Arsitektur hijau merupakan langkah untuk mempertahankan ekosistem di muka bumi dengan
cara meminimalkan perusakan alam dan lingkungan di mana mereka tinggal. Istilah Arsitektur
Hijau mulai dikenal dalam dunia arsitektur sejak tahun 1980-an. Pada masa itu, banyak sekali
bencana yang berhubungan dengan industri. Hal ini menandakan kemajuan peradaban manusia
dan menunjukan besarnya dampak kemajuan peradaban tersebut terhadap lingkungan (Baweja,
2008).
Menanggapi hal tersebut, pada tahun 1987 PBB mendirikan World Commisions on
Environment and Development (WCED) yang kemudian mengenalkan istilah “Sustainability”
yang kemudian dalam perkembangannya di bidang arsitektur dikenal dengan istilah “Green
Architecture”.
Istilah keberlanjutan menjadi sangat populer ketika mantan Perdana Menteri Norwegia
GH Bruntland memformulasikan pengertian Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development) tahun 1987 sebagai pembangunan yang dapat memilih kebutuhan manusia masa
kini tanpa mengorbankan potensi generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka
sendiri.
Menurut Brenda dan Robert Vale (1991), arsitektur hijau adalah suatu pendekatan
desain bangunan yang memperhatikan sumber daya alam yang digunakan untuk
bangunan, material, bahan bakar selama pembangunan, serta konsruksi dari pengguna
bangunan tersebut. Ia juga menambahkan prinsip green architecture ini bukan sebagai
rumus atau resep yang harus diikuti, tetapi sebagai pengingat bagi para desainer yang
kerap melupakan prinsip-prinsip tersebut. Brenda dan Robert Vale mengemukakan green
architecture dalam 6 prinsip yaitu memanfaatkan energi, memanfaatkan iklim,
meminimalisasikan penggunaan sumber daya alam batu, respek terhadap pengguna,
respek terhadap site, dan holisme. Dapat dikatakan arsitektur hijau merupakan bagian dari
pembangunan.
Keberlanjutan terkait dengan aspek lingkungan alami dan buatan, penggunaan energi,
ekonomi, sosial, budaya, dan kelembagaan. Penerapanarsitektur hijau akan memberi peluang
besar terhadap kehidupan manusia secara berkelanjutan. Aplikasui arsitektur hijau akan
menciptakan suatu bentuk arsitektur yang berkelanjutan.
Sektor bangunan di indonesia memiliki kontribusi yang cukup besar terutama dalam
konsumsi energi, konsumsi air, pemakaian lahan, dan beberapa masalah lainnya yang
memiliki potensi berdampak terhadap lingkungan, untuk itulah perlunya menerapkan
suatu konsep bangunan hijau (green buliding). Dalam konsep bangunan hijau ini
diperlukan suatu acuan yang pengembangannya menuju konsep bangunan hijau yang
terukur/obyektif, disesuaikan dengan kondisi yang ada, dan dilakukan evaluasi secara
periodik, dimana inti pencapaian dari semua itu adalah dapat memenuhi peraturan yang
berlaku, penghematan energi, mengurangi beban infrastruktur kota, konservasi sumber
daya, dan pengakuan atas komitmen bangunan hijau, salah satunya adalah rating
Greenship yang dikeluarkan oleh lembaga non profit di indonesia yaitu Green Building
Council Indonesia
Zero Energy Cost, yaitu bangunan mampu menghasilkan energi dengan nilai sama
dengan energi yang dibutuhkan oleh bangunan tersebut.
Zero Energy Emissions, yaitu bangunan mampu menghasilkan energi terbaharukan
dengan jumlah sama dengan energi yang dikonsumsi bangunan tersebut yang
menghasilkan polusi.
ARSITEKTUR HIJAU
Arsitektur hijau disebut juga arsitektur ekologis atau arsitektur ramah lingkungan,
adalah satu pendekatan desain dan pembangunan yang didasarkan atas prinsip-prinsip
ekologis dan konservasi lingkungan, yang akan menghasilkan satu karya bangunan
yang mempunyai kualitas lingkungan dan menciptakan kehidupan yang lebih baik
dan berkelanjutan.
Arsitektur hijau diperlukan untuk menjawab tantangan persoalan lingkungan yang
semakin memburuk dan hal ini disebabkan karena pendekatan pembangunan yang
terlalu berorientasi pada aspek ekonomi jangka pendek semata.
BANGUNAN HIJAU
Bangunan hijau adalah satu pendekatan pembangunan bangunan yang didasarkan atas
prinsip-prinsip ekologis. Pendekatan ini dipilih berdasarkan kenyataan bahwa selama
ini 50% sumberdaya alam dipakai untuk bangunan dan 40% energi dikonsumsi
bangunan. Sementara itu lebih dari 50% produksi limbah berasal dari sektor
bangunan. Kenyataan ini menunjukkan adanya ketidak seimbangan lingkungan yang
berakibat pada menurunnya kualitas lingkungan dan kehidupan manusia.
komersial/ko·mer·si·al/ (a) 1 berhubungan dengan niaga atau perdagangan; (2) dimaksudkan
untuk diperdagangkan; (3) bernilai niaga tinggi, kadang-kadang mengorbankan nilai-nilai lain
(sosial, budaya, dan sebagainya);