Anda di halaman 1dari 23

Askep

Kamis, 20 November 2014

ASKEP ISPA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah mudah seperti membalikkan
telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah kompleks, dimana penyakit yang terbanyak diderita
oleh masyarakat terutama pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak, ibu hamil dan ibu menyusui serta
anak bawah lima tahun. Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi
Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut
saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak,
baik dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu. dan banyak dari mereka perlu
masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa
bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada,masa dewasa. dimana ditemukan
adanya hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive Pulmonary Disease.

ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita
yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6
episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari
seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % -30 %. Kematian yang terbesar umumnya
adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan. Hingga saat ini angka mortalitas
ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk
berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi. Data morbiditas
penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 -20 % dari populasi balita. Untuk
mengurangi terjadinya ISPA pada anak dan balita maka dilakukan deteksi dini oleh masyarakat atau kader
dengan cirri balita dan anak dalam keadaan batuk, sukar bernafas, segera dibawa ke puskesmas atau UPK
terdekat untuk mendapatkan pengobatan.

1.2 Tujuan
- Untuk mendapatkan gambaran secara nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan klien ISPA.

- Untuk memperoleh gambaran nyata mengenai : Pengkajian klien ISPA Diagnosa yang mungkin
timbul pada klien ISPA Intervensi yang akan dilaksanakan pada klien ISPA Pelaksaan
tindakankeperawatan pada klien ISPA Evaluasi keperawatan klien ISPA

1.3 Manfaat

- Sebagai bahan pembelajaran untuk penderita ISPA agar lebih menjaga kesehatannya.

- Sebagai tambahan membuat asuhan keperawatan.

- Sebagai sumber informasi bagi para pembaca.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi



Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluranpernafasan atas maupun bawah
yang disebabkan oleh infeksi jasad renik ataubakteri, virus, maupun reketsia tanpa atau disertai
dengan radang parenkimparu.

o ISPA adalah masuknya mikroorgamisme (bakteri, virus, riketsia) ke dalamsaluran pernafasan yang
menimbulkan gejala penyakit yang dapat berlangsungsampai 14 hari.

ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran
pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya
seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan
hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun
demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat
mengakibat kematian.

Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ISPA

a. Agent

Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa secara akut atau kronis, yang
paling sering adalah rinitis simpleks, faringitis, tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis simpleks atau yang lebih
dikenal sebagai selesma/common cold/koriza/flu/pilek, merupakan penyakit virus yang paling sering
terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah virus Myxovirus, Coxsackie, dan Echo.

b. Manusia

1. Umur

Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia dibawah 2 tahun mempunyai risiko
mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi karena
anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran nafasnya masih sempit.

2. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian Kartasasmita (1993), menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
prevalensi, insiden maupun lama ISPA pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

3. Status Gizi

Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama kematian terutama pada
anak dibawah usia 5 tahun. Akan tetapi anak-anak yang meninggal karena penyakit infeksi itu biasanya
didahului oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan. Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk
sangat memudahkan dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh.

4. Berat Badan Lahir

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat lahir <2.500 gram. Menurut Tuminah
(1999), bayi dengan BBLR mempunyai angka kematian lebih tinggi dari pada bayi dengan berat ≥2500
gram saat lahir selama tahun pertama kehidupannya. Pneumonia adalah penyebab kematian terbesar
akibat infeksi pada bayi baru lahir.

5. Status ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang bayi kaya akan faktor antibodi untuk
melawan infeksi-infeksi bakteri dan virus, terutama selama minggu pertama (4-6 hari) payudara akan
menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal mengandung zat kekebalan (Imunoglobulin, Lisozim, Laktoperin,
bifidus factor dan sel-sel leukosit) yang sangat penting untuk melindungi bayi dari infeksi.

6. Status Imunisasi

Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi seseorang terhadap penyakit menular tertentu agar
kebal dan terhindar dari penyakit infeksi tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran
bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak.

c. Lingkungan

1. Kelembaban Ruangan
Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala Medan (2004), dengan desain cross sectional
didapatkan bahwa kelembaban ruangan berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada balita. Berdasarkan
hasil uji regresi, diperoleh bahwa faktor kelembaban ruangan mempunyai exp (B) 28,097, yang artinya
kelembaban ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada
balita sebesar 28 kali.

2. Suhu Ruangan

Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18- 300C. Hal ini berarti, jika suhu
ruangan rumah dibawah 180C atau diatas 300C keadaan rumah tersebut tidak memenuhi syarat. Suhu
ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar
4 kali.

3. Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah menjaga agar aliran udara di dalam
rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah
tersebut tetap terjaga.

4. Kepadatan Hunian Rumah

Menurut Gani dalam penelitiannya di Sumatera Selatan (2004) menemukan proses kejadian pneumonia
pada anak balita lebih besar pada anak yang tinggal di rumah yang padat dibandingkan dengan anak
yang tinggal di rumah yang tidak padat. Berdasarkan hasil penelitian Chahaya tahun 2004, kepadatan
hunian rumah dapat memberikan risiko terjadinya ISPA sebesar 9 kali.

5. Penggunaan Anti Nyamuk

Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat menyebabkan gangguan
saluran pernafasan karena menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya pencemaran udara di
lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru sehingga mempermudah timbulnya
gangguan pernafasan.

6. Bahan Bakar Untuk Memasak

Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat menyebabkan kualitas udara menjadi
rusak. Kualitas udara di 74% wilayah pedesaan di China tidak memenuhi standar nasional pada tahun
2002, hal ini menimbulkan terjadinya peningkatan penyakit paru dan penyakit paru ini telah
menyebabkan 1,3 juta kematian.

7. Keberadaan Perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap rokok terdiri dari 4.000 bahan
kimia, 200 diantaranya merupakan racun antara lain Carbon Monoksida (CO), Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian Pradono dan Kristanti (2003), secara
keseluruhan prevalensi perokok pasif pada semua umur di Indonesia adalah sebesar 48,9% atau
97.560.002 penduduk.

8. Status Ekonomi dan Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk (2001), didapatkan bahwa bila rasio pengeluaran makanan dibagi
pengeluaran total perbulan bertambah besar, maka jumlah ibu yang membawa anaknya berobat ke
dukun ketika sakit lebih banyak. Bedasarkan hasil uji statistik didapatkan bahwa ibu dengan status
ekonomi tinggi 1,8 kali lebih banyak pergi berobat ke pelayanan kesehatan dibandingkan dengan ibu
yang status ekonominya rendah.

Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomia.

a. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA)

Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek, otitismedia, faringitis.

b. Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA)

Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampaidengan alveoli, dinamakan sesuai
dengan organ saluran nafas, sepertiepiglotitis, laringitis, laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis,
pneumonia.

2.2 Etiologi

Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteripenyebabnya antara lain dari
genus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus,hemofilus, bordetella, dan korinebacterium. Virus
penyebabnya antara laingolongan mikovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus,
mikoplasma,herpesvirus.Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA diantaranyabakteri
stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang di udara bebasakan masuk dan menempel
pada saluran pernafasan bagian atas yaitutenggorokan dan hidung.Biasanya bakteri dan virus tersebut
menyerang anak-anak usia dibawah 2tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna.
Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga menimbulkan risiko serangan ISPA.
Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadianISPA pada anak adalah
rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, danburuknya sanitasi lingkungan.

Klasifikasi ISPA

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:

1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest
indrawing).

2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan
dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan
pneumonia

Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini dibedakan
untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.

Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :

Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah atau napas
cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.

Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah
atau napas cepat.

Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :

Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam
pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis
atau meronta).

Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah 50 kali per
menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.

Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak
ada napas cepat.

2.3 Manifestasi klinis


Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hidung dengan
sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau
bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).

( sumber : http://nursingbegin.com/askep-ispa-anak/ )

2.4 Tanda dan gejala

- Pilek biasa

- Keluar sekret cair dan jernih dari hidung

- Kadang bersin-bersin

- Sakit tenggorokan

- Batuk

- Sakit kepala

- Sekret menjadi kental

- Demam

- Nausea

- Muntah

- Anoreksia

Penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini timbul karena menurunnya sistem kekebalan
atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres. Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa
panas, kering dan gatal dalam hidung, yang kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat
dengan ingus encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan
membengkak. Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung bertambah.
Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yang mungkin
terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis
dan pneumonia (radang paru).

Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala
yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin
berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam
kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian
mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang
sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris.

Tanda-tanda klinis

a. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak,
napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.

b. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.

c. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung,
kejang dan coma.

Tanda-tanda laboratoris

a. Hypoxemia

b.Hypercapnia dan

c. Acydosis (metabolik dan atau respiratorik).

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang
dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah
volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.

2.5 patofisiologi

Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit masuk kedalam
tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease.
Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan
penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula
menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya
adalah karena menghisap udara yang mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab.

Walaupun saluran pernapasan atas (akut) secara langsung terpajan lingkungan, namun infeksi relatif
jarang terjadi berkembang menjadi infeksi saluran pernapasan bawah yang mengenai bronchus dan
alveoli.

Terdapat beberapa mekanisme protektif di sepanjang saluran pernapasan untuk mencegah infeksi,
refleksi batuk mengeluarkan benda asing dan mikroorganisme, dan membuang mucus yang tertimbun,
terdapat lapisan mukosilialis yang terdiri dari sel-sel dan berlokasi dari bronchus ke atas yang
menghasilkan mucus dan sel-sel silia yang melapisi sel-sel penghasil mucus.

Silia bergerak dengan ritmis untuk mendorong mucus, dan semua mikroorganisme yang terperangkap di
dalam mucus, ke atas nasofaring tempat mucus tersebut dapat dikeluarkan melalui hidung, atau ditelan.
Proses kompleks ini kadang-kadang disebut sebagai system Eksalator mukolisiaris.

Apabila dapat lolos dari mekanisme pertahanan tersebut dan mengkoloni saluran napas atas, maka
mikroorganisme akan dihadang oleh lapisan pertahanan yang ketiga yang penting (system imum) untuk
mencegah mikroorganisme tersebut sampai di saluran napas bawah.

Respons ini diperantarai oleh limfosit, tetapi juga melibatkan sel-sel darah putih lainnya misalnya
makrofag, neutrofil, dan sel mast yang tertarik ke daerah tempat proses peradangan berlangsung.
Apabila terjadi gangguan mekanisme pertahanan di bidang pernapasan, atau mikroorganismenya sangat
virulen, maka dapat timbul infeksi saluran pernapasan bawah.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

Laboratorium:

Pada pemeriksaan ditemukan gambaran sebagai berikut:

a. Hb menurun, nilai normal L: 13-16gr%, P: 12-14gr%

b. Leukosit meningkat, nilain normal 500-1000/mm3

c. Eritrosit menurun, nilai normal 4,5-5,5 juta/mm3

d.Urine biasanya lebih tua, mungkin terdapat albuminuria karena suhu tubuh meningkat.

2.7 Penatalaksanaan

1. Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,pemberian multivitamin dll.
2. Antibiotik :

- Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab

- Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus

- Menurut WHO :

Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol,Amoksisillin, Ampisillin,Penisillin Prokain,Pnemonia berat :


Benzil penicillin,klorampenikol,kloksasilin,gentamisin.

- Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.

2.9 Komplikasi

SPA ( saluran pernafasan akut sebenarnya merupakan self limited disease yangsembuh sendiri dalam 5 ±
6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lain, tetapi penyakit ISPAyang tidak mendapatkan pengobatan dan
perawatan yang baik dapat menimbulkan penyakitseperti : semusitis paranosal, penutuban tuba
eustachii, lanyingitis, tracheitis, bronchtis, dan brhonco pneumonia dan berlanjut pada kematian karena
danya sepsis yang meluas.( Whaley and Wong, 2000 ).

BAB III

ASKEP TEORITIS

3.1. Pengkajian

Pengkajian

Riwayat kesehatan:

- Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan).

- Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa).


- Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit sepertiyang dialaminya
sekarang).

- Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernahmengalami sakit seperti
penyakit klien).

- Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien).

Pemeriksaan fisik :

Difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan:

a. Inspeksi :

- Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan

- Tonsil tampak kemerahan dan edema

- Tampak batuk tidak produktif

- Tidak ada jaringan parut pada leher

- Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasancuping hidung.

b. Palpasi :

- Adanya demam.

- Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeritekan pada nodus limfe
servikalis.
- Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

c. Perkusi :

o Suara paru normal (resonance).

d. Auskultasi :

o Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.

Ø PENGKAJIAN (Menurut Khaidir Muhaj (2008):

ü Identitas Pasien.

ü Umur :Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun,
terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan
lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut(Anggana Rafika, 2009).

ü Jenis kelamin :Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka
kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Anggana Rafika, 2009).

ü Alamat : Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat
diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Kochet al (2003) membuktikan bahwa
kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat .Diketahui bahwa
penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara
didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah
yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan
mempermudah terjadinya ISPA anak (Anggana Rafika, 2009).

Riwayat Kesehatan :

1) Keluhan Utama:

Klien mengeluh demam.


2) Riwayat penyakit sekarang:

Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan
sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.

3) Riwayat penyakit dahulu:

Klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit sekarang.

4) Riwayat penyakit keluarga:

Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.

5) Riwayat sosial:

Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya.

Pemeriksaan Persistem

B1 (Breath) :

· Inspeksi :

o Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan.

o Tonsil tanpak kemerahan dan edema.

o Tampak batuk tidak produktif,

o Tidak ada jaringna parut pada leher,

o Tidak tampak penggunaan otot- otot pernapasan tambahan,pernapasan cuping hidung, tachypnea,
dan hiperventilasi.

· Palpasi :

o Adanya demam.
o Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher / nyeri tekan pada nodus limfe servikalis.

o Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid.

· Perkusi :

o Suara paru normal (resonance).

· Auskultasi :

o Suara napas vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.

B2 (Blood) : kardiovaskuler Hipertermi.

B3 (Brain) : penginderaan Pupil isokhor, biasanya keluar cairan pada telinga, terjadi gangguan
penciuman.

B4 (Bladder) :perkemihan Tidak ada kelainan.

B5 (Bowel) : pencernaan Nafsu makan menurun, porsi makan tidak habis Minum sedikit, nyeri telan
pada tenggorokan.

B6 (Bone): Warna kulit kemerahan(Benny:2010).

Pemeriksaan Penunjang :

1) Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai
dengan jenis kuman.

2) Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya
leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia.

3) Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.


3.2 Diagnosa keperawatan

1) Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi

Tujuan :

- suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37,5 °C.

- Pasien akan menunjukkan termoregulasi(keseimbangan antara produksi panas, peningaktan


panas, dan kehilangna panas).

Kriteria Hasil : Suhu tubuh kembali normal

Nadi : 60-100 denyut per menit

Tekanan darah : 120/80 mmHg

RR : 16-20 kali per menit

2) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia

Tujuan :

- Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah pada BBnormal.

- Klien dapat menoleransi diet yang dianjurkan

- Tidak menunjukkan tanda malnutrisi

- Nutrisi kembali seimbang

Kriteria hasil : A. Antropometri: berat badan, tinggi badan, lingkar lengan

Berat badan tidak turun (stabil)

B. Biokimia:

- Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl dan perempuan 12-16 g/dl)


- Albumin normal (dewasa 3,5-5,0 g/dl)

C. Clinis:

- Tidak tampak kurus

- Rambut tebal dan hitam

- Terdapat lipatan lemak subkutan

D. Diet:

- Makan habis satu porsi

- Pola makan 3X/hari

3) Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.

Tujuan: nyeri berkurang/terkontrol

Kriteria hasil : Nyeri berkurang skala 1-2

4) Risiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanansekunder (adanya infeksi penekanan
imun).

Tujuan: tidak terjadi penularan, tidak terjadi komplikasi

Meminimalisir penularan infeksi lewat udara

Kriteria hasil : Anggota keluarga tidak ada yang tertular ISPA

3.3. Intervensi

1. Intervensi:

a.Observasi tanda-tanda vital

b. Anjurkan klien/keluarga untuk kompres pada kepala/aksila

c. Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan dapat

menyerap keringat seperti pakaian dari bahan katun.

d. Atur sirkulasi udara

e. Anjurkan klien untuk minum banyak ± 2000 – 2500 ml/hari


f. Anjurkan klien istirahat di tempat tidur selama fase febris penyakit.

g. Kolaborasi dengan dokter:

- Dalam pemberian terapi, obat antimikrobial

- Antipiretika

Rasionalisasi:

a. Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukanperkembangan perawatan selanjutnya.

b. Dengan memberikan kompres, maka akan terjadi proseskonduksi/perpindahan panas dengan


bahan perantara.

c. Proses hilanganya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebaldan tidak akan menyerap
keringat.

d. Penyediaan udara bersih.

e. Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.

f. Tirah baring untuk mengurangi metabolisme dan panas.

g. Untuk mengontrol infeksi pernafasan dan menurunkan panas.

2. Intervensi:

a. Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap hari.

b. Berikan makan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.

c. Tingkatkan tirah baring

d. Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi untuk memberikan diet sesuaikebutuhan klien.


Rasionalisasi:

a. Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan BBdan evaluasi keadekuatan
rencana nutrisi.

b. Untuk menjamin nutrisi adekuat/meningkatkan kalori total.

c. Nafsu makan dapat dirangsang pada situasi rileks, bersih, danmenyenangkan.

d. Untuk mengurangi kebutuhan metabolik.

e. Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi ataukebutuhan individu untuk
memberikan nutrisi maksimal.

3. Intervensi:

a. Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0 – 10 ), faktoryang memperburuk atau
meredakan nyeri, lokasi, lama, dankarakteristiknya.

b. Anjurkan klien untuk menghindari alergen/iritan terhadap debu, bahankimia, asap rokkok, dan
mengistirahatkan/meminimalkan bicara bila suara serak.

c. Anjurkan untuk melakukan kumur air hangat.

d. Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan inhalasi, & analgesik)

Rasionalisasi:

a. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubunganmerupakan suatu hal yang amat
penting untuk memilih intervensi yangcocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang
diberikan.

b. Mengurangi bertambahberatnya penyakit.


c. Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta menguranginyeri tenggorokan.

d. Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi/menghambatpengeluaran histamin


dalam inflamasi pernafasan. Analgesik untukmengurangi nyeri.

4. Intervensi:

a. Batasi pengunjung sesuai indikasi.

b. Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas.

c. Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin.

d. Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak dibawah usia 2 tahun,lansia, dan penderita
penyakit kronis. Konsumsi vitamin C, A danmineral seng atau anti oksidan jika kondisi tubuh
menurun/asupanmakanan berkurang.

e. Kolaborasi pemberian obat sesuai hasil kultur

Rasionalisasi:

a. Menurunkan potensi terpajan pada penyakit infeksius.

b. Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan O₂ dan memperbaikipertahanan klien terhadap


infeksi, meningkatkan penyembuhan.

c. Mencegah penyebaran patogen melalui cairan.

d. Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
e. Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengankultur dan sensitifitas atau
diberikan secara profilaktik karena risiko tinggi.

3.3 Implementasi Keperawatan

I . Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi

Mengukur tanda tanda vital

Mengompres kepala atau aksila dingan mengunakan air dingin

Memerikan penjelasan kepada klien tentang manfaat mengunakan pakaian berbahan tipis

Memberikan obat penurun panas sesuai dengan dosis dan tepat waktu

II. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia

Membantu jenis dan makanan yang dimakan klien

Membuat catatan makanan harian

Monitor lingkungan selama klien makan.

Monitor intake nutrisi

III . Nyeri akut b.d inflamasi pada membrane mukosa faring dan tonsil

Tingkatkan istirahat

Berikan informasi tentang nyeri kepada keluarga anak ,seperti penyebab nyeri berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi ketidak nyamanan dari prosedur

Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali.

IV . Resiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder

Membatasi pengunjung

Mempertahankan teknik isolasi

Memperbanyak istirahat

3.4 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan
keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan
(Brooker, 2001).

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah :

1. Suhu tubuh pasien dalam rentang normal antara 36 -37,5 C.

2. Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB normal.

3. Nyeri hilang atau terkontrol.

4. Tidak terjadi komplikasi pada klien.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan :

Didapat beberapa faktor resiko ISPA padapenderita yaitu 1) faktor agen; 2) faktor manusia, yangterdiri
dari faktor umur, jenis kelamin, dan status gizi; 3)lingkungan, yang terdiri dari faktor kelembaban
udara,suhu ruangan, ventilasi, penggunaan anti nyamuk, bahanbakar untuk memasak, dan keberadaan
perokok.

Gejala yang dirasakan penderita yaitu nafsu makan menurun,pasien merasa lesu, demam, disertai batuk
dan pilek selama 5hari, sakit tenggorokan dan terdapat tonsilitis dan faringitis akutsetelah di periksa
dokter

4.2 Saran :

1. Bagi orang tua hindarilah faktor resiko yang dapat meningkatkankejadian ISPA pada anak, kecuali
faktor resiko yang tidak dapatdiubah seperti umur dan jenis kelamin.
2. Membiasakan hidup sehat dan menjaga kebersihan perseorangandan lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit, Jakarta.

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31.EGC : Jakarta.

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31.EGC : Jakarta.

DEPKES. 1993. Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. EGC : Jakarta.

Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3.EGC : Jakarta.

Nasrul Effendi, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta.

Achmadi, U.F, 2003.Waspadai Penyakit Menular, Badan Peneliti danPengembangan Depkes RI, Jakarta.
Agustama., 2005.Kajian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita.

Rhyna Tutu di 04.47

Berbagi

Beranda
Lihat versi web

Mengenai Saya

Rhyna Tutu

Aku tipe cewek yang humoris, pendiam, suka kesederhanaan (Cesual), U-Smile

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai