Anda di halaman 1dari 31

1

A. Judul
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Umbi Bawang Dayak (Eleutherine
americana. Merr) Terhadap Propionibacterium acnes Penyebab Jerawat dan
Potensinya Sebagai Rancangan LKPD Pada Materi Kingdom Monera di Kelas X
SMA.

B. Latar Belakang
Bawang dayak (Eleutherine americana Merr) adalah salah satu tanaman yang
banyak dikenal oleh masyarakat sebagai tanaman obat tradisional. Tanaman ini
dapat tumbuh dengan mudah di dataran rendah pada ketiggian 600-2000 m
dengan pH sekitar 6-7. Pembudidayaan tanaman ini tergolong mudah sehingga
memungkinkan masyarakat untuk dapat memanfaatkan lingkungan tempat tinggal
sebagai lahan penanaman tumbuhan ini.
Bagian organ tubuh bawang dayak yang banyak dimanfaatkan yaitu umbinya.
Umbi bawang dayak dikonsumsi sebagai obat dalam bentuk basah ataupun sudah
dikeringkan. Menurut Galingging (2009) tanaman ini berpotensi sebagai obat
penyakit disuria, radang usus, disentri, penyakit kuning, luka, bisul, diabetes
melitus, hipertensi, menurunkan kolesterol, dan kanker payudara. Penelitian yang
dilakukan oleh Eka, dkk., (2015) menyatakan bahwa ekstrak umbi bawang dayak
memiliki kemampuan yang efektif sebagai antibakteri terhadap bakteri penyebab
jerawat. Salah satu bakteri yang berperan sebagai agen pembentukan jerawat yaitu
Propionibacterium acnes. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Muhammad Insanu, dkk.,(2014) senyawa-senyawa pada bawang dayak memiliki
peranan dalam bidang farmakologis seperti antihipertensi, antivirus,
antidermatophyte, dan antimikroba.
Berdasarkan skrining fitokimia yang dilakukan oleh Pratiwi (2015) ekstrak
etanol 70% bawang dayak mengandung senyawa flavonoid, saponin, fenolik dan
tanin. Senyawa yang diduga memiliki aktivitas penghambatan infeksi bakteri
penyebab jerawat adalah senyawa flavonoid. Senyawa ini merupakan senyawa
metabolisme sekunder yang banyak terdapat pada bagian epidermis dari umbi
bawang dayak dan berpotensi sebagai antioksidan bagi tanaman tersebut.
2

Flavonoid juga dapat menghambat infeksi bakteri jerawat Propionibacterium


acnes melalui pembentukan kompleks dengan protein ekstraseluler, mengaktivasi
enzim, dan merusak membran sel bakteri.
Propionibacterium acnes merupakan organisme utama yang pada umumnya
memberi konstribusi terhadap terjadinya jerawat. P.acnes termasuk dalam
kelompok bakteri gram positif yang berbentuk batang dan tidak berspora
(jawetz.,dkk, 2012).
Dari survey di kawasan Asia Tenggara, terdapat 40-80% kasus akne vulgaris
sedangkan di Indonesia menurut catatan studi dermatologi kosmetika Indonesia
menunjukan yaitu 60% penderita akne vulgaris pada tahun 2006, 80% pada tahun
2007 dan 90% pada tahun 2009 Prevelansi tertinggi yaitu pada umur 14-17 tahun,
dimana pada wanita berkisar 83-85% dan pada pria yaitu pada umur 16-19 tahun
berkisar 95-100%. (Fulton, 2010)
Berdasarkan data rekam medik dari Bagian Kulit dan Kelamin di RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado periode tahun 2009-2011, terdapat 121 pasien yang
merupakan penderita baru akne vulgaris, pasien akne vulgaris di dominasi pasien
perempuan sebanyak 75 pasien (61,9%), kelompok usia terbanyak pada usia 15–
24 tahun yaitu 76 pasien (62,8%), status pendidikan terbanyak pada kelompok
pelajar yaitu 73 pasien (60,3%). (Muhammad, 2012)
Penyebab terjadinya jerawat didorong beberapa factor diantaranya faktor
genetik, faktor bangsa ras, faktor makanan, faktor iklim, faktor jenis kulit, faktor
kebersihan, faktor penggunaan kosmetik, faktor stres, faktor infeksi dan faktor
pekerjaan. Penderita biasanya mengeluh adanya ruam kulit berupa komedo, papul,
pustula, nodus, atau kista dan dapat disertai rasa gatal. Daerah-daerah
predileksinya terdapat di muka, bahu, bagian atas dari ekstremitas superior, dada,
dan punggung. (Effendi, 2003)
Beberapa penelitian sebelumnya sudah banyak dilakukan untuk mengetahui
pemecahan permasalahan jerawat ini dengan memanfaatkan

Seorang guru biologi yang profesional harus senantiasa memperkaya


wawasan keilmuannya dengan hasil-hasil penelitian terbaru yang relevan dengan
3

materi esensial yang diajarkannya kepada peserta didik, termasuk penggunaan


bahan ajar yang memadai seperti modul. Modul adalah bahan ajar yang dikemas
secara utuh dan sistematis yang dapat dikembangkan agar kegiatan pembelajaran
dapat berlanjut meski ada atau tidaknya seorang guru. Bahan ajar modul
didalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan untuk
membantu peserta didik menguasai tujuan belajar (Depdiknas, 2008).
Penggunaan bahan ajar yang mengandung masalah kontekstual di masyarakat
sangat diperlukan untuk mempermudah proses pembelajaran dalam memahami
konsep-konsep materi dan pengayaan informasi. Pembelajaran pada kelas XI
SMA khususnya KD 3.6 yaitu menganalisis hubungan antara struktur jaringan
penyusun organ pada sistem sirkulasi dalam kaitannya dengan bioproses dan
gangguan fungsi yang dapat terjadi pada sistem sirkulasi manusia. Materi pada
KD ini merupakan materi yang sifatnya kontekstual di masyarakat. Hasil
penelitian mengenai pengaruh bawang dayak terhadap penurunan trigliserida ini
dapat digunakan untuk memperkaya materi khususnya mengenai gangguan
sirkulasi darah pada manusia sehingga peserta didik dapat memahami materi lebih
luas dan memadai dengan mengaitkan data-data hasil penelitian kadar trigliserida.
Berdasarkan permasalahan di atas perlu dilakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Ekstrak Bawang Dayak (Eleutherine americana Merr.) terhadap
Penurunan Trigliserida Darah Tikus Jantan Wistar dan Potensinya Rancangan
Modul Pada Materi Gangguan Sistem Sirkulasi Darah di Kelas XI SMA.

C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pengaruh aktivitas antimikroba ekstrak umbi bawang
dayak terhadap Propionibacterium acnes penyebab jerawat?
2. Bagaimanakah potensi hasil penelitian pengaruh aktivitas antimikroba
ekstrak bawang dayak terhadap Propionibacterium acnes penyebab
jerawat dan dapat digunakan sebagai rancangan LKPD pada materi
kingdom monera?
4

D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh aktivitas antimikroba ekstrak umbi bawang
dayak terhadap Propionibacterium acnes penyebab jerawat.
2. Untuk menghasilkan rancangan LKPD pada pembelajaran Biologi di SMA
kelas X pada materi kingdom monera.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi mengenai peranan bawang dayak sebagai
penghambatan pertumbuhan bakteri penyebab jerawat.
2. Sebagai alternatif pengayaan mengenai materi kingdom monera berupa
LKPD pada pembelajaran Biologi di SMA kelas X.

F. Definisi Operasional
1. Bawang dayak (Eleutherine americana Merr)
Bawang dayak yang digunakan dalam penelitian adalah Eleutherine
americana Merr. Yang di pesan dari perkebunan bawang dayak di kota
Malang dan dijadikan ekstrak. Ciri spesifik tanaman ini adalah umbi tanaman
yang berwarna merah menyala dan permukaan yang licin. Memiliki tipe
pertulangan daun sejajar dengan tepi daun licin dan bentuk daun berupa pita
yang bergaris-garis (Djadja, 2010).
2. Ekstrak Umbi Bawang Dayak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstrak zat
aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang diuapkan
dan massa atau serbuk digunakan setelah memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Ditjen POM, 1995). Dalam penelitian perolehan ekstrak
digunakan dengan metode maserasi. Metode ini menggunakan pelarut berupa
alkohol 96 %. Ekstrak yang digunakan dalam bentuk sediaan padat dan
dilarutkan dalam aquadest.
5

3. Pripionibacterium acnes
Propinibacterium acnes termasuk dalam kelompok bakteri
Corynebacteria dan merupakan jenis bakteri yang hidup tanpa memerlukan
adanya oksigen (bakteri anaerobic). Organisme ini yang hidup tanpa
memerlukan oksigen (aerotolerant). Pada penelitian ini bakteri yang
digunakan diisolasi langsung dari penderita jerawat.
4. LKPD
Lembar kerja peserta didik (LKPD) merupakan salah satu sarana untuk
membantu dan mempermudah dalam kegiatan belajar mengajar sehingga
akan terbentuk interaksi yang efektif antara peserta didik dengan pendidik,
sehingga dapat meningkatkan aktifitas peserta didik dalam peningkatan
prestasi belajar. LKPD yang dibuat adalah pada konsep kingdom monera.
G. Kajian Teoritis
1) Biologi Bawang Dayak (Eleutherine americana Merr.)
Bawang dayak merupakan salah satu tanaman suku Iridaceae yang
berkhasiat obat. Tanaman ini tumbuh di daerah dataran rendah dengan
ketinggian 600-2000 m di atas permukaan laut. Tanaman ini berasal dari
Amerika tropis. Tanaman ini dapat hidup pada lahan yang kaya akan belerang
dengan PH antara 6-7. Ciri spesifik tanaman ini adalah umbi tanaman
berwarna merah menyala dengan permukaan yang licin (Galingging, 2009).
Berikut klasifikasi tanaman bawang dayak (Eleutherine americana Merr.) :
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Sub Class : Liliidae
Ordo : Liliales
Famili : Iridaceae
Genus : Eleutherine
Spesies : Eleutherine americana Merr
Gambar 1. Bawang dayak (Puspita, 2014)
Berikut morfologi bawang dayak menurut Puspita (2014) :
6

a. Batang bawang dayak


Tumbuhan ini berupa terna menahun yang merumpun sangat kuat,
membentuk rumpun-rumpun besar. Tingginya hanya mencapai 26 -50
cm. Batang bawang dayak tumbuh tegak atau merunduk, basah dan
berumbi (lihat gambar 2.)

Gambar 2. Morfologi batang bawang dayak


b. Daun bawang dayak
Bawang dayak memiliki daun tunggal lonjong berujung runcing
dengan pangkalan yang tumpu, pertualangan menyirip, warna hijau (daun
seperti tanaman anggrek tanah) dan berbentuk pita sepanjang 15-20 cm,
lebar 3-5 cm mirip palem. Letak daun berpasangan dengan komposisi
daun bersirip ganda. Tipe pertulangan daun sejajar dengan tepi daun licin
dan bentuk daun berbentuk pita berbentuk garis. Daunnya ada dua
macam, yaitu yang sempurna berbentuk pita dengan ujungnya runcing,
sedang daun-daun lainnya berbentuk menyerupai batang (lihat gambar 3).

Gambar 3. Morfologi daun bawang dayak


c. Umbi bawang dayak
7

Bagian bawang dayak yang paling banyak dimanfaatkan yaitu


umbinya. Umbi pada tumbuhan ini umumnya berbentuk lonjong, bulat
telur, merah seperti bawang merah, tidak berbau dan berasa pahit. Umbi
tersebut berlapis terdiri dari 5-6 lapis dengan panjang umbi 4-5 cm dan
diameter 1-3 cm (lihat gambar 4) .

Gambar 4. Morfologi umbi bawang dayak


d. Bunga bawang dayak
Bunganya berupa bunga tunggal, warnanya putih, berkelopak lima
dan terdapat pada ketiak-ketiak daun atas, dalam rumpun-rumpun bunga
yang terdiri dari 4 sampai 10 bunga. Bunganya mekar menjelang sore,
jam 5 sampai jam 7 sore dan kemudian menutup kembali. Buah kotaknya
berbentuk jorong dengan bagian ujungnya berlekuk (lihat gambar 5).

Gambar 5. Morfologi bunga bawang dayak


e. Akar bawang dayak
8

Tanaman bawang dayak memiliki system perakaran serabut. Jika


bawang di tanam dalam wadah pot kecil bediameter 5 cm maka dalam
waktu 45 hari pot akan dipenuhi oleh akar serabut berbentuk melingkar
(lihat gambar 6).

Gambar 6. Morfologi akar bawang dayak


f. Buah dan biji bawang dayak
Tanaman bawang dayak mempunyai buah kotak berbentuk jorong
dengan bagian ujungnya berlekuk. Bila masak merekah menjadi 3 rongga
yang berisi banyak biji. Tanaman ini juga mempunyai bentuk biji bundar
telur atau hampir bujur sangkar. Warna biji coklat dan hampir mendekati
warna hitam.
2) Manfaat dan Kandungan Kimia Bawang Dayak (Eleutherine
americana Merr)
a. Manfaat Bawang Dayak (Eleutherine americana Merr)
Bawang dayak (Eleutherine americana Merr) adalah tanaman obat
yang telah banyak dibudidayakan di Asia Tenggara. Tanaman ini dikenal
mampu mengobati penyakit kardiovaskuler. Pada suku Dayak, beberapa
orang menggunakan umbi bawang tersebut untuk meningkatkan produksi
ASI, pengobatan diabetes, kanker payudara, stroke, hipertensi dan
kelainan seksual. Di daerah lain juga ditemukan mengobati gangguan
koroner, dan digunakan sebagai diuretik, emetik, purgatif, penurunan
protrombin, antifertilit, anti hipertensi, luka aktivitas penyembuhan.
Selain itu, secara farmakologis bawang dayak memiliki potensi sebagai
antimikroba, agen anti-inflamasi, penghambat alfa-glukosidase, dan
replikasi HIV topoisomerase II. Secara garis besar terdapat tiga
9

kelompok senyawa bawang dayak yang memiliki peranan dalam bidang


farmakologis. Kelompok senyawa tersebut yaitu naftalena,
naphtoquinone dan antrakuinon. Turunan senyawa dari kelompok yang
berperan sebagai antihipertensi yaitu eleutherol, eleutherine, dan
isoeleutherine. Sedangkan senyawa lainnya yang dapat bertindak sebagai
antivirus yaitu isoeleutherine, dan isoeleutherol; sebagai
antidermatophyte dan antimelanogenesis yaitu eleutherine; sebagai
antimikroba yang menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus, Streptococcus mutan, dan beberapa jamur yang dapat merugikan
seperti Aspergilus niger, Rhizopus sp, dan Penicillium sp yaitu senyawa
eleutherol, eleutherin, isoeleutherin, hongconin, two antraquinones, dan
elecancins (Muhammad Insanu, dkk. 2014).
Senyawa dari kelompok naftalena pada bawang dayak yaitu
eleutherol, eleutherinoside A , dan eleuthoside B juga diketahui
mempunyai potensi dalam pengobatan penyakit diabetes (Tomohiro, et
al. 2011).
Berikut struktur kimia kandungan umbi bawang dayak (Gambar 2) :

Gambar 7. Struktur kimia isolasi ekstrak bawang dayak


(Muhammad Insanu, dkk. 2014
b. Kandungan kimia bawang dayak (Eleutherine americana Merr)
10

Kandungan kimia dari bawang dayak yang bertindak sebagai


antioksidan dapat dilihat pada (tabel 1).
Tabel 1. Hasil penapisan fitokimia ekstrak air dan etanol umbi bawang dayak

Jenis Ekstrak
Kelompok Senyawa Fitokimia
Air Etanol
Alkaloid ( +++) (++)
Saponin (+) (+)
Tanin (+) ( ++)
Fenolik (++) ( +++)
Flavonoid (-) ( +++)
Triterpenoid ( ++++) ( ++++)
Keterangan : - = negatif, + = posistif lemah, ++ = positif sedang, +++ = positif
kuat, ++++ = positif sangat kuat.
Sumber : Febrinda, et al. (2014)

Berikut beberapa kandungan kimia yang terdapat dalam umbi


bawang dayak :
1) Flavonoid
Flavonoid merupakan kelompok senyawa metabolit sekunder
yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman. Senyawa
flavonoid banyak terdapat di sel epidermis terutama di vakuola sel
tumbuhan. Senyawa ini termasuk golongan senyawa fenolik dengan
struktur kimia C6-C3-C6 (Gambar 8). Kerangka flavonoid terdiri atas
satu cincin aromatik A, satu cincin aromatik B, dan cincin tengah
berupa heterosiklik yang mengandung oksigen. Sistem penomoran
digunakan untuk membedakan posisi karbon di sekitar molekulnya
Flavonoid terbentuk dari alur biosintesis gabungan yang terdiri atas
unit-unit yang diturunkan dari asam sikimat dan asetat-malonat pada
jalur poliketida. Flavonoid berperan sebagai antioksidan dengan cara
mendonasikan atom hidrogennya atau melalui kemampuannya
mengkelat logam, berada dalam bentuk glukosida (mengandung
11

rantai samping glukosa) atau dalam bentuk bebas yang disebut


aglikon (Abdi, 2010).

Gambar 8. Struktur kimia flavonoid (Abdi, 2010)


2) Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan senyawa kimia yang
larut dalam pelarut organik yang mengandung nitrogen. Oleh
karena itu, pada pemeriksaan senyawa alkaloid pada ekstrak air,
etanol dan air-etanol pada saat penambahan pereaksi
dragendrof membentuk larutan berwarna jingga sehingga
alkaloid dinyatakan positif. Alkaloid banyak ditemukan pada
pelarut polar. Hal ini karena golongan senyawa alkaloid
yang berpotensi sebagai antioksidan merupakan senyawa-
senyawa polar, yang akan terekstraksi pada pelarut yang
bersifat polar. Alkaloid ada yang bersifat racun dan ada pula
memiliki aktivitas fisiologis pada kesehatan manusia, sehingga
dapat digunakan secara luas dalam pengobatan. Contoh alkaloid
yang sering ditemukan yaitu nikotina, morfina, kodenia, dan atropine
(Ralp dan Joan, 1982).

Gambar 9. Struktur kimia alkaloid (Ralp dan Joan, 1982).


12

3) Saponin
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan dapat
menimbulkan busa jika dikocok dalam air, bersifat seperti sabun.
Saponin merupakan glikosida triterpena dan sterol dan telah
terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan, glikosida saponin
terkadang memiliki struktur yang rumit karena banyak saponin yang
mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen umumnya
adalah asam glukuronat (Robinson, 1995:157)
Ada dua jenis saponin glikosida triterpenoid alkohol dan
glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai samping
spiroketal. Pada hidrolisis saponin dihasilkan aglikon yang disebut
sapogenin.

Gambar 10. Struktur kimia saponin (Robinson, 1995:157)


4) Tanin
Tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan dan terdapat
luas dalam tumbuhan berpembuluh. Dalam angiospermae terdapat
khusus dalam jaringan kayu, tanin dapat bereaksi dengan protein
membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air. Di dalam
tumbuhan, letak tanin terpisah dari protein dan enzim. Dalam
industri, tanin mampu mengubah kulit hewan mentah menjadi kulit
siap pakai karena kemampuannya menyambung silang protein
Secara kimia, terdapat dua jenis tanin yaitu tanin terkondensasi dan
tannin terhidrolisis. Tanin terkondensasi atau flavolan memiliki
nama lain proantosianidin, berasal dari reaksi polimerisasi
13

(kondensasi) antar flavonoid. Terdapat dalam paku-pakuan,


gymnospermae, dan tersebar luas di angiospermae, terutama
tumbuhan berkayu. Tanin terhidrolisis terdapat pada tumbuhan
berkeping dua. Terbentuk dari esterifikasi gula dengan asam fenolat
sederhana yang merupakan tanin turunan sikimat (misalnya asam
galat), terdiri atas dua kelas yang paling sederhana ialah depsida
galoilglukosa (Harborne, 1996:102).

Gambar 11. Struktur kimia tanin (Harborne, 1996:102).


5) Terpenoid
Terpenoid berasal dari molekul isoprena dan kerangka
karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5,
dapat juga dengan berbagai jenis penutupan cincin, derajat
ketidakjenuhan, dan gugus fungsi melalui kaidah ‘kepala ke ekor’.
Terpenoid banyak ditemukan secara alami pada tumbuhan dalam
bentuk ester atau glikosida bukan dalam bentuk bebas. Secara kimia,
terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat dalam
sitoplasma sel tumbuhan (Harborne,1996:125).

Gambar 12. Struktur terpenoid (Harborne,1996:125)


14

3) Simplisia dan Ekstraksi Bawang Dayak (Eleutherine americana


Merr)
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa
bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati,
simplisia hewani, dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah
simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat
tumbuhan (Depkes. RI, 1979:XI).
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstrak zat
aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk
yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan. (Ditjen POM, 1995).
Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan
ke dalam minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Struktur kimia yang
berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa
tersebut terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat, dan derajat
keasaman. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia
akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi (Depkes. RI,
2000:1).
Ekstraksi bertujuan untuk memperoleh senyawa metabolit sekunder dari
bahan biogenik dengan cara melepaskannya dari matriks. Sering kali
terkandung bahan yang kompleks dan beberapa jumlah keberadaan unsurnya,
sehingga pemilihan metode ekstraksi merupakan hal yang sangat penting.
Pemilihan metode yang salah dapat menyebabkan seluruh proses isolasi
menjadi gagal jika beberapa atau semua senyawa yang diinginkan dari bahan
tidak bisa dilepaskan dari matriks dengan memuaskan (Yrjonen, 2004:12).
Proses ekstraksi yang khas, terutama untuk bahan tanaman, menggabungkan
langkah-langkah berikut (Dinan, 2005) :
15

a. Pengeringan dan penggilingan bahan tanaman atau homogenisasi


bagian tanaman segar (daun, bunga, dan lain-lain) atau maserasi
seluruh bagian tumbuhan dengan pelarut.
b. Pemilihan pelarut
1) Pelarut Polar : air, etanol, metanol dan sebagainya.
2) Pelarut Semi polar : etil asetat , diklorometana, dan sebagainya.
3) Pelarut non polar : n-heksana, petroleum eter, dan kloroform.
c. Pemilihan metode ekstraksi
Metode ekstraksi yang sering digunakan yaitu metode maserasi.
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut
pada temperatur kamar dengan pengocokan atau pengadukan beberapa
kali. Keuntungan metode ekstraksi maserasi yaitu, prosedur dan peralatan
yang digunakan lebih sederhana dibandingkan dengan metode ekstraksi
lainnya. Pengadukan pada proses maserasi bertujuan untuk meningkatkan
kontak antar serbuk simplisia dengan pelarut sehingga zat - zat aktif
dalam serbuk simplisia banyak yang tersari dalam larutan penyari. Proses
ekstraksi berakhir pada saat tercapai keseimbangan konsentrasi zat aktif
di dalam pelarut dan di dalam simplisia. Maserasi digunakan untuk
penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah rusak karena
pemanasan, mudah larut dalam penyarinya dan mengembang dalam
cairan penyari. Sedangkan kerugiannya adalah penyarian tidak
berlangsung maksimal.
Salah satu pelarut organik yang dapat digunakan untuk proses
ekstraksi yaitu etanol. Etanol digunakan sebagai pelarut karena sebagian
besar senyawa polar dan semipolar dapat terekstraksi (Heinrich, 2009).
Etanol juga memiliki keuntungan yaitu lebih selektif, kapang dan bakteri
sulit tumbuh, tidak beracun, netral, serta panas yang diperlukan lebih
sedikit. Etanol dapat melarutkan alkaloida basa, minyak menguap,
glikosida, kurkumin, kumarin, anrakinon, flavanoid, steroid, dammar
dan klorofil. Lemak, malam tanin dan saponin hanya sedikit
larut (Depkes RI, 1986).
16

4) Kingdom Monera
5) Integrasi Hasil Penelitian dalam Bahan Ajar Berupa LKPD
Sumber belajar adalah segala tempat atau lingkungan sekitar, benda, dan
orang yang mengandung informasi dapat digunakan sebagai wahana bagi
peserta didik untuk melakukan proses perubahan tingkah laku (Depdiknas
2008). Sumber belajar dikategorikan menjadi enam yaitu lingkungan, benda,
orang, bahan, buku, dan peristiwa (Direktorat Pembinaan SMA 2010).
Menurut Andi Prastowo (2011), bahan ajar merupakan segala bahan, baik
informasi, alat, maupun teks yang disusun secara sistematis yang
menampilkan secara utuh kompetensi yang akan dikuasai siswa dan
digunakan dalam proses pembelajaran. Bahan ajar dapat berupa bahan ajar
cetak yang meliputi handout, buku, modul, poster, lembar kerja siswa, serta
dapat berupa bahan ajar audio, audio visual, multimedia interaktif, dan bahan
ajar berbasis web (Direktorat Pembinaan SMA 2010). Sumber maupun bahan
ajar sebagai komponen sistem pembelajaran perlu dikembangkan dalam
kegiatan pembelajaran.
LKPD adalah salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan
sistematis didalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang
terencana dan diin untuk membantu peserta didik menguasai tujuan belajar.
Selain itu modul juga sebagai sarana belajar yang bersifat mandiri, sehingga
peserta didik dapat belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing (Abdul
Sudrajat, 2008). Tujuan utama LKPD adalah untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas pembelajaran, baik waktu, dana, fasilitas, maupun tenaga guna
mencapai tujuan secara optimal. Selain itu, modul juga sebagai sarana belajar
yang bersifat mandiri, sehingga mahasiswa dapat belajar sesuai dengan
kecepatan masing-masing. LKPD ditulis dengan menggunakan strategi
instruksional yang sama seperti yang digunakan dalam pembelajaran.
Prestasi belajar merupakan pencerminan hasil belajar yang dicapai
setelah mengikuti proses belajar mengajar. Keberhasilan siswa dalam proses
belajar dipengaruhi oleh berapa faktor, pada garis besarnya dapat dibedakan 2
macam, yaitu faktor dari siswa (internal) dan dari luar diri siswa (eksternal).
17

Faktor dari dalam diri siswa antara lain: kecerdasan, bakat, minat, motivasi
diri, disiplin diri, dan kemandirian, sedangkan faktor dari luar berupa
lingkungan alam, kondisi sosial, ekonomi, lingkungan sekolah guru,
kurikulum, dan sebagainya. Dari faktor-faktor tersebut, faktor dari dalam diri
siswa merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan
belajar, sebab dalam proses belajar sasaran utamanya adalah siswa tersebut
sebgai subyek belajar.
Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar adalah
penggunaan sumber belajar di sekolah, hal ini meliputi sumber belajar
tercetak, non cetak, fasilitas belajar, ataupun lingkungan di sekolah. Sumber
belajar adalah bahan-bahan apa saja yang dapat di manfaatkan untuk
membentuk guru maupun siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran dalam
mempermudah proses belajar guru di tuntut dalam merancang sumber belajar
lebih kreatif, karena sumber belajar sangat berpengarh dalam proses
pembelajaran. Guru bukan satu- satunya sebagai sumber belajar, walaupun
tugas, peranan dan fungsi guru dalam proses belajar mengajar sangat penting.
Proses belajar dalam diri siswa akan terjadi baik karena ada yang secara
langsung diajarkan oleh seorang guru dan ada yang tidak langsung. Siswa
yang diajarkan langsung harus aktif berintraksi dengan media atau sumber
belajar yang lain, guru hanyalah satu dari begitu banyak sumber belajar yang
dapat memungkinkan belajar.
Salah satu mata pelajaran yang di berikan di SMA adalah mata pelajaran
biologi. Mata pelajaran biologi diberikan sebagai program pengajaran umum
di kelas, mata pelajaran ini ditujukan untk membekali siswa sebagai calon
warga masyarakat yang mengerti masalah yang terjadi pada lingkungan
sekitarnya pada aspek-aspek biologis. Mata pelajaran biologi berangkat dari
fakta atau gejala yang nyata sehingga siswa diharapkan mempunyai
kemadirian dalam pemanfatan sumber belajar yang berkaitan dengan
pelajaran biologi, sehingga dapat digunakan untuk menambah wawasan atau
pengatahuan.
18

H. Hipotesis
Ha : Pemberian ekstrak bawang dayak berpengaruh terhadap
Propionibacterium acnes penyebab jerawat

Ho : Pemberian ekstrak bawang dayak tidak berpengaruh terhadap


Propionibacterium acnes penyebab jerawat

Metode Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di laboratorium Pendidikan Biologi dan
laboratorium TBAM (Teknologi Bahan Alam dan Mineral) Teknik Kimia
Universiatas Riau, serta Laboratorium Kesehatan Daerah Pekanbaru.
Penelitian ini berlangsung pada bulan - 2018.
2. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik,
eksikator, penjepit cawan, blender, Gelas kimia 1000 mL, batang pengaduk,
corong, kain saring, batang statif, botol 1000 mL, labu erlenmeyer 100 mL,
vakum rotari evaporator.
Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu bawang dayak, nutrient
agar masker, sarung tangan, etanol 96 %, dan aquadest.
3. Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental
laboratorik. Uji aktivitas antibakteri dari ekstrak umbi bawang dayak
terhadap bakteri Propionibacterim acnes dilakukan secara in vitro
menggunakan metode difusi sumur dengan analogi penentuan diameter zona
hambatan. Pengujian antibakteri disusun dalam Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan uji pendahuluan pada konsentrasi ekstrak umbi bawang dayak
10 %, 25%, 50%. Setelah diketahui hasil dari uji pendahuluan diuji kembali
dengan 5 perlakuan berbagai variasi konsentrasi ekstrak umbi bawang dayak
1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% serta digunakan aquades sebagai kontrol dan
tetrasiklin sebagai pembanding. Perlakuan diulang sebanyak 3 kali ulangan.
19

Penelitian meliputi determinasi sampel, uji kadar air, preparasi sampel,


sterilisasi alat-alat, pembuatan media, pembuatan konsentrasi ekstrak,
penyiapan bakteri uji, dan uji aktivitas ekstrak daun beluntas terhadap bakteri
Propionibacterium acnes.
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah diameter zona
hambat bakteri Propionibacterium acnes pada media agar darah yang diberi
perlakuan dengan masing-masing konsentrasi ekstrak daun beluntas.
Pengukuran diameter zona hambat pertumbuhan bakteri menggunakan
mistar. Data dianalisis dengan metode ANOVA (Analysis of Variance)
menggunakan software SPSS.
Rancangan penelitian dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 14. Diagram rancangan penelitian


Keterangan :
4. Variabel Penelitian
Variabel bebas pada penelitian ini adalah pemberian ekstrak bawang
dayak dengan dosis 100 mg/KgBB dan 200 mg/KgBB secara oral pada tikus
selama 14 hari. Varibel terikat yaitu kadar trigliserida darah pada hewan uji
coba tikus putih (Rattus norvegicus) setelah pemberian ekstrak bawang
dayak selama 14 hari. Sedangkan variabel kendali pada penelitian ini yaitu
galur tikus, jenis kelamin, berat tubuh, umur dan pakan yang diberikan,
kandang, serta kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban udara, dan
tekanan.
5. Sampel Penelitian
Penelitian ini mengunakan kultur bakteri Pripionibacterium acne,
bakteri ini dikultur pada media Nutrein agar yang di inkubasi pada suhu 37OC
selama 24 jam. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya (Agil Dananjaya, FK UB)

menggunakan juml
ah kelompok sebanyak 7 kelompok. Madu

(t-1)(n-1) ≥ 15
20

karet
100%, ekstrak madu
karet
dengan variasi konsentrasi
20%, 25%, 50%,
dan
100%, serta kontrol positif menggunakan
antibiotik amoksisilin 25ug
maupun
kontrol negatif menggunakan pelarut aseton dan n
-
heksan
.
Penentuan jumlah sample mengunakan rumus feder
Oleh karena itu digunakan rumus Federer : (k-1).(n-
1) ≥ 15
Keterangan :
k = jumlah kelompok perlakuan
n = jumlah sample dalam tiap kelompak
Sehingga berdasarkan penghitungan menghasilkan sampel sebagai
berikut :
16
(k
-1).(n-1)
≥ 15
(
7
-
1).(n
-
1)
21

≥ 15
6
.(n
-
1)
≥ 15
6
n
-
6
≥ 15
6
n

21
n

21
/4
n

4
(hasil pembulatan)
Maka
jumlah pengulangan yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 4
pengulangan
. Sampel akan dibagi kedalam 4 kelompok perlakuan. Jumlah sampel
yang digunakan menurut Anjar (2016) dalam penelitian dihitung berdasarkan
jumlah kelompok dalam penelitian dengan menggunakan rumus Federer:

Keterangan :
22

t = Banyak perlakuan
n= Jumlah sampel
Hasil perhitungan dari jumlah sampel yang ditetapkan yaitu :
(t-1)(n-1) ≥ 15
(4-1)(n-1) ≥ 15
3n-3 ≥ 15
3n ≥ 12
n≥4
Berdasarkan perhitungan maka diperoleh jumlah ideal sampe tiap
kelompok yaitu 4 ekor tikus sehingga jumlah keseluruhan 16 ekor tikus. Akan
tetapi, untuk mengantisipasi tikus yang mati saat penelitian maka digunakan 1
ekor tikus sebagai cadangan tiap kelompok. Dengan demikian, jumlah
keseluruhan tikus yang digunakan pada penelitian yaitu 20 ekor tikus.
6. Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri dari 3 tahap yaitu tahap pra penelitian, tahap
penelitian dan tahap pengembangan LKPD sebagai bahan ajar Biologi kelas
X mengenai materi kingdom monera.

a. Tahap Pra Penelitian

b. Tahap Penelitian
1) Pembuatan simplisia bawang dayak
Dalam prosedur pembuatan simplisia bawang dayak menurut
Depkes RI (2000) yaitu umbi bawang dayak dipilih yang berukuran
besar kemudian dicuci dengan air bersih lalu dirajang dan
dikeringkan dengan cara diangin- anginkan hingga kering tanpa sinar
matahari, kemudian umbi bawang dayak yang telah keringkan lalu
digiling menggunakan blender, setelah itu dimasukkan ke dalam
wadah yang tertutup rapat.
2) Pembuatan ekstrak bawang dayak
23

Pembuatan ekstrak bawang dayak menggunakan metode


maserasi dengan melarutkan simplisia ke dalam pelarut etanol 96%.
Setelah itu dilakukan evaporasi dengan alat rotary evaporator pada
suhu 60˚C selama ± 40 menit setiap 200 ml sekali putaran.
3) Penentuan pemberian dosis ekstrak bawang dayak
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Eka,
dkk (2016) dosis 1-5% ektrak umbi bawang dayak efektif dalam
menghambat pertumbuhan bakteri Pripionibacterium acnes. Pada
penelitian ini, peneliti menggunakan acuan dosis variasi perlakuan
yaitu . Dosis ekstrak tersebut dimasukkan ke dalam tubuh tikus
secara oral dengan mengencerkan terlebih dahulu dalam aqudest.
Persen pemberian pada tikus secara oral yaitu 1 % (1 ml obat/ekstrak
diberikan untuk setiap 100 gram berat badan hewan). Volume cairan
maksimal yang dapat diberikan per oral pada tikus adalah 5 ml.
Penentuan jumlah/ berat ekstrak untuk dosis menggunakan
rumus :
Jumlah ekstrak = dosis (mg/kgBB) x total berat hewan (Kg/BB)
Setelah penentuan jumlah ekstrak, maka ditentukan volume
sediaan untuk melarutkan ekstrak tersebut dengan menggunakan
rumus :
Volume sediaan = berat ekstrak (mg) : konsentrasi pemberian (ml)

Kemudian setelah sediaan selesai dibuat, untuk memberikan


pada tikus menggunakan rumus :
Volume pemberian = berat badan tikus (gr) x persen pemberian
(ml)
4) Pemilihan Hewan Uji
Pada tahap ini dipilih 20 ekor tikus jantan galur Wistar,
berumur 3-4 bulan, berat badan 150-250 gr yang berasal dari satu
keturunan (kohort), dan dalam keadaan sehat yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.
a. Kriteria inklusi
24

 Berumur 2 - 3 bulan
 Berat badan 150 - 220 gram/ekor
 Memiliki bulu putih dan halus
 Bergerak aktif dan tingkah laku normal
b. Kriteria eksklusi
 Penampakan bulu tikus kusam, rontok dan botak
 Terdapat penurunan berat badan >10% setelah masa
adaptasi
 Tikus Wistar cacat atau mati
5) Pemeliharaan Tikus
Tikus diadaptasikan dengan lingkungan baru selama satu
minggu, dengan masing-masing kandang berjumlah 5 ekor tikus.
kandang diberi alas berupa sekam padi untuk mempercepat serapan
kotoran. Alas kandang tersebut dibersihkan dalam kurun waktu 3
hari sekali dan kandang diletakkan di ruangan yang berventilasi
cukup pada suhu ruangan dengan sirkulasi udara yang baik. selama
adaptasi, tikus didiberi makan pelet standar setiap hari dan minuman
mineral secara ad libitum yang diganti selama 24 jam.
6) Pengukuran berat badan tikus
Pengukuran berat badan tikus dilakukan untuk menentukan
dosis pemberian ekstrak bawang dayak dan mengetahui kondisi fisik
tikus selama penelitian. Pengukuran berat badan juga dilakukan
sebelum pengecekan trigliserida darah pada tikus.
7) Prosedur pembuatan tikus hiperkolesterol
Pemberian pakan hiperkolesterol berupa kuning telur bebek
sebanyak 2 ml/200KgBB yang diberikan secara oral pada tikus
dengan cara disonde selama 2 minggu. Kondisi tikus hiperkolesterol
dengan pakan ini yaitu > 88 mg/dl (Devi, 2014).
8) Prosedur pemberian dosis ekstrak bawang dayak
Langkah-langkah pembuatan dosis ekstrak bawang dayak adalah
sebagai berikut :
25

a) Masing-masing tikus ditimbang dengan menggunakan


timbangan digital
b) Rata-rata berat tikus dikonversikan dengan dosis ekstrak
bawang dayak yaitu 100 mg/KgBB dan 200 mg/KgBB
c) Ekstrak ditimbang menggunakan timbangan analitik
d) Diberi aquadest untuk melarutkan ekstrak tersebut dengan
rumus yang disesuaikan dengan dosis
e) Dosis ekstrak bawang dayak digunakan dengan
menyesuaikan berat tikus pada tiap kelompok perlakuan
pemberian ekstrak bawang dayak
f) Dosis ekstrak bawang diberikan selama 14 hari dengan
menggunakan sonde pada tikus
9) Pembedahan dan pengambilan sampel darah pada tikus
Adapun langkah dalam pembedahan dan pengambilan sampel
darah tikus adalah sebagai berikut :
a) Tikus dimasukkan dalam desikator dan dibius
menggunakan kapas yang telah ditetesi chloroform.
b) Tikus dibedah secara membujur dari thoraks sampai
abdomen.
c) Diambil darah pada jantung tikus menggunakan jarum
suntik 3 cc.
d) Dimasukkan darah pada tabung vacuntainer yang telah
diberi label
10) Pengecekan trigliserida darah tikus
Berikut langkah-langkah yang dilakukan saat pengecekan
trigliserida darah :
a) Darah tikus pada tabung vacuntainer di sentrifuge dengan
kecepatan 40 rpm selama 10 menit.
b) Diambil serum darah dan dilakukan pencampuran reagent
trigliserida.
Tabel 4. Prosedur pencampuran reagent trigliserida
26

Blanko Standar/control Sampel

Reagent
1000 μl 1000 μl 1000 μl
trigliserida
Standar ------- 10 μl --------
Serum ------- -------- 10 μl
Sumber : Galing, 2014.

c) Dilakukan pengukuran menggunkan metode GPO-PAP


yang merupakan tes warna enzimatik.
Berikut reaksi trigliserida yang bekerja dengan metode
GPO-PAP :
lipase
Trigliserida + H2O gliserol + asam lemak

gliserol kinase
Gliserol + ATP gliserol-3-fosfat + ADP

Gliserol-3-fosfat + O2 – gliserol-3-fosfat oksidase


dihidroksiaseton fosfat +
H2O2
2H2O2 + 4-aminofenazon + 4 klorofenol – peroksidase
quinoneimine +
HCl + H2O
c. Tahap Perancangan Modul Pada Materi Gangguan Sirkulasi
Darah
Pada tahap ini data yang telah diperoleh, kemudian dianalisis secara
deskripsi dipadukan dengan berbagai teori untuk di jadikan sumber
belajar pada konsep pembelajaran pada kelas XI SMA KD 3.6 yaitu
menganalisis hubungan antara struktur jaringan penyusun organ pada
sistem sirkulasi dalam kaitannya dengan bioproses dan gangguan fungsi
yang dapat terjadi pada sistem sirkulasi manusia, khususnya pada materi
gangguan pada sirkulasi darah.
Modul pembelajaran dirancang dengan menggunakan pendekatan
berbasis masalah. Hal ini sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013 bahwa
siswa diharapkan mampu menganalisis permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari dengan materi yang dipelajari. Model pembelajaran yang
dapat digunkan dengan modul ini yaitu model PBL (Problem Based
Learning). Menurut Rusman (2012) bahwa aktivitas siswa yang
27

ditimbulkan oleh model ini berpengaruh positif terhadap kemampuan


pemecahan masalah siswa.
Adapun karakteristik pembelajaran Problem Based Learning
menurut yaitu:
1. Permasalahan menjadi strating point dalam belajar
2. Permasalahan yang diangkat adalah permasalaahan yang ada di
dunia nyata yang tidak terstruktur
3. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda
4. Permasalahan menantang pengetahuan yang menantang pengetahuan
yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian
membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam
belajar
5. Belajar adalah kolaburatif, kooperatif, dan komunikatif.

Adapun format rancangan modul secara umum yang digunakan dan


untuk dimodifikasi adalah format modul Depdiknas (2008) adalah :
- Judul
- Petunjuk belajar
- Kompetensi yang akan dicapai
- Materi
- Latihan-latihan
- Lembar Kerja (LK)
- Evaluasi/Penilaian
Rancangan yang akan dibuat nantinya dapat dijadikan pedoman bagi
tenaga pendidik atau peneliti untuk mengembangkan hasil penelitian
menjadi sebuah modul yang utuh.
7. Teknik Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan uji Anova
(Analysis of Variance). Menurut Syofian (2015) uji Anova merupakan
analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis nol (Ho) mengenai 3 atau
lebih rata-rata populasi yang sama. Dalam penelitian ini menggunakan jenis
28

Anova oneway yang menggunakan 1 faktor, dimana faktor tersebut memiliki


3 atau lebih kelompok. Analisis ini mengelompokkan data berdasarkan satu
kriteria saja. Jika memberikan pengaruh atau perbedaan maka dilakukan uji
lanjutan (uji Tukey) dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05).

I. Daftar Pustaka
Abdul Sudrajat. 2008. Konsep Sumber Belajar. (Online) www.wordpress.com.
(diakses 5 Februari 2017).

Abdi Redha. 2010. Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif dan Peranannya


Dalam Sistem Biologis. Jurnal Berlian 9 (2) : 196 – 202.

Adam J.M.F. 2007. Dislipidemia. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas


Kedokteran. Jakarta.

Ade Yonata dan Arif Satria Putra Pratama. 2016. Hipertensi sebagai Faktor
Pencetus Terjadinya Stroke. Jurnal Majority 5 (3).

Amwila, A.Y, M.C. Linder, dan A. Parakkasi. 1992. Biokimia Nutrisi dan
Metabolisme. Universitas Indonesia. Jakarta.

Anjar Mahardian Kusuma. 2016. Efek Ekstrak Bawang Dayak (Eleutherine


palmifolia (L.)Merr) dan Ubi Ungu (Ipomoea batatas L) terhadap
Penurunan Kadar Kolesterol dan Trigliserida Darah pada Tikus Jantan.
Jurnal Kefarmasian Indonesia.; 6 (2).

Becker C.A., and R. C. Bachuizen van den brink. 1968. Flora Of Java
(Spermatophytes only). Volume III Angiospermae, Famili 191-238,
Addenda et Corrigen Da General Index To Volumes I-III, Wolter-
Noordhoftt N.V, Groningen, The Netherlands.
Depdiknas. 2008. Pengembangan Bahan Ajar Sosialisasi KTSP 2008. BSNP.
Jakarta.
DepKes RI. 2014. Info DATIN (Pusat Data dan Kesehatan Kementrian RI).
(Online),http//www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/inf
odatin/...jantung.pdf (diakses pada 5 November 2017).
Departemen Kesehatan RI. 1986. Sediaan Galenik. Depkes RI. Jakarta.
DepKes RI. 2017. Penyakit Jantung Penyebab Kematian Tertinggi, Kemenkes
Ingatkan CERDIK. (Online), http:// www. Depkes.go.id/article/view
(diakses pada tanggal 17 Desember 2017).
29

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman PengendalianTikus.


(Online), http://www.depkes.go.id/downloads/Pengendalian%20Tikus.pdf.
(diakses pada 20 Januari 2018).
Devi Ratna, M. 2014. Pengaruh Pemberian Serbuk Biji Labu Kuning (Cucurbita
Moschata) Terhadap Penurunan Kolesterol LDL Pada Tikus Wistar
Hiperkolesterolemia. Skripsi tidak dipublikasikan. Universitas
Diponegoro. Semarang.

Dinan, L.. 2005. Dereplication and Partial Identification of Compounds’, in


Sarker, S.D., Latif, Z., and Gray, A.I., Natural Products Isolation, 2nd
edition, Humana Press lnc.Totowa, New Jersey.

Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Departemen


Kesehatan RI. Jakarta. 4-6, 831, 855, 896, 1035.

Djadja Siti Hazar Hoesen. 2010. Teknik Budidaya In Vitro Eleutherine


Sp.(Bawang Sabrang). Peneliti di Bidang Botani Puslit Biologi, LIPI.
Jakarta. 11(3):341-351.

Febrinda AE, Yuliana ND, Ridwan E, Wresdiyati T, Astawan M. 2014.


Hyperglycemic control and diabetes complication preventive activities of
bawang dayak (Eleutherine palmifolia L. Merr.) bulbs extracts in alloxan-
diabetic rats. International Food Research Journal.;21(4):1405-11.

Galingging, R.Y. 2009. Bawang Dayak (Eleutherine americana Merr.) sebagai


Obat Multifungsi. (Online), http://kalteng litbang deptan.go.id/bawang-
dayak/pdf (diakses pada tanggal 5 Oktober 2016).
Galing Dimas Fatriawan. 2014. Kadar Kolesterol Darah dengan Pemberian
Minuman Berkarbonasi Pada Mencit (Mus Musculus). Skripsi
dipublikasikan. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Semarang.
Guyton AC. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9.EGC. Jakarta.

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Terjemahan Kosasih


Padmawinata dan Iwang Soediro, Terbitan Kedua. ITB. Bandung.

Harborne, J. B., 1996, Metode Fitokimia. Terjemahan Kosasih Padmawinata


dan Iwan Soediro, Edisi II, hal 14; 21-22; 69;72. ITB Press. Bandung.

Heinrich, M. 2009. Farmakognosi dan Fisioterapi. Buku Kedokteran Indonesia.


Jakarta.

I Ketut Swarjana. 2015. Metodologi Penelitian Kesehatan. Andi Offset.


Yogyakarta.
30

J. Fessenden and Fessenden Joan. 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga. Terjemahan
Aloysius Hadyana. Erlagga. Jakarta.
Koenig, W., Karakas, M., Zierer, A., Herder, C., Baumert, J., & Meisinger. C.,
2011. Oxidized LDL and the Risk of Coronary Heart Disease: Clinical
Chemistry; 1196-200.

Kuswardhani. Penatalaksanaan Hipertensi Pada Lanjut Usia. 2006. Jurnal


Penyakit Dalam. 59 (12).

Lili Tri Anggraini, Haryati, T. dan Irmansyah. 2014. Pengaruh Jarak Tanam Dan
Pemberian Kompos Jerami Padi Terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Bawang Sabrang (Eleutherine americana Merr.). Jurnal Online
Agroteknologi. 1(1) : 976. (Online). www.portalgaruda.org (diakses 21
Desember 2017)

LIPI. 1978. Tumbuhan Obat. Lembaga Biologi Nasional-LIPI. Bogor.

LIPI.2009.Kolesterol.(Online),http://www.bit.lipi.go.id/pangankesehatan/docume
nts/artikel_kolesterol/kolesterol.pdf (diakses tanggal 12 Oktober 2016).
Lloyd. L.E., B.E. Mc. Donald, Dan E.W. Crampton. 1978. Fundamental Of
Nutrition 2nd Edition. W. H. Freeman And Company, San Francisco.
Malole, Pramono SU. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di
Laboratorium. IPB. Bogor.

Marks Db, Marks Ad, Smith Cm. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar. t Buku
Kedokteran. Jakarta.

Maryani, Herti dan Kristiana, Lusi. (2009). Khasiat dan Manfaat Rosela. Agro
Media Pustaka. Jakarta.

Muhammad Insanu, et al. 2014. Recent Studies of Phytochemicals and


Pharmacological Effects of Eleutherine americana Merr. Procedia
Chemistery. 221-228.

Puspita Rini. 2014. Keajaiban Bawang Berlian. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan tinggi. hal 191. ITB


Press : Bandung.

Raga Y. P, Haryati, dan Lisa M. 2012. Respons Pertumbuhan Dan Hasil Bawang
Sabrang (Eleutherine americana Merr.) Pada Beberapa Jarak Tanam dan
Berbagai Tingkat Pemotongan Umbi Bibit. Jurnal Online Agroteknologi.
31

1(1) : 168-169. (Online). www.portalgaruda.org (diakses 21 Desember


2017)

Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran. PT. Raja Grafindopersada : Bandung.

Soehardi, S. 2004. Memelihara Kesehatan Jasmani melalui Makanan. ITB.


Bandung.

Sofian, S. 2015. Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif. Bumi Aksara.


Jakarta.

Supriyono M, Soeharyo H. 2008. Faktor- faktor Risiko Kejadian Penyakit


Jantung Koroner (PJK) Pada Kelompok Usia < 45 tahun (Studi
Kasus di RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RS Telogorejo Semarang.
Available from http://eprints.undip.ac.id/6324/1/. Program Magister
Program Epidemiologi Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Semarang.

Tomohiro Ieyama, Maria, dan Jun Kawabata. 2011. α-Glucosidase Inhobitors


from the Bulb of Eleutherine americana. Food Chemisthery. 308-311.

Wolfensohn, S., dan Lloyd, M., 2013. Handbook of Laboratory Animal.


Management and Welfare, 4th ed. Wiley-Blackwell : West Sussex : 234.

Wilbraham, A.C. and Matta, M.S., 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati.
ITB. Bandung.

Yohanis Ngili. 2009. Biokimia Metabolisme dan Bioenergitika. Graham Ilmu


.Yogyakarta.
Yrjonen, T. 2004. Extraction and Planar Chromatographic Separation Techniques
in the Analysis of Natural Products. Disertasi. Divisi Farmakognosi,
Fakultas Farmasi, Universitas Helsinki, Finlandia.Hal. 12.

Anda mungkin juga menyukai