Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Sistem indera pada manusia terdiri dari indera penglihatan, indera
pendengaran, indera penciuman, indera pengecap, serta indera peraba dan
perasa. Sistem indera yang dibahas dalam penulisan ini adalah indera
pendengaran. Bagian tubuh yang digunakan pada proses pendengaran adalah
telinga.
Telinga manusia mampu mendengar suara dengan frekuensi antara 20-
20.000 Hz. Selain sebagai alat pendengaran, telinga juga berfungsi menjaga
keseimbangan tubuh manusia. Sebagai suatu organ, telinga juga dapat
mengalami kelainan. baik itu kelainan anatomi, penyakit infeksi ataupun
gangguan pendengaran. Keluhan utama telinga dapat berupa gangguan
pedengaran /pekak (tuli), suara berdenging/berdengung (tinitus), rasa pusing
yang berputar (vertigo), rasa nyeri dalam telinga (otalgia), keluar cairan dari
telinga (otorea).
Otore adalah cairan atau sekret yang keluar dari telinga. Dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit, diantaranya adalah otitis eksterna,
otomikosis, herpes zoster otikus, otitis media akut, otitis media supuratif
kronik, benda asing di liang telinga dan kebocoran cairan serebrospinal. Setiap
penyakit tersebut memiliki gejala dan tatalaksana yang berbeda.

1
I.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini yaitu
a. Sebagai salah satu syarat ujian kepaniteraan klinik stase THT-KL
RSUP Persahabatan.
b. Menambah ilmu dan wawasan tentang kesehatan telinga hidung dan
tenggorok khususnya cairan atau sekret yang kaluar dari telinga
meliputi definisi, etiologi, tanda dan gejala, penegakkan diagnosis,
dan penatalaksanaan.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi Telinga


Telinga manusia terdiri dari tiga bagian yaitu bagian luar, bagian
tengah, dan bagian dalam. Gambar dibawah ini merupakan anatomi telinga luar,
tengah dan dalam :

Gambar 1. Anatomi telinga luar, tengah, dan dalam

II.1.1 Telinga Luar


Telinga luar berfungsi menangkap rangsang getaran bunyi atau bunyi dari
luar. Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna auricularis), saluran telinga
(canalis auditorius externus) yang mengandung rambut-rambut halus dan
kelenjar sebasea sampai di membran timpani. Daun telinga terdiri atas tulang
rawan elastin dan kulit. Bagian-bagian daun telinga lobula, heliks, anti heliks,
tragus, dan antitragus. 1

3
Gambar 2. Aurikula/pinna
Liang telinga atau saluran telinga merupakan saluran yang berbentuk
seperti huruf S. Pada 1/3 proksimal memiliki kerangka tulang rawan dan 2/3
distal memiliki kerangka tulang sejati. Saluran telinga mengandung rambut-
rambut halus dan kelenjar lilin. Rambut-rambut alus berfungsi untuk
melindungi lorong telinga dari kotoran, debu dan serangga, sementara kelenjar
sebasea berfungsi menghasilkan serumen. Serumen adalah hasil produksi
kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa, epitel kulit yang terlepas dan partikel
debu. Kelenjar sebasea terdapat pada kulit liang telinga.1
Membrane timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihar dari arah
liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas
disebut pars flaksida (membrane Sharpnell), sedangkan bagian bawah pars
tensa (membrane propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian dalam
dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti mukosa saluran napas. Pars tenda
mempunyai satu lagi lapisan ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat
kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan
sirkuler pada bagian dalam. 1

4
Gambar 3. Membran Timpani

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani


disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light)
kea rah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membrane timpani kiri dan pukul 5
untuk membrane timpani kanan. Refleks cahaya (cone of light) adalah cahaya
dari luar yang dipantulkan oleh membrane timpani. Di membrane timpani
terdapat dua serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan
timbulnya refleks cahaya yang berupa kerucut. Secara klinis refleks cahaya ini
dinilai, misalnya bila letak refleks cahaya mendatar, berarti terdapat gangguan
pada tuba eustachius. 1
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan, dan
bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi membrane timpani. 1

Gambar 4. Regio Membran Timpani

5
Bila dilakukan miringotomi atau parasintesis, dibuat insisi di bagian
bawah belakang membrane timpani, sesuai dengan arah serabut membrane
timpani. Didaerah ini tidak terdapat tulang pendengaran. Didalam telinga
tengah terdapat tulang tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam
yaitu maleus, incus, stapes. 1
Tulang pendengaran dalam telinga saling berhubungan. Prosesus longus
maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus
melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan
dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan
persendian. 1
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini
terdapat aditus ad antrum yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah
dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang
mengubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah. 1

II.1.2 Telinga tengah


Telinga tengah atau cavum tympani. Telinga bagian tengah berfungsi
menghantarkan bunyi dari telinga luar ke telinga dalam.
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
a. Batas luar : Membran timpani
b. Batas depan : Tuba eustachius
c. Batas bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)
d. Batas Belakang : Auditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
e. Batas Atas : Tegmen timpani (Meningen / Otak)
f. Batas dalam : Berturut turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingap
bundar (round window) dan promontorium. 1

6
Gambar 5. Kavum timpani

II.1.3 Telinga Dalam


Telinga dalam berfungsi menerima getaran bunyi yang dihantarkan oleh
telinga tengah. Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semi
sirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikoterma, menghubungkan
perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. 1
Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea
tampak sekala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala
media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi
perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Hal ini penting untuk
pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli
(Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrane basalis.
Pada membrane ini terletak organ corti. 1
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membrane tektoria, dan pada membrane basal melekat sel rambut yang teridiri
dari sel rambut dalam dan sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk
organ corti. 1

7
Gambar 6. Telinga dalam

Gambar 7. Organ Korti

II.2 Vaskularisasi Telinga

Vaskularisasi telinga dalam berasal dari A. Labirinti cabang A.


Cerebelaris anteroinferior atau cabang dari A. Basilaris atau A. Verteberalis.
Arteri ini masuk ke meatus akustikus internus dan terpisah menjadi A.
Vestibularis anterior dan A. Koklearis communis yang bercabang pula menjadi
A. Koklearis dan A. Vestibulokoklearis. A. Vestibularis anterior memperdarahi
N. Vestibularis, urtikulus dan sebagian duktus semisirkularis.
A.Vestibulokoklearis sampai di mediolus daerah putaran basal kohlea terpisah
menjadi cabang terminal vestibularis dan cabang kohlea. Cabang vestibular
memperdarahi sakulus, sebagian besar kanalis semisirkularis dan ujung basal
kohlea. Cabang kohlea memperdarahi ganglion spiralis, lamina spiralis ossea,

8
limbus dan ligamen spiralis. A. Kohlearis berjalan mengitari N. Akustikus di
kanalis akustikus internus dan di dalam kohlea mengitari modiolus. Vena
dialirkan ke V.Labirinti yang diteruskan ke sinus petrosus inferior atau sinus
sigmoideus. Vena-vena kecil melewati akuaduktus vestibularis dan kohlearis ke
sinus petrosus superior dan inferior.2

Gambar 8. Vaskularisasi telinga dalam

II.3 Persarafan telinga dalam

N.Vestibulokoklearis (N.akustikus) yang dibentuk oleh bagian koklear


dan vestibular, di dalam meatus akustikus internus bersatu pada sisi lateral akar
N.Fasialis dan masuk batang otak antara pons dan medula. Sel-sel sensoris
vestibularis dipersarafi oleh N.Koklearis dengan ganglion vestibularis (scarpa)
terletak di dasar dari meatus akustikus internus. Sel-sel sensoris pendengaran
dipersarafi N.Koklearis dengan ganglion spiralis corti terletak di modiolus.

II.3 Fisiologi Pendengaran


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga, dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi
getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan

9
luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi yang telah diamplifikasi ini
akan diteruskan ke stapes dan menggerakan tingkap lonjong sehingga perilimfa
vestibuli bergerak. Getaran diteruskan ke membrana Reissner yang mendorong
endolimfe sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris
dan tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan
terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotrasmiter ke dalam sinapsis yang menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.1

II.5 Otorea
II.5.1 Definisi Otore
Telinga berair (otore) adalah keluarnya sekret dari liang telinga.3
II.5.2 Etiologi
Banyak keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya otore. Beberapa
penyebab dasar otore adalah sebagai berikut:
1. Selama kontak dengan air karena berenang
2. Adanya benda asing dalam saluran telinga yang biasanya didapatkan
pada anak-anak
3. Benturan keras pada kepala pada kasus-kasus cedera kepala
4. Kerusakan jaringan telinga karena perbedaan tekanan
5. Otitis media akut dengan perforasi membran timpani
6. Otitis media kronis dengan perforasi membran timpani dan atau
kolesteatom
7. Dermatitis dari kanal telinga.3

10
II.5.3 Jenis Cairan Eksudat
a. Eksudat Serosa
Merupakan eksudat jernih, mengandung sedikit protein akibat radang
ringan. Eksim pada MAE , Otitis Eksterna difus, Cairan Serebrospinal

b. Eksudat Supuratifa / purulenta


Merupakan eksudat yang mengandung nanah / pus, yaitu campuran
leukosit yang rusak, jaringan nekrotik serta mikroorganisme yang
musnah. Organisme tertentu missal stafilokok akan mengakibatkan
supurasi dan disebut kuman Piogenik. Otitis Ekstern furunkolosis

c. Eksudat Mukoid
Eksudat hasil sekresi sel goblet berwarna bening kental dengan fungsi
sebagai proteksi mukosa. Otitis Media Supuratif Kronik (tipe Benigna)
disertai Perforasi

d. Eksudat Mukopurulen
Eksudat gabungan mukoid dan purulent. Otitis media akut

e. Eksudat Hemoragika
Eksudat yang mengandung darah. Trauma, Karsinoma pada telinga
4

II.5.3 Mekanisme terbentuknya Otore


Sekret yang serosa (cair) biasanya karena otitis eksterna difusa dan
sering menimbulkan krusta pada orifisium liang telinga luar. Selain otitis
eksterna, keluarnya cairan jernih melalui telinga bisa jadi adalah cairan
serebrospinal yang bocor karena adanya fraktur pada tulang tengkorak.
Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan cara
membuang sel-sel kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran

11
telinga. Membersihkan saluran telinga dengan cotton bud bisa mengganggu
mekanisme pembersihan ini dan bisa mendorong sel-sel kulit yang mati ke
arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk disana.
Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan
penimbunan air yang masuk ke dalam saluran ketika mandi atau berenang.
Kulit yang basah dan lembut pada saluran telinga lebih mudah terinfeksi
oleh bakteri atau jamur. Apabila sudah terjadi infeksi telinga akan semakin
lembab dan sekret akan berbau busuk.
Sekret yang mukopurulen berasal dari telinga bagian tengah yaitu otitis
media supuratif akut dan otitis media supuratif kronik yang jinak.
Warnanya kuning pucat, lengket dan tidak berbau. Proses infeksi dan
inflamasi yang terjadi pada telinga tengah berkaitan dengan inflamasi yang
terjadi pada tuba eustachius. Keadaan yang paling sering terjadi adalah
infeksi saluran atas yang melibatkan nasofaring. Manifestasi inflamasi
dalam hal ini akan menjalar dari nasofaring hingga mencapai ujung medial
tuba Eustachius atau secara langsung terjadi di tuba Eustachius, sehingga
memicu stasis sehingga mengubah tekanan di dalam telinga tengah. Di sisi
lain, stasis juga akan memicu infeksi bakteri patogenik yang berasal dari
nasofaring dan masuk ke dalam telinga tengah dengan cara refluks,
aspirasi, atau insuflasi aktif. Akibatnya akan terjadi reaksi inflamasi akut
yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi, invasi leukosit, fagositosis,
dan respon imun lokal yang terjadi di telinga tengah. Eksudasi ini semakin
lama akan semakin banyak produksinya sehingga suatu saat cairan akan
mendesak membran timpani yang akhirnya akan membuat membran
timpani perforasi dan pasien akan mengeluh keluarnya cairan kental yang
berwarna kuning atau hijau dengan bau yang busuk.3

II.5.4 Penyakit yang berhubungan dengan otore


II.5.4 Penyakit-penyakit yang Berhubungan dengan Otore

12
Adapun penyakit-penyakit yang berhubungan dengan otore adalah
sebagai berikut:
a. Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel) yang Pecah
Otitis eksterna sikumskripta adalah infeksi pada pilosebasea (folikel
rambut) di kulit sepertiga luar liang telinga yang awalnya berupa
folikulitis namun berlanjut hingga membentuk furunkel atau abses
kecil. Biasanya disebabkan oleh Staphilococus aureus atau
Staphilococus albus. 1

Gambar 8. Furunkel
1) Manifestasi Klinis
Pada anamnesis biasanya pasien mengeluhkan otalgia atau nyeri
telinga hebat, gangguan pendengaran dan otorea atau keluar
cairan bila abses atau furunkel mengalami ruptur atau pecah.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan furunkel pada liang telinga
dan sekret. 1
2) Tata Laksana
Terapi disesuaikan dengan keadaan furunkel. Bila telah terjadi
abses maka dapat diaspirasi steril. Bila dinding furunkel tebal
dapat dilakukan insisi lalu dipasang salir atau drain untuk
mengalirkan nanah. Pemberian antibiotik topikal berbentuk
salep, misalnya Polimyxin B atau bacitracin atau antiseptik

13
(asam asetat 2 – 5% dalam alkohol). Antibiotik oral diberikan
jika perlu. 1
b. Otitis Eksterna Difus (Swimmer’s Ear)
Otitis eksterna difus merupakan infeksi pada kulit dua pertiga
dalam liang telinga. Dapat merupakan infeksi primer atau infeksi
sekunder. Kuman penyebab infeksi primerg9w biasanya adalah
Pseudomonas, Staphilococus aureus, Staphilococus albus, atau
Escherichia coli. Infeksi sekunder biasanya pada OMSK. 1

Gambar 9. Otitis Eksterna Difus

1) Manifestasi Klinis
Pada anamnesa biasanya didapatkan otalgia atau nyeri telinga,
gatal di liang telinga, telinga terasa penuh, otore yang berbau,
dan gangguan pendengaran. Pada pemeriksaan fisis didapatkan
pada otoskopi liang telinga sempit, eritema dan oedema, serta
didapatkan sekret telinga yang berbau. Terdapat pula nyeri tekan
tragus dan nyeri saat menarik daun telinga ke atas dan ke
belakang. Terkadang juga didapat pembesaran dan nyeri tekan
kelenjar getah bening regional. 1
2) Tata Laksana

14
Pengobatan yang dilakukan adalah dengan dilakukan
pembersihan dan debridement liang telinga terlebih dahulu, lalu
pemberian antiseptik dan obat tetes telinga. Obat tetes telinga
meliputi antibiotik (neomycin sulfat, ciprofloxacin, ofloxacin)
atau kombinasi antibiotik dan steroid. Pemberian tampon (kapas
atau Pope wick) diolesi antibiotik topikal untuk mengurangi
edema berat. Analgesik juga dapat diberikan untuk
simtomatiknya. 1

c. Otitis Externa Jamur / Otomycosis


Infeksi jamur pada liang telinga. Biasanya disebabkan oleh jamur
Aspergillus niger, Pityrosporum, Aktinomises, atau Candida
albicans. 1

Gambar 10. Otomikosis


1) Manifestasi klinis
 Rasa gatal dan tersumbat di liang telinga
 Pada pemeriksaan tampak liang telinga terisi oleh filament
jamur berwarna keputihan.
 Seringkali juga terdapat infeksi oleh bakteri akiba2t trauma
mengorek telinga. 1
2) Tatalaksana
Membersihkan liang telinga dengan larutan asam asetat 2%
dalam alkohol, larutan iodium povidon 5% atau tetes telinga

15
yang mengandung campuran antibiotik dan steroid. Kadang
diperlukan obat anti jamur yang diberikan secara topikal yang
mengandung nistatin dan klotrimazol. 1

d. Otitis Eksterna Maligna


Otitis eksterna maligna adalah infeksi difus di liang telinga luar
dan sturktur lain di sekitarnya. Biasnya terjadi pada orang tua dengan
penyakit diabetes militus.
1) Manifestasi klinis :
 Rasa gatal di liang telinga yang dengan cepat diikuti oleh
rasa nyeri
 Sekret yang banyak
 Pembengkakan liang telinga
 Rasa nyeri semakin hebat, kemudia liang telinga tertutup
jaringa granulasi yang cepat tumbuhnya, sehingga
menimbulkan paresis atau paralisis fascial. 1
2) Tatalaksana :
Antibiotika dosis tinggi terhadap pseudomonas selama enam
minggu. Bila perlu dialakukan debridement pada jaringan
nekrotik di liang telinga dan cavum timpani, yang terpenting
gula darah harus dikontrol.1

e. Kolesteatoma eksterna

Kolesteatoma eksterna merupakan gumpalan epidermis di liang


telinga. Etiologinya sering pada pasien lanjut usia dengan DM
dan immunocompromised, Pseudomonas aeruginosa
Manifestasi Klinis
1) Erosi tulang pada posteroinferior liang telinga
2) Otore

16
3) Nyeri tumpul menahun
4) Banyak pada orang tua
5) Gangguan pendengaran ringan, MT normal
6) Unilateral
Tatalaksana :
1) Mengangkat kolesteatoma dan jaringan nekrotik
2) Antiobiotik topikal
3) Obat tetes telinga campuran alkohol dalam H2O2 3%
4) Operasi perluasan liang telinga bila destruksi tulang
sudah sampai telinga tengah, erosi tulang pendengaran,
paresis n fasialis, fistel labirin, otore berkepanjangan. 1

f. Otitis Media Akut stadium Perforasi


Otitis media akut ialah infeksi akut yang mengenai
mukoperiosteum kavum timpani dengan disertai pembentukan sekret
purulen. Kuman penyebabnya tersering adalah Streptococus
pneumoniae dan Haemophilus influenzae. Biasanya OMA diawali
dengan terjadinya infeksi akut saluran pernafasan atas (ISPA).
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di
nasofaring dan faring karena secara fisiologis terdapat mekanisme
pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia
mukosa tuba eustachius, enzim dan antibodi. OMA terjadi karena
faktor pertahanan tubuh terganggu sehingga terjadi sumbatan tuba
eustachius. Akibatnya pencegahan invasi kuman ke dalam telinga
tengah terganggu sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah
dan terjadi peradangan. OMA sering terjadi pada anak-anak dan bayi.
OMSA terdiri dari 5 stadium, yaitu stadium oklusi tuba, stadium pre-
supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium resolusi.
Pada stadium perforasi didapatkan otore akibat dari rupturnya
membran timpani. 1

17
Gambar 11. OMA Stadium Perforasi
1) Manifestasi Klinis
Saat stadium perforasi biasanya didapatkan otore akibat dari
membran timpani yang ruptur. Demam yang tadinya pada
stadium supurasi tinggi yaitu sekitar 39,5oC, pada stadium
perforasi demam mulai turun. Biasanya keadaan umum pasien
mulai tenang. Pada pemeriksaan fisis terlihat sekret banyak
keluar dan kadang terlihat sekret keluar secara berdenyut
(pulsasi). 1
2) Tata Laksana
Pengobatannya adalah dengan obat cuci telinga H2O2 3% selama
3 – 5 hari serta antibiotia yang adekuat. Biasanya sekret akan
hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7 – 10
hari. 1

g. Otitis Media Supuratif Kronik


Otitis media supuratif kronik atau dulunya disebut otitis media
perforata ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi
membran timpani dan sekret keluar terus menerus atau hilang timbul.
Beberapa faktor OMSA menjadi OMSK adalah karena terapi yang
terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman
tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah, atau higiene buruk. OMSK
dibagi menjadi dua, yaitu tipe benigna dan tipe maligna. 1

18
Gambar 12. OMSK dengan kolesteatoma

1) Manifestasi Klinis
Didapatkan otorea pada OMSK benigna yaitu sekret mukoid dan
intermiten, sedangkan untuk OMSK tipe maligna didapatkan
sekret purulen, persiten, berbau khas dan terkadang terdapat
bercak darah. Terjadi penurunan pendengaran dan otalgia jika
proses telah invasif. Pada pemeriksaan fisis yaitu otoskopi
didapat jaringan parut pada liang telinga luar (otitis eksterna
sekunder), polip, jaringan granulasi, ukuran dan lokasi perforasi
membran timpani, edema dan inflamasi mukosa telinga tengah,
serta cairan telinga yang bervariasi. 1
2) Tata Laksana
a) Tipe benigna
Bersihkan telinga dari sekret dengan cuci telinga
menggunakan H2O2 3% selama 3 – 5 hari. Apabila sekret
berkurang, dapat diberikan obat tetes telinga kombinasi
antibiotik dan steroid selama < 1 – 2 minggu dan tidak terus
menerus. Pemberian antibiotik oral juga dapat dilakukan
(ampisilin, eritromisin, ampisilin – asam klavulanat,

19
sefalosporin). Observasi selama 2 bulan bila masih ada
perforasi meskipun sekret hilang maka dapat dilakukan
tindakan mastoidektomi sederhana, miringoplasti atau
timpanoplasti. 1

b) Tipe maligna
Terapi konservatif diberikan sementara sebelum pembedahan.
Selain itu perhatikan kemungkinan adanya abses subperiosteal
retroaurikular. Bila ada abses sebaiknya diinsisi segera
sebelum pembedahan. Pembedahan yang dilakukan yaitu
mastoidektomi. 1

h. Miringitis
Miringitis merupakan peradangan pada membrane timpani.
Gejala otalgia hebat, unilateral, riwayat infeksi saluran nafas atas
sebelumnya, otore serosanguineus (bula yang pecah)Pendengaran
berkurang, gejala sistemk : febris, membran timpani hiperemis, bula
berisi darah warna merah keunguan
Tatalaksana

1) Antibiotik oral Amoxicilin/asam clavulanat


2) Jika hearing loss  steroid
3) Analgetik kuat 4

i. Mastoiditis
Mastoiditis merupakan proses inflamasi pada rongga mastoid di
tulang temporal. Mastoiditis biasanya sering terjadi pada anak-anak,
dengan bentuk mastoiditis akut. Kuman penyebabnya adalah
Streptococus pneumoniae pada 25% kasus, Streptococus β-
haemolyticus grup A, Straphylococus aureus atau lainnya. 1

20
Gambar 13. Mastoiditis

1) Manifestasi Klinis
Pada anamnesa didapatkan riwayat otitis media dan otorea
persisten lebih dari 3 minggu, otorea, otalgia, demam tinggi,
nyeri kepala, pendengaran menurun, dan dapat disertai tanda dan
gejala otitis media akut. Pada pemeriksaan kepala dan telinga
didapatkan edema, eritema dan nyeri area retroaurikular, eritema
pada telinga, nyeri dan radang pada prosesus mastoiditis,
proptosis aurikula dan penebalan periosteal. 1
2) Tata Laksana
Infeksi ditangani dengan injeksi antibiotik dikombinasi dengan
antibiotik oral sambil terus menerus diobservasi sehingga pasien
perlu dirawat inap selama beberapa hari. Apabila antibiotik gagal,
dapat dilakukan tindakan pembedahan, yaitu mastoidektomi
untuk membuang bagian tulang dan membuat drainase dari
mastoid dilanjutkan pemasangan pipa timpanostomi. 1

21
j. Benda Asing di Liang Telinga
Benda asing yang ditemukan di liang telinga bervariasi sekali.
Bisa berupa benda mati atau benda hidup, binatang, komponen
tumbuhan, atau mineral. 1
1) Manifestasi klinis :
a) Kehilangan pendengaran akut
b) Perdarahan dari telinga
c) Telinga tersa penuh
d) Telinga terasa terbakar
e) Otalgi
f) Otore
g) Tinnitus
2) Penatalaksanaan
Benda asing dikeluarkan. Usaha pengeluaran harus dilakukan
dengan hati-hati. Biasanya dijepit dengan pinset atau ditarik
keluar. Bila binatang masuk ke dalam liang telinga maka harus
dimatikan dahulu dengan meneteskan pantokain, minyak atau
alkohol sebelum dikeluarkan.

k. Fistula Cerebrospinal Fluid


Fistula serebrospinal fluid (CSF) ditandai dengan keluarnya CSF
dari ruang intrakranial melalui hubungan yang tidak normal antara
ruang subaraknoid dan struktur pneumatic di dasar tengkorak,
biasanya melalui saluran sinonasal, telinga tengah, atau sistem
mastoid, dan menunjukkan defek osteodural . Berdasarkan
penyebabnya, fistula CSF dapat diklasifikasikan sebagai bawaan atau
didapat. Fistula yang didapat dibagi lagi menjadi nontraumatik
(Misalnya, tumor atau infeksi), traumatik (misalnya, trauma atau
iatrogenik), atau fistula spontan. Fistula CSF traumatik merupakan
jenis yang paling banyak (terhitung 80% -90% dari semua kasus)

22
fistula CSF yang didapat, dengan kebanyakan kasus Sekunder akibat
patah tulang tengkorak.
1) Manifestasi klinis :
a. Otore
b. Rinore
c. Vertigo
d. Tinnitus
e. Paresis nervus facialis
f. Afasia
2) Tatalaksana :
a) Pembedahan
b) Fistula Spontan biasanya bisa sembuh sendiri 4

Gambar 14. Fistula CFS


II.5 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis, perlu dilakukan anamnesis yang cermat,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penujang yang sesuai. Gejala
penyerta serta sifat cairan yang keluar dari telinga sangat penting dalam
mengarahkan diagnosis. 1

II.5.1 Otitis Externa


1) Bakterial otitis eksterna akut : Sedikit mukus putih, mungkin kental
2) Bakterial Otitis eksterna kronik : Discharge berdarah dengan jaringan

23
3) Otitis Externa akibat jamur (Otomycosis): Discharge seperti benang
halus, warna: putih, hitam, abu, biru kehijauan, atau kuning
II.5.2 Otitis Media
1) Otitis Media Akut perforasi membrane timpani : Mukus Purulen
putih atau kuning, Berkaitan dengan nyeri dalam
2) Otitis Media Serous : Mukus jernih, Berkaitan dengan rhinitis
alergika
3) Otitis media supuratif kronik : Mukus purulen yang intermiten,
Tidak berkaitan dengan rasa nyeri
II.5.3 Penyebab lainya
1) Kebocoran cairan serebrospinal: discharge berupa cairan jernih
2) Trauma: mukus berdarah

II.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dipertimbangkan adalah
sebagai berikut: 1
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Leukositosis dan laju endap darah meningkat.
2. Pemeriksaan kultur dan sensitifitas
Dengan bahan apusan sekret telinga untuk mengetahui bakteri
apa yang menginfeksi dan antibiotik apa yang sensitif.
3. Foto mastoid
4. Tes pendengaran, yang berupa tes bisik, tes garpu tala dan tes
audiometri.

II.7 Pencegahan

Ada beberpa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya


otore. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya otore
adalah sebagai berikut : 1

24
1. Hindari infeksi telinga.
2. Memberi ASI pada bayi sehingga bayi mendapat antibodi dari ibu
dan meningkatkan daya tahan tubuhnya.
3. Hindari masuknya benda asing ke dalam telinga
4. Bila berada di daerah yang bising, gunakan pelindung telinga.
5. Jaga telinga tetap kering setelah kontak dengan air (mandi,
berenanag).

25
BAB III
KESIMPULAN

1. Otore atau ear discharge adalah sekret yang keluar dari liang telinga.

2. Jenis cairan yang keluar bisa jernih atau serosa, purulen, mukoid,

mukopurulen, blood stained otore, atau berbau busuk.

3. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan otore adalah otitis eksterna

sirkumsripta (furunkel) yang pecah, otitis eksterna difus, otomikosis,

otitis eksterna maligna, otitis media supuratif akut stadium perforasi,

mastoiditis, otitis media supuratif kronik, miringitis bullosa, kolesteatoma

eksterna, benda asing di liang telinga

4. Diagnosis penyakit dengan gejala otore dapat ditegakkan dengan

anamnesis sudah berapa lama timbul otore, durasi, warna dan kekentalan,

gejala lain yang menyertai selain otore, dan riwayat sebelumnya,

pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.

5. Penatalaksanaan otore tergantung etiologinya. Prinsip penatalaksanaan

otorea adalah dengan membersihkan sekret yang keluar dari telinga dan

kemudian mengobati penyebabnya. Dengan penanganan yang secapa dan

tepat, dapat mencegah terjadinya komplikasi dan prognosis yang lebih

baik.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Efiaty A.S., Nurbaiti I., Jenny B., Ratna D.R. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tengggorokan Kepala & Leher. Edisi Tujuh.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012.
2. Costanzo L. Essential Fisiologi Kedokteran, Edisi ke-5. Penterjemah:
Hartono A. Jakarta: Binarupa Aksara, 2012.
3. Arif M., kuspuji T., Rakhmi S., Wahyu I.W., Wiwiwk S. Kapita Selekta
Kedokteran. Jilid 1. Edisi ketiga. Jakarta : Media Aesculapius, 2001
4. Sudarto P, Sutisna H, Achmad T. Buku Ajar Patologi Umum. Edisi
Satu. Jakarta : Sagung Seto, 2006
5. Chris T. , Frans L. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke empat. Jakarta
Pusat: Media Aesculapius, 2016.
6. SMF Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Pedoman Diagnosis
dan Terapi. Edisi ketiga. Surabaya : Rumah Sakit Umum Dokter
Soetomo Surabaya, 2005

27

Anda mungkin juga menyukai