Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS SEKTOR BASIS PERTANIAN UNTUK PENGEMBANGAN

EKONOMI DAERAH

Oleh : Azhar Bafadal

ABSTRACT
The purpose of the study is to assess the economic potential and to determine
sectors on the basis of agricultural commodities in Kolaka. The study was conducted in
Kolaka using secondary data and analysis tools namely Location Quotient ((LQ). The result
showed that most of the cocoa production cocoa comes from the development region 6.
The agricultural commodities which are the basis on development region 6 is cocoa for
plantations; red onion, peppers, beans for vegetables; mango, orange, pineapple for fruit;
pig, village chicken, duck, duck eggs for livestock and fish farmingfisheries. The regional
economic development sector should pay attention to the base area and the ability to
prioritize potential society. The comparative advantage in the form of natural resources
need to be accompanied by an increase in competitive advantage that is realized through
the creationof human resource farmers increasingly tough. Keywords: Base, Agriculture,
Economic Regions, Location quetient

PENDAHULUAN
Kebijakan pembangunan pertanian merupakan salah satu kebijakan pembangunan
nasional yang sangat penting dan besar pengaruhnya dalam pembentukan ketahanan nasional.
Hal ini disebakan karena ketahanan pangan dan gizi merupakan salah satu komponen dalam
ketahanan ekonomi, tanpa ketahanan pangan yang memadai, mustahil dapat menjawab
perubahan yang mendasar yang akan terjadi dimasa mendatang. Pada saat sekarang dan masa
datang, sektor pertanian masih memegang peranan penting dalam pembangunan
perekonomian nasional. Ada beberapa alasan yang melatar belakangi, seperti yang
dikemukanan oleh Prakoso (2000) pertama, sektor pertanian merupakan tumpuan hidup
sebagian besar penduduk Indonesia; kedua, sektor pertanian merupakan penghasil kebutuhan
makanan sebagian besar penduduk Indonesia, utamanya beras, sementara ketahanan pangan
merupakan prasyarat utama bagi tercapainya ketahanan ekonomi maupun ketahanan politik;
ketiga, sektor pertanian dengan wawasan agribisnis menempati posisi penting sebagai
penyeimbang pendapatan nasional.
Teori basis ekonomi didasarkan pada asumsi bahwa secara umum ekonomi suatu
wilayah dapat dibagi menjadi dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis
membangun dan memacu penguatan pertumbuhan ekonomi lokal. Sektor basis diidentifikasi
sebagai “mesin” ekonomi lokal dan disebut sebagai basisekonomi dari suatu wilayah
(Blakely dan Bradshaw, 2002). Salah satu metode untuk mengetahui potensi ekonomi yang
merupakan basis dan bukan basis adalah analisis Location Questient (LQ), yang merupakan
perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas dalam
suatu wilayah.
Glasson (1977) menyatakan bahwa sektor atau kegiatan basis adalah kegiatan yang
mengekspor barang dan jasa ke tempattempat luar batas-batas perekonomian masyarakat
yang bersangkutan, atau yang memasarkan barang dan jasa mereka kepada orang yang datang
dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Sektor atau kegiatan non
basis adalah kegiatan yang menyediakan barangbarangn yang dibutuhkan oleh orang-orang
yang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan.
Kapasitas pasar sektor non basis bersifat belum berkembang atau bersifat lokal.
Dalam teori basis ekonomi dinyatakan bahwa dalam suatu daerah terdapat dua sektor
kegiatan, yaitu basis dan nonbasis. Sektor basis adalah sektor yang memiliki potensi besar
dalam menentukan pembangunan menyeluruh di daerah, sedangkan sektor nonbasis
merupakan sektor penunjang dalam pembangunan menyeluruh tersebut (Saharuddin, 2005).
Sektor basis merupakan kegiatan yang berorientasi ekspor barang dan jasa ke luar batas
wilayah perekonomian yang bersangkutan karena sektor ini telah mencukupi kebutuhan di
dalam wilayah tersebut. Sektor nonbasis adalah kegiatan menyediakan barang dan jasa yang
dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalam batas wilayah perekonomian yang
bersangkutan tanpa melakukan ekspor ke luar wilayah karena kemampuan sektor tersebut
untuk mencukupi kebutuhan lokal masih terbatas. Luas lingkup produksi dan pemasarannya
bersifat lokal.
Menurut Tarigan (2004), sektor nonbasis adalah untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi lokal sehingga permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan
masyarakat setempat. Peningkatannnya sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat
setempat. Dengan demikian, sektor ini terikat dengan kondisi masyarakat setempat dan tidak
bisa berkembangmelebihi pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan asumsi diatas, satu-satunya
sektor yang bisa meningkatkan perekonomian adalah sektor basis.
Adisasmita (2005) mengatakan, aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak
utama (prime mover) dalam pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Semakin besar ekspor
suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhan wilayah tersebut, dan
demikian sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek
ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional.
Sektor pertanian memegang peranan
penting dalam pengembangan ekonomi daerah, peranan tersebut dipengaruhi oleh faktor lain,
misalnya sektor industri dan jasa. Sektor pertanian memiliki keterkaitan sektoral yang cukup
tinggi. Dari analisis keterkaitan dapat ditentukan sektor yang layak untuk dijadikan sektor
unggulan dalam memacu pertumbuhan ekonomi (Daryanto dan Hafizrianda, 2010).
Keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor lain dapat dilihat dari aspek keterkaitan
produksi, keterkaitan konsumsi, keterkaitan investasi, dan keterkaitan fiskal. Berdasarkan
sifat keterkaitan maka dikenal keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan
ke depan (forward linkage) sebagaimana yang dikemukakan oleh Driver (1994) Korres
(1996), Fujimagari (1989), Feldman et al. (1987). Di Indonesia, sektor pertanian mempunyai
keterkaitan ke belakang yang kuat dalam menciptakan titik temu antarsektor yang lebih
efektif dari pada keterkaitan ke depan (Mukhyi, 2007). Kontribusi terbesar dalam PDRB
Kabupaten Kolaka masih didukung oleh sektor pertanian. Pada tahun 2007 dan 2008
kontribusi tersebut sebesar 31,54%, dan 30,67%. Walau ada kecenderungan mengalami
penurunan namun peranan sektor pertanian masih dominan dalam membangun perekonomian
Kolaka, dimana tahun 2011 pangsanya sebesar 26,28%. Hal ini menunjukkan bahwa
perekonomian Kabupaten Kolaka masih dikuasai oleh sektor Pertanian. Beberapa kajian yang
menelaah kontribusi sektoral perekonomian dan sektor unggulan di daerah dilakukan oleh
Dault et al. (2009), Yulianita (2009), Novita et al (2009), Azhar et al (2002), dan Daryanto
(2001). Berdasarkan paparan di atas maka tujuan penelitian adalah mengkaji potensi ekonomi
dan menentukan sektor basis pada komoditas pertanian di Kabupaten Kolaka. Penelitian
diharapkan dapat memberikan informasi penting tentang sektor basis yang dapat menjadi
andalan Kabupaten Kolaka sehingga dapat dilakukan perencanaan secara baik dan
pentahapan yang jelas dalam pengembangan komoditas pertanian tersebut di masa
mendatang.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Desember tahun 2012.
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara. Pemilihan lokasi
di Kabupaten Kolaka karena merupakan salah satu kabupaten yang potensial pada sektor
pertanian diaman sekitar 26% perekonomiaannya ditopang oleh sektor pertanian.

Jenis, Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Sumber data
diperoleh Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian, Peternakan dan Hortikulutra, Dinas
Perkebunan, dan BAPPEDA.

Analisis Data
Data yang terkumpul dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian yaitu dengan
menggunakan Location Quotient (LQ). Analisis LQ ini digunakan untuk mengetahui sejauh
mana tingkat spesialisasi sektor pertanian pada wilayah pengembangan, atau sektor apa saja
yang merupakan sektor basis (leading sector) dan non basis (non leading sector). Analisis LQ
merupakan cara untuk mengukur kemampuan suatu daerah dalam sektor kegiatan tertentu
yang tidak memberikan suatu kesimpulan akhir tetapi sudah memberi gambaran akan
kemampuan daerah pada sektor tertentu. Dengan analisis LQ dapat diketahui sektor pertanian
apa saj yang dominan untuk dikembangkan. Analisis LQ dihitung dengan menggunakan

(Yik / Ytk)
LQ=
( YIP / Ytk)

Dimana :

LQ = Nilai LQ suatu komoditas


Yik = Nilai Produksi (Pendapatan) komoditas i di Wilayah Pengembangan
Ytk = Nilai Produksi (Pendapatan) sektor i di di Wilayah Pengembangan
Yip = Nilai Produksi (Pendapatan) komoditas i di Kabupaten Kolaka
Ytp = Nilai Produksi Pendapatan sektor i di Kabupaten Kolaka

Metode LQ pada penelitian ini digunakan untuk menganalisis keunggulan komparatif


komoditas pada sektor pertanian pada Wilayah Pengembangan 6 terhadap kondisi Kabupaten
Kolaka dengan menggunakan data nilai produksi atau pendapatan. Interpretasi hasil analisi
LQ adalah

sebagai berikut :
1. Apabila nilai LQ > 1, maka komoditas tertentu merupakan sektor basis yang tingkat
spesialisasi pada wilayah pengembangan lebih tinggi dari pada kondisi Kabupaten
Kolaka.
2. Apabila nilai LQ < 1, maka komoditas yang bersangkutan tergolong non basis yang
tingkat spesialisasinya pada wilayah pengembangan lebih rendah dari pada kondisi
Kabupaten Kolaka
3. Apabila nilai LQ = 1, menunjukkan bahwa tingkat spesialisasi pada wilayah
pengembangan sama dengan kondisiKabupaten Kolaka.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Wilayah Pengembangan
Analisis dilakukan dengan membagi wilayah Kolaka atas enam Wilayah
Pengembangan (WP), berdasarkan geografis daerah dimana setiap wilayah merupakan
agregasi dari beberapa kecamatan. Wilayah Pengembangan 1 berada di bagian utara, yang
meliputi Kecamatan Wolo, Samaturu dan Latambaga. Wilayah pengembangan 2 berada pada
geografis tengah yang terdiri atas Kecamatan Kolaka. Wundulako, Baula dan Pomalaa.
Sedangkan Wilayah Pengembangan 3 berada di selatan Kabupaten Kolaka meliputi
Kecamatan Tanggetada, Watubangga, Toari dan Polinggona. Adapun Wilayah
Pengembangan 4 terdiri atas Kecamatan Mowewe, Tinondo dan Uluiwoi. Wilayah
Pengembangan 5 meliputi Kecamatan Lalolae, Tirawuta dan Loea. Kecamatan Ladongi, Poli-
Polia dan Lambandia masuk pada Wilayah Pengembangan 6. Wilayah Pengembangan 5, 6
dan 7 secara geografis berada di sebelah timur Kabupaten Kolaka. Analisis dilakukan pada
Posisi WP 6 dengan pertimbangan bahwa wilayah ini merupakan daerah yang memiliki
potensi yang tinggi pada komoditas kakao. Sebagaimana diketahui bahwa Kabupaten Kolaka
adalah daerah penghasil utama kakao di Sulawesi Tenggara, dan wilayah penghasil kakao
terbesar di Kolaka berada di WP 6.

Potensi Ekonomi Komoditas Pertanian

Penggunaan tanah di Wilayah Pengembangan 6 seluas 67812 ha. Hutan negara dan
perkebunan mendominasi, masing-masing seluas 28158 ha atau 41.52% dan 21489 ha
(31.69%). Kemudian disusul lahan sawah seluas 5660 ha atau 8.35%. Kolam, empang/tebat
merupakan penggunaan tanah terendah seluas 90 ha atau (0.13%). Wilayah Pengembangan 6
sangat potensial menjadi kawasan intensifikasi kakao dan pertanian tanaman pangan. Bahkan
sangat diperlukan agar selasar ini ditetapkan sebagai “cocoa belt”. Dalam kaitan dengan
koridor Sulawesi dalam MP3EI dalam penciptaan nilai tambah produk pertanian
(agroindustri) maka pada WP 6 patut menjadi alternatif untuk dijajaki kemungkinan
pendirian pabrik pengolahan kakao berskala ekonomis.
Posisi WP 6 yang mendekati beberapa kawasan sentra kakao di Sultra selain Kolaka
(Kabupaten Konawe dan Konawe Selatan) memungkinkan pendirian tersebut dilakukan.
Penjajakan pendirian tersebut dengan menggunakan skema joint venture dengan industri dari
luar agar mendirikan pabrik di Kabupaten Kolaka. Pembenahan infrastruktur jalan yang
memberi akses pada ruas Lambandia ke Konawe Selatan merupakan sesuatu yang perlu
mendapat prioritas, dan akan memberi ruang gerak yang lebih leluasa pada WP ini.
Luas areal tanaman perkebunan WP 6 mencapai 53753.9 ha. Areal tanaman kakao
terluas yakni 51833.4 ha atau 96.43%. Kemudian disusul kelapa dan jambu mete masing-
masing seluas 863 ha (1.61%) dan 494 ha (0.92%). Sagu mempunyai luas areal tanam 8.5 ha
atau 0.02% terhadap.
luas areal tanaman perkebunan di WP 6. Mengenai keadaan tersebut lebih jelasnya
dapat dilihat pada Gambar 1. Produksi tanaman perkebunan WP 6 sebanyak 24145.99 ton.
Sebagian besar berasal dari kakao sebanyak 23536.39 ton atau 97.48%. Angka tersebut
menunjukkan bahwa luasnya areal tanaman kakao menjadikan tingkat produksi yang tinggi
pula atau dengan kata lain dominasinya sangat tinggi dibandingkan tanaman perkebunan
lainnya. Setelah kakao, diikuti denga produksi kelapa mencapai 445.94 ton (1.85%). Produksi
terendah adalah sagu sebesar 8.05 ton (0.03%), sebagaimana yang
diperlihatkan pada Gambar 2
Luas panen sayuran WP 6 seluas 364 ha. Sebagian besar merupakan kacang panjang
seluas 102 ha atau 28.02%. Luas panen tomat dan kangkung masing-masing 56 ha (15.38%)
dan 46 ha (12.64%). Terung dan bayam mempunyai luas panen yang sama yakni 40 ha
(10.99%). Luas panen terendah adalah buncis 7 ha (1.92%). Produksi sayuran WP 6 sebanyak
95.3 ton. Areal kacang panjang yang luas mampu memberikan produksi yang tertinggi yaitu
mencapai 28.4 ton atau 29.8%. Bayam dan terung mempunyai kesamaan luas lahan namun
tingkat produksinya berbeda, masingmasing 15.2 ton (15.95%) dan 8.5 ton (8.92%). Produksi
buncis adalah terendah yaitu 2 ton (2.1%).
Produksi buah-buahan WP 6 mencapai 780.7 ton. Sebagian besar berupa mangga
yakni 241.4 ton atau 30.92%, sedangkan jeruk sebesar 171.3 ton (21.94%). Buah pisang dan
durian masing-masing produksinya sebanyak 151 ton (19.34%) dan 126 ton (16.14%),
sementara produksi nanas adalah terendah 4.7 ton (0.6%).
Populasi ternak di WP 6 sebanyak 711453 ekor. Populasi ayam kampung
mendominasi yaitu 568951 atau 79.84%, disusul ayam ras dan itik sebesar 81000 ekor
(11.39%) dan 54179 ekor (7.62%). Populasi kerbau adalah terendah yaitu 276 ekor 0.04%).
Produksi tertinggi daging ternak berasal dari ayam kampung sebanyak 248836 kg atau
45.05% dari produksi daging WP 6 yang mencapai 552355 ton. Meskipun populasi sapi lebih
tinggi dari babi namun tingkat produksi babi lebih besar yakni 101248 ton atau 18.33%.
Produksi terendah adalah kerbau 4100 ton (0.74%). Sebagian besar telur dihasilkan oleh
ayam kampung sebanyak 357872 kg atau 41.83%, sedangkan itik sebanyak 305570 Kg
(35.72%). Produksi ayam ras sebesar 192000 kg atau 22.44% dari produksi telur WP 6 yang
mencapai 855442 kg.

Sektor Basis
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dilakukan perhitungan untuk
mendapatkan Sektor basis pada WP 6. Sektor basis ditunjukkan oleh nilai LQ > 1. Tabel 1
menyajikan hasil perhitungan yang memiliki nilai LQ > 1. Analisis LQ merupakan ukuran
kemampuan suatu selasar dalam suatu sektor tertentu dan dapat memberikan gambaran akan
kemampuan WP 6 pada sektor tertentu. Oleh karena itu dengan analisis LQ dapat diketahui
sektor atau komoditas yang dominan untuk dikembangkan lebih lanjut pada pada
masing-masing selasar.
Dari Tabel 1 tampak bahwa di WP 6 hanya kakao yang merupakan komoditas
perkebunan sebagai sektor basis, sedangkan untuk sayuran adalah bawang merah dan cabe.
Besarnya nilai LQ untuk bawang merah disebabkan hampir semua produksi bawang merah di
Kabupaten Koalaka dihasilkan dari WP 6 ini. Sedangkan untuk buah-buahan yang menjadi
basis adalah mangga, jeruk dan nanas. Pada kelompok peternakan, komoditas basis adalah
babi, ayam kampung, dan telur itik dan itik. Budidaya perikanan merupakan komoditas
basis untuk sektor perikanan mengingat pada WP 6 wilayahnya tidak memiliki laut.
Sektor basis dapat menggambarkan kekuatan ekonomi yang cukup baik dan sangat
berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi di WP 6 dimana sektor tersebut
sudah mampu memenuhi kebutuhan di daerahnya bahkan berpotensi ekspor. Atas dasar
pemahaman di atas, sektor ini merupakan sektor yang potensial untuk ditingkatkan di masa
mendatang. Meskipun sektor basis merupakan sektor yang paling potensial untuk
dikembangkan dan untuk memacu pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kolaka, akan tetapi
tidak boleh melupakan sektor non basis.
Pembangunan pertanian patut mengedepankan potensi kawasan dan kemampuan
masyarakatnya. Keunggulan komparatif yang berupa sumberdaya alam perlu diiringi dengan
peningkatan keunggulan kompetitif yang diwujudkan melalui penciptaan sumberdaya
manusia tani yang makin profesional. Masyarakat tani, terutama masyarakat tani tertinggal
sebagai sasaran pemberdayaan masyarakat, perlu terus dibina dan didampingi sebagai
manusia tani yang makin maju, mandiri, sejahtera, dan berkeadilan. Sumberdaya alam dan
manusia patut menjadi dasar bagi pengembangan pertanian masa depan. Dengan demikian
perlu dirumuskan suatu kebijaksanaan pembangunan pertanian yang mengarah pada
peningkatan kemampuan dan profesionalitas petani dan masyarakat perdesaan untuk dapat
memanfaatkan sumberdaya alam secara optimal dan lestari dengan memanfaatkan rekayasa
teknologi tepat guna untuk meningkatkan produktivitas pertanian, pendapatan petani,
kesejahteraan masyarakat perdesaan serta menghapus kemiskinan.
Sektor pertanian adalah salah satu potensi pembangunan ekonomi Kabupaten Kolaka
selain pertambangan dan industri, sehingga basis pengembangan ekonomi kerakyatan harus
diarahkan pada sektor pertanian dalam arti luas mencakup agribisnis dan agroindustri. Peran
agribisnis dan agroindustri tidak hanya melaksanakan peran sebagai penampung tenaga kerja,
tetapi juga sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat, mempercepat pemerataan pembangunan serta meningkatakan perolehan devisa.
Kabupaten Kolaka dalam memberdayakan dan mengembangkan sumberdaya ekonomi lokal
(local economic resources development) lebih mengedepankan potensi tersebut, seperti sektor
pertanian dalam arti luas. Alasan pemilihan tersebut didasarkan pada kenyataan, bahwa (1)
Kabupaten Kolaka yang masyarakatnya agraris mempunyai potensi yang cukup besar
terhadap perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan, (2) industri-industri cukup
berkembang baik industri lokal maupun industri berskala besar. Jika dilihat dari
perkembangan ekonomi makro Kabupaten Kolaka, maka sektor dominan adalah sektor
pertanian, pertambangan dan industri

KESIMPULAN DAN SARAN


Komoditas perkebunan yang menjadi sebagai sektor basis di Wilayah Pengembangan
6 Kabupaten Kolaka adalah kakao, dan pada kelompok sayuran adalah bawang merah dan
cabe. Sedangkan untuk kelompok buah-buahan yang menjadi basis adalah mangga, jeruk dan
nanas. Komoditas basis kelompok peternakan adalah babi, ayam kampung, telur itik dan itik.
Budidaya perikanan merupakan komoditas basis untuk sektor perikanan.
Pembangunan pertanian patut mengedepankan potensi kawasan dan kemampuan
masyarakatnya. Keunggulan komparatif yang berupa sumberdaya alam perlu diiringi dengan
peningkatan
keunggulan kompetitif yang diwujudkan melalui penciptaan sumberdaya manusia petani
yang makin tangguh. Masyarakat tani, terutama masyarakat tertinggal sebagai sasaran
pemberdayaan masyarakat perlu terus dibina dan didampingi sebagai petani yang makin
maju, mandiri, sejahtera, dan berkeadilan

DAFTAR PUSTAKA
Azhar, S.L. Fuaidah, M.N. Abdussamad. 2002. Analisis Sektor Basis dan Noon Basis di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Faperta
Universitas Syiah Kuala-Banda Aceh. Banda Aceh.
Adisasmita, R.H., 2005. Dasar-dasar Ekonomi Wilayah, Grahayu Ilmu, Surabaya. Alamsyah,
Perencanaan Ekonomi dan Sektor unggulan, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Blakely, E. J., 1994. Planning Local Economic Development. Theory and Practice, Second
Edition, Sage Publication, London.
Daryanto, A. 2001. Peranan Sektor Pertanian dalam Pemulihan Ekonomi. Agrimedia 6 (3) :
43-46
Daryanto, A dan Y. Hafizrianda. 2010. Analisis Input-Output dan Social Accunting Matrix
untuk Pembangunan Ekonomi Daerah. IPB Prees. Bogor.
Dault, A., A. Kohar, A. Suherman. 2009.Analisis Kontribusi Sektor Perikanan Pada Struktur
Perekonomian Jawa Tengah. Jurnal Saintek Perikanan 5(1):15-24.
Driver C. 1994. Structural Change in the UK 1974-1984 : an Input-Output Analysis. Applied
Economics 26 : 153-158.
Feldman G., D. McClain, K.Palmer. 1987. Sources of Structural Change in the United States,
1963-1978 : an Input- Output Perspective. The Review of Economics and Statistics 69
(3): 503-510.
Fujimagari D. 1989. The Sources of Change in Canadian Industry Output. Economic Systems
Research 1(2): 187-201.
Glasson, J. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. Penerbit FE UI. Jakarta.
Korres G.M. 1996. Sources of Structural Change : an Input-OutputnDecomposition Analysis
for Greece. Applied Economics Letters 3 : 707- 710.
Mukhyi, M.A. 2007. Analisis Peranan Subsektor Pertanian dan Sektor Unggulan Terhadap
Pembangunan Kawasan Ekonomi Provinsi Jawa Barat: Pendekatan Analisis IRIO.
(www.google-Potensi-Pertanian- pdf, diakses, tanggal 25 Nopember, 2010)
Novita, D., Rahmanta, K. Mahalli. 2009. Dampak Investasi Sektor Pertanian terhadap
Perekonomian Sumatera Utara. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah,
4(3): 131-141.
Prakoso, M. 2000. Mempersiapkan Pertanian Sebagai Poros Penggerak Perekonomian
Nasional. Departemen Pertanian, Jakarta
Saharuddin, S., 2005. Pengaruh Pengembangan Ekonomi Terhadap Penerimaan APBD dan
Kesejahteraan Rakyat di Provinsi Sulawesi Selatan, Disertasi, Program
PascasarjanaUniversitas Hasanuddin, Makassar.
Tarigan, R., 2004. PerencanaanPengembangan Wilayah, Bumi Aksara, Jakarta.
Yulianita, A. 2009. Analisis Sektor Unggulan dan Pengeluaran Pemerintah di Kabupaten
Ogan Komering Ilir. Fakultas Ekonomi Univ. Sriwijaya. Ogan Ilir

Anda mungkin juga menyukai