Anda di halaman 1dari 14

Sistem reproduksi pria

Anatomi

Fungsi esensial sistem reproduksi pada pria adalah sebagai berikut:


1. Menghasilkansperma (spermatogenesi)
2. Menyalurkan sperma ke wanita
Organ penghasil sperma. testis, tergantung di luar rongga abdomen dalam suatu
kantung beriapis kulit, skrotum, yang berada di sudut antara kedua tungkai.
Sistem reproduksi pria dirancang untuk menyalurkan sperma ke saluran
reproduksi wanita daiam suatu cairan pembawa, semen, yang kondusif bagi
viabilitas sperma. Kelenjar seks tambahan pria utama, yang sekresinya
membentuk sebagian besar semen, adalah vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan
kelenjar bulbouretra. Penis adalah organ yang digunakan untuk meletakkan semen
pada wanita. Sperma keiuar dari masing-masing testis melalui saluran reproduksi
pria, yang masing-masing terdiri dari epididimis, duktus (vas) deferens, dan
duktus ejakulatorius. Pasangan-pasangan saluran reproduksi ini mengosongkan
isinya ke sebuah uretra, saluran yang berjalan di sepanjang penis dan
mengosongkan isinya ke luar.
Sumber: Sherwood L. Fisiologi Manusia;dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta;
EGC. 2014

Sistem reproduksi wanita


Fisiologi
Fisiologi Reproduksi Wanita.
Dalam keadaan tidak hamil, fungsi reproduksi wanita dikontrol oleh sistem
kontrol umpan balik negatif yang kompleks dan siklik antara hipotalamus
(GnRH), hipofisis anterior (FSH dan LH), dan ovarium (estrogen, progesreron,
dan inhibin). Selama kehamilan, hormon, hormon plasenta menjadi faktor
pengontrol urama.
Ovarium melakukan fungsi ganda dan saling terkait berupa oogenesis
(menghasilkan ovum) dan selresi estrogen dan progesteron. Terdapat dua unit
endokrin ovarium yang secara berurutan melaksanakan fungsi-fungsi tersebut:
folikel dan korpus luteum.
Dalam oogenesis terjadi langkahJangkah yang sama dalam replikasi kromosom
dan pembelahan seperti pada spermatogenesis, tetapi waktu dan hasil akhir sangar
berbeda. Spermatogenesis selesai dalam waktu dua bulan, sementara tahap-tahap
serupa dalam oogenesis terjadi dalam waktu anrara usia 12 sampai 50 tahun
secara siklik, dari awal pubertas hingga menopause. Seorang wanira lahir dengan
jumlah sel germinativum yang terbatas dan umumnya tidak dapat diperbarui,
semenrara pria pascapubertas dapat menghasilkan rarusan juta sperma setiap hari.
Setiap oosit primer hanya menghasilkan saru ovum kaya sitoplasma disertai tiga
badan polar hampir tanpa sitoplasma yang kemudian berdisintegrasi, sementara
setiap spermatosit primer menghasilkan empat spermatozoa yang memiliki
kemampuan hidup sama.
Oogenesis dan sekresi estrogen berlangsung di dalam suatu folikel ovarium
selama paruh perrama setiap sildus reproduksi (fase folikular) di bawa pengaruh
FSH, LH, dan estrogen.
Pada sekitar pertengahan siklus, folikel yang matang melepaskan sebuah ovum
(ovulasi). Ovulasi dipicu oleh lonjakan LH yang ditimbulkan oleh estrogen kadar
tinggi yang dihasilkan oleh folikel matang.
Di bawah pengaruh LH, folikel yang telah kosong kemudian diubah menjadi
korpus luteum, yang menghasilkan progesteron serta esrrogen selama paruh
terakhir siklus (fase luteal). Unit endokrin ini mempersiapkan uterus untuk
implantasi seandainya ovum yang dibebaskan dibuah.
Jika fertilisasi dan implantasi tidak terjadi maka korpus luteum berdegenerasi.
Hilangnya dukungan hormon untuk lapisan dalam endomerrium yang telah
berkembang penuh ini menyebabkan lapisan tersebut berdisintegrasi dan terlepas,
menghasilkan darah haid. Secara bersamaan, fase folikular baru kembali dimulai.
Haid berhenti dan lapisan dalam uterus (endometrium) memulihkan diri di bawah
pengaruh kadar estrogen yang uterus meningkat dari folikel yang baru
berkembang.
Jika terjadi, maka fertilisasi berlangsung di tuba uterina sewaktu teiur yang
dibebaskan dan sperma yang diletakkan di vagina diangkut ke tempat ini.
Ovum yang teiah dibuahi mulai membelah secara mitotis. Dalam seminggu ovum
ini tumbuh dan berdiferensiasi menjadi blastokista yang mampu berimplantasi .
Sementara itu, endometrium telah mengalami vaskularisasi yang intens dan
dipenuhi oleh simpanan glikogen di bawah pengaruh progesteron fase luteal. Ke
dalam lapisan yang telah dipersiapkan khusus inilah blastokista berimplantasi
dengan menggunakan enzim-enzim yang dikeluarkan oleh trofoblas, yang
membentuk lapisan luar blastokista. Enzim-enzim ini mencerna jaringan
endometrium kaya nutrien, melaksanakan tugas rangkap yaitu membuat lubang di
endometrium untuk implantasi blastokista sembari membebaskan nutrien dari sel
endometrium untuk digunakan oleh mudigah yang sedang berkembang.
Setelah implantasi, terbentuk kombinasi saling terkait antara jaringan janin dan
ibu, yaitu plasenta. Plasenta adalah organ pertukaran antara darah ibu dan darah
janin serta juga bertindak sebagai organ endokrin kompleks sementara yang
mengeluarkan sejumlah hormon yang esensial bagi kehamilan. Gonadotropin
korion manusia, estrogen, dan progesteron adalah hormon-hormon yang
terpenting.
Gonadotropin korion manusia mempertahankan korpus luteum kehamilan, yang
mengeluarkan estrogen dan progesteron selama trimeter pertama gestasi sampai
plasenta mengambil alih fungsi ini pada dua trimester terakhir. Estrogen dan
progesteron kadar tinggi merupakan hal esensial untuk mempertahankan
kehamilan normal.
Saat persalinan, terjadi kontraksi ritmik miomerrium dengan kekuatan, durasi, dan
frekuensi yang meningkat untuk melaksanakan tiga tahap persalinan: pembukaan
serviks, pelahiran bayi, dan pelahiran plasenta (afterbirth).
Persalinan dipicu oleh hubungan timbal balik kompleks berbagai faktor ibu dan
janin. Setelah kontraksi dimulai pada permulaan persalinan, tercipta suatu siklus
umpan balik positif yang secara progresif meningkatkan kekuatannya. Sewaktu
kontraksi mendorong janin menekan servila, sekresi oksitosin, yaitu suatu
perangsang orot uterus yang kuat, meningkat secara refeks. Thmbahan oksitosin
ini menyebabkan kontraksi menjadi lebih kuat sehingga menyebabkan pelepasan
oksitosin yang lebih banyak, dan demikian seterusnya. Siklus umpan balik positif
ini secara progresif menguat sampai pembukaan serviks dan pelahiran selesai.
Seiama gestasi, payudara secara khusus dipersiapkan untuk laktasi. Peningkatan
kadar estrogen dan progesteron piasenta masing-masing mendorong
perkembangan duktus dan alveolus di kelenjar mamaria.
Prolaktin merangsang sintesis enzim-enzim yang esensial bagi produksi susu oleh
sel epitel alveolus. Namun, kadar estrogen dan progesteron yang tinggi selama
gestasi mencegah prolaktin mendorong produksi susu. Hilangnya steroid piasenta
setelah persalinan memicu laktasi.
Laktasi dipertahankan oieh penghisapan, yang memicu pelepasan oksitosin dan
prolaktin. Oksitosin menyebabkan penyemprotan susu dengan merangsang sel
mioepitel yang mengelilingi a.lveolus untuk memeras keluar susu melalui duktus.
Prolaktin merangsang sekresi lebih banyak susu untuk mengganti susu yang
disemprotkan keluar sewaktu bayi menyusui.
Sumber: Sherwood L. Fisiologi Manusia;dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta;
EGC. 2014

Varikokel
Etiologi
Pembentukan varikokel dihubungkan dengan salah satu dari 3 faktor primer yaitu
peningkatan tekanan vena didalam vena renalis sinistra, anastomosis vena-vena
kolateral, dan katup-katup vena spermatikus internus yang inkompeten.
Peningkatan tekanan dihubungkan dengan salah satu dari beberapa faktor,
meliputi fenomena nutcracker proksimal (disebabkan oleh tekanan dari pembuluh
darah renal sebelah kiri di antara aorta dan arteri mesenterikus superior); efek
nutcracker distal yang dijelaskan oleh Coolsaet (tekanan dari vena iliaka komunis
sinistra sebelah kiri pembuluh darah iliac oleh arteri iliac yang umum, yang hasil
pada aliran mundur melalui segan dan pembuluh darah spermatic eksternal); dan
keganjilan dari pembuluh darah renal sebelah kiri. Inkompetensi dari vena-vena
pada vena spermatikus internus proksimal kemungkinan bertanggungjawab
terbentuknya varikokel pada mayoritas kasus, predominan pada sisi kiri karena
tekanan vena pada system vena sprematikus internus kiri.
Sumber: Schneck FX, Bellinger MF. Abnormalities of the testes and scrotum
and their surgical management. In: Wein AJ, ed. Campbell-Walsh Urology.
9th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2007:chap 67.
Tanagho EA, McAninch JW. Smith general urology. 2008. McGraw Hill-
Companies. Ed 17. Chap 44 hal 14, 690-691, 704.
Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Edisi kedua. Jakarta. Sagung Seto.2008.

Tatalaksana
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
Pemeriksaan dilakukan dalam posisi berdiri, dengan memperhatikan keadaan
skrotum kemudian dilakukan palpasi. Secara klinis varikokel dibedakan dalam 3
tingkatan/derajat: [ 22 ]
1. Derajat kecil adalah varikok el yang dapat dipalpasi setelah pasien
melakukan manuver valsava
2. Derajat sedang adalah varikokel yang dapat dipalpasi tanpa melakukan
manuver valsava
3. Derajat besar adalah varikokel yang sudah dapat dilihat bentuknya tanpa
melakukan manuver valsava. Untuk m enilai seberapa jauh varikokel telah
menyebabkan kerusakan pada tubuli seminiferi dilakukan pemeriksaan analisis
semen.
TERAPI
Varikokel yang telah menimbulkan gangguan fertilitas atau gangguan
spermatogenesis merupakan indikasi untuk mendapatkan suatu terapi.
Tindakan yang dikerjakan adalah ligasi tinggi vena spermatika interna secara
Palomo melalui operasi terbuka atau bedah lap aroskopi .
EVALUASI
Pasca tindakan dilakukan evaluasi keberhasilan terapi, dengan melihat beberapa
indikator antara lain berupa bertambahnya volume testis, perbaikan hasil analisis
semen (yang dikerjakan setiap 3 bulan), atau pasangan itu menjadi hamil. Pada
kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pasca bedah vasoligasi tinggi
dari Palomo didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60 - 80%
terjadi perbaikan analisis semen, dan 50% pasangan menjadi hamil.
Sumber: PEDOMAN DIAGNOSIS & TERAPI SMF UROLOGI
LABORATORIUM ILMU BEDAHRSU Dr. SAIFUL ANWAR /
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA. MALANG.
2010
Jelaskan HPA, gonad pria dan wanita
Organ reproduksi primer, atau gonad, terdiri dari sepasang testis pada pria dan
sepasang ovarium pada wanita. Pada kedua jenis kelamin, gonad matur
melaksanakan dua fungsi yaitu (1) menghasilkan gamet (gametogenesis), yaitu
spermatozoa (sperma) pada pria dan ovum (sel telur) pada wanita, dan (2)
mengeluarkan hormon seks, secara spesifik, testosteron pada pria dan estrogen
serta progesteron pada wanita.
Selain gonad, sistem reproduksi pada kedua jenis kelamin mencakup saluran
reproduksi yang mencakup suatu sistem duktus yang khusus mengangkut atau
menampung gamet setelah dibentuk, plus kelenjar sels aksesorius (tambahan)
yang mengosongkan isinya ke dalam saluran-saluran tersebut. Pada wanita,
payudara juga dianggap sebagai organ seks aksesorius.
Pada pria, Testis dikontrol oleh dua hormon gonadotropik yang dikeluarkan oleh
hipofisis anrerior, luteinizing hormone (LH) dan foIIicle-stimulating hormone
(FSH), yang dinamai berdasarkan fungsinya pada wanita.
KONTROL UMPAN BALIK FUNGSITESTIS
LH dan FSH bekerja pada komponen-komponen testis yang berbeda. LH bekerja
pada sel Leydig (interstisial) untuk mengarur sekresi testosteron sehingga nama
alternatifnya pada pria adalah interstitial cell-stimulating hormone (ICSH). FSH
bekerja pada tubulus seminiferus, khususnya sel Sertoli, untuk meningkatkan
spermatogenesis. (Tidak ada nama alrernatif untuk FSH pada pria). Sekresi LH
dan FSH dari hipofisis anterior dirangsang oleh satu hormon hipotalamus,
gonadonopin-releasing hormone (GnRH).
Meskipun GnRH merangsang sekresi LH dan FSH namun konsentrasi kedua
hormon gonadotropin ini dalam darah tidak selalu paralel satu sama lain karena
terdapat dua faktor regulatorik lain di Iuar GnRH -testlsteron dan inhibisi
mempengaruhi secara berbeda laju sekresi LH dan FSH. Testosteron, produk
stimulasi LH pada sei Leydig, bekerja secara umpan balik negatif untuk
menghambat sekresi LH melalui dua jalan. Efek umpan balik negatif predominan
testosteron adalah mengurangi pelepasan GnRH dengan bekerja pada hipotalamus
sehingga secara tak langsung mengurangi pengeluaran FSH dan LH oleh hipofisis
anterior. Selain itu, testosteron bekerja secara langsung pada hipofisis anterior
untuk menurunkan responsivitas sel sekretorik LH terhadap GnRH. Efek yang
terakhir ini menjelaskan mengapa efek inhibisi restosteron terhadap sekresi LH
lebih besar daripada terhadap sekresi FSH.
Sinyal inhibisi dari testis yang secara spesifik ditujukan untuk mengontrol sekresi
FSH adalah hormon peptida inhibin, yang dikeluarkan oleh sel Sertoli. Inhibit
bekerja secara langsung pada hipofisis anterior untuk menghambat sekresi FSH.
Inhibisi umpan balik FSH oleh produk sel Sertoli ini merupakan hal yang sesuai
karena FSH merangsang spermarogenesis dengan bekerja pada sel Sertoli.
PERAN TESTOSTERON DAN FSH DALAM SPERMATOGENESIS
Baik testosteron maupun FSH berperan penting dalam mengontrol
spermarogenesis, masing-masing menimbulkan efek dengan bekerja pada sei
Sertoli. Testosteron esensial bagi mitosis dan meiosis sel-sel germinativum
sementara FSH diperlukan l.nttk remodeling spermatid Konsentrasi testos teron
iauh lebih tinggi di testis daripada di darah karena cukup banyak dari hormon
yang diproduksi lokal oleh sel Sertoli ini ditahan di dalam cairan intratubulus
dalam bentuk kompleks dengan protein pengikat androgen yang dikeluarkan oleh
sel Sertoli. Hanya dengan konsentrasi testosteron testis yang tinggi ini produksi
sperma dapat dipertahankan.
Meskipun testis janin mengeluarkan testosteron, yang mengarahkan pembentukan
sistem reproduksi ke arah maskulin, narnun setelah lahir testis menjadi dorman
sampai pubertas. Selama periode prapubertas, LH dan FSH tidak dikeluarkan
dalam kadar yang memadai untuk merangsang aktivitas testis. Ditundanya
kemampuan reproduksi oleh periode prapubertas memberikan waktu bagi individu
untuk mengalami pematangan fisik (meskipun tidak selalu disertai pematangan
psikologis) agar dapat membesarkan anak. (Pematangan fisik ini sangat penting
pada wanita, yang tubuhnya harus menopang kehidupan janin). Selama periode
prapubertas, aktivitas GnRH terhambat.
Proses pubertas dipicu oleh peningkatan aktivitas GnRH antara usia 8 dan 12
tahun. Pada awal pubertas, sekresi GnRH hanya berlangsung pada malam hari,
menimbulkan peningkatan nokturnal singkat selresi LH dan, karenanya, sekresi
testosteron. Derajat sekresi GnRH secara bertahap meningkat seiring dengan
perkembangan pubertas hingga tercipta pola sekresi GnRH, FSH, LH, dan
testosteron dewasa.
Di bawah pengaruh kadar testosteron yang meningkat selama pubertas,
perubahan-perubahan ftsik yang mencakup karakteristik seks sekunder dan
pematangan reproduksi menjadi jelas. Faktor-faktor yang berperan memicu
pubertas pada manusia masih belum diketahui pasti. Gori yang banyak dianut
berfokus pada kemungkinan peran hormon melntonin, yang dikeluarkan oleh
kelenjar pineal di dalam otak.
Melatonin, yang sekresinya menurun selama pajanan ke cahaya dan meningkat
selama pajanan ke keadaan gelap, memiliki efek antigonadotropik pada banyak
spesies. Sinar yang mengenai mata menghambat jalur-jalur saraf yang
merangsang sekresi melatonin.
Pada banyak spesies yang berkembang biak secara musiman, penurunan
keseluruhan sekresi melatonin pada hari-hari yang siangnya lebih lama daripada
malamnya memicu musim kawin. Sebagian peneliti menyatakan bahwa
penurunan dalam laju keseluruhan sekresi melatonin saat pubertas pada
manusiaterutarna saat malam hari, ketika puncak-puncak sekresi GnRH pertama
kali terjadi adalah pemicu dimulainya pubertas.
Seperti pada pria, fungsi gonad pada wanita dikontrol secara langsung oleh
hormon-hormon gonadotropik hipofi sis anterior, yaitu follicle-stimulating
hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Kedua hormon ini, sebaliknya,
diatur oleh gonadotropin-releasing hormone (GnRH) hipotalamus serta efek
umpan balik hormon-hormon gonad. Namun, tidak seperti pada pria, kontrol
gonad wanita diperumit oleh sifat fungsi ovarium yang siklik. Sebagai contoh,
efek FSH dan LH pada ovarium bergantung pada stadium sildus ovarium. Selain
itu, estrogen menimbulkan efek umpan balik negatif selama paruh tertentu siklus
dan efek umpan balik positif pada paruh siklus lainnya, bergantung pada
konsentrasi estrogen. Juga berbeda dari pria, FSH tidak sematamata bertanggung
jawab untuk gametogenesis, demikian juga LH tidak hanya menentukan sekresi
hormon gonad. Kita akan membahas kontrol fungsi folikel, ovulasi, dan korpus
luteum secara terpisah, dengan menggunakan Gambar 20-16 sebagai cara untuk
memadukan berbagai aktivitas yang berlangsung sepanjang siklus. Untuk
mempermudah pengorelasian antara gambar yang tampak "sulit" ini dengan
penjelasan teks siklus kompleks ini yang menyertainya, angka-angka dalam
lingkaran di gambar dan penjelasannya bersesuaian dengan angka-angka dalam
lingkaran di teks.
KONTROL FUNGSI FOLIKEL
Kita mulai dengan fase folikular siklus ovarium *. Faktor-faktor yang memulai
pembentukan folikel masih belum dipahami.
Tahap-tahap awal pertumbuhan folikel pra-anrrum dan pematangan oosit tidak
memerlukan rangsangan gonadotropik. Namun diperlukan dukungan hormon
untuk pembentukan antrum, perkembangan folikel i, dan sekresi estrogen 3.
Estrogen, FSH 4, dan LH g; semuanya dibutuhkan. Pembentukan antrum
diinduksi oleh FSH. Baik FSH maupun estrogen merangsang proliferasi sel-sel
granulosa. FSH dan LH diperlukan untuk sintesis dan sekresi estrogen oleh
folikel, tetapi kedua hormon ini bekerja pada sel yang berbeda dan pada tahap
yang berbeda dalam jalur pembentukan estrogen (Gambar 20-17). Baik sel
granulosa maupun sel teka ikut serta dalam produksi esrrogen. Perubahan
kolesterol menjadi estrogen memerlukan sejumlah langkah berurutan, dengan
yang terakhir berupa konversi androgen menjadi estrogen. Sel-sel teka cepat
menghasilkan androgen tetapi kurang kemampuannya untuk mengubah androgen
ini menjadi estrogen. Sel granulosa, sebaliknya, mengandung enzim aromarase
sehingga dapat dengan mudah mengubah androgen menjadi estrogen, tetapi sel ini
tidak dapat membentuk androgen. LH bekerja pada sel teka untuk merangsang
produksi androgen, sementara FSH bekerja pada sel granulosa untuk
meningkatkan konversi androgen teka (yang berdifusi ke dalam sel granulosa dari
sel teka) menjadi esrrogen. Karena kadar basal FSH yang rendah fi sudah
memadai untuk mendorong konversi akhir menjadi estrogen ini, maka laju sekresi
estrogen oleh folikel terurama bergantung pada kadar LH dalam darah, yang terus
meningkat selama fase folikular X. Selain itu, seiring dengan semakin tumbuhnya
folikel, lebih banyak estrogen diproduksi karena sel folikel penghasil estrogen
bertambah.
Sebagian dari estrogen yang dihasilkan oleh folikel yang sedang tumbuh
dikeluarkan ke dalam darah dan merupakan penyebab terus meningkatnya kadar
estrogen plasma selama fase folikular ti. Estrogen sisanya tetap berada di dalam
folikel, ikut membentuk cairan antrum dan merangsang proliferasi lebih lanjut sel
granulosa. Estrogen yang dikeluarkan, selain bekerja pada jaringan spesifik seks
misalnya uterus, menghambat hipotalamus dan hipofisis anterior secara umpan
balik negatif. Kadar estrogen yang meningkat sedang dan menandai fase folikular
bekerja secara langsung pada hipotalamus untuk menghambat sekresi GnRH
sehingga pelepasan FSH dan LH dari hipoftsis anrerior yang dipicu oleh GnRH
tertekan. Namun, efek primer esrrogen adalah langsung pada hipofisis itu sendiri.
Estrogen menurunkan kepekaan sel yang menghasilkan hormon-hormon
gonadotropik, khususnya sel penghasil FSH, terhadap GnRH.
Perbedaan kepekaan sel-sel penghasil FSH dan LH yang diinduksi oleh estrogen
berperan, paling tidak sebagian, dalam menyebabkan kadar FSH plasma, tidak
seperti konsentrasi LH plasma, rurun selama fase folikular ketika kadar estrogen
naik 6. Faktor penunjang lain yang menyebabkan turunnya FSH selama fase
folikular adalah sekresi inhibia oleh sel-sel folikel. Inhibin terutama menghambat
sekresi FSH dengan bekerja pada sel hipofisis anterioq seperti yang terjadi pada
pria. Penurunan sekresi FSH menyebabkan atresia semua folikel yang sedang
berkembang kecuali satu yang paling matang.
Berbeda dari FSH, sekresi LH terus meningkat perlahan selama fase folikular 7
meskipun terdapat inhibisi sekresi GnRH (dan karenanya, secara tak langsung
terhadap LH). Hal yang tampaknya paradoks ini disebabkan oleh kenyataan
bahwa estrogen saja tidak dapat secara penuh menekan sekresi LH tonik (kadar
rendah, rerus-menerus); untuk menghambat secara toral sekresi tonik LH maka
diperlukan baik estrogen maupun progesreron. Karena progesteron belum muncul
sampai fase luteal siklus maka kadar basal LH dalam darah secara perlahan
meningkat'selama fase folikular di bawah inhibisi tak sempurna estrogen.
KONTROL OVULASI
Ovulasi dan selanjutnya luteinisasi folikel yang pecah dipicu oleh peningkatan
sekresi LH yang mendadak dan besar. Lonjakan LH ini menyebabkan empat
perubahan besar dalam folikel: Hal ini menghentikan sintesis esrrogen oleh sel
folikel. Hal ini memulai kembali meiosis di oosit folikel yang sedang
berkembang, tampaknya dengan menghambat pelepasan suatu oocyt maturation-
inhibiting substance yang dihasilkan oleh sel granulosa. Bahan ini dipercayai
berperan menghentikan meiosis di oosit primer setelah oosit ini terbungkus oleh
sel-sel granulosa di ovarium janin.
Hal ini memicu pembentukan prostaglandin kerja lokal, yang memicu ovulasi
dengan mendorong perubahan vaskular yang menyebabkan pembengkakan cepat
folikel sembari menginduksi digesti enzimatik dinding folikel. Bersama-sama,
berbagai efek ini menyebabkan pecahnya dinding yang menutupi tonjolan folikel
;!lS.
Hal ini menyebabkan diferensiasi sel folikel menjadi sel luteal. Karena lonjakan
LH memicu ovulasi dan luteinisasi, maka pembentukan korpus luteum secara
otomatis mengikuti ovulasi J:!. Karena itu, lonjakan sekresi LH di pertengahan
siklus merupakan titik dramatik dalam siklus; hal ini mengakhiri fase folikular
dan memulai fase luteal.
Dua cara sekresi LH yang berbeda-sekresi tonik LH yang menyebabkan sekresi
hormon ovarium dan lonjakan LH yang menyebabkan ovulasi-tidak saja terjadi
dalam waktu yang berbeda dan menghasilkan efek berbeda pada ovarium tetapi
juga dikontrol oleh mekanisme yang berbeda. Sekresi tonik LH ditekan secara
parsial F oleh efek inhibitorik kadar sedang estrogen 0 selama fase folikular dan
ditekan total it,ff oleh peningkatan kadar progesreron selama fase luteal. Karena
sekresi tonik LH merangsang sekresi estrogen dan progesteron maka hal ini
merupakan sistem kontrol umpan balik negatif yang tipikal.
Sebaliknya, lonjakan LH dipicu oleh efeh umpan balih positif. Sementara kadar
estrogen yang meningkat dan moderat pada awal fase folikular menghambat
sekresi LH, kadar estrogen yang tinggi selama puncak sekresi estrogen pada akhir
fase folikular merangsang sekresi LH dan memulai lonjakan LH. Karena itu, LH
meningkatkan produksi estrogen oleh folikel, dan konsentrasi estrogen yang
memuncak merangsang sekresi LH. Konsentrasi estrogen dalam plasma yang
ringgi bekerja langsung pada hipo talamus untuk meningkatkan GnRH sehingga
sekresi LH dan FSH meningkat. Hal ini juga secara langsung bekerja pada
hipoftsis anterior untuk secara spesifik meningkatkan kepekaan sel penghasil LH
terhadap GnRH. Efek yang terakhir ini berperan dalam Ionjakan sekresi LH
yangjauh lebih besar daripada peningkatan sekresi FSH pada pertengahan siklus 9.
Sekresi inhibin yang berlanjut oieh sel folikel juga cenderung iebih menghambat
sel penghasil FSH, menahan kadar FSH untuk tidak naik setinggi kadar LH.
Beium diketahui apa peran peningkatan sedang FSH pada pertengahan siklus yang
menyertai lonjakan LH. Karena hanya folikel marang praovulasi, bukan folikel
pad.a tahap awal perkembangan, yang dapat mengeluarkan estrogen dalam jumlah
banyak sehingga dapat memicu lonjakan LH, maka ovulasi baru terjadi sampai
folikel mencapai ukuran dan kematangan yang sesuai. Karena itu, dapat dikatakan
bahwa folikel "memberi tahu" hipotalamus kapan ia siap dirangsang untuk
berovulasi. Lonjakan LH berlangsung selama sekitar sehari pada pertengahan
siklus, tepat sebelum ovulasi.
KONTROL KORPUS LUTEUM
LH "memelihara' korpus luteum; yaitu, setelah memicu pembentukan korpus
lureum, LH merangsang sekresi berkelanjutan hormon steroid oleh struktur
ovarium ini. Di bawah pengaruh LH, korpus luteum mengeluarkan progesteron
dan estrogen dengan progesteron merupakan produk hormon yang paling banyak.
Kadar progesteron plasma meningkat untuk perrama kali selama fase luteal. Tidak
ada progesteron yang dikeluarkan selama fase folikular. Karena itu, fase folikular
didominasi oleh estrogen dan fase luteal oleh progesreron. Pada pertengahan
siklus terjadi penurunan sesaat kadar estrogen darah karena folikel penghasil
estrogen mati saat ovulasi. Kadar estrogen kembali naik selama fase luteal karena
aktivitas korpus luteum, meskipun tidak mencapai kadar yang sama ketika fase
folikular. Apa yang mencegah kadar estrogen yang lumayan tinggi selama fase
luteal ini memicu lonjakan LH lain? Progesteron. Meskipun estrogen kadar tinggi
merangsang sekresi LH namun progesteron' yang mendominasi fase luteal,
dengan kuat menghambat sekresi LH serta sekresi FSH ,1'7, ,16 .Inhibisi FSH dan
LH oleh progesteron mencegah pematangan folikel baru dan ovulasi selama fase
luteal. Di bawah pengaruh progesteron, sistem reproduksi dipersiapkan untuk
menunjang ovum yang baru saja dibebaskan, seandainya ovum tersebut dibuahi,
dan bukan mempersiapkan pelepasan ovum lain. Tidak ada inhibin yang
disekresikan selama fase luteal. Korpus lutem berfungsi selama rerata dua minggu
kemudian berdegenerasi jika tidak terjadi fertilisasi,lrS. Mekanisme yang
mengatur degenerasi korpus luteum belum sepenuhnyadiketahui. Menurunnya
kadar LH ,17, yang didorong oieh efek inhibitorik progesteronJ jelas berperan
dalam degenerasi korpus luteum. Prostagiandin dan estrogen yang dikeluarkan
oleh sel luteal itu sendiri juga mungkin berperan. Matinya korpus luteum
mengakhiri fase luteal dan menyiapkan tahap baru untuk fase folikular berikutnya.
Sewaktu korpus luteum berdegenerasi, kadar progesteron 19 dan estrogen }0
plasma turun cepat) karena kedua hormon ini tidak lagi diproduksi. Hiilangnya
efek inhibisi kedua hormon ini pada hipotalamus memungkinkan sekresi FSH ii
dan sekresi LH tonik 22 kembali meningkat moderat. Di bawah pengaruh
hormon-hormon gonadotropik ini, kelompok baru folikel piimer 2 kembali
diinduksi untuk matang seiring dengan dimulainya fase folikular baru,1.
Sumber: Sherwood L. Fisiologi Manusia;dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta;
EGC. 2014

Anda mungkin juga menyukai