Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit gagal ginjal adalah adanya kerusakan struktural atau fungsional
ginjal dan/atau penurunan laju filtrasi glomerulus kurang dari
60mL/menit/1,73m2 yang berlangsung lebih dari tiga bulan (Krol, 2011).
Gagal ginjal merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, dimana
jumlah penderita terus meningkat. Prevalensi penyakit ginjal diseluruh
dunia sekitar 5-10% (Chen, 2009). Prevalensi penyakit ginjal di Amerika
serikat pada tahun 1999-2004 adalah 13,1%. Prevalensi penyakit ginjal di
Australia, Jepang, dan Eropa adalah 6-11% dan terjadi peningkatan 5-8%
setiap tahunnya (Ryan, 2007).
Gagal ginjak kronik (GGK) merupakan perkembangan gagal ginjal
yang bersifat progresif dan lambat, dan biasanya berlangsung selama satu
tahun. Ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume dan
komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal (Price dan
Wilson, 2006). Angka kejadian penderita GGK di Indonesia sampai
sekarang belum ada data yang akurat dan lengkap, namun diperkirakan
penderita GGK kurang lebih 50 orang per satu juta penduduk (Suhardjono,
et al., 2001). Faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan
meningkatnya kejadian GGK antara lain DM atau hipertensi, perokok,
berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat DM, hipertensi,
dan penyakit ginjal dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009).
Selain itu, penyalahgunaan penggunaan obat-obat analgetik dan OAINS
juga kebiasaan merokok (KDIGO, 2013).
Diabetes mellitus merupakan penyumbang utama untuk penyakit
gagal ginjal. Proporsi pasien dengan DM yang berkembang menjadi GGK
semakin meningkat (Schroijen, 2011). Kelangsungan hidup (survival rate)
pasien diabetes dan pasien non-diabetes dengan GGK telah meningkat

1
2

dalam 10 tahun terakhir. Namun, kelangsungan hidup di antara pasien


dialisis dengan DM tetap rendah dari pasien non DM (Schroijen, 2011).
Data IRR menunjukkan bahwa ada beberapa penyebab yang dapat menilai
survival rate pasien hemodialisis seperti hipertensi, diabetes
mellitus,glomerulopati primer, pielonefritis kronis, ginjal polisiklik,
penyakit autoimun, neoplasia, dan lain-lain (Indonesian Renal Registry,
2012). Penelitian oleh Beladi-Mousevi et al., (2012) melaporkan bahwa
ketahanan hidup pada pasien GGK yang menjalani HD dengan penyebab
DM lebih rendah survival rate nya dari pada non DM yaitu 22,9 bulan vs
31,9 bulan (Zeraati, 2013). Kemudian, penelitian oleh Syam (2012)
melaporkan penyebab komorbiditas diabetes mellitus yang lebih cepat
untuk terjadinya kematian yaitu 182 hari atau 6,1 bulan dibandingkan
dengan pasien tanpa komorbiditas diabetes mellitus yaitu 260 hari atau 8,7
bulan (Syam, 2012). Prognosis buruk pasien diabetes dengan GGK ini
sebagian disebabkan adanya penyakit kardiovaskular yang signifikan,
masalah dengan akses vaskular, lebih rentan terhadap infeksi, ulkus kaki,
dan ketidakstabilan hemodinamik selama HD (Ghaderian, 2015).
Gagal ginjal kronik sangat erat hubungannya dengan diabetes mellitus
dan dapat juga disebabkan oleh karena usia, jenis kelamin, kebiasaan
merokok, penyalahgunaan obat analgetik dan OAINS. Oleh karena itu
perlu dilakukan penelitian faktor risiko GGK diabetes dan non-diabetes
pasien hemodialisis di RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa saja faktor risiko GGK diabetes dan non-diabetes pada pasien
hemodialisis di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang?
1.2.2 Bagaimana hubungan faktor risiko pasien GGK diabetes dan non-diabetes
di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang?
3

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor risiko GGK pada
pasien diabetes dan non-diabetes yang mendapat perawatan hemodialisis
di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengidentifikasi pasien GGK diabetes dan non-diabetes yang
mendapat perawatan hemodialisis di RSUP dr. Mohammad Hoesin
Palembang.
2. Mengidentifikasi faktor risiko jenis kelamin pasien GGK diabetes dan
non-diabetes yang mendapat perawatan hemodialisis di RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang.
3. Mengidentifikasi faktor risiko usia pasien GGK diabetes dan non-
diabetes yang mendapat perawatan hemodialisis di RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang.
4. Mengidentifikasi faktor risiko merokok pasien GGK diabetes dan non-
diabetes yang mendapat perawatan hemodialisis di RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang.
5. Mengdentifikasi faktor risiko penggunaan obat analgetik dan OAINS
pasien GGK diabetes dan non-diabetes yang mendapat perawatan
hemodialisis di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.
6. Menganalisis hubungan jenis kelamin pasien GGK diabetes dan non-
diabetes yang mendapat perawatan hemodialisis di RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang.
7. Menganalisis hubungan faktor risiko usia pasien GGK diabetes dan
non-diabetes yang mendapat perawatan hemodialisis di RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang.
8. Menganalisis hubungan faktor risiko merokok pasien GGK diabetes
dan non-diabetes yang mendapat perawatan hemodialisis di RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang.
4

9. Menganalisis hubungan faktor risiko penggunaan obat analgetik dan


OAINS pasien GGK diabetes dan non-diabetes yang mendapat
perawatan hemodialisis di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

1.4 Hipotesis
1.4.1 Terdapat hubungan gagal ginjal diabetes dan non-diabetes pada pasien
hemodialisis dengan faktor-faktor risiko seperti usia, jenis kelamin,
riwayat merokok, dan riwayat penggunaan obat analgetik dan OAINS di
RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai faktor
risiko gagal ginjal diabetes dan non-diabetes pada pasien hemodialisis di
RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.

1.5.2 Manfaat Praktis


Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk masyarakat dan
tenaga kesehatan dalam edukasi dan pencegahan serta pengobatan
penyakit GGK diabetes dan non-diabetes di Sumatera Selatan khususnya
Palembang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gagal Ginjal Kronis


2.1.1 Pengertian
Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Disease (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana tubuh
mengalami kegagalan untuk mempertahankan metabolisme serta
keseimbangan cairan dan elektrolit, sehingga menyebabkan uremia (retensi
urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2008).
Diagnosa gagal ginjal kronis secara tidak langsung menyatakan bahwa
laju filtrasi glomelurus/Glomerular Filtration Rate (GFR) menurun selama
minimal 3 sampai 6 bulan (Harrison, 2000). The Kidney Disease Outcomes
Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF)
(2009) mendefinisikan gagal ginjal kronis sebagai suatu kerusakan ginjal
dimana nilai GFR kurang dari 60 mL/min/1,73 m2 selama tiga bulan atau
lebih.
Tabel. Batasan Gagal Ginjal Kronik (Choncol, 2005)

1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi


ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
berdasarkan:
- Kelainan patologik
- Pertanda kerusakan ginjal, seperti proteinuria atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73 m2 selama > 3 bulan
dengan atau tanpa kerusakan ginjal

2.1.2 Etiologi
Berdasarkan data tahun 2010, penyebab gagal ginjal pada pasien
hemodialisis di Indonesia antara lain Glumerulopati Primer/GNC (12%),
nefropati diabetika (26%), nefropati lupus/SLE (1%), penyakit ginjal
hipertensi (35%), ginjal polikistik (1%), nefropati asam urat (2%),

5
6

nefropati obstruktif (8%), pielonefritis kronis/PNC (7%), lain-lain (6%)


dan tidak diketahui (2%) (Indonesian Renal Registry, 2012). Sementara
itu, Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 (Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006) mencatat penyebab
gagal ginjal yang menjalani hemodialisa di Indonesia, antara lain
glomerulonephritis (46,39%), DM (18,65%), obstruksi dan infeksi
(12,85%), hipertensi (8,46%) dan sebab lain (13,65%).
Penyebab gagal ginjal kronis tersering dibagi menjadi delapan
klasifikasi berikut.

Tabel. Klasifikasi Penyebab Gagal Ginjal Kronis Tersering (Suharyanto,


2009)

Penyakit infeksi dan - Pielonefritis kronik


peradangan - Glomerulonefritis
- Nefrosklerosis benigna
Penyakit vaskuler
- Nefrosklerosis maligna
hipertensif
- Stenosis arteri renalis
- Lupus eritematosus sistemik
Gangguan jaringan
- Poliartritis nodusa
penyambung
- Sklerosis sistemik progresif
Gangguan kongenital - Penyakit ginjal polikistik
dan herediter - Asidosis tubulus ginjal
- Diabetes mellitus
Penyakit metabolik - Gout disease
- Hipertiroidisme
- Penyalahgunaan analgesic
Nefropati toksik
- Nefropati timbale
- Saluran kemih bagian atas:
Kalkuli, neoplasma, fibrosis retroperineal
Nefropati obstruktif - Saluran kemih bagian bawah:
Hipertropi prostat, striktur uretra, anomali
leher kandung kemih dan uretra
7

2.1.3 Faktor-faktor risiko


Faktor-faktor risiko gagal ginjal kronik adalah pasien dengan usia lebih
dari 50 tahun, jenis kelamin laki-laki, riwayat hipertensi atau diabetes
melitus, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu
dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal
dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009).
2.1.3.1 Usia
Secara klinik pasien usia >60 tahun mempuyai risiko 2,2 kali lebih besar
mengalami gagal ginjal kronik dibandingkan dengan pasien usia <60
tahun. Hal ini disebabkan karena semakin bertambah usia, semakin
berkurang fungsi ginjal dan berhubungan dengan penurunan kecepatan
ekskresi glomerulus dan memburuknya fungsi tubulus. Penurunan fungsi
ginjal dalam skala kecil merupakan proses normal bagi setiap manusia
seiring bertambahnya usia, namun tidak menyebabkan kelainan atau
menimbulkan gejala karena masih dalam batas-batas wajar yang dapat
ditoleransi ginjal dan tubuh. Namun, akibat ada beberapa faktor-faktor
risiko dapat menyebabkan kelainan dimana penurunan fungsi ginjal terjadi
secara cepat atau progresif sehingga menimbulkan berbagai keluhan dari
ringan sampai berat, kondisi ini disebut gagal ginjal kronik (GGK) atau
chronic renal failure (CRF). Mcclellan dan Flanders (2003) membuktikan
bahwa faktor-faktor risiko gagal ginjal salah satunya adalah umur yang
lebih tua.
2.1.3.2 Jenis Kelamin
Secara klinik laki- laki mempunyai risiko mengalami gagal ginjal kronik 2
kali lebih besar daripada perempuan. Hal ini dimungkinkan karena
perempuan lebih memperhatikan kesehatan dan menjaga pola hidup sehat
dibandingkan laki-laki, sehingga laki-laki lebih mudah terkena gagal ginjal
kronik dibandingkan perempuan. Perempuan lebih patuh dibandingkan
laki-laki dalam menggunakan obat karena perempuan lebih dapat menjaga
diri mereka sendiri serta bisa mengatur tentang pemakaian obat
(Pranandari, 2015).
8

2.1.3.3 Riwayat Hipertensi


Secara klinik pasien dengan riwayat penyakit faktor-faktor risiko
hipertensi mempunyai risiko mengalami gagal ginjal kronik 3,2 kali lebih
besar daripada pasien tanpa riwayat penyakit faktor-faktor risiko
hipertensi. Peningkatan tekanan darah berhubungan dengan kejadian
penyakit ginjal kronik (Hsu et al., 2005). Hipertensi dapat memperberat
kerusakan ginjal telah disepakati yaitu melalui peningkatan tekanan
intraglomeruler yang menimbulkan gangguan struktural dan gangguan
fungsional pada glomerulus. Tekanan intravaskular yang tinggi dialirkan
melalui arteri aferen ke dalam glomerulus, dimana arteri aferen mengalami
konstriksi akibat hipertensi (Susalit, 2003).
2.1.3.4 Riwayat Diabetes Mellitus
Secara klinik riwayat penyakit faktor-faktor risiko diabetes melitus
mempunyai risiko terhadap kejadian gagal ginjal kronik 4,1 kali lebih
besar dibandingkan dengan pasien tanpa riwayat penyakit faktor-faktor
risiko diabetes melitus. Salah satu komplikasi dari diabetes melitus adalah
penyakit mikrovaskuler, di antaranya nefropati diabetika yang merupakan
penyebab utama gagal ginjal terminal. Ada banyak teori yang membahas
mengenai patogenesis nefropati diabetika, seperti peningkatan produk
glikosilasi dengan proses non-enzimatik yang disebut AGEs (Advanced
Glucosylation End Products), peningkatan reaksi jalur poliol (polyol
pathway), glukotoksisitas, dan protein kinase C. Hiperglikemia dan
hipertensi intraglomerulus menyebabkan terjadinya denaturasi protein,
yang selanjutnya mempengaruhi fungsi glomerulus. Kelainan atau
perubahan terjadi pada membran basalis glomerulus dengan proliferasi
dari sel-sel mesangium. Keadaan ini akan menyebabkan
glomerulosklerosis dan berkurangnya aliran darah, sehingga terjadi
perubahan-perubahan pada permeabilitas membran basalis glomerulus
yang ditandai dengan timbulnya albuminuria (Sue et al., 2000).
9

2.1.3.5 Riwayat Penggunaan Obat Analgetika dan OAINS


Beberapa bukti epidemiologi menunjukkan bahwa ada hubungan antara
penggunaan obat analgetik dan OAINS secara berlebihan dengan kejadian
kerusakan ginjal atau nefropati. Nefropati analgetik merupakan kerusakan
nefron akibat penggunaan analgetik. Penggunaan obat analgetik dan
OAINS untuk menghilangkan rasa nyeri dan menekan radang (bengkak)
dengan mekanisme kerja menekan sintesis prostaglandin. Akibat
penghambatan sintesis prostaglandin menyebabkan vasokonstriksi renal,
menurunkan aliran darah ke ginjal, dan potensial menimbulkan iskemia
glomerular. Obat analgetik dan OAINS juga menginduksi kejadian nefritis
interstisial yang selalu diikuti dengan kerusakan ringan glomerulus dan
nefropati yang akan mempercepat progresifitas kerusakan ginjal, nekrosis
papilla, dan penyakit gagal ginjal kronik. Obat analgetika dan OAINS
menyebabkan nefrosklerosis yang berakibat iskemia glomerular sehingga
menurunkan GFR kompensata dan GFR nonkompensata atau gagal ginjal
kronik yang dalam waktu lama dapat menyebabkan gagal ginjal terminal
(Fored et al., 2003).
2.1.3.6 Riwayat Merokok
Efek merokok fase akut yaitu meningkatkan pacuan simpatis yang akan
berakibat pada peningkatan tekanan darah, takikardi, dan penumpukan
katekolamin dalam sirkulasi. Pada fase akut beberapa pembuluh darah juga
sering mengalami vasokonstriksi misalnya pada pembuluh darah koroner,
sehingga pada perokok akut sering diikuti dengan peningkatan tahanan
pembuluh darah ginjal sehingga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus
dan fraksi filter (Grassi et al., 1994 ; Orth et al., 2000).
2.1.3.7 Riwayat Penggunaan Minuman Suplemen Energi
Beberapa psikostimulan (kafein dan amfetamin) terbukti dapat
mempengaruhi ginjal. Amfetamin dapat mempersempit pembuluh darah
arteri ke ginjal sehingga darah yang menuju ke ginjal berkurang.
Akibatnya, ginjal akan kekurangan asupan makanan dan oksigen. Keadaan
sel ginjal kekurangan oksigen dan makanan akan menyebabkan sel ginjal
10

mengalami iskemia dan memacu timbulnya reaksi inflamsi yang dapat


berakhir dengan penurunan kemampuan sel ginjal dalam menyaring darah
(Hidayati, 2007).

2.1.4 Patofisiologi
Penurunan fungsi renal menyebabkan produk akhir metabolisme protein
(yang normalnya di sekresikan melalui urin) tertimbun dalam darah,
sehingga terjadi uremia. Uremia mempengaruhi semua bagian tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin
berat (Smeltzer & Bare, 2008).
1. Gangguan klirens renal
Banyak masalah yang muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomelurus yang berfungsi, penurunan laju filtrasi
glomelurus/Glomerular Filtration Rate (GFR) dapat didekteksi dengan
mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan kreatinin. Penurunan
GFR mengakibatkan klirens kreatinin akan menurun dan kadar
nitrogen urea/ Blood Urea Nitrogen (BUN) akan meningkat. BUN
tidak hanya dipengaruhi oleh gangguan renal tetapi dapat juga
dipengaruhi oleh masukan protein dalam diet, katabolisme dan
medikasi seperti steroid (Smeltzer & Bare, 2008).
2. Retensi cairan dan natrium
Kerusakan ginjal menyebabkan ginjal tidak mampu mengonsetrasikan
atau mengencerkan urin. Pada gangguan ginjal tahap akhir respon
ginjal terhadap masukan cairan dan elektrolit tidak terjadi. Pasien
sering menahan natrium dan cairan sehingga menimbulkan risiko
edema, gagal jantung kongesif dan hipertensi. Hipertensi juga terjadi
karena aktivitas aksi rennin angiotensin kerjasama antara hormone
rennin dan angiotensin meningkatkan aldosteron. Pasien mempunyai
kecenderungan untuk kehilangan garam. Episode mual dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk
status uremik (Smeltzer & Bare, 2008).
11

Hipertensi pada pasien gagal ginjal adalah suatu penyakit penyerta


yang banyak dijumpai. Hipertensi adalah salah satu faktor penyebab
gagal ginjal, penyempitan arteri dalam pembuluh darah dapat
disebabkan oleh faktor penumpukan lemak dalam sel-sel pembuluh
darah dikarenakan tingginya kadar natrium dan kurangnya cairan
dalam tubuh. Selanjutnya dinding pembuluh darah akan menebal
karena lemak yang mempersempit pembuluh darah. Jika ini terjadi
pada ginjal, akan terjadi kerusakan ginjal yang berakibat gagal ginjal.
Selain itu ginjal meproduksi enzim angiotension yang di ubah menjadi
angiotension II yang menyebabkan pembuluh darah mengkerut dan
keras. Sedangkan gagal ginjal dapat menyebabkan hipertensi, hal ini
disebabkan karena mekanisme rennin angiotension yang membuat
kekakuan pembuluh darah (Asriani dkk, 2012).
3. Asidosis
Ketidakmamapuan ginjal dalam melakukan fungsinya dalam

mengeksresikan muatan asam (H+) yang berlebihan membuat
asidosis metabolik. Penurunan asam akibat ketidak mampuan tubulus
ginjal untuk menyekresikan ammonia (NH3-) dan mengabsorsi
natrium bikarbonat (HCO3-), penurunan eksresi fosfat dan asam
organik lain juga terjadi. Gejala anoreksia, mual dan lelah yang sering
ditemukan pada pasien uremia, sebagian disebabkan oleh asidosis.
Gejala yang sudah jelas akibat asidosis adalah pernafasan kusmaul
yaitu pernafasan yang berat dan dalam yang timbul karena kebutuhan
untuk meningkatkan ekskresi karbondioksida, sehingga mengurangi
keparahan asidosis (Smeltzer & Bare, 2008; Price &Wilson, 2005).
4. Anemia
Anemia terjadi akibat dari produksi eritroprotein yang tidak

adekuat, memendeknya usia sel darah merah, devisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami pendarahan akibat status uremik,
terutama dari saluran gastrointestinal. Pada pasien gagal ginjal,
produksi eritroprotein menurun karena adanya peningkatan hormon
12

paratiroid yang merangsang jaringan fibrosa dan anemia menjadi


berat, disertai keletihan, angina dan napas sesak (Smeltzer & Bare
2008; Muttaqi & Sari 2011).
5. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal
balik, jika salah satu meningkat, maka yang lain menurun dan
demikian sebaliknya. Filtrasi glomelurus yang menurun sampai sekitar
25% dari normal, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan
penurunan kadar kalsium serum. Penurunan kadar kalsium serum
menyebabkan sekresi hormon paratiroid dari kelenjar paratiroid dan
akibatnya kalsium di tulang menurun dan menyebabkan penyakit dan
perubahan pada tulang. Selain itu metabolit aktif vitamin D (1,25-
dihidrokolekalsiferol) yang dibuat di ginjal menurun seiring dengan
berkembangnya gagal ginjal. Produki kompleks kalsium meningkat
sehingga terbentuk endapan garam kalsium fosfat dalam jaringan
tubuh. Tempat lazim perkembangan kalsium adalah di dalam dan di
sekitar sendi mengakibatkan artritis, dalam ginjal menyebabkan
obstruksi, pada jantung menyebabkan distritmia, kardiomiopati dan
fibrosis paru. Endapan kalsium pada mata dan menyebabkan band
keratopati (Price &Wilson, 2005).
6. Penyakit tulang uremik
Penyakit tulang uremik sering disebuat osteodistrofi renal yang terjadi
dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan hormon
paratiroid. Osteodistrofi renal merupakan komplikasi penyakit gagal
ginjal kronis yang sering terjadi (Isroin, 2013).
13

2.1.5 Stadium
Gagal ginjal dapat dibagi menjadi 3 stadium berdasarkan perjalanan klinis
(Suharyanto, 2009), yaitu.
1. Stadium I – Penurunan cadangan ginjal
Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan
penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui
dengan tes pemekatan kemih dan tes GFR yang teliti.
2. Stadium II – Insufisiensi ginjal
Pada stadium ini dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah
rusak. GFR besarnya 26% dari normal. Kadar BUN dan kreatinin
serum mulai meningkat dari normal. Gejala-gejala nokturia atau seting
berkemih di malam hari sampai 700 ml dan poliuria (akibat dari
kegagalan pemekatan) mulai timbul.
3. Stadium III – Gagal ginjal stadium akhir atau uremia
Sekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau rusak, atau hanya
sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10%
dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkat
dengan mencolok.
Selain itu, The Kidney Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) (dalam
Desita, 2010) mengklasifikasikan gagal ginjal kronis berdasarkan tahapan
penyakit dari waktu ke waktu seperti tertera pada tabel berikut.
Tabel. Stadium Gagal Ginjal (Lewis, 2000)
Derajat Deskripsi LGF (ml/min/1,73 m2)
Kerusakan ginjal disertai
1  90
LGF normal atau meninggi
Kerusakan ginjal disertai
2 60-89
kerusakan ringan LFH
3 Penurunan moderat LFG 30-59
4 Penurunan berat LFG 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
14

2.1.6 Manifestasi Klinis


Pada gagal ginjal kronis, setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi
uremia, maka pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala.
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, kondisi lain yang mendasari dan usia pasien (Smeltzer dan Bare,
2008).
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia
sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti:
kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan
neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular (Sukandar, 2006).
1. Hemopoiesis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU),
sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi
sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan
kreatinin kurang dari 25 ml per menit.
2. Saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian
pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal.
Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai
hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk
amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan
mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini
akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan
antibiotika.
3. Mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian
kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah
beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat,
misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala
nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati)
mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai
15

pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam


kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome
akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga
dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit
hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
4. Kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas
dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder.
Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan
paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang
dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea
frost.
5. Neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia,
dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan
mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala
psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental
ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa
hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).
6. Kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik
sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi,
aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat
menyebabkan kegagalan faal jantung.
16

2.1.7 Penegakan Diagnosis


1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang
berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi
GGK, perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat
memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif
dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum
klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat
penurunan faal ginjal.
2. Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan
derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan
menentukan perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk
faal ginjal.
1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG), ureum, kreatinin serum dan asam
urat serum sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk faal
ginjal (LFG)
2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK), analisis urin rutin,
mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis
3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit,
progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit,
endoktrin, dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama
faktor pemburuk faal ginjal (LFG).

2.1.8 Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai
dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya
pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit
ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (semakin rendah
tekanan darah, semakin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian
gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan
17

aktivitas fisik dan pengendalian berat badan (National Kidney Foundation,


2009).

2.1.9 Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal
ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat
akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal
dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).
1) Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah
atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat
merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus
adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan
keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan
memelihara status gizi
3) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat
supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual
tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal
disease).
2. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum
kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis
metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium
18

bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau


serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah
satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian
transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan
kematian mendadak.
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang
sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini
merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan
gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut
sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi
dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan
kulit.
5) Kelainan neuromuscular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi
hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi
subtotal paratiroidektomi.
6) Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
7) Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular
yang diderita.
3. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium
5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat
19

berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal


(Suwitra, 2006)
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah
gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak
boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi
elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan
kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi
refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) >
120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG
antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m2, mual, anoreksia, muntah, dan
astenia berat (Sukandar, 2006).
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai
sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.
Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen
darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow
fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan
panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala
yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).
2) Dialisis Peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia.
Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur
lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit
sistem kardiovaskular, pasien- pasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal
ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien
20

nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi


non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual
tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh
dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi
dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih
seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya
mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
b. Kualitas hidup normal kembali
c. Masa hidup (survival rate) lebih lama
d. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
21

2.2 Kerangka Teori

Faktor risiko

Jenis Kelamin Laki-Laki Riwayat Merokok Riwayat Penggunaan Obat


Usia > 60 tahun

Meningkatnya Fase Akut :


Penurunan fungsi Kurang perhatian OAINS Analgetik
Pacuan Simpatis Pembuluh Darah
ginjal terhadap kesehatan dan
Mengalami
pola hidup yang buruk
Vasokonstriksi Mekanisme Obat
(merokok dan riwayat Tekanan Darah
Penurunan Memburuknya
konsumsi suplemen meningkat,
kecepatan ekskresi fungsi tubulus
energi) Takikardi, Meningkatnya Penghambatan
glomerulus
Penumpukan Tahanan Sintesis
Katekolamin Pembuluh Darah Prostaglandin
dalam Sirkulasi Ginjal

Nefropati
Penurunan laju filtrasi glomerulus
Gagal ginjal kronik :
- Peningkatan serum kreatinin
Penurunan fungsi nefron - LFG < 15 mL/menit
- Edema paru, hyperkalemia,
Hipertopi nefron asidosis metabolik, nefropati
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain
cross sectional untuk mengetahui faktor-faktor risiko gagal ginjal diabetes
dan non-diabetes pada pasien yang menjalani hemodialisis di RSUP Moh.
Hoesin Palembang.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada
bulan Januari-Februari 2018.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien gagal ginjal
yang menjalani hemodialisis di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang.

3.3.2 Sampel Penelitian


Sampel penelitian ini adalah seluruh pasien penyakit gagal ginjal
yang menjalani hemodialisis di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang yang memenuhi kriteria inklusi. Besar sampel minimal
dihitung dengan menggunakan rumus:
𝑍𝛼 2 𝑝𝑞
𝑛=
𝑑2

22
23

Keterangan:

n : Jumlah sampel minimal yang diperlukan

Zα : Simpangan rata-rata distribusi normal standar pada derajat


bermakna α = 0,05, maka Zα = 1,96

p : Proporsi variable yang dikehendaki, didapat dari


penelitian sebelumnya terkait masalah yang sama atau dari
pustaka. p = 13,4% (Hill, et al., 2016)

q : Proporsi variable yang tidak dikehendaki (1 – p)

d : Derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan


(b=8%)

1,962 × 0,134 × 0,7


𝑛= = 56,3~57
0,082

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di


atas didapatkan jumlah unit sampel minimal yang diperlukan
sebanyak 57 orang. Untuk menghindari drop out perolehan data,
jumlah sampel ditambah 10% sehingga besar sampel minimal
adalah 57 + 6 = 63 orang.

3.3.3 Cara Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling yaitu
sampel seluruh pasien yang memenuhi kriteria inklusi diambil
secara berurutan sampaai besar sampel minimal terpenuhi.
24

3.3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


3.3.3.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi untuk sampel kasus dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1. Pasien gagal ginjal diabetes dan non-diabetes yang
menjalani hemodialisis di RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang
2. Pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis secara
rutin.
3.3.3.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi untuk sampel kasus dan sampel kontrol
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Pasien yang memiliki rekam medik yang tidak lengkap
dan tidak dapat dibaca.

3.4 Variabel Penelitian


3.4.1 Variabel Terikat
Variabela terikat pada penelitian ini adalah pasien gagal ginjal
diabetes dan non-diabetes yang menjalani hemodialisis di bagian
Instalansi Hemodialisis RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

3.4.2 Variabel Bebas


Variabel bebas pada penelitian ini adalah faktor-faktor risiko gagal
ginjal pada pasien yang menjalani hemodialisis di bagian Instalansi
Hemodialisis RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
25

3.5 Definisi Operasional


Tabel 5. Definisi operasional
No Variabel Definisi Cara Ukur Skala Hasil Ukur
1. Usia Usia pasien gagal Rekam Nominal 1. Usia > 60
ginjal diabetes dan Medik tahun
non-diabetes yang 2. Usia ≤ 60
menjalani tahun
hemodialisis.
2. Jenis Jenis kelamin pasien Rekam Ordinal 1. Laki – laki
Kelamin gagal ginjal diabetes Medik 2. Perempuan
dan non-diabetes yang
menjalani
hemodialisis.
3. Riwayat Obat analgetika dan Rekam Nominal 1. Ada riwayat
Penggunaan OAINS menyebabkan Medik penggunaan
Obat dan nefrosklerosis yang obat dan
OAINS berakibat iskemia OAINS
glomerular sehingga 2. Tidak ada
menurunkan GFR riwayat
kompensata dan GFR penggunaan
nonkompensata atau obat dan
gagal ginjal kronik OAINS
yang dalam waktu
lama dapat
menyebabkan gagal
ginjal terminal.
4. Riwayat Efek merokok fase Rekam Nominal 1. Ada riwayat
Merokok akut yaitu Medik merokok
meningkatkan pacuan 2. Tidak ada
simpatis yang akan riwayat
26

berakibat pada merokok


peningkatan tekanan
darah, takikardi, dan
penumpukan
katekolamin dalam
sirkulasi.

3.6 Cara Pengumpulan data


Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder pasien
Hemodialisis di instalasi Rekam medik RSMH Palembang periode 1
januari- 31 desember 2017. Data akan dikumpulkan dengan mengikuti
prosedur untuk pengumpulan data di Instalasi Rekam Medik RSMH.
Kemudian data akan diterima secara insidensi. Rekam medik pasien
tersebut dikumpulkan, kemudian dilakukan pencatatan sesuai variabel
yang ingin diteliti.

3.7 Cara Pengolahan dan Analisis Data


Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat. Analisis
univariat digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi masing-
masing variabel penelitian atau mengetahui karakteristik penelitian.
Sedangkan analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui signifikansi
pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat
menggunakan statistik Chi-square (α= 5%). Analisis bivariat juga
dilakukan untuk mengetahui besarnya risiko terjadinya infertilitas
menurut kategori masing-masing variabel bebas menggunakan risiko
prevalensi.
27

3.8 Dummy Table


Analisis Univariat
Pasien gagal ginjal dengan
hemodialisis
P value
n %
Diabetes
Non-diabetes

Analisis Bivariat (Chi-square)


Pasien gagal ginjal
dengan hemodialisis
P value
Non-
diabetes
diabetes
n % n %
≤60 tahun
usia
< 60 tahun

Pasien gagal ginjal


dengan hemodialisis
P value
Non-
diabetes
diabetes
n % n %
Jenis Perempuan
Kelamin Laki-laki
28

Pasien gagal ginjal


dengan hemodialisis
P value
Non-
diabetes
diabetes
n % n %
Riwayat Ada
penggunaan
obat dan Tidak ada
OAINS

Pasien gagal ginjal


dengan hemodialisis
P value
Non-
diabetes
diabetes
n % n %
Riwayat Ada
merokok Tidak ada
29

3.9 Kerangka Operasional


30

3.10 Rencana atau Jadwal Kegiatan


Kegiatan Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb
Pengajuan
judul
Penyusunan
proposal
Sidang
proposal
Revisi
Proposal
Sertifikasi
Etik
Pengambilan
dan
Pengolahan
Data
Penyusunan
Laporan
Skripsi
Sidang
Skripsi
Revisi
Skripsi

3.11 Tabel Rincian Anggaran


Kebutuhan Jumlah Biaya

Kertas HVS A4 70 dan 80 gram 2 rim Rp 80.000,00


Tinta printer 1 set Rp 200.000,00
Fotokopi dan Jilid Secukupnya Rp 100.000,00
Administrasi Pengambilan Data Secukupnya Rp 400.000,00

Total Rp 780.000,00
BAB IV
JUSTIFIKASI ETIK

4.1 Rangkuman Karakteristik Penelitian


Penelitian ini merupakan suatu penelitian analitik observasional dengan
rancangan penelitian cross sectional yaitu penelitian yang bertujuan
melakukan analisis terhadap data primer dan sekunder. Data primer yang
ditemukan tanpa melakukan intervensi terhadap variabel. Penelitian ini
menggunakan data yang dikumpulkan dari rekam medik pasien di RSUP
Mohammad Hoesin Palembang, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
faktor-faktor risiko gagal ginjal diabetes dan non-diabetes pada pasien
hemodialisis di RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang. Data diambil dan
disajikan secara analitik dalam tabel dan dijelaskan dengan narasi.

4.2 Analisis Kelayakan Etik


Penelitian ini disusun berdasarkan landasan ilmiah yang didapat dari
tinjauan terhadap penelitian sebelumnya dan tinjauan pustaka yang
berkaitan dengan topik yang diteliti. Prosedur penelitian dilakukan dengan
cara yang benar sehingga akan didapatkan data yang benar dan berguna
pada penelitian ini. Penelitian ini melakukan wawancara dan menggunakan
data rekam medik. Dalam hal wawancara pasien tentunya tidak akan peneliti
lakukan tanpa meminta persetujuan dari subjek penelitian yaitu pasien GGK
diabetes dan non-diabetes yang melakukan perawatan hemodialisis, oleh
karena itu penelitian ini tidak akan membahayakan dan merugikan pasien.
Kerahasiaan subjek penelitian khususnya identitas pasien akan dijaga
walaupun penderita meninggal dunia. Semua biaya terkait penelitian
ditanggung oleh peneliti tanpa membebani subjek penelitian.

31
32

4.3 Kesimpulan
Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan landasan scientific yang kuat,
bermanfaat untuk dilaksanakan, tidak membahayakan manusia maupun
lingkungan serta dilaksanakan dengan adil dan sejujur-jujurnya.
Berdasarkan analisis dan manfaat yang diperoleh, maka penelitian tentang
faktor-faktor risiko gagal ginjal diabetes dan non-diabetes pada pasien
hemodialisis di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang layak etik.
Kelayakan etik diminta kepada Komite Etik Fakultas Kedokteran
Univeristas Sriwijaya atau RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
DAFTAR PUSTAKA

Amato, D., C.A. Aguilar, R.C. Limones, E. Rodriguez, M.A. Diaz, dan F. Arreola.
Prevalence of Chronic Kidney Disease in Urban Mexican Population
Kidney International Volume 68. Sepplement 97:11-17.
Asriani. 2012. Hubungan Hipertensi dengan Kejadian Gagal Ginjal di Rumah
Sakit Ibnu Sina Makassar Periode Januari 2011-Desember 2012. Skripsi.
Fakultas Kedokteran Unhas. Makassar.
Chen, W., H. Chen, X. Dong, Q. Liu, dan H. Mao. 2009. Prevalence and risk
factors associated with chronic kidney disease in an adult population from
southern. China Nephrol Dial Transplant 24:1205-1212.
Choncol, M., dan D.M. Spiegel. 2005. The Patient With Chronic Kidney Disease.
Dalam: Manual of Nephrology 6th ed. Editor Schrier, R.W.. Lippincott
Williams and Wilskins. Philadelphia.
Desita. 2010. Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Peningkatan Kualitas Hidup
Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa di RSUP HAM
Medan. Skripsi. Fakultas Kedokteran USU. Medan.
Fauci, et. al. 2012. Harrison’s Principle of Internal Medicine 18th Ed. McGraw-
Hill Companies. New York.
Fored, C.M., J.H. Stewart, dan P.W. Dickman. 2003. The analgesic syndrome.
Dalam: Analgesic and NSAID-induced kidney disease. Editor Stewart, J.H..
Oxford University Press. Oxford.
Ghaderian, S.B., F. Hayati, S. Shayanpour, S. Seifollah, dan B. Mousavi. 2015.
Diabetes and end-stage renal disease; a review article on new concepts. J
Ren Inj Prev 4(2):28-33.
Grassi, G., G. Seravalle, D.A. Calhoun, G.B. Bolla, C.G. Giannattasio, M.
Marabini, A. Del Bo, G. Mansia. 1994. Mechanisms responsible for
sympathetic activation by cigarret smoking in humans. Circulation 90:248-
253.
Harrison. 2000. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 1. EGC. Jakarta.
Hidayati, T.. 2008. Hubungan Antara Hipertensi, Merokok dan Minuman

33
34

Supelemen Energi dan Kejadian Penyakit Ginjal Kronik. Tesis. Program


Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada. Yogyakarta 90-102.
Hill, N.R., Fatoba, S.T., Oke, J.L., Hirst, J.A., O’Callaghan, C.A., Lasserson, D.S.
and Hobbs, F.R., 2016. Global prevalence of chronic kidney disease–a
systematic review and meta-analysis. PLoS One, 11(7).
Hsu, C., C.E. Culloch, J. Darbinian, A.S. Go, dan C. Tribarren. 2005. Elevated
blood pressure and risk of end stage renal disease in subjects without
baseline kidney disease. Arch Intern Med 165:923-928.
Indonesian renal Registry. 5 th Report Of Indonesian Renal Registry 2012. Progr
Indones Ren Regist [Internet]. 2012;12–3. Available from:
http://www.pernefri-inasn.org/Laporan/5th Annual Report Of IRR 2012.
KDIGO CKD Work Group. 2013. KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for
the Evaluation and Management of Chronic Kidney Disease.
Kim, S., C.S. Lim, D.C. Han, G.S. Kim, H. J. Chin, dan S.J. Kim. 2009. The
Prevalence of Chronic Kidney Disease (CKD) and the Associated Factor to
CKD in Urban Korea; A Population-based Cross-sectional Epidemiologic
Study. J Korean Med Sci 1:11-21.
Krol, G.D. 2011. Chronic Kidney Disease Staging and Progression. Dalam: CDK:
Clinical Practice Recommendation for Primary Care Physician and
Healthcare Providers – a Collaborative Approach 6th Ed. Edito Yee, J., dan
G.D. Krol. Hendry Ford Health System. Los Angeles.
Mcclellan, W.M., dan W.D. Flanders. 2003. Risk factor for progressive chronic
kidney disease. J Ant Soc Nephrol 14:65-70.
Muttaqin, A. dan K. Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Salemba Medika. Jakarta.
National Kidney Foundation. 2009. Chronic Kidney Disease.
www.kidney.org/kidneydisease/ckd/index.cfm#whatis. 11 Juli 2016.
PERNEFRI. 2012. Fifth Report of Indonesian Renal Registry.
www.pernefri.inasn.org/gallery.html. 11 Juli 2016.
Pranandari R., W. Supadmi. 2015. Faktor-faktor risiko Gagal Ginjal Kronik di
Unit Hemodialisis RSUD Wates Kulon Progo. Skripsi pada Fakultas
35

Farmasi Universitas Ahmad Dahlan.


Price, S.A., dan L.M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit. EGC. Jakarta.
Rahardjo, 2006. Hemodialisis. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi IV. Editor Sudoyo, A.W.. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
Jakarta.
Ryan, T.P., J.A. Sload, P.C. Winters, J.P. Coersetti, dan S.G. Fisher. 2007.
Chronic Kidney Disease Prevalence and Rate of Diagnosis. Am. J. Med
120:981-986.
Schroijen, M.A., O.M. Dekkers, D.C. Grootendorst, M. Noordzij, J.A. Romijn,
R.T. Krediet, E.W. Boeschoten, dan F.W. Dekker. 2011. Survival in dialysis
patients is not different between patients with diabetes as primary renal
disease and patients with diabetes as a co-morbid condition. BMC Nephrol
12:69.
Smeltzer, S.C., dan B.G. Bare. 2008. Brunner and Sudarth’s Textbook of Medical-
Surgical Nursing. Terjemahan Agung. EGC. Jakarta.
Sue, E., dan Huether., 2003. Altertion of Hormonal Regulation.
www.mosby.com/MERLIN/Huether. 11 Juli 2016 (18:483-491).
Suhardjono; Lydia,A; Kapojos, E.J; Sidabutar, R.P.2001.Gagal Ginjal Kronik. Di
dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI. Hal 427-434.
Suharyanto, A., dan Madjid. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Trans Info Media. Jakarta
Sukandar, E.. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Fakultas
Kedokteran Unpad. Bandung.
Susalit, E.. 2003. Rekomendasi Baru Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik.
Dalam: Penyakit Ginjal Kronik & Glomerulonepati: Aspek Klinik &
Patologi Gnjal Pengelolaan Hipertensi Saat Ini. Perhimpunan Nefrologi
Indonesia. Jakarta: 1-8.
Suwitra, K.. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I Edisi IV. Editor Sudoyo, A.W.. Departemen Ilmu Penyakit
36

Dalam FK UI. Jakarta.


Syam, Tantry Fatimah. 2012. Ketahanan Hidup Pasien Ginjal Kronik yang
Menjalani Hemodialisis berdasarkan Komorbiditas Diabetes Mellitus di
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2012. Skripsi pada Jurusan
Pendidikan Dokter Universitas Indonesia.
Triyanti, K. 2008. Renal Function Decrement in Type 2 Diabetes Mellitus Patient
in Cipto Mangunkusumo Hospital. Acta Med Indones 40:4.
Zeraati, A., S.S.B Mousavi, dan M.B. Mousavi. 2013. A review article: access
recirculation among end stage renal disease patients undergoing
maintenance hemodialysis. Nephrourol Mon 5(2):728–32.

Anda mungkin juga menyukai