Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Aldehi Keton
d
Perbedaan struktur dari aldehid dan keton menyebabkan perbedaan sifat
fisik dan kimia.
Banyak aldehida dan keton yang memiliki bau yang khas, yang
membedakan umumnya aldehida berbau merangsang dan keton berbau
harum. Misalnya trans-sinamaldehida yang merupakan komponen utama
minyak kayu manis, dan enantiomer – enantiomer karbon yang menimbulkan
bau jintan dan tumbuhan permen (Fessenden, 1986).
Reagen Fehling
Reagen fehling mengandung ion Cu2+ yang bersifat
oksidator lemah (Hidajati, dkk, 2017). Larutan fehling
merupakan larutan alkalis yang mengandung kompeks
tembaga II tartrat dan menghasilkan tembaga I oksida yang
berupa endapan merah bata (Parlan, & Wahjudi, 2003).
Ion Cu dapat mengoksidasi gugus aldehid, tetapi tidak
dapat mengoksidasi gugus keton seperti halnya reagen tollens
(Hidajati, dkk, 2017). Aldehid dapat mereduksi larutan
tollens dan menghasilkan endapan logam perak (Parlan, &
Wahjudi, 2003). Aldehid mereduksi larutan fehling
menghasilkan endapan Cu2O yang berwarna kuning atau
merah (Anwar, dkk, 1996).
Reagen Benedict
Reagen benedict mengandung atom Cu yang terikat sebagai
kompleks. Pereaksi ini dapat mengoksidasi gula pereduksi
seperti halnya larutan fehling. Pereaksi benedict dapat
mendeteksi gula dengan konsentrasi 0,01 %. Endapan Cu2O
dapat berwarna merah, kuning, atau hijau kekuningan
bergantung pada warna asal, dan jumlah gula pereduksi yang
dihasilkan (Anwar, dkk, 1996).
2. Reaksi Adisi
a. Reaksi dengan Natrium Bisulfit
Reaksi yang lazim dari senyawa karbonil ialah reaksi adisi
kepada ikatan rangkap karbonil. Reagen biasanya adalah suatu
nukleofil (Hidajati, dkk, 2017). Seperti alkena, aldehida dan keton
mengalami adisi reagensia ke dalam ikatan pi beberapa reaksi adisi
terutama reaksi adisi dengan nukleofil lemah, dikatalisasi oleh
asam.
2) Asam Karboksilat
Suatu asam karboksilat merupakan senyawa organik yang mengandung
gugus karboksil, -COOH. Gugus karboksil mengandung gugus karbonil dan
sebuah gugus hidroksil : antar aksi dari kedua gugus ini mengakibatkan suatu
kereaktivan kimia yang unik untuk asam karboksilat. Sifat kimia yang paling
menonjol dari asam karboksilat adalah keasamannya (Fessenden, 1986).
Senyawa karboksilat memiliki rumus umum RCOOH, dimana –COOH
merupakan gugus fungsi karboksilat, dan R dapat berupa hidrogen, gugus alkil,
dan gugus aril (Siswoyo, 2009).
a. Struktur dan Sifat Fisik Asam Karboksilat
Struktur asam karboksilat berbentuk planar, karena atom
karboksilat mempunyai hibridisasi sp2 seperti yang dimiliki oleh
senyawa aldehida atau keton. Bentuk planar karboksilat terjadi pada
ikatan C-C-O dan O-C-O dengan membentuk sudu kira – kira 120º.
Dalam molekul, asam karboksilat memilii kekuatan yang sangat kuat.
hal ini disebabkan adanya ikatan hidrogen seperti yang terjadi pada
molekul alkohol. asam karboksilat umumnya berada dalam bentuk
dimer lingkar yang kuat disebabkan oleh terbentuknya dua ikatan
hidrogen. Ikatan hidrogen yang kuat ini mempengaruhi titik didih
sehingga asam karboksilat mempunyai titik didih lebih besar daripada
alkohol yang bersesuaian (Siswoyo, 2009).
b. Garam dari Asam Karboksilat
Keasaman karboksilat jauh lebih kecil dari asam asam mineral
seperti asam sulfat, asam hidroklorit, asam nitrat, dan yang lainnya.
Namun demikian asam karboksilat masih jauh lebih asam daripada
asam – asam organik seperti alkohol dan asetilena. Larutan hiroksida
dapat mengubah asam karboksilat menjadi garam, sedangkan asam
mineral dapat mengubah garam menjadi asam karboksilat kembali.
Garam karboksila dari logam alkali larut dalam air, tetapi tidak larut
dalam pelarut non polar. Sebagian besar logam berat tidak larut dalam
air (Siswoyo, 2009).
c. Pembuatan Asam Karboksilat
1. Oksidasi Alkohol Primer dan Alkil Benzena
Oksidasi alkohol akan melibatkan hilangnya satu atau leih
atom hidrogen alfa dari karbon yang mengikat gugus hidroksil.
Produk yang dihasilkan bergantung dari adanya atom hidrogen
alfa, sehingga membentuk alkohol primer, sekunder, atau tersier
(Siswoyo, 2009).
KMnO4
Meskipun benzena dan alkana tidak reaktif terhadap
oksidator seperti KMnO4 dan kalium dikromat, tetapi benena
memungkinkan subtituen alkil menjadi mudah dioksidasi. Gugus
alkil akan dioksidasi sehingga menghasilkan gugus –COOH yang
berikatan langsung dengan inti benzena (Siswoyo, 2009).
Mg CO2 H+
3. Hidrolisis Nitril
Nitril dihasilkan apabila suatu alkil halida direaksikan
dengan natrium sianida dalam pelarut dimetil sulfoksida. Reaksi ini
berupa reaksi eksotermik yang berlangsung dengan cepat pada
suhu kamar. Senyawa nitril yang dihasilkan kemudian dihirolisis
dalam asam sambil dididihkan. Reaksi ini merupakan reaksi
substitusi nukleofilik
+ (Siswoyo, 2009).
Na H3O+
CN_
SN2
d. Uji Identifikasi Asam Karboksilat
Asam karboksilat merupakan golongan senyawa organik yang
mengandung gugus fungsional karboksil (-COOH). Dengan demikian
rumus umumnya adalah RCOOH. Asam karboksilat yang paling
sederhana adalah asam formiat (asam semut), HCOOH. Senyawa
tersebut dapat dibuat dari hasil reaksi dekarboksilasi asam oksalat .
Asam formiat mudah mengalami reaksi oksidasi menghasilkan CO2
jika direaksikan dengan oksidasi seperti KMnO4 (Hidajati, dkk, 2017).
Percobaan yang telah dilakukan kali ini yaitu “Identifikasi Gugus Aldehid, Keton
dan Karboksilat”. Percobaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa organik yang
mengandung gugus aldehid, mengidentifikasi senyawa organik yang mengandung gugus
keton, mengidentifikasi senyawa organik yang mengandung gugus karboksilat dan
membedakan antara gugus aldehid, keton, dan karbksilat yang terdapat di dalam senyawa
organik. Senyawa organik sendiri merupakan golongan besar senyawa kimia yang
molekulnya mengandung karbon, kecuali karbida, karbonat, dan oksida karbon.
Aldehid dan keton adalah nama dua golongan senyawa organik yang masing-
O
C
masing memiliki gugus fungsi karbonil , oleh karena itu diantara keduanya
terdapat beberapa persamaan sifat (Parlan dan Wahyudi, 2003 :163). Aldehid memiliki
O O
rumus umum : R C H
sedangkan keton memiliki rumus umum : R C R'
.
Aldehid umumnya dapat bereaksi lebih cepat dari pada keton terhadap suatu
reagen yang sama. Ini disebabkan karena atom karbon karbonil dari aldehid lebih kurang
terlindung dibandingkan dengan atom karbon karbonil dari keton (Tim Dosen Kimia
Organik, 2017 :1). Dengan demikian percobaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi
persamaan dan perbedaan dari gugus aldehid dan keton tersebut.
umum : R C OH
. Pada percobaan ini juga akan dilakukan identifikasi senyawa
organik yang memiliki gugus karboksilat dan juga membedakan senyawa gugus-gugus
tersebut diatas yang terdapat dalam senyawa organik.
Percobaan ini dibagi menjadi 8 tahap percobaan, yaitu uji Tollens, uji Fehling
dan Benedict, adisi bisulfit, pengujian dengan fenilhidrasin, pembuatan oksim, reaksi
haloform, kondensasi aldol, dan identifikasi asam karboksilat. Percobaan pembuatan
oksim tidak dilakukan dalam percobaan ini, selain itu juga ada percobaan diantara tahap
diatas yang tidak dilakukan, hal ini dikarenakan tidak tersedianya bahan yang akan
digunakan.
1. Uji Tollens
Percobaan pertama yang dilakukan yaitu uji tollens. Percobaan ini dibagi menjadi
dua bagian yaitu pembuatan reagen tollens dan pengujian pada senyawa yang akan
diuji. Uji tollens pada percobaan ini dilakukan pada benzaldehid, aseton,
sikloheksanon, dan formalin.
Percobaan ini didasarkan pada reaksi redoks, dimana nantinya bahan atau sampel
yang akan diuji akan dioksidasi oleh reagen Tollens yang telah dibuat. Reaksi redoks
(reduksi-oksidasi) merupakan reaksi dimana terjadi kenaikan atau penurunan bilangan
oksidasi. Sebelum percobaan uji Tollens ini, alat yang akan digunakan harus benar-
benar steril dan kering karena reagen tollens merupakan reagen yang sangat peka
sehingga adanya zat pengotor meskipun dengan jumlah sedikit akan mengganggu
jalannya reaksi dan dapat menyebabkan gagalnya percobaan, maka alat-alat yang telah
dibersihkan segera dikeringkan pada oven agar alat-alat tersebut steril dan kering.
Uji tollens ini digunakan untuk membedakan senyawa yang mengandung
gugus aldehid dan keton dengan perbedaan sifat antara keduanya yaitu mudah tidaknya
ia dioksidasi (kereaktifan terhadap oksidator). Aldehid (R-HC=O) sangat mudah
mengalami oksidasi hingga menghasilkan asam karboksilat (R-COOH) yang
mengandung jumlah atom karbon yang sama. Sementara itu keton tidak mengalami
reaksi yang serupa seperti gugus aldehid, pada proses oksidasi akan terjadi pemutusan
ikatan karbon-karbon menghasilkan dua asam karboksilat, dimana tiap-tiap senyawa
mengandung atom karbon yang jumahnya lebih sedikit dari pada keton semula.
Reagen Tollens, yakni larutan ion perak beramoniak. Golongan aldehid akan
mudah dioksidasi oleh reagen Tollens menghasilkan cermin perak, sedangkan keton
sulit dioksidasi oleh reagen Tollens. Keton hanya dapat dioksidasi oleh oksidator kuat,
sedangkan reagen Tollens merupakan oksidator lemah sehingga sulit mengoksidasi
keton.
Pembuatan reagen Tollens
Langkah pertama yang dilakukan dalam pembuatan reagen adalah menyiapkan
alat yang telah dibersihkan, kemudian mengambil larutan AgNO3 5% (larutan tidak
berwarna) dari botol bahan lalu dimasukkan ke dalam gelas kimia. Hal ini dilakukan
agar tidak semua bahan yang ada dalam botol ikut tercemar. Langkah selanjunya
diukur 2 ml larutan AgNO3 5% dengan menggunakan gelas ukur. Pengukuran ini harus
tepat pada ukuran yang diinginkan atau tepat pada miniskus. Cara membaca miniskus
harus tepat yaitu dengan arah tegak lurus dengan mata.
Langkah selanjutnya larutan yang telah diukur volumenya dimasukkan ke
dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 2 tetes larutan NaOH 5% (larutan tidak
berwarna) ke dalam tabung reaksi sehingga dihasilkan larutan berwarna abu-abu dan
terbentuk endapan. Penambahan NaOH ini berfungsi untuk membentuk endapan perak
oksida yang berwarna coklat. Reaksi yang terjadi yaitu :
2AgNO3(aq) + 2 NaOH(aq) → Ag2O(s) + 2NaNO3(aq) + H2O(l)
Kemudian ditambahkan larutan NH4OH 2% yang tidak berwarna tetes demi tetes
sampai endapan larut. larutan NH4OH 2% berfungsi untuk melarutkan endapan perak
oksida dengan membentuk senyawa kompleks atau mengoksidasi senyawa Ag2O,
sehingga setelah penambahan NH4OH 2% endapan tepat larut dan dihasilkan larutan
tidak berwarna. Reaksi yang terjadi yaitu :
-2 -1
Ag2O(s) + NH4OH(aq) → Ag(NH3)2OH(aq)
oksidasi
(reagen Tollens)
Pada percobaan ini untuk melarutkan endapan dibutuhkan ±36 tetes larutan
NH4OH 2%, dengan larutnya endapan maka reagen tollens telah siap digunakan
untuk percobaan tahap 2.
Uji Tollens
Percobaan tahap kedua yang dilakukan adalah uji tollens pada senyawa
benzaldehid, aseton, sikloheksanon, dan formalin. Setelah alat-alat yang digunakan
siap, maka percobaan dilakukan. Uji tollens dilakukan berurutan pada senyawa
benzaldehid, aseton, sikloheksanon, dan formalin. Langkah pertama pada
percobaan ini yaitu 1 mL reagen tollens (tidak berwarna) dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah diberi label tabung 1. Langkah selanjutnya yaitu
ditambahkan 2 tetes benzaldehid (tidak berwarna), lalu dikocok dan didiamkan
selama 10 menit untuk mengetahui terjadi atau tidaknya reaksi, selajutnya tabung
di letakkan di dalam air panas yang bersuhu 35oC- 50oC selama 5 menit, tujuannya
yaitu dengan diletakkannya tabung dalam air panas maka suhu larutan naik
sehingga dapat mempercepat terjadinya reaksi. Pada percobaan ini dihasilkan
larutan yang sedikit keruh, reaksi yang terjadi yaitu :
O
+1 0
//
CH(aq) + 2 Ag(NH3)2OH(aq) → 2 Ag(s) + 2 NH3 (aq)+ H2O(l)
reduksi
O
+3 0
HCH(aq) + 2Ag(NH3)2OH(aq) → 2Ag(s) + 2NH3(aq) + HCOONH4(aq) + H2O(l)
reduksi
Uji fehling
Percobaan tahap kedua yang dilakukan adalah uji fehling pada senyawa
pada formaldehid, n-heptaldehid, aseton, dan sikloheksanon. Setelah alat-alat
yang digunakan siap, maka percobaan dilakukan. Uji fehling dilakukan berurutan
pada senyawa pada formaldehid, n-heptaldehid, aseton, dan sikloheksanon.
Uji fehling yang pertama yaitu pada senyawa formaldehid. Langkah
pertama adalah mengukur 5 mL reagen Fehling (berwarna biru tua) dengan
menggunakan gelas ukur. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang
diinginkan atau tepat membentuk miniskus. Cara membaca miniskus harus tepat,
dengan arah tegak lurus dengan mata pembaca.
Selanjutnya, dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah diberi label
tabung 1. Lalu ditambahkan 5 tetes formaldehid (tidak berwarna) ke dalam tabung
sehingga dihasilkan larutan berwarna biru tua (++). Kemudian tabung di letakkan
di dalam air mendidih. Air mendidih disini berfungsi untuk mempercepat
terjadinya reaksi formaldehid dengan reagen Fehling karena menyebabkan
kenaikan suhu pada larutan (campuran reagen fehling+formaldehid).
Berdasarkan reaksi diatas, ion Cu2+ yang terdapat pada reagen fehling
tereduksi oleh formaldehid sehingga dihasilkan endapan merah bata. Pada
percobaan ini formaldehid merupakan reduktor (mengalami oksidasi), sedangkan
ion Cu2+ pada reagen fehling merupakan oksidator (mengalami reduksi). Pada
percobaan ini dapat diidentifikasi bahwa senyawa formladehid merupakan
senyawa organik yang mengandung gugus aldehid, karena dapat mereduksi
reagen fehling yang ditunjukkan dengan terbentuknya endapan merah bata.
Uji fehling yang kedua yaitu pada senyawa n-heptaldehid. Pada
percobaan ini uji fehling pada senyawa n-heptaldehid tidak dilakukan, hal ini
karena tidak tersedianya bahan yang akan digunakan. Namun berdasarkan teori
yang ada, pada percobaan ini juga akan dihasilkan endapan merah bata yang
menandakan bahwa ion Cu2+ pada reagen fehling tereduksi oleh n-heptaldehid.
Hal ini dikarenakan senyawa n-heptaldehid juga mengandung gugus aldehid pada
struktur kimianya yaitu :
O
H2 H2 H2 H2 H2
3HC C C C C C C H
O +2 Cu2+(aq) + 5 OH-(aq)
(aq)
3. Adisi Bisulfit
O
O
NaHSO3 (aq) +
(aq)
3HC CH3
aseton
OH
OH
C2H5OH (aq) (s) + NaOH (aq)
H3C C OC2H5
H3C C SO3Na
CH3
CH3 2-ethoxypropan-2-ol
OH C2H5
H3C C OC2H5
H3C C OCl
CH3
2-ethoxypropan-2-ol (s) + HCl (aq) → CH3 (aq) + H2 (g)
Percobaan ini dapat membuktikan bahwa hasil adisi aseton dengan natrium
bisulfit yang berupa hablur berwarna putih, jika direaksikan dengan asam maka akan
kembali membebaskan karbonil, dan dapat diidentifikasi bahwa senyawa aseton
merupakan senyawa yang mengandung gugus keton.
Percobaan keempat yang dilakukan adalah uji dengan fenilhidrasin. Percobaan ini
dibagi menjadi dua bagian yaitu uji dengan fenilhidrasin dan uji dengan larutan 2,4
dinitrofenilhidrasin. Namun karena tidak tersedianya bahan maka uji dengan 2,4
dinitrofenilhidrasin tidak dilakukan. Uji dengan fenilhidrasin pada percobaan ini
dilakukan pada benzaldehid dan sikloheksanon.
Percobaan ini didasarkan pada reaksi adisi. Pasangan elektron bebas pada atom
nitrogen amoniak dan senyawa-senyawa lain yang sejenis, pada percobaan ini
fenilhidrasin, menyebabkan senyawa-senyawa ini bereaksi menghasilkan fenil hidrazon
setelah hasil reaksi yang mula-mula terbentuk membebaskan satu mol air. Hasil dari
reaksi tersebut seringkali berwujud hablur, sehingga ia dapat digunakan (melalui titik
lelehnya) untuk mengidentifikasi senyawa aldehid dan keton.
C H N NH2
H (aq)
(aq) +
benzaldehid fenilhidrasin
H
C N N + H2O (l)
H
(s)
Benzil fenilhidrason
Langkah selanjutnya yaitu larutan disaring dengan corong penyaring dan kertas
saring. Caranya kertas saring dilipat menjadi 4 kemudian, dibuka lipatan dan
diletakkan diatas corong. Di bawah corong diletakkan tabung reaksi untuk
menampung filtrat. Hasil dituang secara perlahan ke corong yang telah diletakkan
kertas saring diatasnya. Hasilnya terdapat residu berupa hablur berwarna kuning diatas
kertas saring dan filtrate jernih yang terletak di dalam tabung reaksi. Kemudian hablur
dicuci dengan air dingin. Caranya dengan meneteskan air es dengan pipet tetes ke
dalam hablur yang masih terletak di dalam corong melalui dinding corong dengan
perlahan. Hal ini dilakukan agar air dingin dapat mengenai semua hablur. Air dingin
ini berfungsi untuk memperkuat bentuk hablur (membentuk hablur dengan sempurna).
Hablur yang telah disaring kemudian dituang ke kaca arloji. Kaca arloji
berfungsi sebagai wadah untuk mengeringkan hablur dalam desikator. Pengeringan
dilakukan dengan desikator kurang lebih selama ±2 hari agar benar-benar kering.
Desikator adalah alat untuk menyimpan dan mengeringkan atau menghilangkan kadar
air pada bahan yang mudah bepengaruh pada kelembaman. Cara membuka desikator
dengan menggeser tutup desikator. Lalu meletakkan silica pada bagian bawah
desikator dan menutupnya dengan penyaring dari porselen. Silika gel ini berfungsi
untuk menyerap kelembapan dan cairan partikel dari ruang bersuhu/berudara dan
membantu menahan kerusakan barang yang disimpan. Hablur pada kaca arloji
diletakkan dalam desikator. Sebelum ditutup, dioleskan vaselin pada bagian atas
desikator baru ditutup dengan cara menggeser tutup seperti saat membuka tutup
desikator.
Setelah selama ±2 hari, hablur yang telah benar-benar kering diukur titik
lelehnya. Hablur yang sudah kering (serbuk berwarna orange) diambil dari desikator.
Kemudian dilakukan penentuan titik leleh hablur dari benzaldehid yang telah kering.
Pengukuran titik leleh yaitu dengan cara menyiapkan terlebih dahulu alat yang
dibutuhkan antara lain pipa kapiler, metal block, thermometer, statif dan klem, serta
kompor listrik.
Langkah selanjutnya diamati sampai terjadi perubahan pada sampel dari warna orange
menjadi tidak berwarna. Perubahan warna ini menunjukkan jika titik leleh dari
benzaldehid telah tercapai. Pada percobaan ini diperoleh titik leleh benzaldehid sebesar
1380C. Titik leleh yang didapatkan dari percobaan ini tidak sesuai dengan teori yang ada,
dimana menurut teori titik leleh benzaldehid sekitar 120-1300C. Hal ini dapat disebabkan
oleh bebrapa faktor diantaranya kesalahan dari praktikan saat penentuan titik leleh (saat
benzaldehid sudah tepat leleh/belum) dan juga keterlambatan membaca termometer
ketika tepat leleh sehingga suhu yang didapatkan terlalu tinggi.
sikloheksanon fenilhidrasin
H
N N + H2O (l)
(s)
Langkah selanjutnya yaitu larutan disaring dengan corong penyaring dan kertas
saring. Caranya kertas saring dilipat menjadi 4 kemudian, dibuka lipatan dan
diletakkan diatas corong. Di bawah corong diletakkan tabung reaksi untuk
menampung filtrat. Hasil dituang secara perlahan ke corong yang telah diletakkan
kertas saring diatasnya. Hasilnya terdapat residu berupa endapan merah kecoklatan
diatas kertas saring dan filtrate jernih yang terletak di dalam tabung reaksi. Kemudian
hablur dicuci dengan air dingin. Caranya dengan meneteskan air es dengan pipet tetes
ke dalam hablur yang masih terletak di dalam corong melalui dinding corong dengan
perlahan. Hal ini dilakukan agar air dingin dapat mengenai semua hablur. Air dingin
ini berfungsi untuk memperkuat bentuk hablur (membentuk hablur dengan sempurna).
Hablur yang telah disaring kemudian dituang ke kaca arloji. Kaca arloji
berfungsi sebagai wadah untuk mengeringkan hablur dalam desikator. Pengeringan
dilakukan dengan desikator kurang lebih selama ±2 hari agar benar-benar kering.
Desikator adalah alat untuk menyimpan dan mengeringkan atau menghilangkan kadar
air pada bahan yang mudah bepengaruh pada kelembaman. Cara membuka desikator
dengan menggeser tutup desikator. Lalu meletakkan silica pada bagian bawah
desikator dan menutupnya dengan penyaring dari porselen. Silika gel ini berfungsi
untuk menyerap kelembapan dan cairan partikel dari ruang bersuhu/berudara dan
membantu menahan kerusakan barang yang disimpan. Hablur pada kaca arloji
diletakkan dalam desikator. Sebelum ditutup, dioleskan vaselin pada bagian atas
desikator baru ditutup dengan cara menggeser tutup seperti saat membuka tutup
desikator.
Setelah selama ±2 hari, hablur yang telah benar-benar kering diukur titik
lelehnya. Hablur yang sudah kering (berwarna merah kecoklatan) diambil dari
desikator. Kemudian dilakukan penentuan titik leleh hablur dari sikloheksanon yang
telah kering. Pengukuran titik leleh yaitu dengan cara menyiapkan terlebih dahulu alat
yang dibutuhkan antara lain pipa kapiler, metal block, thermometer, statif dan klem,
serta kompor listrik.
Langkah selanjutnya, pipa kapiler yang telah disiapkan dibakar salah satu
ujungnya dengan pembakar spiritus, untuk menutup salah satu lubang pada pipa
kapiler. Hal ini dilakukan agar ketika pemanasan tidak ada sampel yang tumpah/ jatuh
di metal block. Untuk mengetahui apakah masih ada lubang/tidak maka dilakukan
pengecekan mengunakan ijuk. Setelah salah satu ujung sudah tertutup, sampel
dimasukkan ke dalam pipa kapiler melalui salah satu ujung yang masih berlubang,
dengan menekan ujung pipa kapiler ke sampel kemudian didorong menggunakan ijuk
sampai tinggi sampel ±1 cm dari ujung yang tertutup (bagian bawah). Rangkaian alat
untuk mengukur titik leleh pada tahap 2 ini sama dengan percobaan tahap pertama
yang telah dijelaskan diatas.
Langkah selanjutnya diamati sampai terjadi perubahan pada sampel dari warna
merah kecoklatan menjadi merah kecoklatan (++). Perubahan warna ini menunjukkan
jika titik leleh dari sikloheksanon telah tercapai. Pada percobaan ini diperoleh titik
leleh sikloheksanon sebesar 840C. Titik leleh yang didapatkan dari percobaan ini tidak
sesuai dengan teori yang ada, dimana menurut teori titik leleh sikloheksanon sekitar
800C. Hal ini dapat disebabkan oleh bebrapa faktor diantaranya kesalahan dari
praktikan saat penentuan titik leleh (saat sikloheksanon sudah tepat leleh/belum) dan
juga keterlambatan membaca termometer ketika tepat leleh sehingga suhu yang
didapatkan terlalu tinggi, atau faktor lain dapat disebabkan oleh sampel sikloheksanon
yang masih belum benar-benar kering untuk diuji titik lelehnya.
5. Pembuatan Oksim
Percobaan ini tidak dilakukan karena tidak tersedianya bahan yang akan
digunakan.
6. Reaksi haloform
Percobaan selanjutnya yaitu reaksi haloform. Atom hidrogen yang terikat pada
atom kabon alfa dari aldehid dan keton mudah diganti oleh halogen di dalam larutan biasa.
Reaksi ini, didasarkan pada reaksi yang cepat antara ion enolat dengan halogen. Oleh
karena pengaruh tarikan elektron dari halogen, maka atom hidrogen yang masih ada pada
atom karbon alfa akan lebih asam, dan lebih mudah tertukar oleh halogen. Oleh karena
itu, gugus metil yang terikat pada atom karbon karbonil mudah sekali diubah menjadi
senyawa trihalometil oleh halogen dari basa. Senyawa trihalo yang dihasilkan ini mudah
sekali diuraikan oleh basa menghasilkan haloform. Oleh karena itu, reaksi ini dapat
digunakan untuk menyediakan iodoform, bromoform atau kloroform.
Percobaan yang akan dilakukan kali ini yaitu pembuatan Iodoform yang
didasarkan pada reaksi haloform. Reaksi ini umumnya digunakan untuk menunjukkan
adanya metil keton, R-CO-CH3. Senyawa ini bila direaksikan dengan iodium dan basa,
akan menghasilkan iodoform yang mengendap sebagai hablur berwarna kuning dan
berbau seperti obat. Senyawa yang akan diuji dalam percobaan ini yaitu aseton dan
isopropil alkohol. Setelah alat dan bahan disiapkan, maka percobaan dilakukan.
Uji reaksi haloform yang dilakukan pertama kali yaitu pada aseton. Langkah
pertama yaitu Langkah pertama adalah mengukur 3 mL larutan NaOH 5 % (tidak
berwarna ) dengan menggunakan gelas ukur. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran
yang diinginkan atau tepat membentuk miniskus. Cara membaca miniskus harus tepat,
dengan arah tegak lurus.
O O
OH-
CH3 C CH3(aq) + 3 I2(aq) CH3 C O-(aq) + 2 CHI3(aq)
iodoform
Berdasarkan reaksi diatas, dapat diketahui bahwaatom hidrogen yang terikat atom
karbon alfa dari aseton telah digantikan oleh iod dari larutan iodium. Oleh karena
pengaruh tarikan elektron dari iod, maka atom hidrogen yang masih ada pada atom karbon
alfa pada aseton akan lebih asam, dan lebih mudah tertukar oleh iod. Oleh karena itu,
gugus metil yang terikat pada atom karbon karbonil mudah sekali diubah menjadi
senyawa iodoform oleh larutan iodium pada suasana basa. Pada percobaan ini dapat
diketahui bahwa iodoform telah terbentuk yang ditandai dengan terbentuknya hablur
berwarna kuning pada larutan dan disertai bau seperti obat, serta membuktikan bahwa
aseton merupakan senyawa yang mengandung gugus metil keton yang dapat diuji dengan
reaksi haloform.
Uji reaksi haloform kedua yang dilakukan yaitu pada isopropil alkohol. Langkah
pertama yaitu Langkah pertama adalah mengukur 3 mL larutan NaOH 5 % (tidak
berwarna) dengan menggunakan gelas ukur. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang
diinginkan atau tepat membentuk miniskus. Cara membaca miniskus harus tepat, dengan
arah tegak lurus.
Pada percobaan ini dapat diketahui bahwa iodoform telah terbentuk yang ditandai
dengan terbentuknya hablur berwarna kuning pada larutan dan disertai bau seperti obat.
Meskipun isopropil alkohol bukan merupakan golongan keton atau mengandung gugus
metil keton, namun dapat membentuk iodoform dalam suasana basa. Hal ini dikarenakan
reagen yang digunakan dalam percobaan ini (I2) merupakan oksidator, sehingga suatu
alkohol yang mengandung suatu gugus –CH3(OH)3, dalam hal ini isopropil alkohol, akan
menghasilkan pengujian yang positif (dapat menghasilkan iodoform).
7. Kondensasi aldol
H H2
3HC C C C O
H
OH-
CH3COH (aq) + CH3COH (aq) → OH (s)
Setelah alat dan bahan disiapkan, maka percobaan mulai dilakukan. Percobaan
tahap pertama yaitu dilakukan dengan mengukur 5 mL larutan CH3COOH (tidak
berwarna) dengan menggunakan gelas ukur. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang
diinginkan atau tepat membentuk miniskus. Cara membaca miniskus harus tepat, dengan
arah tegak lurus dengan mata pembaca.
+3 +2
CH3COOH(aq) + 2 MnO4- (aq) → 3 CO2(g) +2MnO2(l) + 2 OH-(aq) + 2 H2O(l)
reduksi
Pemanasan dilakukan agar reaksi yang terjadi cepat dan berjalan sempurna. Setelah
pemanasan didapatkan endapan berwarna coklat kemerahan yang menandakan kompleks
telah mengendap. Larutan selanjutnya disaring dengan corong dan kertas saring. Caranya
kertas saring dilipat menjadi 4 kemudian, dibuka lipatan dan diletakkan diatas corong.
Sebelum disaring, terlebih dahulu kertas saring pada corong dibasahi dengan aquades
agar kertas saring menempel dengan sempurna pada dinding corong, sehingga proses
penyaringan lebih mudah. Di bawah corong diletakkan tabung reaksi untuk menampung
filtrat. Hasil dituang secara perlahan ke corong yang telah diletakkan kertas saring. Residu
berupa endapan berwarna coklat kemerahan yang terdapat diatas kertas saring dan filtrat
tidak berwarna di dalam tabung reaksi. Filtrat ini selanjutnya diuji dengan ditambahkan
5 tetes K4FeCN6 (berwarna kuning). Larutan K4FeCN6 berfungsi untuk menguji ada
tidaknya ion ferri di dalam larutan. Setelah ditambahkan larutan K4FeCN6, larutan
menjadi berwarna hijau.
[Fe3(OH)2(CH3COO)]+(aq)+4H2O(l)→Fe3(OH)2CH3COOH(s)+3CH3COOH (aq)+H+(aq)
I. Kesimpulan
Dengan uji Tollens : senyawa yang dapat dioksidasi oleh reagen tollens menjadi
cermin perak.
Dengan uji Fehling : senyawa yang dapat dioksidasi oleh reagen Fehling
membentuk endapan merah bata.
Uji dengan fenilhidrasin : senyawa yang bila diuji dengan fenilhidrasin
menghasilkan hablur berwarna orange dengan titik leleh yang tinggi.
Dengan kondensasi aldol : senyawa yang mampu menjalankan reaksi kondensasi
aldol menghasilkan senyawa krotanaldehid yang berbau tengik, baik dengan
aldehid maupun senyawa keton yang lain.
Senyawa yang memiliki gugus keton yang dapat diidentifikasi bedasarkan percobaan
yaitu :
Dengan uji Tollens : Senyawa yang tidak dapat dioksidasi oleh reagen tollens
menjadi cermin perak.
Dengan uji Fehling : Senyawa yang tidak dapat dioksidasi oleh reagen Fehling
membentuk endapan merah bata.
Dengan mereaksikan dengan senyawa bisulfit : Senyawa yang mampu
menjalankan reaksi adisi bisulfit dengan menghasilkan hablur berwarna putih.
Uji dengan fenilhidrasin : senyawa yang bila diuji dengan fenilhidrasin
menghasilkan hablur berawrna merah kecoklatan dengan titik leleh yang lebih
rendah dari benzaldehid.
Dengan didasarkan reaksi haloform : senyawa metil keton dapat diketahui melalui
reaksi haloform, dimana akan menghasilkan senyawa iodoform yang berbau
seperti obat dan larutan yang berwarna kuning.
Berdasarkan kondensasi aldol : senyawa yang mampu menjalankan reaksi
kondensasi aldol menghasilkan senyawa krotanaldehid yang berbau tengik, baik
dengan aldehid maupun senyawa keton yang lain.
a. Senyawa yang dapat dioksidasi oleh larutan KMnO4 yang ditandai dengan
terbentuknya larutan berwarna ungu kehitaman.
b. Senyawa yang dapat membentuk senyawa kompleks berwarna merah dengan
FeCl3 yang dapat diuji dengan Larutan K4FeCN6.
Berikut merupakan perbedaan gugus aldehid dan keton berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan.
Tollens + -
Fehling + -
Fenilhidrasin + +
iodoform - +
bisulfit - +
Kondensasi aldol + +
J. Jawaban Pertanyaan
1. Tulislah persamaan reaksi untuk reaksi-reaksi berikut :
a. Reaksi Tollens dengan formaldehid !
Jawab :
O
O
H C H C
H + 2Ag(NH3)2OH ONH 4 + 2Ag +4NH3 +2H2O(aq)
CH
O OH CH 3 C CH3 CH 3 C CH3
CH 3 CCH3 ↔ CH 3 C CH3 ↔ OC 2 H5 ↔ OC 2 H5
CH + H2N NH
OH
C NH NH
H
H
H2O
C N NH
6. Tuliskan persamaan yang menunjukkan apa yang terjadi jika senyawa hasil
adisi bisulfit direaksikan dengan asam klorida pekat !
Jawab :
H HO H
O
H 3C H H 3C H
HO H
CH C SO3Na
H 3C H
Jakarta : Erlangga.
Hidajati, Nurul, dkk. 2017. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Organik. Surabaya
: Jurusan Kimia, FMIPA, UNESA.
Parlan, & Wahjudi. 2003. Kimia Organik I. Malang: UM Press.
Ratna, Sari Diah. 2010. Aldehid dan Keton: Sifat Fisik dan Reaksi Kimia.
Bandung : Jurusan Kimia, FMIPA, ITB.
Siswoyo, R. 2009. Kimia Organik. Jakarta: Erlngga.
(..................................) (..................................)
LAMPIRAN FOTO
No Gambar Keterangan
Alat-alat yang digunakan yaitu tabung
reaksi, gelas kimia, erlenmeyer, kaca arloji,
gelas ukur