Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN PADA NEONATUS

DENGAN HIPERBILIRUBIN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

I. DEFINISI / PENGERTIAN
Sebelum membahas hiperbilirubinemia, maka perlu diketahui dulu tentang ikterus
pada bayi. Karena itu merupakan salah satu tanda hiperbilirubinemia yang dapat diketahui
sebelum dilakukan pemeriksaan penunjang.
1. Ikterus
Ikterus adalah perubahan warna kuning pada kulit, membrane mukosa, sclera dan organ
lain yang disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin di dalam darah dan ikterus
sinonim dengan jaundice.
2. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam Schwats (2005)
adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Timbul pada hari kedua sampai ketiga
b. Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus
cukup bulan dan 10 mg % pada neonatus kurang bulan
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari
d. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %
e. Ikterus hilang pada 10 hari pertama
f. Tidak mempunyai dasar patologis
3. Ikterus Pathologis/ hiperbilirubinemia
Hiperbilirubunemia adalah akumulasi berlebihan dari bilirubin dalam darah
(Wong, 2004). Hiperbilirubinemia dapat juga disebut ikterus yang mempunyai kadar
patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yaitu bilirubin total mencapai 12
mg/dl atau lebih pada bayi cukup bulan, sedangkan pada bayi kurang bulan bila kadarnya
lebih dari 10 mg/dl (Kliegman, 2000).
Ikterus patologis/hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar
konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk
menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai
hubungan dengan keadaan yang patologis. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis
atau hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Menurut Surasmi (2003)
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau > setiap 24 jam

1
3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan dan 12,5 %
pada neonatus cukup bulan
4) Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD
dan sepsis)
5) Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia,
sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas
darah.
b. Menurut Tarigan (2003)
Suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan
baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan
hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg/dl pada cukup bulan, dan 10
mg/dl pada bayi yang kurang bulan.
4. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Kern ikterus
ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan
ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg %) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada
autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk
kelainan syaraf spatis yang terjadi secara kronik.

II. JENIS BILIRUBIN


Menurut Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu bilirubin
tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas
larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.
2. Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubin larut dalam
air dan tidak toksik untuk otak.

III. EPIDEMIOLOGI
Pada sebagian besar neonatus, ikterik akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya. Dikemukan bahwa angka kejadian iketrus terdapat pada 60 % bayi cukup
bulan dan 80 % bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat berbentuk

2
fisiologik dan sebagian lagi patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap
atau menyebabkan kematian.

IV. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hiperbilirubin antara lain :
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan
a. Hemolisis, misalnya pada inkompalibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah ibu dan anak pada penggolongan rhesus dan ABO.
b. Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran
c. Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang terdapat
pada bayi hipoksia atau asidosis
d. Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase)
e. Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta),
diol (steroid)
f. Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin indirek meningkat
misalnya pada BBLR
g. Kelainan congenital
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang
dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, toksoplasmasiss,
syphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatic.
5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.

V. PATOFISIOLOGI
Segera setelah lahir, bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang
larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi
dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah
tempat ikatan Albumin (Albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup
bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang
memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
Bilirubin yang ada pada BBL 75% berasal dari penghancuran hemoglobin dan 25%
dari mioglobin, sitokrom, katalase dan triptofan pirolase. Satu gram hemoglobin yang
hancur menghasilkan 35 mg bilirubin. Bayi cukup bulan akan menghancurkan eritrosit
sebanyak 1 gr/hari dalam bentuk bilirubin indirek yang terikat dengan albumin bebas (1
gram albumin akan mengikat 16 mg bilirubin). Di dalam hepar bilirubin akan diikat oleh
3
enzim glucoronil transverase menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, kemudian
diekskresi ke sistem empedu selanjutnya masuk ke dalam usus dan menjadi sterkobilin.
Sebagian diserap kembali dan keluar melalui urin sebagai urobilinogen. Pada BBL bilirubin
direk dapat diubah menjadi bilirubin indirek di dalam usus karena di sini terdapat beta-
glukoronidase yang berperan penting terhadap perubahan tersebut. Bilirubin indirek ini
diserap kembali oleh usus selanjutnya masuk kembali ke hati.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar
yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit,
Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau
pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang
mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu
Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan
pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak.
Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat
menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada
umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila
kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar
darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan
mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah ,
Hipoksia, dan Hipoglikemia.

PATHWAY

4
Hemolisis, Hipoksia, Asidosis, Defisiensi G6PD, Defisiensi glukoronil transferase,
Hipoalbuminemia, Gangguan Konjugasi Hepar, Sumbatan Saluran Empedu

Hiperbilirubinemia

Metabolisme Peningkatan sirkulasi Tindakan Perubahan Hospitalisasi


meningkat entero hepatik Fototherapi status
kesehatan

Ekskresi Bayi dan Ibu


Reflek hisap bilirubin ke Kurang dirawat terpisah
kurang usus meningkat paparan
Beban informasi
sel hepar Perubahan Peran
meningkat Orang Tua
Distensi
Abdomen
Bayi malas Paparan cahaya
menyusui KU intensitas tinggi Peningkatan kadar bilirubin
lemah indirek > 20 mg/dL
Mual
muntah Pengetahuan
Kekurangan kurang
volume Imuno Menembus sawar
cairan supresi IWL darah otak
Kulit bayi
sensitif meningkat
2-3 X
Prosedur Intake tidak Merasa
invasif adekuat cemas Kern Ikterus
Jaringan
Resiko mata
Infeksi neonatus Ansietas
Berat badan sensitif
turun
5
Kerusakan
Resiko sel otak
Hipertermi

Ggn Pemenuhan Resiko


Nutrisi Kurang Kerusakan
dari Kebutuhan Integritas Resiko Perubahan Perfusi
Kulit Cidera jaringan serebral

VI. KLASIFIKASI
1. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah.
Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati
sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
2. Ikterus hepatic
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati maka
terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan akibat
konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena
terjadi retensi dan regurgitasi.
3. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin
terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan
bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan
urobilirubin dalam tinja dan urin.
4. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7.
penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin.
5. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang tinggi dan
berat badan tidak bertambah.

VII. GEJALA KLINIS


Pada bayi dengan hiperbilirunemia akan muncul ikterik pada kulit dan mata (sklera).
Selain itu bayi akan mengalami keletihan sehingga tampak lemah dan pucat. Kadang-
kadang nafsu makan bayi (nafsu bayi untuk minum) juga mengalami penurunan. Secara
6
klinis awalnya tidak jelas, dapat mata berputar, letargi (lemas), kejang, tidak mau
menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher kaku dan opistotonus. Bila berlanjut
dapat terjadi spasme otot, opistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.

Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :


1. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah
letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan
opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral
dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia
dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada
kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah
mencapai sekitar 40 µmol/l.

VIII. PEMERIKSAAN FISIK


Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan derajat ikterus, ikterus terlihat pada
sclera, tanda-tanda penyakit hati kronis yaitu eritema palmaris, jari tubuh (clubbing),
ginekomastia (kuku putih) dan termasuk pemeriksaan organ hati (tentang ukuran, tepid an
permukaan); ditemukan adanya pembesaran limpa (splenomegali), pelebaran kandung
empedu, dan masa abdominal, selaput lender, kulit nerwarna merah tua, urine pekat warna
teh, letargi, hipotonus, reflek menghisap kurang/lemah, peka rangsang, tremor, kejang, dan
tangisan melengking.

IX. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan bilirubin serum.
- Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari
setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
- Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari
setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.
b. Pemeriksaan darah tepi lengkap (blood smear perifer ) untuk menunjukkan sel darah
merah abnormal atau imatur, eritoblastosisi pada penyakit Rh atau sferosis pada
inkompatibilitas ABO.
c. Golongan darah ibu dan bayi untuk mengidentifikasi inkompeten ABO.
d. Test Coombs pada tali pusat bayi baru lahir.
7
Hasil positif test Coomb indirek membuktikan antibody Rh + anti A dan anti B dalam
darah ibu dan hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh+,
anti A, anti B dari neonatus )
e. Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar bila perlu.
2. Pemeriksaan radiologi
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan
pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
4. Biopsi hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk
membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk
memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
5. Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
6. Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.

X. DIAGNOSIS
Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam
menegakkan diagnosis hiperbilirubnemia pada bayi. Termasuk anamnesis mengenai riwayat
inkompabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya.
Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis dini
ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko itu antara lain adalah kehamilan dengan
komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan
diabetes mellitus, gawat janin, malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal, dan lain-lain.
Secara klinis ikterus pada bayi dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah beberapa
hari kemudian. Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit tampak berwarna
kuning terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan gangguan obstruksi empedu
warna kuning kulit tampak kehijauan. Penilaian ini sangat sulit dikarenakan ketergantungan
dari warna kulit bayi sendiri. Tanpa mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya
ikterus, hiperbilirubinemia yang cukup berarti memerlukan penilaian diagnostic lengkap,
yang mencakup penentuan fraksi bilirubin langsung (direk) dan tidak langsung (indirek)
hemoglobin, hitung lekosit, golongan darah, tes Coombs dan pemeriksaan apusan darah
8
tepi. Bilirubinemia indirek, retikulositosis dan sediaan apusan memperlihatkan petunjuk
adanya hemolisis akibat nonimunologik. Jika terdapat hiperbilirunemia direk, adanya
hepatitis, fibrosis kistis dan sepsis. Jika hitung retikulosit, tes Coombs dan bilirubin indirek
normal, maka mungkin terdapat hiperbilirubinemia indirek fisiologis atau patologis.
Dalam keadaan normal (Ikterus fisiologis), kadar bilirubin indirek dalam serum tali
pusat adalah 1 – 3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl /24
jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2 -3, biasanya mencapai puncak
antara hari ke 2 – 4, dengan kadar 5 – 6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadar 5 –
6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara hari
ke 5 – 7 kehidupan. Makna hiperbilirubinemia terletak pada insiden kernikterus yang tinggi,
berhubungan dengan kadar bilirubin serum yang lebih dari 18 – 20 mg/dl pada bayi aterm.
Pada bayi dengan berat badan lahir rendah akan memperlihatkan kernikterus pada kadar
yang lebih rendah(10–15mg/dl) .

XI. THERAPY
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manajemen bayi dengan Hiperbilirubinemia
diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan
mempunyai tujuan : menghilangkan Anemia, menghilangkan Antibodi Maternal dan
Eritrosit Tersensitisasi, meningkatkan Badan Serum Albumin, menurunkan Serum
Bilirubin. Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.

1. Fototherapi
Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10 mg%.
Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam
pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah. Cara kerja terapi sinar
yaitu menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawaan tetrapirol yang sulit larut
dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air sehingga dapt dikeluarkan
melalui urin dan faeces. Di samping itu pada terapi sinar ditemukan pula peninggian
konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu duodenum dan menyebabkan
bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus sehingga peristaltic usus
meningkat dan bilirubin keluar bersama faeces. Dengan demikian kadar bilirubin akan
menurun.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemberian terapi sinar adalah :
9
a. Pemberian terapi sinar biasanya selama 100 jam.
b. Lampu yang dipakai tidak melebihi 500 jam. Sebelum digunakan cek apakah lampu
semuanya menyala. Tempelkan pada alat terapi sinar ,penggunaan yang keberapa pada
bayi itu untuk mengetahui kapan mencapai 500 jam penggunaan
c. Pasang label , kapan mulai dan kapan selesainya fototerapi.
Komplikasi dari tindakan fototerapi adalah :
a. Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan peningkatan
Insensible Water Loss (IWL) (penguapan cairan). Pada BBLR kehilangan cairan dapat
meningkat 2-3kali lebih besar.
b. Frekuensi defikasi meningkat sebagai meningkatnya bilirubin indirek dalam cairan
empedu dan meningkatnya peristaltik usus
c. Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar ( berupa kulit
kemerahan)tetapi akan hilang setelah terapi selesai
d. Gangguan retina bila mata tidak ditutup.
e. Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi sebagian lampu dimatikan,terapi
diteruskan. Jika suhu terus naik lampu semua dimatikan sementara, bayi dikompres
dingin dan diberikan ekstra minum.
f. Komplikasi pada gonad yang diduga menimbulkan kemandulan
2. Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
a. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah
merah terhadap Antibodi Maternal.
b. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
c. Menghilangkan Serum Bilirubin
d. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan
Bilirubin.
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2
hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan
antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus
diperiksa setiap hari sampai stabil.
3. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan
konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil
untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan
penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya
(letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine
sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
10
XII. KOMPLIKASI
Komplikasi dari hiperbilirubin dapat terjadi Kern Ikterus yaitu suatu kerusakan otak
akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus,
Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus.
Gambaran klinik dari kern ikterus adalah :
1. Pada permulaan tidak jelas , yang tampak mata berputar-putar
2. Letargi, lemas tidak mau menghisap.
3. Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya epistotonus
4. Bila bayi hidup, pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus, kejang,
stenosis yang disertai ketegangan otot.
5. Dapat terjadi tuli, gangguan bicara dan retardasi mental.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Untuk memberikan keperawatan yang paripurna digunakan proses keperawatan yang


meliputi Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi.

I. PENGKAJIAN

a. Identitas pasien
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,alamat, tanggal
masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis

b. Riwayat Penyakit
Perlun ditanyakan apakah dulu pernah mengalami hal yang sama, apakah sebelumnya
pernah mengkonsumsi obat-obat atau jamu tertentu baik dari dokter maupun yang di beli
sendiri, apakah ada riwayat kontak denagn penderiata sakit kuning, adakah rwayat
operasi empedu, adakah riwayat mendapatkan suntikan atau transfuse darah. Ditemukan
adanya riwayat gangguan hemolissi darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau darah
ABO), polisitemia, infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar, obstruksi saluran
pencernaan dan ASI, ibu menderita DM.

c. Pengkajian Psikososial

11
Pengkajian psikososial antara lain dampak sakit pada anak hubungan dengan orang tua,
apakah orang tua merasa bersalah, merasa bonding, perpisahan dengan anak.

d. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan derajat ikterus, ikterus terlihat pada
sclera, tanda-tanda penyakit hati kronis yaitu eritema palmaris, jari tubuh (clubbing),
ginekomastia (kuku putih) dan termasuk pemeriksaan organ hati (tentang ukuran, tepi dan
permukaan); ditemukan adanya pembesaran limpa (splenomegali), pelebaran kandung
empedu, dan masa abdominal, selaput lender, kulit nerwarna merah tua, urine pekat
warna teh, letargi, hipotonus, reflek menghisap kurang/lemah, peka rangsang, tremor,
kejang, dan tangisan melengking

e. Laboratorium
Pada bayi dengan hiperbilirubinemia pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya
Rh darah ibu dan janin berlainan, kadar bilirubin bayi aterm lebih dari 12,5 mg/dl,
premature lebih dari 15 mg/dl, dan dilakukan tes Comb.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan pada neonatus dengan hiperbilirubinemia adalah :

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, serta
peningkatan insensible water loss (IWL) dan defikasi sekunder fototherapi

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan suplai oksigen ke


jaringan otak

3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


meningkatnya me-tabolisme tubuh akibat hiperbilirubin dan intake yang tidak adekuat

4. Risiko infeksi berhubungan dengan imonusupresi dan prosedur tindakan invasif

5. Risiko cidera berhubungan dengan efek fototherapi

6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi bilirubin dan pemberian
fototerapi

7. Resiko hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi

12
8. Ansietas orang tua berhubungan dengan kurangnya paparan informasi tentang penyakit
prosedur pengobatan dan prognosis hiperbilirubin

9. Perubahan peran orang tua berhubungan dengan perpisahan dan penghalangan rawat
gabung dengan anak

III. PERENCANAAN

Rencana tindakan keperawatan pada neonatus dengan hiperbilirubin adalah

NO RENCANA TINDAKAN
DX TUJUAN & INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
1 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda-tanda vital 1. Perubahan TTV sebagai tanda
keperawatan selama 3 x 24 adanya ketedidakseimbangan
jam diharapkan keseimbangan volume cairan
volume cairan adekuat dengan
2. Observasi turgor kulit dan 2. Penurunan elastisitas turgor kulit
kriteria hasil :
1. Jumlah intake dan output kelembaban kelenjar mukosa dan kekeringan kelenjar mukosa
seimbang sebagai tanda dehirasi
2. Turgor kulit baik dan elastis 3. Catat jumlah intake dan 3. Mengetahui balance cairan
3. Mukosa lembab output, frekuensi dan masuk dan keluar
4. Tanda vital dalam batas konsistensi faeces
normal 4. Timbang BB setiap hari 4. Penurunan BB sebagai tanda
5. Penurunan BB tidak lebih
kekurangan volume cairan
dari 10 % BB lahir
5. Anjurkan ibu untuk 5. Pemberian ASI untuk
menyusui dan berikan ASI meningkatan asupan cairan
secara ondemand secara oral
6. Kolaborasi pemberian cairan 6. Meningkatka intake cairan secara
secara parentral melalui parentral
infus

2 Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tanda-tanda vital 1. Perubahan TTV merupakan salah
keperawatan selama 3 x 24 satu tanda adanya perubahan
jam diharapkan perfusi perfusi jaringan cerebral
jaringan cerebral adekuat 2. Pantau status neurologis 2. Perubahan tingkat kesadaran,
dengan kriteria hasil : ( kesadaran, reaksi dan reaksi dan ukuran pupil sebagai
1. Kesadaran CM ukuran pupil, respon
13
2. Ukuran dan reaksi pupil terhadap stimulus) tanda adanya kerusakan jaringan
normal 3. Tinggikan kepala pasien 15- serebral
3. Aktifitas kejang tidak ada 45 derajat 3. Meningkatkan aliran balik
4. Menunjukkan perhatian, sehingga mengurangi kongesti
konsentrasi, dan orientasi 4. Observasi adanya dan edema
5. TTV dalam batas normal kegelisahan dan aktifitas 4. Merupakan indikasi adanya
kejang gangguan pada jaringan serebral
5. Kolaborasi pemberian
Fototherapi 5. Menurunkan kadar bilirubin
dalam tubuh

3 Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau dan catat asupan 1. Mengetahui kecukupan asupan
keperawatan selama 3 x 24 nutrisi nutrisi
diharapkan pemenuhan 2. Monitor adanya perut 2. Adanya perut kembung mual
kebutuhan nutrisi adekuat kembung, mual dan muntah dan muntah akan menyulitkan
dengan kriteria hasil: asupan nutrisi secara oral
3. Timbang BB bayi setiap hari.
1. Bayi mampu menghisap 3. Mengetahui kecukupan nutrisi
4. Berikan penjelasan kepada
dengan adekuat melalui perkembangan BB
ibu tentang pentingnya ASI
2. Tidak ada mual dan muntah 4. ASI merupakan gizi yang terbaik
dalam proses perbaikan
3. Perut tidak kembung dalam pemenuhan nutrisi pada
keadaan bayi.
4. BB bayi dapat 5. Bila tidak adekuat secara neonatus
dipertahankan dan oral berikan cairan atau
bertambah. nutrisi parenteral dan 5. Membantu pemenuhan nutirisi
tentukan kebutuhan cairan secara parentral
klien bayi.

4 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor vital sign 1. Perubahan vital sign sebagai
keperawatan selama 3 x 24 2. Observasi tanda dan gejala tanda adanya infeksi
diharapkan infeksi tidak terjadi infeksi lokal dan sistemik 2. Memberikan tindakan dengan
dengan kriteria hasil: 3. Pertahankan teknik aseptif cepat dan tepat
1. Vital sign dalam batas 4. Isolation Care dan 3. Mengurangi neonatus terhadap
normal Pertahankan teknik isolasi paparan mikroorganisme patogen
2. Klien bebas dari tanda dan 5. Cuci tangan setiap sebelum 4. Mengurangi neonatus terhadap
gejala infeksi dan sesudah tindakan paparan mikroorganisme patogen
3. Jumlah leukosit dalam batas keperawatan 5. Mengurangi neonatus terhadap
normal 6. Gunakan baju, sarung tangan paparan mikroorganisme patogen
sebagai alat pelindung 6. Menghindarkan petugas dan
neonatus terhadap paparan
7. Kolaborasi pemberian terapi
mikroorganisme patogen
antibiotik
7. Mencegah dan membunuh
mikroorganisme patogen

5 Setelah dilakukan tindakan 1. Tempatkan neonatus pada 1. Mencegah iritasi yang berlebihan
keperawatan selama 3 x 24 jarak 40-45 cm dari sumber
14
diharapkan tidak mengalami cahaya
trauma dengan kriteria hasil: 2. Biarkan neonatus dalam 2. mencegah paparan sinar pada
1. Tidak ada konyutivitis keadaan telanjang, kecuali daerah yang sensitif
2. Tidak ada kerusakan pada mata dan daerah
jaringan kornea dan retina genetal serta bokong ditutup
3. Matikan lampu, dan kaji 3. pemantauan dini terhadap
adanya konjungtivitis tiap 8 kerusakan daerah mata
jam
4. Buka penutup mata setiap
4. Memberi kesempatan pada bayi
akan disusukan
untuk kontak mata dengan ibu
6 Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau keadaan kulit : 1. Mengetahui kerusakan integritas
keperawatan selama 3 x 24 warna, suhu, kelembaban kulit secara dini
diharapkan integritas kulit 2. Jaga kebersihan kulit agar 2. Mencegah terjadinya lecet
dapat dipertahankan dengan tetap bersih dan kering
kriteria hasil: 3. Masase daerah yang 3. Melancarkan peredaran darah
1. Kulit bersih menonjol
2. Tidak ada eritema / 4. Mobilisasi bayi (ubah posisi 4. Mengurangi penekanan pada satu
kemerahan pasien) setiap dua jam sekali bagian tubuh
3. Elastisitas, temperatur, 5. Oleskan lotion atau 5. Mengurangi dan menghindari
hidrasi, pigmentasi kulit minyak/baby oil terjadinya lecet
normal
4. Tidak ada luka/lesi pada
kulit

7 Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi suhu tubuh 1. Mengetahui kenaikan suhu tubuh
keperawatan selama 3 x 24 ( aksilla ) setiap 4 - 6 jam secara dini
jam diharapkan tidak terjadi 2. Matikan lampu sementara 2. Mengurangi pajanan sinar
hipertermi dengan kriteria bila terjadi kenaikan suhu sementara
hasil : tubuh
1. Suhu aksilla stabil 36-37 C 3. Tingkatkan intake cairan 3. Membantu menurunkan suhu
2. Kulit tidak kemerahan dengan pemberian ASI tubuh dengan asupan oral
4. Kolaborasi pemberian
3. Kulit tidak teraba panas 4. Membantu nmenurunkan suhu
Parasetamol drops dan cairan
tubuh dengan obat dan cairan
infus
parentral
8 Setelah dilakukan tindakan 1. Beri kesempatan orang tua 1. Mengurangi beban pikiran dan
keperawatan selama 3 x 24 untuk mengungkapkan perasaan
jam diharapkan orang tua tidak perasaan
merasa cemas dengan kriteria 2. Gunakan komunikasi 2. Untuk membina hubungan saling
hasil : terapiutik percaya sehingga orang tua
1. Orang tua mengatakan kooperatif dalam program
mengerti dengan penyakit pengobatan
3. Kaji pengetahuan orang tua
dan prosedur pengobatan 3. Mengetahui pemahaman orang
tentang penyakit anaknya
anaknya 4. Berikan KIE tentang tua tentang penyakit anaknya
2. Orang tua kooperatif dalam 4. Supaya orang tua mengerti dan
15
perawatan penyakit, pengobatan dan memahami penyakit anaknya
3. Orang tua tampak tenang prognose dari penyakit
hiperbilirubin
5. Sarankan orang tua untuk 5. Memohon kesembuhan pada
rajin berdoa Tuhan sehingga bisa lebih pasrah
dan tenang
9 Setelah dilakukan tindakan 1. Ajak ibu menyusui bayi 1. Mempererat kontak sosial ibu
keperawatan selama 3x24 jam setiap 2 jam dan bayi
diharapkan peran sebagai 2. Buka tutup mata saat disusui 2. Untuk stimulasi sosial dengan
orang tua tidak terganggu ibu
3. Anjurkan orangtua untuk 3. Mempererat kontak dan stimulasi
dengan kriteria hasil :
mengajak bicara anaknya
1. Orang tua mengungkapkan sosial
4. Libatkan orang tua dalam
memahami tentang 4. Meningkatkan peran orangtua
perawatan bila
perawatan anaknya, yang untuk merawat bayi
memungkinkan
dirawat terpisah 5. Dorong orang tua
2. Interaksi orang tua dan bayi mengekspresikan 5. Mengurangi beban psikis
tampak baik perasaannya orangtua
3. Kasih sayang orang tua
kepada anak tampak baik

IV. TINDAKAN KEPERAWATAN

Intervensi dilakukan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan

V. EVALUASI
Evaluasi yang diharapkan pada neonatus dengan hiperbilirubin adalah
1. Keseimbangan volume cairan pada bayi adekuat
2. Perfusi jaringan serebral adekuat
3. Pemenuhan kebutuhan nutrisi pada neonatus adekuat
4. Tidak terjadi infeksi pada neonatus
5. Bayi tidak mengalami trauma atau injury
6. Keutuhan integritas kulit pada neonatus dapat dipertahankan
7. Suhu tubuh neonatus normal (36-37 derajat celcius)
8. Orang tua tidak merasa cemas terhadap bayinya
9. Peran ayah dan ibu sebagai orang tua baik

16
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilyn E., (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Cetakan Pertama. Jakarta: EGC

Hidayat, A. A., (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika

Ngastiyah, (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

Sacharin, R. M. (2000). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Suriadi, Yuliani, (2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta:CV Sagung Seto

Staf Pengajar FKUI, (2000). Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 3. Jakarta: Infomedika

Wilkinson, J. W., (2007). Buku Saku Diagnosis keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
hasil NOC. Jakarta: EGC

Wong, Donna L., et al. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik.Volume 2. Alih bahasa Agus
Sunarta, dkk. Jakarta: EGC

17

Anda mungkin juga menyukai