Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indikator ekonomi memberikan gambaran secara makro dan terkadang juga


menjadi penentu aspek pemerataan pembangunan. Indikator ekonomi diperlukan ketika
mengevalusi kinerja pemerintahan dan hasil-hasil pembangunan, menyusun rencana
jangka panjang daerah (RPJPD) dan jangka menengah daerah (RPJMD), dan
membangun ekonomi lokal/kota/kawasan (Kuncoro, 2012). Diperlukan indikator sebagai
tolok ukur seberapa jauh pembangunan telah mencapai hasil yang diharapkan dan
bagaimana dampaknya.
Di Indonesia, beberapa pelayananan keuangan mikro (micro finance) dinilai telah
berhasil mengatasi atau setidaknya mereduksi masalah kemiskinan. Diantaranya adalah
pelayanan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Desa (Robinson, 2006), kredit mikro yang
disediakan oleh Proyek Peningkatan Pendapatan Petani-Nelayan Kecil (P4K), serta
pelayanan keuangan mikro oleh Bank Purba di Semarang dan Mitra Karya di Jawa
Timur (Seibel dan Parhusip, 1997).
Walaupun demikian, di samping kecenderungan penurunan jumlah penduduk
miskin di NTT, beberapa indeks dan indikator yang telah dikembangkan oleh Program
Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) juga memperlihatkan kemajuan
yang dicapai di bidang pendidikan dan kesehatan. Di bidang pendidikan, kemajuan dapat
dilihat dari peningkatan proporsi penduduk usia dewasa yang bisa membaca dan menulis
dan rata-rata lama sekolah. Kemajuan di bidang kesehatan dapat dilihat dari peningkatan
angka harapan hidup dan akses terhadap sarana kesehatan. Meskipun beberapa indikator
tersebut menunjukkan adanya kemajuan, provinsi ini masih menghadapi tantangan yang
berat karena secara umum pencapaian tersebut masih di bawah rata-rata nasional. Lebih
dari itu, penurunan angka kemiskinan cenderung melambat dalam tiga tahun terakhir.
Selain itu, beberapa indikator juga menunjukkan terjadinya penurunan daya beli
masyarakat, akses kepada air bersih, dan kondisi gizi anak berumur lima tahun ke bawah
(balita) dalam periode 1999-2002 (BPS et al 2001, 2004).

1
1.2 Tujuan

a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui ekonomi
sebagai salah satu determinan kesehatan di Indonesia.

b. Tujuan Khusus
 Untuk mengetahui indikator ekonomi
 Untuk mengetahui kondisi perekonomian di Indonesia
 Untuk mengetahui situasi kemiskinan di Indonesia
 Untuk mengetahui kondisi perekonomian di Provinsi Nusa Tenggara Timur
 Untuk mengetahui kaitan antara ekonomi dan kesehatan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Indikator Ekonomi

Indikator ekonomi merupakan data yang digunakan untuk menentukan


perkembangan ekonomi suatu negara yang dikeluarkan oleh pemerintah di negara
bersangkutan. Indikator ekonomi digunakan sebagai penunjuk tentang perkembangan
pembangunan di masa lampau maupun untuk masa mendatang. Indikator ekonomi
memberikan gambaran secara makro dan terkadang juga menjadi penentu aspek
pemerataan pembangunan. Ada banyak indikator perekonomian suatu negara, dan yang
paling sering digunakan antara lain :

a. Gross Domestic Product ( GDP ) atau Produk Domestik Bruto (PDB) yang di
dalamnya terdapat konsumsi personal, pembelian pemerintah, persediaan, dan neraca
perdagangan (ekspor dan impor)
b. Tingkat suku bunga
c. Inflasi
d. Tingkat pengangguran
e. Penjualan ritel
f. Indeks harga

Siapa pun yang berkepentingan dengan pengambilan keputusan pasti


membutuhkan informasi yang dapat mempengaruhi penentuan kebijakan fiskal,
kebijakan moneter, kebijakan sektoral (industri, perdagangan, energi, pangan), nilai
saham dan obligasi, serta kurs mata uang. Presiden, menteri, dan para pejabat eselon
satu/dua di pemerintah pusat membutuhkan indikator ekonomi ketika menyusun rencana
jangka panjang nasional (RPJPN) dan jangka menengah nasional (RPJMN). Gubernur,
bupati, walikota, kepala dinas, dan ketua-ketua Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda) memerlukan indikator ekonomi ketika mengevalusi kinerja
pemerintahannya dan hasil-hasil pembangunan, menyusun rencana jangka panjang
daerah (RPJPD) dan jangka menengah daerah (RPJMD), dan membangun ekonomi
lokal/kota/kawasan (Kuncoro, 2012). Diperlukan indikator sebagai tolok ukur seberapa
jauh pembangunan telah mencapai hasil yang diharapkan dan bagaimana dampaknya.

3
2.2 Kondisi Perekonomian di Indonesia

Pada tahun 2010, Bank Dunia melaporkan bahwa karena suburnya


pertumbuhan ekonomi Indonesia, setiap tahunnya sekitar 7 juta penduduk Indonesia
masuk dalam kelas menengah negara ini. Di 2012, jumlah penduduk kelas menengah
Indonesia mencapai sekitar 75 juta orang (dari jumlah penduduk Indonesia sebesar 240
juta orang) dan perusahaan penelitian seperti Boston Consulting Group (BCG) dan
McKinsey menyatakan bahwa kelompok kelas menengah ini akan bertambah kira-kira
dua kali lipat pada tahun 2020-2030. Meskipun pertumbuhan penduduk kelas menengah
telah berkurang karena perlambatan perekonomian negara ini yang terjadi setelah 2011,
Indonesia memiliki kekuatan konsumen yang mendorong perekonomian dan telah secara
signifikan memicu pertumbuhan investasi domestik dan asing sejak 2010.

Kendati begitu, setelah memuncak di 2011, pertumbuhan PDB Indonesia mulai


melambat. Ada beberapa faktor yang menjelaskan perlambatan ekonomi ini:

• Pertumbuhan Ekonomi Global yang Lambat: Fokus pada Republik Rakyat Tiongkok
(RRT)
• Menurunnya Harga-Harga Komoditi
• Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia yang Tinggi
• Perpolitikan di Indonesia

PDB per kapita Indonesia telah naik tajam selama satu dekade terakhir, kendati
hal ini telah melemah selama dua tahun terakhir karena perlambatan ekonomi. Meskipun
begitu, bisa dipertanyakan apakah PDB per kapita adalah alat ukur yang layak untuk
Indonesia karena penduduk Indonesia memiliki karakteristik ketidaksetaraan yang tinggi
dalam distribusi pendapatan. Dengan kata lain, ada kesenjangan antara statistik dan
kenyataan karena kekayaan 43.000 orang terkaya di Indonesia (yang mewakili hanya
0,02% dari total penduduk Indonesia) setara dengan 25% PDB Indonesia. Kekayaan 40
orang terkaya di Indonesia setara dengan 10,3% PDB (yang merupakan jumlah yang
sama dengan kombinasi harta milik 60 juta orang termiskin di Indonesia). Indonesia
berubah dari negara yang perekonomiannya sangat bergantung pada pertanian menjadi
negara yang perekonomiannya lebih seimbang, di mana sektor manufaktur (sejenis
industri) kini lebih dominan daripada sektor pertanian. Hal ini juga menyiratkan bahwa
Indonesia mengurangi ketergantungan tradisionalnya pada sektor ekspor primer. Kendati

4
begitu, perlu dicatat bahwa semua sektor utama ini mengalamai ekspansi selama periode
yang disebutkan. Tabel di bawah ini menunjukkan perkembangan komposisi PDB
Indonesia.

1965 1980 1996 2010


Pertanian 51% 24% 16% 15%
Industri 13% 42% 43% 47%
Jasa 36% 34% 41% 38%

Sumber: Bank Dunia dan CIA World Factbook

Diasumsikan bahwa sektor industri akan memperkuat bagiannya dalam PDB


dengan mengurangi bagian sektor agrikultur dan jasa karena manufaktur saat ini adalah
sektor paling populer di Indonesia dalam konteks investasi asing langsung. Salah satu
karakteristik yang menonjol dari Indonesia adalah bahwa bagian barat negara ini
memiliki kontribusi pertumbuhan PDB yang secara signifikan lebih besar. Jawa
(terutama area Jabodetabek) dan Sumatra, bersama-sama, berkontribusi untuk lebih dari
80% total PDB Indonesia. Alasan utama untuk situasi ini adalah bagian barat Indonesia
berlokasi dekat dengan Singapura dan Malaysia. Ketiga negara ini dalam perjalanan
sejarah telah berfungsi sebagai pusat aktivitas ekonomi di Asia Tenggara. Sementara itu,
bagian Timur Indonesia, terletak dalam jalur perekonomian yang lebih sepi dan
berpenduduk jauh lebih sedikit.

Tabel PDB Indonesia dalam perspektif global

PDB per Kapita (USD) Pertumbuhan PDB Riil (%)


2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014
AS 49,781 51,457 52,980 54,630 1.6 2.3 2.2 2.4
Cina 5,574 6,265 6,992 7,594 9.5 7.8 7.7 7.4
Indonesia 3,648 3,701 3,624 3,492 6.2 6.0 5.6 5.0

Sumber: Bank Dunia

Mengamati PDB per kapita segera tampak bahwa Indonesia masih memiliki
perjalanan panjang ke depan dibandingkan dengan negara-negara yang lebih
berkembang. Bahkan, Indonesia memiliki salah satu PDB per kapita terendah
dibandingkan negara mana pun di dunia. Melalui sejumlah rencana pembangunan
Pemerintah, Pemerintah Indonesia bertujuan untuk meningkatkan angka ini menjadi
sekitar 14.250-15.500 dollar AS pada tahun 2025. Namun, tetap diragukan apakah target
ambisius ini akan dapat direalisasikan, apalagi - seperti yang disebutkan di atas -

5
indikator ini tidak merefleksikan distribusi (setara) dari pendapatan atau kekayaan dalam
masyarakat Indonesia. Dibutuhkan kebijakan Pemerintah yang efektif untuk
menyediakan lebih banyak pendidikan untuk anak-anak Indonesia dan lebih banyak
kesempatan kerja untuk orang-orang dewasa Indonesia.

2.3 Kemiskinan di Indonesia

Tahun 2014 pemerintah Indonesia mendefinisikan garis kemiskinan dengan


perdapatan per bulannya (per kapita) sebanyak Rp. 312,328. Jumlah tersebut adalah
setara dengan USD $25 yang dengan demikian berarti standar hidup yang sangat rendah,
juga buat pengertian orang Indonesia sendiri. Menurut Bank Dunia, angka penduduk
Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari USD $2 per hari mencapai angka
50.6 persen dari jumlah penduduk pada tahun 2009. Ini menunjukkan bahwa sebagian
besar penduduk Indonesia hidup hampir di bawah garis kemiskinan.

Salah satu karakteristik kemiskinan di Indonesia adalah perbedaan yang begitu


besar antara nilai kemiskinan relatif dan nilai kemiskinan absolut dalam hubungan
dengan lokasi geografis. Jika dalam pengertian absolut lebih dari setengah jumlah total
penduduk Indonesia yang hidup miskin berada di pulau Jawa (yang berlokasi di bagian
barat Indonesia dengan populasi padat), dalam pengertian relatif propinsi-propinsi di
Indonesia Timur menunjukkan nilai kemiskinan yang lebih tinggi. Tabel di bawah ini
menunjukkan lima propinsi di Indonesia dengan angka kemiskinan relatif yang paling
tinggi. Semua propinsi ini berlokasi di luar wilayah Indonesia Barat seperti Jawa,
Sumatra dan Bali, yang adalah wilayah-wilayah yang lebih berkembang.

PROPINSI DENGAN ANGKA KEMISKINAN RELATIF TINGGI

Papua 27.8%
Papua Barat 26.3%
Nusa Tenggara Timur 19.6%
Maluku 18.4%
Gorontalo 17.4%
*Persentase berdasarkan total penduduk per propinsi bulan September 2014
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Tingkat kemiskinan di propinsi-propinsi di Indonesia Timur ini, di mana


sebagian besar penduduknya adalah petani, kebanyakan ditemukan di wilayah pedesaan.
Di daerah tersebut masyarakat adat sudah lama hidup di pinggir proses dan program
6
pembangunan. Migrasi ke daerah perkotaan adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan
pekerjaan dan - dengan demikian - menghindari kemiskinan.

Bertentangan dengan angka kemiskinan relatif di Indonesia Timur, tabel di


bawah ini menunjukkan angka kemiskinan absolut di Indonesia yang berkonsentrasi di
pulau Jawa dan Sumatra.

PROPINSI DENGAN ANGKA KEMISKINAN ABSOLUT TINGGI

Jawa Timur 4.7


Jawa Tengah 4.6
Jawa Barat 4.2
Sumatra Utara 1.4
Lampung 1.1
*dalam jumlah jutaan pada bulan September 2014
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Stabilitas harga makanan (khususnya beras) adalah masalah penting bagi


Indonesia sebagai negara yang penduduknya menghabiskan sebagian besar pendapatan
mereka untuk membeli beras. Oleh karena itu, tekanan inflasi harga beras (misalnya
karena gagal panen) dapat memiliki konsekuensi serius bagi mereka yang miskin atau
hampir miskin dan secara signifikan menaikkan persentase angka kemiskinan di negara
ini.

Jumlah penggangguran juga menjadi tantangan di Indonesia. Dengan jumlah


total penduduk sekitar 250 juta jiwa, Indonesia adalah negara berpenduduk terpadat
keempat di dunia (setelah Cina, India dan Amerika Serikat). Selanjutnya, negara ini
juga memiliki populasi penduduk yang muda karena sekitar setengah dari total
penduduk Indonesia berumur di bawah 30 tahun. Jika kedua faktor tersebut di atas
digabungkan, indikasinya adalah Indonesia adalah negara yang memiliki kekuatan
tenaga kerja yang besar, yang akan berkembang menjadi lebih besar lagi ke depan.

TENAGA KERJA INDONESIA:

2010 2011 2012 2013 2014

Tenaga Kerja 116,527,546 119,399,375 120,320,000 120,170,000 121,870,000


- Bekerja 108,207,767 111,281,744 113,010,000 112,760,000 114,630,000
- Menganggur 8,319,779 8,117,631 7,310,000 7,410,000 7,240,000
Sumber: Badan Pusat Statistik

7
Tabel di bawah ini memperlihatkan angka pengangguran di Indonesia dalam
beberapa tahun terakhir. Tabel tersebut menunjukkan penurunan yang terjadi secara
perlahan dan berkelanjutan, khususnya angka pengangguran wanita. Pengangguran
wanita berkurang secara drastis, bahkan mulai mendekati angka pengangguran pria.
Meskipun demikian, masalah persamaan gender, seperti di negara-negara lain, masih
menjadi isu penting di Indonesia. Meski sudah ada kemajuan dalam beberapa sektor
utama (seperti pendidikan dan kesehatan), wanita masih cenderung bekerja di bidang
informal (dua kali lebih banyak dari pria), mengerjakan pekerjaan tingkat rendah dan
dibayar lebih rendah daripada pria yang melakukan pekerjaan yang sama.

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Pengangguran 10.3 9.1 8.4 7.9 7.1 6.6 6.1 6.2 5.9
(% dari total tenaga kerja)
Pengangguran Pria 8.5 8.1 7.6 7.5 6.1 - - -
(% dari total tenaga kerja pria)
Pengangguran Wanita 13.4 10.8 9.7 8.5 8.7 - - -
(% dari total tenaga kerja wanita)
Sumber: Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik

Salah satu karakteristik Indonesia adalah bahwa angka pengangguran cukup


tinggi yang dihadapi oleh tenaga kerja muda usia 15 sampai 24 tahun, jauh lebih tinggi
dari angka rata-rata pengangguran secara nasional. Mahasiswa yang baru lulus dari
universitas dan siswa sekolah kejuruan dan menengah mengalami kesulitan
menemukan pekerjaan di pasar kerja nasional. Hampir setengah dari jumlah total
tenaga kerja di Indonesia hanya memiliki ijazah sekolah dasar saja. Semakin tinggi
pendidikannya semakin rendah partisipasinya dalam kekuatan tenaga kerja Indonesia.
Meskipun demikian dalam beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan tren:
pangsa pemegang ijazah pendidikan tinggi semakin besar, dan pangsa pemegang ijazah
pendidikan dasar semakin berkurang.

Sektor pertanian tetap berada di posisi teratas dalam hal penyerapan tenaga
kerja. Tabel di bawah ini memperlihatkan empat sektor terpopuler yang menyerap
paling banyak tenaga kerja di tahun 2011 dan setelahnya. Angka-angka ini merupakan
representasi total persentase tenaga kerja Indonesia.

8
2011 2012 2013 2014¹

Pertanian 42.5 39.9 39.2 40.8

Pedagang Grosir, Pedagang Ritel, 23.2 23.6 24.1 25.8


Restoran dan Hotel

Jasa masyarakat, Sosial dan Pribadi 17.0 17.4 18.5 18.5

Industri Manufaktur 13.7 15.6 15.0 15.4

¹ data dari Februari 2014


Sumber: Badan Pusat Statistik

2.4 Kondisi Perekonomian di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu daerah termiskin
di Indonesia. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah NTT, serta berbagai lembaga
donor dan lembaga swadaya masyarakat lokal maupun internasional telah melakukan
upaya-upaya untuk membangun dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat NTT.
Indikator yang dapat digunakan untuk melihat kondisi perekonomian suatu wilayah
antara lain adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga
berlaku maupun atas dasar harga konstan. Sesuai dengan definisi, PDRB adalah jumlah
seluruh barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu
wilayah.

Pertumbuhan ekonomi NTT pada tahun 2010 sebesar 5,06 persen sedangkan
di tingkat nasional sebesar 6,06 persen. Selanjutnya pada tahun 2011 laju pertumbuhan
ekonomi Propinsi NTT maupun nasional mengalami pertumbuhan menjadi 5,67 persen
sedang nasional 6,98 persen. Pada tahun berikutnya pertumbuhan ekonomi propinsi dan
nasional kembali melambat, pada tahun 2014 pertumbuhan ekonomi propinsi tumbuh
5,04 persen, pertumbuhan ekonomi nasional juga mengalami perlambatan menjadi 5,02
persen.
Sebagaimana perekonomian wilayah lain di Indonesia, perekonomian Nusa
Tenggara Timur pada dasarnya merupakan perekonomian agraris yang dicirikan dengan
besarnya peranan sektor pertanian. Pada tahun 2010 sumbangan lapangan usaha
pertanian, kehutanan, dan perikanan terhadap PDRB Nusa Tenggara Timur mencapai
31,85 persen. Peranan sektor ini cenderung semakin menurun ketika perekonomian
Nusa Tenggara Timur menjadi semakin baik. Peranan sektor pertanian pada tahun 2012
mengalami penurunan menjadi 30,11 persen dan menurun kembali menjadi 29,80

9
persen pada tahun 2014. Sektor lain yang peranannya cukup besar dalam perekonomian
Nusa Tenggara Timur adalah lapangan usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib; lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor; lapangan usaha Konstruksi; lapangan usaha Jasa Pendidikan;
lapangan usaha Informasi dan Komunikasi; dan lapangan usaha Transportasi dan
Pergudangan. Sementara peranan lapangan usaha lainnya di bawah 5 persen.
Bila PDRB suatu daerah dibagi dengan jumlah penduduk yang tinggal di
daerah itu, maka akan dihasilkan suatu PDRB Per kapita. PDRB Per kapita atas dasar
harga berlaku menunjukkan nilai PDRB per kepala atau per satu orang penduduk. Pada
tahun 2014, PDRB per kapita Nusa Tenggara Timur mencapai 13.620.019,05 Rupiah
dengan pertumbuhan sebesar 5,06 persen pada tahun 2010 dan berturut-turut sebesar
5,67; 5,46; 5,42; dan 5,04 persen.
PDRB Per Kapita Menurut Lapangan Usaha (Juta Rp), 2010-2014

* Angka Sementara
** Angka Sangat Sementara
Sumber : Data PDRB Provinsi NTT Menurut Lapangan Usaha, 2010–2014
Persentase penduduk miskin (P0) di Provinsi NTT mengalami penurunan
sebesar 3,71 poin dari tahun 2009 sampai dengan September 2014. P0 tahun 2009
sebesar 23,31 persen, turun menjadi 23,03 persen pada tahun 2010, dan terus
mengalami penurunan menjadi 19,60 persen pada tahun 2014. Dibanding kemiskinan
Nasional, kemiskinan NTT masih jauh lebih tinggi dibanding rata-rata nasional sebesar
10,96 persen tahun 2014.

10
2.5 Ekonomi dan Kesehatan

Pada tingkat mikro yaitu pada tingkat individual dan keluarga, kesehatan
adalah dasar bagi produktivitas kerja dan kapasitas untuk belajar di sekolah. Tenaga
kerja yang sehat secara fisik dan mental akan lebih enerjik dan kuat, lebih produktif, dan
mendapatkan penghasilan yang tinggi. Keadaan ini terutama terjadi di negara-negara
sedang berkembang, dimana proporsi terbesar dari angkatan kerja masih bekerja secara
manual. Di Indonesia sebagai contoh, tenaga kerja laki-laki yang menderita anemia
menyebabkan 20% kurang produktif jika dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki
yang tidak menderita anemia. Selanjutnya, anak yang sehat mempunyai kemampuan
belajar lebih baik dan akan tumbuh menjadi dewasa yang lebih terdidik. Dalam keluarga
yang sehat, pendidikan anak cenderung untuk tidak terputus jika dibandingkan dengan
keluarga yang tidak sehat. Pada tingkat makro, penduduk dengan tingkat kesehatan yang
baik merupakan masukan (input) penting untuk menurunkan kemiskinan, pertumbuhan
ekonomi, dan pembangunan ekonomi jangka panjang. Beberapa pengalaman sejarah
besar membuktikan berhasilnya tinggal landas ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi
yang cepat didukung oleh terobosan penting di bidang kesehatan masyarakat,
pemberantasan penyakit dan peningkatan gizi. Hal ini antara lain terjadi di Inggris
selama revolusi industri, Jepang dan Amerika Selatan pada awal abad ke-20, dan
pembangunan di Eropa Selatan dan Asia Timur pada permulaan tahun 1950-an dan tahun
1960-an. Informasi yang paling mengagumkan adalah penelusuran sejarah yang
dilakukan oleh Prof. Robert Fogel, yang menyatakan bahwa peningkatan ketersediaan
jumlah kalori untuk bekerja, selama 200 tahun yang lalu mempunyai kontribusi terhadap
pertumbuhan pendapatan per kapita seperti terjadi di Perancis dan Inggris. Melalui

11
peningkatan produktivitas tenaga kerja dan pemberian kalori yang cukup, Fogel
memperkirakan bahwa perbaikan gizi memberikan kontribusi sebanyak 30% terhadap
pertumbuhan pendapatan per kapita di Inggris.

Namun seperti yang kita tahu, di Provinsi Nusa Tenggara Timur masih banyak
anak-anak yang berstatus gizi buruk. Beberapa instansi pemerintah ikut bertanggung
jawab karena gizi buruk erat kaitannya dengan masalah kemiskinan. Gizi buruk dan
kemiskinan menunjukkan secara jelas, bahwa pembangungan dan pertumbuhan ekonomi
yang diraih sekarang ini tidak untuk semua orang NTT. Dalam arti belum bisa dinikmati
oleh seluruh rakyat NTT. Dengan demikian, pemerintah NTT di sini mempertanyakan
diri, sejauh mana usaha pemerintah NTT untuk meningkatkan pendapatan ekonomi
rakyat. Jelas bahwa, tidak mungkin mengatasi masalah gizi buruk dan kemisikinan di
NTT tanpa ada upaya peningkatan ekonomi masyarakat. Begitu pula dengan daerah
miskin lainnya.
Inflasi pada paket komoditi kebutuhan dasar makanan dan non makanan
merupakan salah satu pemicu kemiskinan di NTT. Kelompok bahan makanan pada
periode September 2014-Maret 2015 mengalami inflasi yaitu sebesar 4,18 persen. Di
daerah perkotaan, indeks harga pada sub-kelompok padi-padian, umbi-umbian dan
hasilnya mengalami kenaikan sebesar 18,12 persen. Dalam menghadapi kemiskinan,
dibutuhkan keberpihakan dan itikad baik dari pemerintah untuk memotivasi peningkatan
pendapatan masyarakat, misalnya, dengan menciptakan lapangan kerja baru.
Meningkatkan subsidi misalnya, pemberian dana bergulir untuk pembangungan usaha
kecil, ketimbang mengkorupsi dana pembangungan. Perlu juga pelatihan-pelatihan
teknologi industri rumah tangga yang tepat guna untuk masyarakat NTT dan penanaman
tanaman yang cocok untuk daerah NTT. Tak kalah penting adalah, meralisasikan
diversifikasi pangan juga sangat penting. Dengan memproduksi beragam bahan pangan
dan tersedia dalam bentuk siap olah serta terjangkau daya beli, dapat diharapkan status
gizi dan kesehatan masyarakat NTT dapat ditingkatkan. Di sisi lain, mentalitas
masyarakat NTT untuk mengusahakan kehidupan yang sehat juga sangat perlu. Dalam
arti, kreativitas dan usaha yang tepat untuk memenuhi standar hidup yang sehat sangat
diperlukan.

Cara meningkatkan kesejahteraan hidup bagi masyarakat NTT dengan cara


pelaku ekonomi sebagaimana dimaksud pada umumnya terdiri dari petani kecil, peternak

12
kecil, nelayan kecil dan pengrajin kecil di perdesaan dan para pelaku sektor informal
perkotaan. Bagi para petani yang kebetulan memiliki wilayah yang cocok untuk
komoditas perkebunan seperti cengkeh, kopi, vanili, jambu mete, tingkat ekonomi
mereka cukup memadai. Di Sabu dan Rote, sebagian pelaku ekonomi kecil di pesisir
pantai dikabarkan mengalami kemajuan berkat budidaya rumput laut. Di Apui (Alor),
sejumlah kelompok tani yang menanam vanili mendapat penghasilan yang cukup besar
lantaran harga komoditas ini cukup tinggi. Namun bagi para petani yang mengandalkan
tanaman pangan dengan wilayah yang relatif kering, tingkat ekonomi mereka
memprihatinkan. Para peternak di Timor Tengah Selatan, betapapun daerah ini dikenal
sebagai gudang ternak (sapi), tidak menunjukkan status ekonomi yang lebih baik
ketimbang para petani yang menanam tanaman pangan. Demikian juga para nelayan
kecil di pesisir pantai Flores, Sumba, Alor dan Timor, kondisi mereka tidak dapat
digolongkan mampu secara ekonomis. Dalam hal ini peran pemerintah dalam membuat
kebijakan ekonomi diperlukan supaya penghasilan penduduk meningkat dan dapat
memenuhi kebutuhan primernya (sandang, pangan, papan) yang layak dan berkualitas.

Sejalan dengan pembangunan ekonomi, dengan meningkatnya status ekonomi


suatu negara atau wilayah diharapkan status kesehatan masyarakatnya juga meningkat.
Akses terhadap pelayanan kesehatan dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat sampai ke
wilayah terpencil dan pedalaman terutama dalam hal perbaikan infrastruktur dan
penyedia layanan kesehatan.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

PDB/PDRB yang besar memang membantu kita untuk menjalani kehidupan


yang lebih baik. PDB/PDRB tidak mengukur kesehatan, namun negara atau wilayah
dengan PDB/PDRB lebih besar dapat menyediakan perawatan kesehatan yang lebih baik.
Dengan melihat indikator ekonomi lainnya, pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pengambilan keputusan dapat menyusun kebijakan maupun langkah selanjutnya yang
sesuai dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat di wilayahnya tersebut.

3.2 Saran

Kesehatan harus dipandang sebagai investasi dalam mencapai keberhasilan


pembangunan ekonomi karena dengan meningkatkan kesehatan masyarakat kualitas
sumber daya manusia akan meningkat pula. Kondisi yang umum yang mempengaruhi
kesehatan adalah lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan
yang baik harus sudah mencakup kualitas sarana kesehatan seperti puskesmas, obat,
tenaga kerja dalam bidang kesehatan. Dengan memperbaiki sektor kesehatan di
Indonesia, kesejahteraan masyarakat akan meningkat, mutu lingkungan hidup akan lebih
baik, terjadi pengurangan kematian akibat gizi buruk atau penyakit lainnya, secara tidak
langsung perekonomian Indonesia pun secara otomatis akan meningkat. Hal ini
disebabkan dengan meningkatnya kesehatan masyarakat, kualitas masyarakat akan
meningkatkan dan mengakibatkan produktifitas suatu perusahaan akan meningkat.
Diperlukan kebijakan pemerintah yang bersinergis dalam hal pembangunan ekonomi,
kesehatan dan pendidikan. Sehingga tujuan pembangunan nasional tercapai, dan
kesejahteraan rakyat didapat.

14

Anda mungkin juga menyukai