHUN 2017
LAPORAN PENDAHULUAN
A. MASALAH UTAMA
1. Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien
d. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung
a. Sedih
b. Marah
c. Putus asa
d. Tidak berdaya
a. Faktor Genetik
Berdasarkan penelitian :
1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu
dizigot
Stroke
Kanker
HIV / AIDS
Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif yang
4. Akibat
a. Keputusasaan
d. Perasaan tertekan
C. POHON MASALAH
Keputusasaan
D. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
merupakan masalah.
g. Lain – lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih beresiko
2. Masalah keperawatan
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya
hidup.
DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba
bunuhdiri.
b. Koping maladaptive
DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada
harapan.
impuls.
G. STRATEGI PELAKSANAAN RESIKO BUNUH DIRI
1. Kondisi Klien
Sedih, marah, putus asa, tidak berdaya, memberikan isyarat verbal maupun non
verbal
2. Diagnosa Keperawatan
3. Tujuan
4. Tindakan Keperawatan
penyelesaian masalah
a) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih
baik
5. Strategi Pelaksanaan
1) Orientasi :
bertugas di ruang ini, saya dinas pagi dari jam 3 siang sampai jam 8
malam.”
”Bagaimana kalau kita bercakap – cakap tentang apa yang Bapak rasakan
2) Kerja
ini Bapak paling merasa menderita di dunia ini? Apakah Bapak pernah
bahkan lebih rendah dari pada orang lain? Apakah Bapak merasa
menyakiti diri sendiri? Ingin bunuh diri atau berharap Bapak mati?
ada keinginan untuk mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi
kamar Bapak ini untuk memastikan tidak ada benda – benda yang
membahayakan Bapak”
langsung minta bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga
atau teman yang sedang besuk. Jadi Bapak jangan sendirian ya, katakan
kepada teman perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk
mengakhiri kehidupan”
3) Terminasi :
Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM
A. MASALAH UTAMA
Waham
1. Pengertian
yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan
atau delusi adalah ide yang salah dan bertentangan atau berlawanan dengan
semua kenyataan dan tidak ada kaitannya degan latar belakang budaya (Keliat,
2009).
kebesaran, curiga, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak
harga diri rendah. Harga diri rendah. Waham dipengaruhi oleh factor
ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya. Waham dapat
4. Akibat
verbal. Tanda dan gejala: Pikiran tidak realistik, flight of ideas, kehilangan
asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata yang kurang.
Kerusakan komunikasi
Gangguan konsep
diri: harga diri
rendah
1. Masalah keperawatan :
1) Data subjektif
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dank eras,
melempar barang-barang.
1) Data subjektif
2) Data objektif
1) Data subjektif
2) Data objektif :
1) Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
2) Data objektif
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien :
kebesaran, curiga, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan. Klien tampak tidak mempercayai orang lain, curiga,
2. Diagnosa Keperawatan
3. Tujuan
4. Tindakan Keperawatan
membina hubungan saling percaya terlebih dahulu agar pasien merasa aman
dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus saudara
Berjabat tangan
Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien.
b. Bantu orientasi realita
membicarakannya
realitas
emosional pasien
5. Strategi Tindakan
“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya suster Fitri Purwaningsih, biasa dipanggil
Fitri, saya mahasiswa Profesi Ners Keperawatan dari Urindo yang akan praktek di
ruangan ini selama 2 minggu ke depan. Saya hari ini dinas siang dari pukul 15.00-20.00,
“Pak K, bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang Pak K rasakan sekarang?”
Kerja:
“Saya mengerti Pak K merasa bahwa Pak K adalah seorang…., tapi yang Bapak rasakan
“Tampaknya Bapak gelisah sekali, bisa Bapak ceritakan apa yang Bapak rasakan?”
“O... jadi bang B merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya hak
“Jadi ibu yang terlalu mengatur-ngatur Bapak, juga kakak dan adik Bapak yang lain?”
“O... bagus Bapak sudah punya rencana dan jadwal untuk diri sendiri”
“Wah..bagus sekali, jadi setiap harinya Bapak ingin ada kegiatan diluar rumah karena
“Oya Pak, karena sudak 15 menit, apakah Bapak mau kita berbincang-bincang lagi atau
“Jadi Bapak, hari ini kita sudah berbincang tentang perasaan yang Bapak rasakan,
Bapak ingin seperti apa dan jadwal yang sudah kita buat”
Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. EGC : Jakarta
Keliat Budi A. 2009. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa. EGC : Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN
A. MASALAH UTAMA
B. PROSES TERJADINYA
1. Definisi
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada pasien dengan
gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan
untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri terlihat
2. Penyebab
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah
kelelahan fisik dan penurunan kesadaran. Menurut Depkes (2000), penyebab kurang
a. Factor predisposisi
1) Perkembangan
perawatan diri.
diri.
4) Sosial
b. Faktor presipitasi
1) Body Image
diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli
2) Praktik Sosial
gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
4) Pengetahuan
5) Budaya
6) Kebiasaan seseorang
a. Dampak fisik
harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial (Damaiyanti, 2012)
2. Jenis
sendiri
eliminasi sendiri.
3. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
1) Pola perawatan diri seimbang: saat pasien mendapatkan stressor dan mampu ntuk
berperilaku adatif maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien
2) Kadang melakukan perawatan diri kadang tidak: saat pasien mendapatan stressor
3) Tidak melakukan perawatan diri: klien mengatakan dia tidak perduli dan tidak
Tanda dan gejala defisit dar menurut adalah (Damaiyanti, 2012) sebagai
berikut :
a. Mandi/hygine
atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi, mendapatkan
perlengkapan mandi, mengerikan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi
b. Berpakaian
yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup
e. Eliminasi
jamban atau kamar kecil atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian
Menurut Depkes (2000) tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan
diri adalah :
1) Fisik
3) Social
Interaksi kurang
Kegiatan kurang
BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu
mandiri
5. Akibat
a. Dampak fisik
infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak psikososial
harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial (Damaiyanti, 2012)
6. Mekanisme koping
belajar dan mencapai tujuan. Kategori ini adalah klien bisa memenuhi kebutuhan
7. Penatalaksanaan
C. POHON MASALAH
1. Hygine Diri
2. Berhias
3. Makan
4. BAB/BAK
E. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
F. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Proses Keperawatan
a. Kondisi Pasien
Tn. A mengalami defisit perawatan diri, klien selalu BAB dan BAK di
sembarang tepat dan tidak mau di ajak ke WC atau ke kamar mandi. Klien
1) Data Subjektif
Kien mengatakan tidak mengerti cara BAB dan BAK di kamar mandi.
2) Data Objektif
c. Diagnosa Keperawatan
d. Tujuan Khusus
e. Tindakan keperawatan
diri.
a. Orientasi
Salam terapeutik
“Selamat pagi, perkenalkan nama saya suster Fitri, saya mahasiswa
Profesi Ners Keperawatan Urindo yang dinas di ruangan ini“.
“Boleh tau, nama bapak siapa? Senangnya dipanggil apa?”
“Saya dinas siang di ruangan ini dari jam 3 siang sampai 8 malam,
selama di rumah sakit ini saya yang akan merawat bapak B”
Evaluasi
“Dari tadi, saya lihat menggaruk-garuk badannya, gatal ya”?
Kontrak
b. Kerja
“Kira-kira tanda-tanda orang yang tidak merawat diri dengan baik seperti apa ? badan gatal, mulut
bau, apalagi.. ? kalau kita tidak teratur menjaga kebersihan diri masalah apa menurut B yang bias
muncul ? betul ada kudis, kutu”
“Bagaimana kalau kita sekarang kekamar mandi, saya akan membimbing bapak B melakukannya.
Bagus sekali, sekarang buka pakaian dan gantung. Sekarang bapak B siram seluruh tubuh bapak B
termasuk rambut lalu ambil sampo gosokkan pada kepala bapak B sampai berbusa lalu bilas sampai
bersih. Bagus sekali. Selanjutnya ambil sabun, gosokkan di seluruh tubuh secara merata lalu siram
dengan air bersih, jangan lupa sikat gigi pakai odol.. gosok seluruh gigi bapak B mulai dari depan
sampai belakang, atas dan bawah. Bagus lalu kumur-kumur sampai bersih.. terakhir siram lagi
seluruh tubuh bapak B sampai bersih lalu keringkan dengan handuk. Bagus sekali melakukannya.
Selanjutnya bapak B pakai baju yang bersih, bagus sekali, mari kita ke kaca dan sisir rambutnya,
nah bapak B rapi dan bersih”
c. Terminasi
Evaluasi subyektif
Evaluasi Obyektif
Coba sebutkan lagi, apa saja cara mandi yang baik yang sudah B ketahui ?
Kontrak
a) Topik
Baik pak sekarang bincang bincangnya sudah selesai, bagai mana kalau besok jam 8 saya kembali
lagi untuk latihan berias
b) Tempat
Kita akan melakukan di kamar, bagaimana menurut bapak? Apakah bapak setuju? Atau ganti di
tempat lain?
c) Waktu
Bagaimana kalau latihan ini kita memasukkan dalam jadwal kegiatan sehari-hari?
Untuk selanjutnya saya berharap bpak dapat melakukan cara-cara pasien berhias.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, R. (2000). Keperawatan Jiwa : Teori dan Tindakan keperawatan Jiwa. Jakarta:
Depkes RI.
Herman ade. (2011). buku ajar asuhan keperawatan jiwa. yogyakarta: nuha medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
A. MASALAH UTAMA
1. Definisi
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanda ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melaluipanca indra tanpa stimullus eksteren : persepsi palsu. (Prabowo, 2014 : 129)
internal (pikiran) dan rangsnagan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau
pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai
contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien mengalamai
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan
tidak mampu mandiri sehjak kecil, mudah frustasi, hilangnya percaya diri dan lebih
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima di ingkungannya sejak bayi akan merasa
3) Faktor Biokimia
berlebih dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan zat yang dapat bersifat
neutransmitter otak.
4) Faktor Psikologi
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Pasien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyataa menuju alam hayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
2014: 132-133)
b. Faktor Presipitasi
1) Biologis
Gangguan dalam momunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterprestasikan.
2) Stress Lingkungan
3) Sumber Koping
4) Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak
aman, gelisah, dan bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatian, tidak mampu
Halusianasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang
luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan
b) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusianasi itu terjadi, isi dari halusinasi dapat berupa peritah
memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut
hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c) Dimensi intelektual
merupakan usha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tak jarang akan mengotrol semua perilaku klien.
d) Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comforting,
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh individu tersebut,
sehingga jika perintah halusinasiberupa ancaman, dirinya atau orang lain individu
e) Dimensi spiritual
bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
3. Jenis
orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
gambaraan geometrik, gambar kartun dan/ atau panorama yang luas dan komplesk.
Gangguan stimulus pada penghidu, yamg ditandai dengan adanya bau busuk,
amis, dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine atau feses. Kadang-kadang terhidu
bau harum. Biasnya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya sara sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis,
dan menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine. (Yosep
g. Halusinasi Viseral
1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sudah tidak
seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Sering pada
skizofrenia dan sindrom obus parietalis. Misalnya sering merasa diringa terpecah dua.
2) Derelisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungan yang tidak sesuai dengan
kenyataan. Misalnya perasaan segala suatu yang dialaminya seperti dalam mimpi.
4. Rentang Respon
Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari suatu stimulus
sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran logis, persepsi akurat, emosi
konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan respon maladaptif yang meliputi delusi,
halusinasi, dan isolasi sosial. Rentang respon dapat digambarkan sebagai berikut :
Rentang Respon Neurobiologist
Rentang Respon
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma social budaya
yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman
ahli
4) Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran
5) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan
b. Respon psikosossial
Meliputi :
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.
c. Respon maladapttif
menyimpang dari norma-norma social budaya dan lingkungan, ada pun respon
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
5) Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima
sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negative
mengancam.(Damaiyanti,2012: 54)
5. Proses Terjadinya Masalah
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase memiliki
a. Fase I
dan takut serta mencoba berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan
ansietas. Di sini pasien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah
tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
b. Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas kendali dan
peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-
tanda vital ( denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah), asyik dengna pengalaman
c. Fase III
pada halusinasi tersebut. Di sini pasien sukar berhubungan dengan orang ain,
berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang ain dan berada dalam
kondisi yang sangat menegangkan terutamajika akan berhubungan dengan orang lain.
d. Fase IV
halusinasi. Di sni terjadi perikalu kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu
berespon terhadap perintah yang komplek dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang.
b. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, dan respon verba lambat
c. Menarik diri dari orang lain,dan berusaha untuk menghindari diri dari orang ain
d. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak nyata
g. Curiga, bermusuhan,merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya) dan takut
k. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton. (Prabowo, 2014:
133-134)
7. Akibat
Akibat dari hausinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain dan ingkungan.
Ini diakibatkan karena pasien berada di bawah halusinasinya yang meminta dia untuk
8. Mekanisme Koping
9. Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga sangat
penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ pasien dinyatakan boleh pulang
sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat pasien,
menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat
a. Farmakoterapi
dengan dosis efek tiftinggi bermanfaat pada penderita psikomotorik yang meningkat.
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grand mall
secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada
satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak
mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.
kemasyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong pasien bergaul
dengan orang lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan
diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk
terdiridari :
d. Terapi aktivitas
1) Terapi music
2) Terapi seni
pekerjaan seni.
3) Terapi menari
4) Terapi relaksasi
Belajar dan praktik relaksasi dalam kelompok
5) Terapi social
6) Terapi kelompok
e. Terapi lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana d idalam keluarga( Home Like
Atmosphere).(Prabowo,2014: 134-136)
Isolasi Sosial
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Pertemuan 1
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
2. Diagnosa keperawatan
Resiko mencedarai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
3. Tujuan khusus
4. Tindakan keperawatan
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat pagi mas, sedang apa?”.” Kenalkan nama saya suster Fitri Purwaningsih, mas
bisa panggil saya Ibu atau suster Fitri saja. Mas namanya siapa?.........oooooo Hermanto,
senang di panggil siapa?”.” Baiklah mas Hermanto, saya akan menemani mas kurang
lebih dua minggu ke depan, nanti bisa cerita masalah yang di alami mas Herman.
b. Evaluasi/validasi
Bagaimana perasaan mas Herman saat ini?....ooooo kalau saya lihat mas Herman
c. Kontrak
1) Topik
Bagaimana kalau kita bercakap-cakap suara yang mas Herman dengar dan orang yang
mengajak bicara?
2) Tempat
3) Waktu
2. Kerja
“Yeah sekarang jika sudah duduk santai, tolong ceritakan suara yang mas Herman
dengar tadi tentang apa isi suara tersebut ?. Saat kapan mas Herman mendengar suara
tersebut ?. berapa kali mas mendengar suara tersebut.? Maukah mas saya ajarkan cara
minum obat secara langsung. Begitu, lalu! Jadi mas mendengar suara orang yang
mengajak berbicara dan menyuruh memukul orang”.” Menurut mas suara tersebut suara
3. Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan mas Herman setelah berbincang-bincang tentang suara yang mas
dengar?”
b. Evaluasi Objektif
“Jadi suara yang mas dengar adalah……muncul saat…….dan yang mas lakukan saat
c. Kontrak
1) Topik
2) Tempat
“Baiklah kalau begitu, di mana kita akan bercakap-cakap, mungkin mas punya tempat
3) Waktu
“Berapa lama kita akan bercakap-cakap? 10 menit atau 15 menit. Sampai jumpa besok
ya mas!”
“Baiklah mas, nanti di ingat-ingat lagi yang suara lain yang di dengar. Jangan lupa kalau
suara-suara itu muncul lagi beritahu perawat biar di bantu ya!” (Wijayaningsih,2015).
DAFTAR PUSTAKA
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Aditama.
A. MASALAH UTAMA
1. Definisi
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan
diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri sendiri atau
kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung
diekspresikan. ( Towsend,2008)
2. Penyebab
Dalam tinjuan life span history klien. Penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada
masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu
mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan
tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal di sekolah, pekerjaan atau
pergaulan. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan
Menurut Stuart & Sundeen (2006), faktor-faktor yang mengakibatkan harga diri
rendah kronik meliputi faktor predisposisi dan faktor presipitasi sebagai berikut :
a. Faktor predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang
tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab
personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.
2) Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotipe peran gender, tuntutan
tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial. (Stuart & Sundeen, 2006)
b. Faktor presipitasi
menurun. Secara umum, gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi secara
emosional atau kronik. Secara situasional karena trauma yang muncul secara tiba-tiba,
dirumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena penyakit fisik
atau pemasangan alat bantu yang membuat klien sebelum sakit atau sebelum dirawat
klien sudah memiliki pikiran negatif dan meningkat saat dirawat.( Yosep,2009)
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu yang tidak efektif
akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system pendukung kemunduran
perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang negatif, disfungsi system keluarga
2. Jenis
Harga diri rendah merupakan penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri.
Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sendiri
tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetapi merasa
Gangguan harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan
diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat. Umumnya disertai
oleh evaluasi diri yang negatif membenci diri sendiri dan menolak diri sendiri.
a. Situasional
suami, putus sekolah, putus hubungan kerja. Pada pasien yang dirawat dapat terjadi
harga diri rendah karena prifasi yang kurang diperhatikan. Pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan, harapan akan struktur, bentuk dan
fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/penyakit, perlakuan petugas yang tidak
b. Kronik
sakit/dirawat. Pasien mempunyai cara berfikir yang negativ. Kejadian sakit dan dirawat
akan menambah persepsi negativ terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons
yang maladaptive, kondisi ini dapat ditemukan pada pasien gangguan fisik yang kronis
3. Rentang Respon
a. Respon Adaptif
dihadapinya.
1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar
2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang positif
dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang negatif dari
dirinya.(Eko P, 2014)
b. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia tidak
1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya yang negatif
2) Keracunan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak
kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lain secara
intim. Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis menurut Herman (2011)
adalah penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang
4) Proses pengobatan seperti radiasi dan kemoterapi. Faktor predisposisi harga diri
rendah adalah :
a) Penolakan
dituruti,terlalu dituntut
b. Faktor presipitasi
anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami kegagalan, serta
menurunnya produktivitas. Harga diri kronis ini dapat terjadi secara situasional maupun
kronik.
1) Trauma adalah masalah spesifik dengan konsep diri dimana situasi yang membuat
individu sulit menyesuaikan diri, khususnya trauma emosi seperti penganiayaan seksual
dan phisikologis pada masa anak-anak atau merasa terancam atau menyaksikan kejadian
2) Ketegangan peran adalah rasa frustasi saat individu merasa tidak mampu melakukan
peran yang bertentangan dengan hatinya atau tidak merasa sesuai dalam melakukan
perannya. Ketegangan peran ini sering dijumpai saat terjadi konflik peran, keraguan
peran dan terlalu banyak peran. Konflik peran terjadi saat individu menghadapi dua
harapan peran yang bertentangan dan tidak dapat dipenuhi. Keraguan peran terjadi bila
individu tidak mengetahui harapan peran yang spesifik atau bingung tentang peran yang
sesuai :
(f) Pergeseran konsidi pasien yang menyebabkan kehilangan bagian tubuh, perubahan
( Herman,2011)
3) Perilaku
Yaitu menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh tertentu, menolak bercermin, tidak
mau mendiskusikan keterbatasan atau cacat tubuh, menolak usaha rehabilitasi, usaha
(b) Harga diri rendah diantaranya mengkritrik diri atau orang lain, produkstivitas
kepada diri, menarik diri secara sosial, khawatir, merasa diri paling penting, distruksi
pada orang lain, merasa tidak mampu, merasa bersalah, mudah tersinggung/marah,
mengambang tentang diri, kehancuran gender, tingkat ansietas tinggi, tidak mampu
perasaan tidak realistis, rasa terisolasi yang kuat, kurang rasa berkesinambungan, tidak
mampu mencari kesenangan. Perseptual halusinasi dengar dan lihat, bingung tentang
seksualitas diri,sulit membedakan diri dari orang lain, gangguan citra tubuh, dunia
seperti dalam mimpi, kognitif bingung, disorientasi waktu, gangguan berfikir, gangguan
i. Merasionalisasi penolakan
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri adalah akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit
c. Merendahkan martabat
f. Menciderai diri
6. Akibat
Harga diri rendah dapat diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal ini
seseorang yang tidak optimal. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung
harga diri rendah,maka akan berdampak pada orang tersebut mengisolasi diri dari
kelompoknya. Dia akan cenderung menyendiri dan menarik diri.( Eko P,2014)
Harga diri rendah dapat berisiko terjadi isolasi sosial yaitu menarik diri. Isolasi sosial
menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang
jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanann ego untuk melindungi diri
Jangka pendek :
1) Aktivitas yang memberikan pelarian semestara dari krisis identitas diri ( misalnya,
3) Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan diri yang tidak
1) Penutupan identitas : adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang terdekat
2) Identitas negatif : asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan harapan yang
diterima masyarakat.
(Stuart,2006)
8. Penatalaksanaan
a. Psikofarmaka
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya diperoleh
dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan generasi pertama
(typical) dan golongan kedua (atypical). Obat yang termasuk golongan generasi pertama
Haloperidol (mengobati kondisi gugup). Obat yang termasuk generasi kedua misalnya,
b. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang
lain, penderita lain, perawat dan dokter, maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri
lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.
c. Terapi Modalitas
Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal.
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasnya memusatkan pada rencana dan masalah
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmal secara artifisial dengan
melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau dua temples. Terapi
kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika
oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4 – 5 joule/detik. (Maramis, 2005)
9. Pohon Masalah
b. Gangguan konsep diri: Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu
inefektif
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Pertemuan ke I (satu)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
3. Tujuan Khusus
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi Bu, saya perawat Fitri, saya mahasiswa Profesi Ners Keperawatan
Urindo yang sedang praktek di rumah sakit ini”, “Ibu bisa panggil saya suster
warda”. ”Nama ibu siapa?”. “........” “Ibu lebih senang dipanggil siapa?”“o o o ibu siti”.
“saya akan menemani ibu selama 2 minggu, jadi kalau ada yang mengganggu pikiran
b. Evaluasi/Validasi
“Coba ceritakan pada saya, apa yang dirasakan dirumah, hingga dibawa ke RSJ”
c. Kontrak
1) Topik
“ Maukah ibu bsiti bercakap – cakap dengan kemampuan yang dimiliki serta hobi yang
2) Tempat
3) Waktu
“Kita mau bercakap – cakap berapa lama?, Bagaimana kalau 10 menit saja”
2. Kerja
“Kegiatan apa saja yang sering ibu siti lakukan dirumah?”......... “memasak, mencuci
pakaian, bagus itu bu”. “Terus kegiatan apalagi yang ibu lakukan?”. “kalau tidak salah
“Bagaimana kalau ibu siti menceritakan kelebihan lain/kemampuan lain yang dimiliki?”
“Bagaimana dengan keluarga ibu siti, apakah mereka menyenangi apa yang ibu lakukan
selama ini, atau apakah mereka sering mengejek hasil kerja ibu?”
3. Terminasi
a. Evaluasi subyektif
“Bagaimana perasaan ibu siti selama kita bercakap – cakap?”, “Senang terima kasih”
b. Evaluasi Obyektif
“Tolong ibu siti ceritakan kembali kemampuan dan kegiatan yang sering ibu
lakukan? ........ Bagus”, “terus bagaimana tanggapan keluarga ibu terhadap kemampuan
“baiklah Bu siti, nanti ibu ingat ingat ya, kemampuan ibu yang lain dan belum sempat
d. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau besok kita bicarakan kembali kegiatan /kemampuan yang dapat ibu
2) Tempat
3) Waktu
“Setuju!”
Nuhamedika.
Townsend. (2008). Nursing Diagnosis in Psuchiatric Nursing a Pocket Guide for Care
ISOLASI SOSIAL
A. MASALAH UTAMA
Isolasi sosial
1. Definisi
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya
(Damaiyanti, 2008).
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan
mengganggu fungsi seseorang dalam dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Farida, 2012).
lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Pawlin, 1993 dikutip Budi Keliat, 2001)
2. Penyebab
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut Stuart dan
Sundeen (2007), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab gangguan
yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang mungkin mempengaruhi
a. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi
individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih
sayang, perhatian, dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa
tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri dan dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian
hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak merasa
norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga, seperti anggota tidak produktif
3) Faktor biologis
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas mempengaruhi adalah otak .
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarganya ada
pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat volume otak
b. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat
2) Stresor psikologi
3. Rentang respon
manusia adalah makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka
harus membina hubungan interpersonal yang positif. Individu juga harus membina
Interdependen
Respon adaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang masih
dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya lingkungannya yang umum berlaku
a. Solitude (menyendiri)
Adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah
dilakukan di lingkungan sosialnya juga suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan
langkah-langkah selanjutnya.
b. Otonomi
Adalah suatu hubungan saling tergantung antara individu dengan orang lain
menyimpang dari norma-norma sosial budaya lingkungannya yang umum berlaku dan
a. Kesepian adalah kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing dari
b. Menarik diri adalah individu mengalami kesulitan dalam membina hubungan dengan
orang lain.
c. Ketergantungan (dependen) akan terjadi apabila individu gagal mengembangkan rasa
percaya diri akan kemampuannya. Pada gangguan hubungan sosial jenis ini orang lain
diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain,
dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain.
terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu cenderung berorientasi
e. Impulsif adalah individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar
f. Narcisisme adalah individu mempunyai harga diri yang rapuh, selalu berusaha untuk
pencemburu, dan marah jika orang lain tidak mendukungnya. (Trimelia, 2011: 9)
a. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang
harus dilalui individu dengan sukses agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
Apabila tugas ini tidak terpenuhi, akan mencetuskan seseorang sehingga mempunyai
2) Faktor biologis
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan berhubungan. Hal ini
diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau
tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif seperti lansia, orang cacat,
dan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah. Seseorang anggota keluarga
menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan, ekspresi emosi yang
tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan diluar
keluarga.
b. Stressor presipitasi
Stres dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor lain dan faktor
keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang
2) Stressor psikologis
dekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat
a. Gejala subjektif
b. Gejala objektif
1) Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak” dengan pelan
10) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya (Trimelia, 2011: 15).
6. Akibat
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau
isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami pasien
dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan, dan
atau mundur, mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya perhatian terhadap
penampilan dan kebersihan diri. Pasien semakin tenggelam dalam perjalinan terhadap
penampilan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah laku yang tidak sesuai dengan
kenyataan, sehingga berakibat lanjut halusinasi (Stuart dan Sudden dalam Dalami, dkk
2009)
7. Mekanisme koping
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme yang sering
digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi, isolasi. (Damaiyanti, 2012: 84)
b. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak dapat diterima
8. Penatalaksanaan
Menurut dalami, dkk (2009) isolasi sosial termasuk dalam kelompok penyakit
skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan
adalah:
Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak dengan
menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan
kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall yang berlangsung 25-30 detik
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting dalam
proses terapeutik , upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan
tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa
c. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
113)
9. Pohon masalah
Pertemuan : 1
isolasi sosial, membantu klien mengenal keuntungan berhubungan dan kerugian tidak
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“ Selamat pagi ibu, perkenalkan nama saya ...(sebutkan) , saya dipanggil ...(sebutkan),
saya perawat yang akan merawat ibu pagi ini. Nama ibu siapa dan senang dipanggil
siapa ? “
b. Evaluasi
2) Masih ingat ada kejadian apa sampai ibu S dibawa kerumah sakit ini ?
3) Apa keluhan ibu S hari ini ? Dari tadi saya perhatikan ibu S duduk menyendiri, ibu S
duduk menyendiri, ibu S tidak tampak ngobrol dengan teman-teman yang lain ? Ibu S
c. Kontrak
1) Topik
“ Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-teman ibu S? Juga
tentang apa yang menyebabkan ibu S tidak mau ngobrol dengan teman-teman?”
2) Waktu
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang ibu S? Bagaimana kalau disini
saja?“
2. Fase kerja
a. Siapa saja yang tinggal satu rumah dengan ibu S? siapa yang paling dekat dengan ibu
S? siapa yang jarang bercakap-cakap dengan ibu S? Apa yang membuat ibu S jarang
bercakap-cakap denganya?”
b. Apa yang ibu S rasakan selama dirawat disini? O... ibu S merasa sendirian? Siapa
saja yang ibu S kenal diruangan ini? O... belum ada? Apa yang menyebabkan ibu S
tidak mempunyai teman disini dan tidak mau bergabung atau ngobrol dengan teman -
c. Kalau ibu S tidak mau bergaul dengan teman-teman atau orang lain, tanda-tandanya
apa saja? mungkin ibu S selalu menyendiri ya... terus apalagi bu... (sebutkan)
d. Ibu S tahu keuntungan kalau kita mempunyai banyak teman? coba sebutkan apa saja?
e. Nah kalau kerugian dari tidak mempunyai banyak teman ibu S tahu tidak? coba
sebutkan apa saja? Ya ibu S kerugian dari tidak mempunyai banyak teman adalah...
(sebutkan). Jadi banyak juga ruginya ya kalau kita tidak punya banyak teman. Kalau
f. Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain.
g. Begini lo ibu S, untuk berkenalan dengan orang lain caranya adalah : pertama kita
mengucapkan salam sambil berjabat tangan, terus bilang “perkenalkan nama lengkap,
terus bilang “perkenalkan nama lengkap, terus nama panggilan yang disukai, asal kita
dan hobby kita. Contohnya seperti ini “assalamualaikum, perkenalkan nama saya
Febriana, saya lebih senang dipanggil Febri, asal saya dari Bandung dan hobby nya
membaca”.
h. Selanjutnya ibu S menanyakan nama lengkap orang yang diajak kenalan, nama
panggilan yang disukai, menanyakan juga asal dan hobbynya. Contohnya seperti ini
nama ibu siapa? Senang dipanggil apa? asalnya dari mana dan hobbynya apa?
i. Ayo ibu S dicoba! misalnya saya belum kenal dengan ibu S. Coba berkenalan dengan
j. Setelah ibu S berkenalan dengan orang tersebut, ibu S bisa melanjutkan percakapan
tentang hal-hal yang menyenangkan misalkan tentang cuaca, hobi, keluarga, pekerjaan
dan sebagainya
3. Terminasi
a. Evaluasi respon
1) Evaluasi subyektif
2) Evaluasi obyektif
- Coba ibu S ibu sebutkan kembali penyebab ibu S tidak mau bergaul dengan orang
lain ? apa saja tanda-tandanya bu ? terus keuntungan dan kerugianya apa saja ?
- Coba ibu S sebutkan cara berkenalan dengan orang lain, yaitu... ya bagus
- Nah sekarang coba ibu S praktikkan lagi cara berkenalan dengan saya. Iya bagus
b. Kontrak
1) Topik
“Baik bu S sekarang bincang-bincangnya sudah selesai, bagaimana kalau 2 jam lagi
sekitar jam 11 saya akan datang kesini lagi untuk melatih ibu S berkenalan dengan
2) Waktu
“ibu mau bertemu lagi jam berapa? bagaimana kalau jam 9?“
3) Tempat
1) Selanjutnya ibu S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi. Sehingga ibu S
lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. Ibu S bisa praktikkan pasien pasien lain.
2) Sekarang kita buat jadwal latihannya ya bu, berapa kali sehari ibu mau berlatih
berkenalan dengan orang lain, jam berapa saja bu ? coba tulis disini. Oh jadi mau tiga
kali ya bu.
3) Ya bagus bu S dan jangan lupa dilatih terus ya bu sesuai jadwal latihanya dan ibu S
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Farida Kusumawati & Yudi Hartono. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Refika Aditama.
Trimeilia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta Timur: TIM.
LAPORAN PENDAHULUAN
A. MASALAH UTAMA
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku
kekerasan dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain dan
2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan adalah:
1) Teori Biologis
a) Neurologic Faktor
pesan-pesan yang mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam
2012: hal 100). Lobus frontalis memegang peranan penting sebagai penengah antara
perilaku yang berarti dan pemikiran rasional, yang merupakan bagian otak dimana
terdapat interaksi antara rasional dan emosi. Kerusakan pada lobus frontal dapat
b) Genetic Faktor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi perilaku
agresif. Menurut riset kazu murakami (2007) dalam gen manusia terdapat dorman
(potensi) agresif yang sedang tidur akan bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal.
Menurut penelitian genetik tipe karyotype XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni
pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif
c) Cycardian Rhytm
Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut penelitian pada jam sibuk
seperti menjellang masuk kerja dan menjelang berakhirnya kerja ataupun pada jam
tertentu akan menstimulasi orang untuk lebih mudah bersikap agresif (Mukripah
melalui sistem persyarafan dalam tubuh. Apabila ada stimulus dari luar tubuh yang
hormon androgen dan norepineprin serta penurunan serotonin dan GABA (Gamma
Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, siindrom otak, tumor otak,
perilaku agresif dan tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
2) Teori Psikogis
a) Teori Psikoanalisa
seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2
tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu
yang cukup cenderung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang yang rendah. Perilaku agresif dan tindakan kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang
mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari media atau
boneka dengan reward positif ( semakin keras pukulannya akan diberi coklat). Anak
lain diberikan tontonan yang sama dengan tayangan mengasihi dan mencium boneka
tersebut dengan reward yang sama (yang baik mendapat hadiah). Setelah anak – anak
keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai dengan
c) Learning Theory
mengamati bagaimana respon ibu saat marah ( Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 101).
b. Faktor Presipitasi
3. Rentang Respon
a. Respon Adaptif
Respon adaprif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang
berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan
b. Respon Maladaptif
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
2) Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul dari hati
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur (Mukripah
a. Faktor Predisposisi
artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut
1) Psikologis
meliputi :
a) Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman
dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.
Agresif dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan meningkatkan citra diri
individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih cenderung
mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstiumulasi
memberikan dampak terhadap nilai-niali sosial dan budaya pada masyarakat. Di sisi lain,
tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk mnyesuaikan dengan
berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stress (Nuraenah, 2012: 31).
4) Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal
b. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injury
secara fisik, psikis atau ancaman knsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
g. Pandangan tajam
Klien dengan perilaku kekerasan seringmenunjukan adanya (Kartika Sari, 2015: 138) :
e. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri sendiri, orang
6. Akibat
yang dapat membahayakan, baik diri sendiri maupun orang lain. Seseorang dapat
mengalami perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukan
Data Subyektif :
Data Obyektif :
b. Mondar mandir
d. Tangan mengepal
f. Mata merah
h. Muka merah
7. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk melindungi
a) Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat unutk
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti
meremas remas adona kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa amarah (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
b) Proyeksi
misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual
c) Represi
Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya.
Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci
orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan
benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya (Mukhripah Damaiyanti, 2012:
hal 103).
d) Reaksi formasi
lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakan sebagai rintangan
e) Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada objek yang tidak
begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu ,misalnya:
timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya
a. Farmakoterapi
dosis efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan
psikomotornya. Bila tidak ada dapat bergunakan dosis efektif rendah. Contohnya
trifluoperasineestelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan transquilizer bukan
obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai
efek anti tegang,anti cemas,dan anti agitasi (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
b. Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus
diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca koran, main catur
dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak
berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya.
Terapi ni merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh petugas terhadap
langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat membantu keluarga agar
dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat
lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada masyarakat.
Keluarga yang mempunyai kemampuan mengtasi masalah akan dapat mencegah
(pencegahan tersier) sehinnga derajat kesehatan pasien dan keluarga dapat ditingkatkan
d. Terapi somatik
Menurut depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang
diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang
mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindakan yang ditunjukkan pada
kondisi fisik pasien,terapi adalah perilaku pasien (Eko Prabowo, 2014: hal 146).
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah bentuk
terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus
listrik melalui elektroda yang menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi
biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali) (Eko Prabowo,
9. Pohon Masalah
Halusinasi Causa
Pertemuan ke I (satu)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Pasien
2. Diagnosa Keperawatan
3. Tujuan Khusus
4. Tindakan Keperawatan
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“Assalamualaikum, Selamat siang ?”, “Perkenalkan saya perawat Fitri , saya perawat
yang bertugas di ruang perkutut ini. Nama mas siapa ? dan senang dipanggil apa ? ”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Mas saat ini ? apa masih ada perasaan marah, jengkel ?”
c. Kontrak
“Baiklah, pagi ini kita akan berbincang-bincang mengenai perasaan marah yang saat ini
mas rasakan ”. “Mari kita bercakap-cakap ke taman !” “Atau mas ingin ke tempat
lain ?”. “Berapa lama mas mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 15 menit ?”.
2. Kerja
“Apa yang meyebabkan mas bisa marah, Nah ceritakan apa yang dirasakan mas saat
marah ?”, saat mas Arif marah apa ada perasaan tegang ,kesal,tegang,menegepalkan
tangan,mondar mandir ?”. “atau mungkin ada hal lain yang dirasakan ?”.
“Apa ada tindakan saat mas Arif sedang marah seperti,memukul,membanting ?”......
“memukul ibu !”, “terus apakah setelah melakukan tindakan tadi masalah yang dialami
selesai, apakah diberikan motor oleh orang tua mas Arif ?”. “ Apa akibat dari tindakan
yang telah dilakukan di rumah ?”......ya ibu saya menangis dan kesakitan.......terus
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
mas rasakan ?”
b. Evaluasi Obyektif
c. Kontrak
1) Topik
“Baik, bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang akibat dari perasaan
2) Tempat
3) Waktu
Nuraenah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam Merawat
Anggota dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS. Jiwa Islam Klender Jakarta Timur,
29-37.
Sari, K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans
Info MEdia.