Anda di halaman 1dari 18

TUGAS

VESIKOLITHIASIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Dalam Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Bedah
Periode Kepaniteraan 15 Januari 2018 – 17 Maret 2018

Oleh :

Nama : Aang Khoirul Anam

NIM : 01.210.6061

Asal SMA : SMA N 1 Pati

Pembimbing :

Prof. DR. dr.H.Rifki Muslim, Sp.B, Sp.U

BAGIAN ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2018
Nama : Aang Khoirul Anam

NIM : 01.210.6061

Asal SMA : SMA N 1 Pati

VESIKOLITHIASIS

A. Definisi
Batu saluran kemih adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan
substansi yang terdapat dalam air kemih seperti garam kalsium, magnesium, asam urat,
atau sistein yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya
larut substansi (Purnomo, 2011).
Ureterolithiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ureter. Batu ureter pada
umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter mungkin dapat lewat
sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter juga bisa
sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung kemih yang
besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi
kronik dengan hidroureter dan hidronefrosis. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat
menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, abses paranefrik,
ataupun pielonefritis. Tidak jarang terjadi hematuria yang didahului oleh serangan kolik
(Purnomo, 2011).

B. Anatomi:
Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder yang
menghantarkan urin dari ginjal menuju kandung kemih. Panjang ureter adalah sekitar 20-
30 cm dengan diameter maksimum sekitar 1,7 cm di dekat kandung kemih dan berjalan
dari hilus ginjal menuju kandung kemih. Ureter dibagi menjadi pars abdominalis, pelvis,
dan intravesikalis. Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional,
otot-otot polos sirkuler dan longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik
(berkontraksi) guna mengeluarkan urine ke buli-buli. Secara anatomis terdapat beberapa
tempat yang ukuran diameternya relative lebih sempit daripada di tempat lain Sehingga
batu atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut. Tempat-tempat
penyempitan itu antara lain adalah :
1. Pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvi-ureter junction
2. Tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis
3. Pada saat ureter masuk ke buli-buli (Snell, 2006).
Sistem perdarahan ureter bersifat segmental dan berasal dari pembuluh arteri ginjal,
gonad, dan buli-buli dengan hubungan kolateral kaya sehingaa umumnya perdarahan tidak
terancam pada tindak bedah ureter. Persyarafan ureter bersifat otonom (Snell, 2006).

Gambar 2. Anatomi ginjal

Gambar 1. Anatomi Saluran Kemih

Ureter dibagi menjadi 3 bagian. Yaitu ureter proksimal (dari UPJ sampai bagian atas
sakrum), ureter tengah (bagian atas sakrum sampai pelvic brim) dan ureter distal (dari
pelvic brim sampai muara ureter). Hal ini berkaitan dengan teknik pembedahan (insisi).
Namun dengan berkembangnya terapi minimal invasif untuk batu ureter, maka saat ini
untuk keperluan alternatif terapi, ureter dibagi 2 saja yaitu proksimal (di atas pelvic brim)
dan distal (di bawah pelvic brim) (IAUI, 2007).
Gambar 2. Anatomi Ureter

C. Patofisiologi
Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih, terutama pada tempat-
tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (statis urine). Statis urine dapat terjadi
pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan seperti pervikalises
(stenosis uretro-pelvis), obstruksi intravesica kronis seperti pada hiperplasia prostat
benigna dan striktur merupakan keadaan yang dapat meningkatkan terjadinya
pembentukan batu (Purnomo, 2011).
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun
anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan
metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang
menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan
presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi dan
menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya
cukup besar, agregat Kristal masih rapuh dan belum cukup mampu menyumbat saluran
kemih. Untuk itu agregat Kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi
kristal), dan dari sini bahan – bahan lain di endapkan pada agregat itu sehingga membentuk
batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih (Purnomo, 2011).
Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine,
laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran
kemih yang bertindak sebagai inti batu (Purnomo, 2011).
Lebih dari 80 % batu saluran kemih terdiri dari batu kalsium, baik yang berikatan
dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium
fosfat, sedangkan sisanya bersalah dari batu asam urat, batu magnesium amonium fosfat
(batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein , dan batu jenis lainya. Meskipun patogenesis
pembentukan batu hampir sama, tetapi suasana di dalam saluran kemih yang
memungkinkan terbentuknay jenis batu tidak sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat
mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan batu magnesium amonium fosfat
terbentuk karena urin bersifat basa (Purnomo,2011).

Bahan organik dan anorganik

Larut dalam urine

Kristal

Tetap metastable

Presipitasi kristal

Membentuk inti batu


(nukleasi)
(enukleasi)
Agregasi + menarik bahan
lain
Kristal membesar

Rapuh dan belum mampu menyebabkan obstruksi

Agregat menempel pada epitel


saluran kemih
(retensi kristal)
Gambar 3. Patogenesis

Batu yang ukuran kecil (< 5mm) pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan
yang lebih besar sering kali menetap di ureter dan menyebabkan reaksi radang
(periureteritis) serta menimbulkan obstruksi kronis berupa hidroureter atau
hidronefrosis (Purnomo, 2011).
Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelvikalises mampu menimbulkan
obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur saluran kemih sebelah atas.
Obstruksi di ureter menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis, batu dapat
menimbulkan kaliskstasis pada kaliks yang bersangkutan. Jika disertai dengan abses
perinefrik, abses paranefrik ataupun pielonefritis. Pada keadaan yang lanjut dapat
terjadi kerusakan ginjal, dan jika mengenai kedua sisi mengakibatkan gagal ginjal
permanen (Purnomo, 2011).

Penghambat pembentukan batu saluran kemih


Terbentuk atau tidaknya batu di dalam saluran kemih ditentukan juga oleh adanya
keseimbangan antara zat pembentuk batu inhibitor, yaitu zat yang mampu mencegah
timbulnya batu. Dikenal beberapa zat yang dapat menghambat terbentuknya batu
saluran kemih, yang bekerja mulai dari proses reabsorbsi kalsium di dalam usus, proses
pembentukan inti batu atau kristal, proses agregasi kristal, hingga retensi Kristal
(Purnomo, 2011).
Ion magnesium (Mg ++) dikenal dapat menghambat pembentukan batu karena jika
berikatan dengan oksalat, membentuk garam magnesium oksalat sehingga jumlah
oksalat akan berikatan dengan kalsium (Ca ++) untuk membentuk kalsium oksalat
menurun. Demikian pula sitrat,sehingga jumlah kalsium yang akan berikatan dengan
okslat ataupunfosfat berkurang. Hal ini menyebabkan kristal kalsium oksalat atau
kalsium fosfat jumlahnya berkurang (Purnomo, 2011).
Beberapa protein atau senyawa organik lain mampu bertindak sebagai inhibitor
dengan cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi kristal, maupun
menghambat retensi kristal. Senyawa itu antara lain adalah: Glikosaminogen (GAG),
protein Tamm Horsfall (THP) atau Uromukoid, nefrokalsin dan osteopontin. Defisiensi
zat – zat yang berfungsi sebagai inhibitor batu merupakan salah satu faktor penyebab
batu salauran kemih (Purnomo, 2011).

D. Etiologi

1. Faktor intrinsik
a. Herediter (keturunan)
Studi menunjukkan bahwa penyakit batu diwariskan.Untuk jenis batu umum
penyakit, individu dengan riwayat keluarga penyakit batu memiliki risiko dua kali
lipat lebih tinggi menjadi batu bekas. Ini risiko yang lebih tinggi mungkin karena
kombinasi dari predisposisi genetik dan eksposur lingkungan yang sama
(misalnya, diet). Meskipun beberapa faktor genetik telah jelas berhubungan
dengan bentuk yang jarang dari nefrolisiasis (misalnya,cystinuria), informasi
masih terbatas pada gen yang berkontribusi terhadap risiko bentuk umum dari
penyakit batu (Purnomo, 2011).
b. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun. Untuk pria, insiden
mulai meningkat setelah usia 20, puncak antara 40 dan 60 tahun. Untuk wanita,
tingkat insiden tampaknya lebih tinggi pada akhir 20-an dan pada usia 50 tahunan
(Purnomo, 2011).
c. Jenis Kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasienperempuan. Tingginya kejadian BSK pada laki-laki disebabkan oleh
anatomis saluran kemih pada laki-laki yang lebih panjang dibandingkan
perempuan, secara alamiah didalam air kemih laki-laki kadar kalsium lebih tinggi
dibandingkan perempuan (Purnomo, 2011).
2. Faktor ekstrinsik
a. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang
lebih tinggi dari pada daerah lain, sehingga dikenal sebagai daerah stone belt
(sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai
penyakit batu saluran kemih.Prevalensi BSK banyak diderita oleh masyarakat
yang tinggal di daerah pegunungan.Hal tersebut disebabkan oleh sumber air
bersih yang dikonsumsi oleh masyarakat dimana sumber air bersih tersebut
banyak mengandung mineral seperti phospor, kalsium, magnesium, dan
sebagainya.Letak geografi menyebabkan perbedaan insiden BSK di suatu tempat
dengan tempat lainnya.Faktor geografi mewakili salah satu aspek lingkungan dan
sosial budaya seperti kebiasaan makanannya, temperatur, dan kelembaban udara
yang dapat menjadi predoposisi kejadian BSK (Purnomo, 2011).
b. Iklim dan temperatur
Faktor iklim dan cuaca tidak berpengaruh langsung, namun kejadiannya banyak
ditemukan di daerah yang bersuhu tinggi. Temperatur yang tinggi akan
meningkatkan jumlah keringat dan meningkatkan konsentrasi air kemih.
Konsentrasi air kemih yang meningkat dapat menyebabkan pembentukan kristal
air kemih. Pada orang yang mempunyai kadar asam urat tinggi akan lebih berisiko
menderita penyakit BSK (Purnomo, 2011).
c. Asupan air
Dua faktor yang berhubungan dengan kejadian BSK adalah jumlah air yang
diminum dan kandungan mineral yang terdapat dalam air minum tersebut. Bila
jumlah air yang diminum sedikit maka akan meningkatkan konsentrasi air kemih,
sehingga mempermudah pembentukan batu saluran kemih (Purnomo, 2011).
d. Diet
Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu
saluran kemih. Diperkirakan diet sebagai faktor penyebab terbesar terjadinya
BSK. Misalnya diet tinggi purine, kebutuhan akan protein dalam tubuh
normalnya adalah 600 mg/kgBB, dan apabila berlebihan maka akan
meningkatkan risiko terbentuknya BSK. Hal tersebut diakibatkan, protein yang
tinggi terutama protein hewani dapat menurunkan kadar sitrat air kemih,
akibatnya kadar asam urat dalam darah akan naik, konsumsi protein hewani yang
tinggi juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan memicu terjadinya
hipertensi (Purnomo, 2011).
e. Pekerjaan
Sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk dan kurang
aktifitas atau sedentary life (Purnomo, 2011).
f. Kebiasaan menahan buang air kemih
Kebiasaan menahan buang air kemih akan menimbulakan statis air kemih yang
dapat berakibat timbulnya Infeksi Saluran Kemih (ISK). ISK yang disebabkan
oleh kuman pemecah urea dapat menyebabkan terbentuknya jenis batu struvit
(Purnomo, 2011).

E. Klasifikasi

Batu saluran kemih dapat diklasifikasikan berdasarkan: ukuran batu, lokasi batu,
karakteristik batu berdasarkan x-ray, etiologi pembentuk batu, komposisi batu, dan risiko
terbentukanya batu berulang (EAU, 2013).
F. Manifetasi Klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada adanya
obstruksi, infeksi, dan edema (Tanagho et.all, 2004). Ketika batu menghambat aliran urin,
terjadinya obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala
ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil,
demam, dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus-menerus. Beberapa batu, jika
ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan merusak unit fungsional (nefron)
ginjal; sedangkan yang lain menyebabkan nyeri yang luar biasa dan ketidaknyamanan
(Alrecht et al, 2002). Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh
letaknya, besarnya dan morfologinya.
1. Anamnesis
Pasien mengeluh nyeri yang hebat (kolik). Nyeri ini dapat menjalar hingga ke
perut bagian depan, perut sebelah bawah, daerah inguinal, dan sampai ke kemaluan.
Gerakan peristaltik ureter mencoba mendorong batu ke distal, sehingga menimbulkan
kontraksi yang kuat dan dirasakan sebagai nyeri hebat (kolik). Pasien juga mengeluh
nyeri pada saat kencing atau sering kencing. Ini disebabkan oleh letak batu yang berada
di sebelah distal ureter. Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma
pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu Batu yang ukurannya kecil (<5
mm) pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan yang lebih besar seringkali tetap
berada di ureter dan menyebabkan reaksi peradangan (periureteritis) maka akan
ditemukan demam. Pasien juga kemungkinan mengalami gejala-gejala gastrointestinal
seperti mual, muntah dan distensi abdomen (Alrecht et al, 2002; IAUI, 2007).
2. Pemeriksaan fisis
Inspeksi
Terlihat pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas. Pembesaran ini
mungkin karena hidronefrosis.
Palpasi
Ditemukan nyeri tekan pada abdomen sebelah atas. Bisa kiri, kanan atau dikedua belah
daerah pinggang. Pemeriksaan bimanual dengan memakai dua tangan atau dikenal juga
dengan nama tes Ballotement. Ditemukan pembesaran ginjal yang teraba disebut
Ballotement positif.
Perkusi
Ditemukan nyeri ketok pada sudut kostovertebra yaitu sudut yang dibentuk oleh kosta
terakhir dengan tulang vertebra (Tanagho et al, 2004; IAUI, 2007)
3. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
a) Urinalisis
Makroskopik didapatkan gross hematuria.
Mikroskopik ditemukan sedimen urin yang menunjukkkan adanya
leukosituria,hematuria, kristal-kristal pembentuk batu.
Pemeriksaan kimiawi ditemukan pH urin lebih dari 7,6 menunjukkan adanya
pertumbuhan kuman pemecah urea dan kemungkinan terbentuk batu fosfat. Bisa
juga pH urin lebih asam dan kemungkinan terbentuk batu asam urat.
Pemeriksaan kultur urin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.
Pemeriksaan Faal Ginjal. Pemeriksaan ureum dan kreatinin adalah untuk melihat
fungsi ginjal baik atau tidak. Pemeriksaan elektrolit untuk memeriksa factor
penyebab timbulnya batu antara lain kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat di
dalam urin.
b) Pemeriksaan Darah Lengkap
Dapat ditemukan kadar hemoglobin yang menurun akibat terjadinya hematuria. Bisa
juga didapatkat jumlah lekosit yang meningkat akibat proses peradangan di ureter.
Radiologis
Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi bendungan atau
tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan; pada keadaan ini
dapat dilakukan retrograd pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi, bila
hasil retrograd pielografi tidak memberikan informasi yang memadai. Pada foto BNO
batu yang dapat dilihat disebut sebagai batu radioopak, sedangkan batu yang tidak
tampak disebut sebagai batu radiolusen, berikut ini adalah urutan batu menurut
densitasnya, dari yang paling opaq hingga yang paling bersifat radiolusent; calsium
fosfat, calsium oxalat, magnesium amonium fosfat, sistin, asam urat, xantine.
Pielografi intra vena (PIV)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Juga untuk
mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non-opak yang tidak terlihat oleh foto
polos abdomen.
Ultrasonografi
USG dikerjakan bila tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV yaitu pada keadaan
seperti allergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang
sedang hamil. Terlihat gambaran echoic shadow jika terdapat batu.
Ct scan
Tehnik CT scan adalah tehnik pemeriksaan yang paling baik untuk melihat gambaran
semua jenis batu dan juga dapat terlihat lokasi dimana terjadinya obstruksi.
Gambaran radiologis dari hidronefrosis terbagi berdasarkan gradenya. Ada 4
grade hidronefrosis, antara lain :
a. Hidronefrosis derajat 1: Dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks. Kaliks berbentuk
blunting, alias tumpul.
b. Hidronefrosis derajat 2: Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor. Kaliks berbentuk
flattening, alias mendatar.
c. Hidronefrosis derajat 3: Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor. Tanpa
adanya penipisan korteks. Kaliks berbentuk clubbing, alias menonjol.
Hidronefrosis derajat 4: Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor. Serta
adanya penipisan korteks Calices berbentuk ballooning alias menggembung.
G. Penatalaksanaan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi penanganan batu saluran kemih antara lain letak
batu, ukuran batu, adanya komplikasi (obstruksi, infeksi, ganggguan fungsi ginjal) dan
komposisi batu. Hal ini yang akan menentukan macam penanganan yang diputuskan.
Misalnya cukup dilakukan observasi, menunggu batu keluar spontan atau melakukan
intervensi aktif. Perlu diketahui bahwa pengeluaran batu pada saluran kemih baru dapat
diperlukan apabila terdapat indikasi sebagai berikut: (1) obstruksi saluran kemih, (2)
infeksi, (3) nyeri menetap atau nyeri berulang, (4) batu metabolik yang tumbuh cepat
(Shanmugam et al, 2011).

Terapi konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter < 5 mm. Seperti disebutkan
sebelumnya, batu ureter < 5 mm bisa keluar spontan. Karena itu dimungkinkan untuk
pilihan terapi konservatif berupa :
1. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
2. α – blocker
3. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain
untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi.
Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu
juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasienpasien tertentu (misalnya ginjal tunggal,
ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien
seperti ini harus segera dilakukan intervensi (EAU, 2013).

Operatif
Dahulu sebelum alat-alat minimal invasif berkembang, untuk keperluan penanganan
batu ureter, ureter dibagi menjadi 3 bagian. Yaitu ureter proksimal (dari UPJ sampai bagian
atas sakrum), ureter tengah (bagian atas sakrum sampai pelvic brim) dan ureter distal (dari
pelvic brim sampai muara ureter). Hal ini berkaitan dengan teknik pembedahan (insisi).
Namun dengan berkembangnya terapi minimal invasif untuk batu ureter, maka saat ini
untuk keperluan alternatif terapi, ureter dibagi 2 saja yaitu proksimal (di atas pelvic brim)
dan distal (di bawah pelvic brim) (IAUI, 2007).
Batu ureter dengan ukuran < 4 mm, biasanya cukup kecil untuk bisa keluar spontan.
Karena itu ukuran batu juga menentukan alternatif terapi yang akan kita pilih. Komposisi
batu menentukan pilihan terapi karena batu dengan komposisi tertentu mempunyai derajat
kekerasaan tertentu pula, misalnya batu kalsium oksolat monohidrat dan sistin adalah batu
yang keras, sedang batu kalsium oksolat dihidrat biasanya kurang keras dan mudah pecah
(IAUI, 2007).
Adanya komplikasi obstruksi dan atau infeksi juga menjadi pertimbangan dalam
penentuan alternatif terapi batu ureter. Tidak saja mengenai waktu kapan kita melakukan
tindakan aktif, tapi juga menjadi pertimbangan dalam memilih jenis tindakan yang akan
kita lakukan.
Secara garis besar terdapat beberapa alternatif penanganan batu ureter yaitu
observasi, SWL, URS, PNL, dan bedah terbuka. Ada juga alternatif lain yang jarang
dilakukan yaitu laparoskopi dan ekstraksi batu ureter tanpa tuntunan (“blind basketing”).

Indication for active ureter stone removal and selection of procedure


1. Stone with low likelihood of spontaneous passage
2. Persistent pain despite adequate pain medication
3. Persistent obstruction
4. Renal insufficiency (renal failure, bilateral obstruction, single kidney) (EAU, 2013)

ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)


Alat ESWL adalah pemecah batu yang digunakan untuk memecah batu ginjal, batu
ureter proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan.
Metode ESWL menggunakan teknologi dengan gelombang kejut, efek samping yang lebih
kecil dibandingkan dengan tindakan operasi. Batu dipecah menjadi fragmen kecil
sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan batu yang
sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan menyebabkan hematuria (Purnomo,
2011).
Angka keberhasilan tindakan ini rata-rata mencapai 90 persen, tergantung jenis dan
ukuran batu. Tindakan ini memerlukan waktu sekitar 1 jam dan biasanya tidak
memerlukan rawat inap. Pada kasus dengan faktor penyulit perlu perawatan lebih lama
hingga rawat inap.

Gambar 4. Alat Extracorporeal Shockwave Lithotripsy

Kontraindikasi SWL:
1. Wanita hamil
2. Gangguan pembekuan darah
3. Infeksi saluran kemih
4. Malformasi tulang yang berat dan obesitas
5. Aneurisma arteri di sekitar batu
6. Anatomical distruction distal of the stone (EAU, 2013)
Komplikasi SWL untuk terapi batu ureter hampir tidak ada. Tetapi SWL
mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain bila batunya keras ( misalnya kalsium
oksalat monohidrat ) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. Juga pada orang
gemuk mungkin akan kesulitan. Penggunaan SWL untuk terapi batu ureter distal pada
wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada
kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid,
untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya.

Uteroskopi
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara dramatis
terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu ultrasound, EHL, laser
dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu ureter. Juga batu ureter dapat
diekstraksi langsung dengan tuntunan URS.
Dikembangkannya semirigid URS dan fleksibel URS telah menambah cakupan
penggunaan URS untuk terapi batu ureter. Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk
ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga perlu alat pemecah batu seperti yang
disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung
pada pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut (EAU, 2013;
IAUI, 2007).

Bedah terbuka
Di klinik atau rumah sakit yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk
tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, maka pengambilan batu masih
dilakukan melalui pembedahan terbuka.
Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan.
Tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi
pada flank, dorsal atau anterior. Meskipun demikian dewasa ini operasi terbuka pada batu
ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderita-penderita dengan
kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.
Indikasi operasi terbuka
1. Complex stone burder
2. Treatment failure of SWL and/or PNL, or URS
3. Abnormalitas anatomi intrarenal
4. Obesitas
5. Deformitas tulang terutama kaki dan panggul
6. Keinginan pasien (EAU, 2013)
Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang memegang
peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu ureter. Misalnya
pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu.
Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).

H. Komplikasi
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut yang
sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi
dan tambahan intervensi sekunder yang tidak direncanakan. Data kematian, kehilangan
ginjal dan kebutuhan transfusi pada tindakan batu ureter memiliki risiko sangat rendah.
Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang signifikan. Yang
termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis,
trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang
termasuk kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi
luka operasi, ISK dan migrasi stent.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya disebabkan oleh
intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu, terutama yang melekat (IAUI,
2007).

I. Prognosis
Prognosis batu ureter tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan
adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk prognosisnya.
Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi.
Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat
menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Pembedahan pada hidronefrosis akut biasanya
berhasil jika infeksi dapat dikendalikan dan ginjal berfungsi dengan baik (Wedro, 2010).

J. Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun
batu ureter yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya pencegahan itu berupa
(Purnomo, 2011):
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup 8 liter/hari dan diusahakan produksi urin
2-3 liter per hari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
3. Aktivitas harian yang cukup.
4. Pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:
1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan
menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat.
3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri.
4. Rendah purin.
Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita hiperkalsiuri
tipe II.

Anda mungkin juga menyukai