PENDAHULUAN
1
2
1.4 Hipotesis
1.4.1 Terdapat hubungan gagal ginjal diabetes dan non-diabetes pada pasien
hemodialisis dengan faktor-faktor risiko seperti usia, jenis kelamin,
riwayat merokok, dan riwayat penggunaan obat analgetik dan OAINS di
RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.
2.1.2 Etiologi
Berdasarkan data tahun 2010, penyebab gagal ginjal pada pasien
hemodialisis di Indonesia antara lain Glumerulopati Primer/GNC (12%),
nefropati diabetika (26%), nefropati lupus/SLE (1%), penyakit ginjal
hipertensi (35%), ginjal polikistik (1%), nefropati asam urat (2%),
5
6
2.1.4 Patofisiologi
Penurunan fungsi renal menyebabkan produk akhir metabolisme protein
(yang normalnya di sekresikan melalui urin) tertimbun dalam darah,
sehingga terjadi uremia. Uremia mempengaruhi semua bagian tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin
berat (Smeltzer & Bare, 2008).
1. Gangguan klirens renal
Banyak masalah yang muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomelurus yang berfungsi, penurunan laju filtrasi
glomelurus/Glomerular Filtration Rate (GFR) dapat didekteksi dengan
mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan kreatinin. Penurunan
GFR mengakibatkan klirens kreatinin akan menurun dan kadar
nitrogen urea/ Blood Urea Nitrogen (BUN) akan meningkat. BUN
tidak hanya dipengaruhi oleh gangguan renal tetapi dapat juga
dipengaruhi oleh masukan protein dalam diet, katabolisme dan
medikasi seperti steroid (Smeltzer & Bare, 2008).
2. Retensi cairan dan natrium
Kerusakan ginjal menyebabkan ginjal tidak mampu mengonsetrasikan
atau mengencerkan urin. Pada gangguan ginjal tahap akhir respon
ginjal terhadap masukan cairan dan elektrolit tidak terjadi. Pasien
sering menahan natrium dan cairan sehingga menimbulkan risiko
edema, gagal jantung kongesif dan hipertensi. Hipertensi juga terjadi
karena aktivitas aksi rennin angiotensin kerjasama antara hormone
rennin dan angiotensin meningkatkan aldosteron. Pasien mempunyai
kecenderungan untuk kehilangan garam. Episode mual dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk
status uremik (Smeltzer & Bare, 2008).
11
2.1.5 Stadium
Gagal ginjal dapat dibagi menjadi 3 stadium berdasarkan perjalanan klinis
(Suharyanto, 2009), yaitu.
1. Stadium I – Penurunan cadangan ginjal
Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan
penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui
dengan tes pemekatan kemih dan tes GFR yang teliti.
2. Stadium II – Insufisiensi ginjal
Pada stadium ini dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah
rusak. GFR besarnya 26% dari normal. Kadar BUN dan kreatinin
serum mulai meningkat dari normal. Gejala-gejala nokturia atau seting
berkemih di malam hari sampai 700 ml dan poliuria (akibat dari
kegagalan pemekatan) mulai timbul.
3. Stadium III – Gagal ginjal stadium akhir atau uremia
Sekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau rusak, atau hanya
sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10%
dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkat
dengan mencolok.
Selain itu, The Kidney Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) (dalam
Desita, 2010) mengklasifikasikan gagal ginjal kronis berdasarkan tahapan
penyakit dari waktu ke waktu seperti tertera pada tabel berikut.
Tabel. Stadium Gagal Ginjal (Lewis, 2000)
Derajat Deskripsi LGF (ml/min/1,73 m2)
Kerusakan ginjal disertai
1 90
LGF normal atau meninggi
Kerusakan ginjal disertai
2 60-89
kerusakan ringan LFH
3 Penurunan moderat LFG 30-59
4 Penurunan berat LFG 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
14
2.1.8 Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai
dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya
pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit
ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (semakin rendah
tekanan darah, semakin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian
gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan
17
2.1.9 Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal
ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat
akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal
dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).
1) Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah
atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat
merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus
adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan
keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan
memelihara status gizi
3) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat
supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual
tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal
disease).
2. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum
kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis
metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium
18
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah
satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian
transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan
kematian mendadak.
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang
sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini
merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan
gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut
sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi
dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan
kulit.
5) Kelainan neuromuscular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi
hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi
subtotal paratiroidektomi.
6) Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
7) Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular
yang diderita.
3. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium
5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat
19
Faktor risiko
Nefropati
Penurunan laju filtrasi glomerulus
Gagal ginjal kronik :
- Peningkatan serum kreatinin
Penurunan fungsi nefron - LFG < 15 mL/menit
- Edema paru, hyperkalemia,
Hipertopi nefron asidosis metabolik, nefropati
BAB III
METODE PENELITIAN
22
23
Keterangan:
Total Rp 780.000,00
BAB IV
JUSTIFIKASI ETIK
31
32
4.3 Kesimpulan
Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan landasan scientific yang kuat,
bermanfaat untuk dilaksanakan, tidak membahayakan manusia maupun
lingkungan serta dilaksanakan dengan adil dan sejujur-jujurnya.
Berdasarkan analisis dan manfaat yang diperoleh, maka penelitian tentang
faktor-faktor risiko gagal ginjal diabetes dan non-diabetes pada pasien
hemodialisis di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang layak etik.
Kelayakan etik diminta kepada Komite Etik Fakultas Kedokteran
Univeristas Sriwijaya atau RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
DAFTAR PUSTAKA
Amato, D., C.A. Aguilar, R.C. Limones, E. Rodriguez, M.A. Diaz, dan F. Arreola.
Prevalence of Chronic Kidney Disease in Urban Mexican Population
Kidney International Volume 68. Sepplement 97:11-17.
Asriani. 2012. Hubungan Hipertensi dengan Kejadian Gagal Ginjal di Rumah
Sakit Ibnu Sina Makassar Periode Januari 2011-Desember 2012. Skripsi.
Fakultas Kedokteran Unhas. Makassar.
Chen, W., H. Chen, X. Dong, Q. Liu, dan H. Mao. 2009. Prevalence and risk
factors associated with chronic kidney disease in an adult population from
southern. China Nephrol Dial Transplant 24:1205-1212.
Choncol, M., dan D.M. Spiegel. 2005. The Patient With Chronic Kidney Disease.
Dalam: Manual of Nephrology 6th ed. Editor Schrier, R.W.. Lippincott
Williams and Wilskins. Philadelphia.
Desita. 2010. Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Peningkatan Kualitas Hidup
Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa di RSUP HAM
Medan. Skripsi. Fakultas Kedokteran USU. Medan.
Fauci, et. al. 2012. Harrison’s Principle of Internal Medicine 18th Ed. McGraw-
Hill Companies. New York.
Fored, C.M., J.H. Stewart, dan P.W. Dickman. 2003. The analgesic syndrome.
Dalam: Analgesic and NSAID-induced kidney disease. Editor Stewart, J.H..
Oxford University Press. Oxford.
Ghaderian, S.B., F. Hayati, S. Shayanpour, S. Seifollah, dan B. Mousavi. 2015.
Diabetes and end-stage renal disease; a review article on new concepts. J
Ren Inj Prev 4(2):28-33.
Grassi, G., G. Seravalle, D.A. Calhoun, G.B. Bolla, C.G. Giannattasio, M.
Marabini, A. Del Bo, G. Mansia. 1994. Mechanisms responsible for
sympathetic activation by cigarret smoking in humans. Circulation 90:248-
253.
Harrison. 2000. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 1. EGC. Jakarta.
Hidayati, T.. 2008. Hubungan Antara Hipertensi, Merokok dan Minuman
33
34