Anda di halaman 1dari 3

alam arsitektur hijau, filosofi desain struktur dan bangunan mempunyai tujuan

untuk menggunakan seminimal mungkin bahan-bahan


non-renewable
dan/atau bahan-bahan yangdapat mencemari yang digunakan dalam konstruksi. Berarti
arsitek yang melakukanpekerjaan mendesain bangunan, seharusnya sudah memahami
dan mengerti bahwa tahapandari proses perencanaan dan desain bangunannya
mengikuti pemikirantersebut. Kalau saatini banyak digembar-
gemborkan mengenai apa itu ‘arsitektur hijau’,
‘arsitektur berkelanjutan’, dan juga ‘arsitektur ramah lingkungan’, sudah seharusnya m
enjadi bagian
yang perlu dipikiran oleh para arsitek saat ini. Dewas ini, arsitektur
hijau/berkelanjutanadalah interpretasi dari berbagai macam ragam. Definisi yang paling
umum adalah bahwa itumelibatkan adanya reduksi dari keseluruhan pengaruh dan
proses dari desain melaluikonstruksi serta operasional bangunan pada penggunakan
kembali dari struktur dan elemen-elemennya. Hal itu mengambil beberapa dasar
di antaranya:-efisiensi penggunaan site,ruang, bahan-bahan dan energi;-
mereduksi pencemaran baik internal maupun eksternal,pemborosan, dan
kesehatan lingkungan; dan

memperbaiki produktifitas pekerja, danperlindungan kesehatan seluruh penghuni.
Oleh karena itu, ‘arsitektur berkelanjutan’ adalah arsitektur yang didesain
dengankeramahan lingkungan. Kemudian tujuan dari ‘berkelanjutan’ atau ‘arsitektur
hijau’ adalah
untuk menciptakan struktur yang indah dan fungsional, akan tetapi juga
memberikankontribusi untuk keberlanjutan budaya dan kehidupan. Perhatian di dalam
arsitekturkeberlanjutan tumbuh secara radikal di awal abad ke-21, hal ini terjadi akibat
dari responperkembanganlingkungan, tetapi pada kenyataannya masyarakat
telah membangun
keberlanjutan selama ribuan tahun. Di sini ‘hijau’ atau ‘berkelanjutan’ berhubungan
dengan
efisiensi penggunaan bahan-bahan seperti air, energi, bahan-bahan, habitat alam
sertamenyumbangkan
pada lingkungan dan kesehatan manusia yang ‘
well being’
. Banyak praktik kita yang sekarang adalah buta karena tidak dibimbing oleh teori atau
bersandar pada teoriyang tidak mampu bertahan (
viable
). Penggabungan teori dengan praktik secara khususmencolokdi dalam arsitektur
(Skolimowski 2004:122).Perkembangan desain inilah yangmembuat kesalahan dalam
memahami lingkungan dan alam serta kehidupan masyarakaturban dan tradisional. Tempat
menjadi sangat penting dalam mengungkapkan prosesdesainnya, sehingga pengalaman
teori dari pendidikan formal yang didapat para arsitek harusdapat diterjemahkan ke
dalam pemikiran praksis lingkungan alamnya. Ditambahkan olehSkolimowski
(2004:122) bahwa arsitektur membangun suatu jembatan di antara logos denganpraksis;
ia adalah suatu titik di mana kedua hal itu bertemu. Karena alas an ini
arsitekturmemperlihatkan secara nyata kebesaran visi-visi kita dan juga kegagalan
konsepsi-konsepsikita yang lebih besar. Singkatnya, di dalam arsitektur banyak ide
yang didiskusikan didalambab-bab sebelumnya menemukan suatu perwujudan yang
dapat dilihat.Pendapat Wines (2008) menjadi sangat jelas bahwa bangunan-bangunan
telahmengkonsumsi seperenam sumber air bersih dunia, seperempat produksi kayu
dunia, danduaperlima bahan bakar dari fosil. Oleh karena itu arsitektur merupakan salah
satu targetutama dari reformasi ekologi. Meskipun beberapa arsitek telah melakukan
rancang

Arsitektur hijau merupakan langkah untuk mempertahankan ekosistem di muka bumi dengan
cara meminimalkan perusakan alam dan lingkungan di mana mereka tinggal. Istilah Arsitektur
Hijau mulai dikenal dalam dunia arsitektur sejak tahun 1980-an. Pada masa itu, banyak sekali
bencana yang berhubungan dengan industri. Hal ini menandakan kemajuan peradaban manusia
dan menunjukan besarnya dampak kemajuan peradaban tersebut terhadap lingkungan (Baweja,
2008).

Menanggapi hal tersebut, pada tahun 1987 PBB mendirikan World Commisions on
Environment and Development (WCED) yang kemudian mengenalkan istilah “Sustainability”
yang kemudian dalam perkembangannya di bidang arsitektur dikenal dengan istilah “Green
Architecture”.

Istilah keberlanjutan menjadi sangat populer ketika mantan Perdana Menteri Norwegia
GH Bruntland memformulasikan pengertian Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development) tahun 1987 sebagai pembangunan yang dapat memilih kebutuhan manusia masa
kini tanpa mengorbankan potensi generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka
sendiri.

Menurut Brenda dan Robert Vale (1991), arsitektur hijau adalah suatu pendekatan
desain bangunan yang memperhatikan sumber daya alam yang digunakan untuk
bangunan, material, bahan bakar selama pembangunan, serta konsruksi dari pengguna
bangunan tersebut. Ia juga menambahkan prinsip green architecture ini bukan sebagai
rumus atau resep yang harus diikuti, tetapi sebagai pengingat bagi para desainer yang
kerap melupakan prinsip-prinsip tersebut. Brenda dan Robert Vale mengemukakan green
architecture dalam 6 prinsip yaitu memanfaatkan energi, memanfaatkan iklim,
meminimalisasikan penggunaan sumber daya alam batu, respek terhadap pengguna,
respek terhadap site, dan holisme. Dapat dikatakan arsitektur hijau merupakan bagian dari
pembangunan.

Keberlanjutan terkait dengan aspek lingkungan alami dan buatan, penggunaan energi,
ekonomi, sosial, budaya, dan kelembagaan. Penerapanarsitektur hijau akan memberi peluang
besar terhadap kehidupan manusia secara berkelanjutan. Aplikasui arsitektur hijau akan
menciptakan suatu bentuk arsitektur yang berkelanjutan.
Sektor bangunan di indonesia memiliki kontribusi yang cukup besar terutama dalam
konsumsi energi, konsumsi air, pemakaian lahan, dan beberapa masalah lainnya yang
memiliki potensi berdampak terhadap lingkungan, untuk itulah perlunya menerapkan
suatu konsep bangunan hijau (green buliding). Dalam konsep bangunan hijau ini
diperlukan suatu acuan yang pengembangannya menuju konsep bangunan hijau yang
terukur/obyektif, disesuaikan dengan kondisi yang ada, dan dilakukan evaluasi secara
periodik, dimana inti pencapaian dari semua itu adalah dapat memenuhi peraturan yang
berlaku, penghematan energi, mengurangi beban infrastruktur kota, konservasi sumber
daya, dan pengakuan atas komitmen bangunan hijau, salah satunya adalah rating
Greenship yang dikeluarkan oleh lembaga non profit di indonesia yaitu Green Building
Council Indonesia

 Zero Energy Cost, yaitu bangunan mampu menghasilkan energi dengan nilai sama
dengan energi yang dibutuhkan oleh bangunan tersebut.
 Zero Energy Emissions, yaitu bangunan mampu menghasilkan energi terbaharukan
dengan jumlah sama dengan energi yang dikonsumsi bangunan tersebut yang
menghasilkan polusi.

 ARSITEKTUR HIJAU
 Arsitektur hijau disebut juga arsitektur ekologis atau arsitektur ramah lingkungan,
adalah satu pendekatan desain dan pembangunan yang didasarkan atas prinsip-prinsip
ekologis dan konservasi lingkungan, yang akan menghasilkan satu karya bangunan
yang mempunyai kualitas lingkungan dan menciptakan kehidupan yang lebih baik
dan berkelanjutan.
 Arsitektur hijau diperlukan untuk menjawab tantangan persoalan lingkungan yang
semakin memburuk dan hal ini disebabkan karena pendekatan pembangunan yang
terlalu berorientasi pada aspek ekonomi jangka pendek semata.

 BANGUNAN HIJAU
 Bangunan hijau adalah satu pendekatan pembangunan bangunan yang didasarkan atas
prinsip-prinsip ekologis. Pendekatan ini dipilih berdasarkan kenyataan bahwa selama
ini 50% sumberdaya alam dipakai untuk bangunan dan 40% energi dikonsumsi
bangunan. Sementara itu lebih dari 50% produksi limbah berasal dari sektor
bangunan. Kenyataan ini menunjukkan adanya ketidak seimbangan lingkungan yang
berakibat pada menurunnya kualitas lingkungan dan kehidupan manusia.
komersial/ko·mer·si·al/ (a) 1 berhubungan dengan niaga atau perdagangan; (2) dimaksudkan
untuk diperdagangkan; (3) bernilai niaga tinggi, kadang-kadang mengorbankan nilai-nilai lain
(sosial, budaya, dan sebagainya);

Anda mungkin juga menyukai