Anda di halaman 1dari 55

A.

Judul Percobaan : Identifikasi Gugus Aldehid, Keton, dan Karboksilat


B. Hari / tanggal Percobaan : Selasa / 21 Maret 2017
C. Tujuan :
1. Mengidentifikasi senyawa organik yang mengandung gugus aldehid
2. Mengidentifikasi senyawa organik yang mengandung gugus keton
3. Mengidentifikasi senyawa organik yang mengandung gugus karboksilat
4. Membedakan antara gugus aldehid, keton, dan karboksilat di dalam
senyawa organik
D. Dasar Teori :
1) Aldehid dan Keton
Aldehid merupakan suatu senyawa organik yang memiliki sekurangnya
satu atom hidrogen yang terikat pada karbon karbonilnya. Gugus lain dalam
suatu aldehid dapat berupa alkil, aril, atau H (Fessenden, 1986). Aldehid juga
biasa disebut dengan senyawa karbonil, yang memiliki rumus umum
. Gugus R dapat berupa hidrogen, alifatik, atau aromatik,
apabila kedua gugus R adalah hidrogen, maka senyawa tersebut merupakan
formaldehid, namun jika salah satu gugus R adalah hidrogen, dan yang lain
alkil, maka disebut senyawa aldehida, sedangkan jika kedua gugus R adalah
alkil maka senyawa tersebut disebut keon (Siswoyo, 2009). Pada keton,
terdapat 2 atom karbon lain yang terikat pada gugus karbonil. Karbon yang
terikat pada gugus karbonil dapat merupakan rantai alifatik (bukan merupakan
bagian dari cincin aromatik) atau aromatik (merupakan bagian dari cincin
aromatik) (Ratna, Sari, 2010).

Aldehi Keton
d
Perbedaan struktur dari aldehid dan keton menyebabkan perbedaan sifat
fisik dan kimia.

1. Aldehid lebih mudah dioksidasi dibandingkan dengan keton.


2. Aldehid lebih reaktif terhadap reaksi adisi nukleofilik daripada keton.
Karbon dalam karbonil berikatan α dengan tiga atom lainnya. Karena
struktur karbonil memiliki hibridisasi ikatan sp2 pada atom C karbonil. Maka
struktur karbonil berbentuk datar dan memiliki sudut ikatan 120º. Orbital p
yang ada pada atom karbon bertumpang tindih dengan orbital p atom oksigen
membentuk ikatan pi, sehingga atom karbon dan atom oksigen bergabung
membentuk ikatan rangkap dua. Elektron - elektron ikatan rangkap pada
gugus karbonil memiliki perbedaan kerapatan elektron yang menyebabkan
awan elektron akan lebih tertarik ke arah atom yang memiliki
keelektronegatifan yang lebih besar, yaitu atom oksigen (Siswoyo, 2009).

Banyak aldehida dan keton yang memiliki bau yang khas, yang
membedakan umumnya aldehida berbau merangsang dan keton berbau
harum. Misalnya trans-sinamaldehida yang merupakan komponen utama
minyak kayu manis, dan enantiomer – enantiomer karbon yang menimbulkan
bau jintan dan tumbuhan permen (Fessenden, 1986).

a. Sifat Fisik Aldehid dan Keton


Adanya gugus karbonil menyebabkan senyawa ini bersifat polar
dan memiliki gaya intermolekul, dan titik didih yang lebih besar
daripada alkana yang bersesuaian. Namun demikian aldehid dan keton
tidak memiliki ikatan hidrogen yang kuat diantara molekul –
molekulnya. Oleh karena itu aldehida dan keton mempuyai titik didih
yang lebih rendah daripada alkohol yang bersesuaian. Atom oksigen
pada seyawa karbonil dapat membentuk ikatan hidrogen yang cukup
kuat dengan molekul air. Senyawa karbonil dengan berat molekul yang
rendah dapat larut di dalam air, sedangkan aseton dan asetaldehida larut
dalam air dalam segala perbandingan (Siswoyo, 2009).
b. Pembuatan Senyawa Aldehid
Dalam pembuatan aldehid, metode yang paling baik dan telah lama
diketahui untuk mensintesis senyawa aldehid adalah oksidasi alkohol
primer, dan oksidasi pemutusan alkena. Berikut ini dijelaskan reaksi
pembuatan aldehida :
1. Oksidasi alkoho primer : alkohol primer dapat dioksidasi menjadi
aldehida. Reaksi ini biasanya menggunakan piridin kloro kromat
dalam pelarut diklorometana pada suhu kamar (Siswoyo, 2009).
Dalam laboratorium oksidator yang lazim digunakan untuk
mengoksidasi alkohol adalah larutan kalium bikromat, dan asam
sulfat. Mengingat bahwa aldehid mudah sekali teroksidasimenjadi
asam karboksilat, maka dalam pembuatan ini harus mengupayakan
pencegahan oksidasi lebih lanjut, yaitu dengan segera menyisakan
aldehida yang terjadi dari campuran reaksinya (Parlan, & Wahjudi,
2003).

2. Ozonalisis Alkena : Alkena yang mempunyai paling tidak satu


hidrogen vinilik akan mengalami pemecahan reaksi oksidasi
dengan ozon menghasilkan adehida. Jika reaksi ozonolisis
dilakukan pada alkena siklik, maka akan didapat senyawa
dikarbonil (Siswoyo, 2009).

3. Reduksi asil klorida : jika asam karboksilat direaksikan dengan


SOCl3 dan asil klorida yang dihasilkan direaksikan dengan lithium
tri-t-butoksialuminium hidrida pada suhu -78ºC, akan terbentuk
senyawa aldehida (Siswoyo, 2009).
1. LiAlH4(O-But)3 -78ºC
2. 2H2O

c. Pembuatan Senyawa Keton


1. Oksidasi alkohol sekunder : alkohol sekunder dapat dioksidasi
dengan beberapa oksidator menjadi keton. Pemilihan oksidator
tergantung dari beberapa faktor, diantaranya adalah skala reaksi,
biaya, dan asam atau basa yang sensitif pada alkoholnya (Siswoyo,
2009).

2. Asilasi Friedel – Crafts : merupakan cara yang efektif untuk


memasukkan gugus asetil ke dalam inti benzena. Produk reaksinya
berupa aril keton, selain itu asilasi friedel-crafts juga dapat
dilakukan dengan menggunakan anhidrida asam karboksilat
(Siswoyo, 2009).
d. Reaksi Pada Aldehid dan Keton
1. Reaksi Oksidasi
Aldehid lebih mudah dioksidasi daripada keton. Oksidasi
aldehid menghasilkan suatu asam karboksilat dengan jumlah atom
yang tetap (Anwar, dkk, 1996). Hampir setiap reagensia yang
mengoksidasi suatu alkohol juga mengoksidasi suatu aldehida.
Garam permanganat atau dikromat merupakan zat pengoksidasi
yang terpopuler tetapi bukanlah satu-satunya reagensia yang
digunakan (Fessenden, 1986). Oksidasi aldehid oleh kalium
permanganat biasanya terjadi pada aldehid berair sehingga agar
reaksi oksidasi dapat berlangsung di dalam sistem harus terdapat
air (Anwar, dkk, 1996).
Keton tidak mudah dioksidasu. Suatu pengecualian
terhadap sifat keton yang tidak mudah teroksidasi, ialah oksidasi
keton yang memiliki sekurang – kurangnya satu hidrogen alfa
(Fessenden, 1986). Proses oksdasi pada keton akan terjadi
pemutusan ikatan karbon – karbon menghasilkan dua asam
karboksilat. Tiap senyawa mengandung atom karbon yang
jumlahnya lebih sedikit daripada keton semula (keton siklik
menghasilkan suatu asam dikarboksilat yang mengandung atom
karbon yang sama banyaknya sebagai akibat putusnya ikatan
karbon). Keton tidak dapat mereduksi latrutan fehling dan larutan
tollens (Hidajati, dkk, 2017).
 Reagen Tollens
Reagen tollens merupakan suatu larutan basa yang berasal
dari ion kompleks [Ag(NH3)2]+ digunakan sebagai reagensia
uji aldehid (Fessenden, 1986). Test dengan reagen tollens s
didasarkan pada mudahnya gugus aldehid dioksidasi menjadi
asam karboksilat (Anwar, dkk, 1996). Ion Ag+ dalam
reagensia tollen direduksi menjadi logam Ag oleh aldehid,
sedangkan aldehida dioksidasi menjadi asam yang bertalian
(Hidajati, dkk, 2017).
Uji positif aldehid dengan reagen tollens ditandai oleh
terbentuknya cermin perak pada dinding dalam / dasar tabung
reaksi (Fessenden, 1986).

 Reagen Fehling
Reagen fehling mengandung ion Cu2+ yang bersifat
oksidator lemah (Hidajati, dkk, 2017). Larutan fehling
merupakan larutan alkalis yang mengandung kompeks
tembaga II tartrat dan menghasilkan tembaga I oksida yang
berupa endapan merah bata (Parlan, & Wahjudi, 2003).
Ion Cu dapat mengoksidasi gugus aldehid, tetapi tidak
dapat mengoksidasi gugus keton seperti halnya reagen tollens
(Hidajati, dkk, 2017). Aldehid dapat mereduksi larutan
tollens dan menghasilkan endapan logam perak (Parlan, &
Wahjudi, 2003). Aldehid mereduksi larutan fehling
menghasilkan endapan Cu2O yang berwarna kuning atau
merah (Anwar, dkk, 1996).

 Reagen Benedict
Reagen benedict mengandung atom Cu yang terikat sebagai
kompleks. Pereaksi ini dapat mengoksidasi gula pereduksi
seperti halnya larutan fehling. Pereaksi benedict dapat
mendeteksi gula dengan konsentrasi 0,01 %. Endapan Cu2O
dapat berwarna merah, kuning, atau hijau kekuningan
bergantung pada warna asal, dan jumlah gula pereduksi yang
dihasilkan (Anwar, dkk, 1996).
2. Reaksi Adisi
a. Reaksi dengan Natrium Bisulfit
Reaksi yang lazim dari senyawa karbonil ialah reaksi adisi
kepada ikatan rangkap karbonil. Reagen biasanya adalah suatu
nukleofil (Hidajati, dkk, 2017). Seperti alkena, aldehida dan keton
mengalami adisi reagensia ke dalam ikatan pi beberapa reaksi adisi
terutama reaksi adisi dengan nukleofil lemah, dikatalisasi oleh
asam.

Reaktivitas relatif aldehid dan keton dalam reaksi adisi


sebagian dapat disebabkan oleh banyaknya muatan positif pada
karbon karbonil. Makin besar muatan positif itu akan semakin
reaktif. Apabila muatan positif parsial tersebar ke seluruh molekul
aka senyawa karbonil itu lebih stabil dan kurang reaktif
(Fessenden, 1986). Aldehid, dan keton tidak mengandung gugus
yang besar disekitar atom karbonil, bereaksi dengan larutan pekat
natrium bisulfit menghasilkan adisi yang berwujud hablur
berwarna putih. hasil adisi ini apabila bereaksi dengan asam akan
membebaskan kembali senyawa karbonil, sehingga reaksi ini
kadang – kadang berguna untuk memisahkan senyawa karbonil,
dan campurannya dengan senyawa – senyawa lainnya (Hidajati,
dkk, 2017).
b. Reaksi dengan Hidrazin dan Senyawa Sehubungan
Pasangan elektron bebas pada atom nitrogen amonia dan
senyawa lain sejenis menyebabkan senyawa bereaksi
menghasilkan fenilhidrazon. Setelah hasil reaksi yang mula –
mula terbentuk membebaskan 1 mol air. Hasil ini sering kali
berwujud hablur sehingga ia dapat digunakan (melalui titik
lelehnya) utuk mengenal aldehid dan keton. Reaksi yang sama
dengan 2,4 – dinitrofenilhidrazin menghasilkan 2,4 –
dinitrofenilhidrazon yang biasanya mempunyai titik leleh yang
lebih tinggi (Hidajati, dkk, 2017).

Imina mudah terhidrolisis. Tahap awal hirolisis adalah


protonasi nitrogen imina. Jika suatu gugus elektronegatif terikat
pada nitrogen imina itu maka kebasaan nitrogen itu berkurang
dan hidrolisis terkurangi (Fessenden, 1986).
c. Reaksi dengan Hidroksilamina
Hidroksilamina apabila bereaksi dengan senyawa karbonil
menghasilkan oksim, yang dapat digunakan untuk pengenalan.
Disamping itu, oksim digunakan pula sebagai bahan perantara
di dalam sintesis miasalnya pemanasan di dalam suasana basa
menghasilkan hidrokarbon yang sebanding (Hidajati, dkk,
2017).

d. Reaksi Halogenasi Alfa


Atom hidrogen yang terikat pada atom karbon disebelah
atom karbon karbonil yang disebut atom karbon alfa, ialah
bersifat asam lemah. Hal ini disebabkan karena muatan dari
anion yang bertalian (anion enolat) dapat diserahkan ke atom
oksigen yang elektronegatif (Hidajati, dkk, 2017).

Atom hidrogen yang terikat pada atom kabon alfa dari


aldehid dan keton mudah diganti oleh halogen di dalam larutan
biasa. Reaksi ini, didasarkan pada reaksi yang cepat antara ion
enolat dengan halogen. Oleh karena pengaruh tarikan elektron
dari halogen, maka atom hidrogen yang masih ada pada atom
karbon alfa akan lebih asam, dan lebih mudah tertukar oleh
halogen. Oleh karena itu, gugus metil yang terikat pada atom
karbon karbonil mudah sekali diubah menjadi senyawa
trihakometil oleh halogen dari basa (Hidajat, dkk, 2017).
Halogenasi alfa dalam suasana asam biasanya memberikan
rendemen yang lebih baik daripada reaksi dalam suasana basa
(Fessenden, 1986).
Keton mudah dihalogenasikan pada karbon alfa. Reaksi ini
menuntut pada suasana basa atau suatu katalis asam Halogenasi
alfa merupakan dasar suatu uji kimia, yang disebut uji
iodoform, utuk metil keton. Gugus metil dari suatu metil keton
diiodinasi bertahap sampai terbentuk iodoform padat berwarna
kuning dan berbau seperti obat. Uji ini tidaklah spesifik untuk
metil keton. Iod merupakan zat pengoksidasi lembut, dan
senyawa apa saja dapat dioksidasi menjadi senyawa karbonil,
metil juga akan menunjukkan uji positif (Fessenden, 1986).

Senyawa trihalo yang dihasilkan ini mudah sekali diuraikan


oleh basa menghasilkan haloform. Oleh karena itu, reaksi ini
dapat digunakan untuk menyediakan iodoform, bromoform
atau kloroform.

Iodoform termasuk senyawa haloform selain kloroform dan


bromoform. Iodoform merupakan salah satu haloform yang
berbentuk kristal berwarna kuning, dan sedikit larut dalam air.
Secara umum haloform dibuat dari suatu senyawa metil keton/
metil aldehida atau dari senyawa yang bila teroksidasi
menghasilkan senyawa tersebut (Anwar, dkk, 1996).
e. Reaksi Kondensasi Aldol
Kondensasi aldol merupakan suatu reaksi penyatuan atom
– atom dalam satu molekul atau dalam molekul yang berbeda
dan membentuk senyawa baru yang lebih kompleks. Secara
umum dalam reaksi kondensasi terjadi pembebasan air, alkohol,
atau senyawa lain yang lebih stabil (Parlan, & Wahjudi, 2003).
Senyawa aldehid yang mempunyai hidrogen alfa, jika berada
dalam suasana basa, akan mengalami adisi sesamanya
menghasilkan produk yang dinamakan aldol, sedangkan
reaksiya disebut reaksi aldol. Reaksi aldol, jika diteruskan pada
suhu yang relatif tinggi, akan berlanjut menjadi reaksi
dehidrasi. Selanjutnya akan membentuk produk akhir berupa
senyawa α,β- aldehida atau keton yang tidak jenuh. Reaksi aldol
yang bereaksi sampai terjadi dehidrasi tersebut dinamakan
reaksi kondensasi aldol karena terjadi pelepasan molekul kecil
seperti air, metanol, etanol, atau amonia (Siswoyo, 2009).
Proses kondensasi aldol mudah dibuat melalui
pembentukan anion enolat dari suatu senyawa karbonil yang
diadisikan pada karbonil lain. Enolat anion dapat bertindak
nukleofilik karbon dan beradisi pada gugus karbonil pada
molekul aldehid atau keton lain. Reaksi ini membentuk dasar
bagi proses kondensasi aldol, yaitu reaksi pembentukan ikatan
karbon-karbon yang sangat bermanfaat. Kondensasi aldol yang
paling sederhana adalah gabungan dua molekul asetaldehid,
yang terjadi jika larutan aldehid diberi larutan basa. Hasilnya
adalah reaksi dengan 4 karbon dinamakan aldol (Anwar, dkk,
1996).
Kedua molekul yang berkondensasi di dalam kondensasi
aktif tidak perlu kedua-duanya mempunyai atom hidrogen alfa,
mudah berkondensasi dengan benzaklehid yang tidak
mempunyai atom hidrogen alfa karena benzaldehid sendiri
tidak bisa menjalankan reaksi aldol (Hidajati, dkk, 2017).

2) Asam Karboksilat
Suatu asam karboksilat merupakan senyawa organik yang mengandung
gugus karboksil, -COOH. Gugus karboksil mengandung gugus karbonil dan
sebuah gugus hidroksil : antar aksi dari kedua gugus ini mengakibatkan suatu
kereaktivan kimia yang unik untuk asam karboksilat. Sifat kimia yang paling
menonjol dari asam karboksilat adalah keasamannya (Fessenden, 1986).
Senyawa karboksilat memiliki rumus umum RCOOH, dimana –COOH
merupakan gugus fungsi karboksilat, dan R dapat berupa hidrogen, gugus alkil,
dan gugus aril (Siswoyo, 2009).
a. Struktur dan Sifat Fisik Asam Karboksilat
Struktur asam karboksilat berbentuk planar, karena atom
karboksilat mempunyai hibridisasi sp2 seperti yang dimiliki oleh
senyawa aldehida atau keton. Bentuk planar karboksilat terjadi pada
ikatan C-C-O dan O-C-O dengan membentuk sudu kira – kira 120º.
Dalam molekul, asam karboksilat memilii kekuatan yang sangat kuat.
hal ini disebabkan adanya ikatan hidrogen seperti yang terjadi pada
molekul alkohol. asam karboksilat umumnya berada dalam bentuk
dimer lingkar yang kuat disebabkan oleh terbentuknya dua ikatan
hidrogen. Ikatan hidrogen yang kuat ini mempengaruhi titik didih
sehingga asam karboksilat mempunyai titik didih lebih besar daripada
alkohol yang bersesuaian (Siswoyo, 2009).
b. Garam dari Asam Karboksilat
Keasaman karboksilat jauh lebih kecil dari asam asam mineral
seperti asam sulfat, asam hidroklorit, asam nitrat, dan yang lainnya.
Namun demikian asam karboksilat masih jauh lebih asam daripada
asam – asam organik seperti alkohol dan asetilena. Larutan hiroksida
dapat mengubah asam karboksilat menjadi garam, sedangkan asam
mineral dapat mengubah garam menjadi asam karboksilat kembali.
Garam karboksila dari logam alkali larut dalam air, tetapi tidak larut
dalam pelarut non polar. Sebagian besar logam berat tidak larut dalam
air (Siswoyo, 2009).
c. Pembuatan Asam Karboksilat
1. Oksidasi Alkohol Primer dan Alkil Benzena
Oksidasi alkohol akan melibatkan hilangnya satu atau leih
atom hidrogen alfa dari karbon yang mengikat gugus hidroksil.
Produk yang dihasilkan bergantung dari adanya atom hidrogen
alfa, sehingga membentuk alkohol primer, sekunder, atau tersier
(Siswoyo, 2009).

KMnO4
Meskipun benzena dan alkana tidak reaktif terhadap
oksidator seperti KMnO4 dan kalium dikromat, tetapi benena
memungkinkan subtituen alkil menjadi mudah dioksidasi. Gugus
alkil akan dioksidasi sehingga menghasilkan gugus –COOH yang
berikatan langsung dengan inti benzena (Siswoyo, 2009).

2. Adisi Karbon Dioksida Pada Pereaksi Grignard


Pada reaksi sintesis asam karboksilat menggunakan
pereaksi grignard, gas CO2 dialirkan ke dalam larutan eter berisi
pereaksi grignard dan es kering yang sekaligus berfungsi sebagai
pendingin reaksi (Siswoyo, 2009).

Mg CO2 H+

3. Hidrolisis Nitril
Nitril dihasilkan apabila suatu alkil halida direaksikan
dengan natrium sianida dalam pelarut dimetil sulfoksida. Reaksi ini
berupa reaksi eksotermik yang berlangsung dengan cepat pada
suhu kamar. Senyawa nitril yang dihasilkan kemudian dihirolisis
dalam asam sambil dididihkan. Reaksi ini merupakan reaksi
substitusi nukleofilik
+ (Siswoyo, 2009).
Na H3O+
CN_
SN2
d. Uji Identifikasi Asam Karboksilat
Asam karboksilat merupakan golongan senyawa organik yang
mengandung gugus fungsional karboksil (-COOH). Dengan demikian
rumus umumnya adalah RCOOH. Asam karboksilat yang paling
sederhana adalah asam formiat (asam semut), HCOOH. Senyawa
tersebut dapat dibuat dari hasil reaksi dekarboksilasi asam oksalat .
Asam formiat mudah mengalami reaksi oksidasi menghasilkan CO2
jika direaksikan dengan oksidasi seperti KMnO4 (Hidajati, dkk, 2017).

Asam asetat merupakan asam karboksilat dengan dua karbon.


Seperti halnya asam karboksilat lainnya, zat ini dapat mengalami reaksi
asterifikasi jika direaksikan dengan alkohol menggunakan asam
sebagai katalisator, menghasilkan ester yang berbau harum. Ion-ion
karboksilat dapat bereaksi dengan ion-ion logam tertentu menghasilkan
endapan (Hidajati, dkk, 2017).

E. Alat dan Bahan


F. Alur Percobaan
G. Hasil Pengaamatan
H. Analisis dan Pembahasan

Percobaan yang telah dilakukan kali ini yaitu “Identifikasi Gugus Aldehid, Keton
dan Karboksilat”. Percobaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa organik yang
mengandung gugus aldehid, mengidentifikasi senyawa organik yang mengandung gugus
keton, mengidentifikasi senyawa organik yang mengandung gugus karboksilat dan
membedakan antara gugus aldehid, keton, dan karbksilat yang terdapat di dalam senyawa
organik. Senyawa organik sendiri merupakan golongan besar senyawa kimia yang
molekulnya mengandung karbon, kecuali karbida, karbonat, dan oksida karbon.

Aldehid dan keton adalah nama dua golongan senyawa organik yang masing-
O

C
masing memiliki gugus fungsi karbonil , oleh karena itu diantara keduanya
terdapat beberapa persamaan sifat (Parlan dan Wahyudi, 2003 :163). Aldehid memiliki
O O

rumus umum : R C H
sedangkan keton memiliki rumus umum : R C R'
.

Aldehid umumnya dapat bereaksi lebih cepat dari pada keton terhadap suatu
reagen yang sama. Ini disebabkan karena atom karbon karbonil dari aldehid lebih kurang
terlindung dibandingkan dengan atom karbon karbonil dari keton (Tim Dosen Kimia
Organik, 2017 :1). Dengan demikian percobaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi
persamaan dan perbedaan dari gugus aldehid dan keton tersebut.

Karboksilat merupakan nama golongan senyawa organik yang memiliki rumus


O

umum : R C OH
. Pada percobaan ini juga akan dilakukan identifikasi senyawa
organik yang memiliki gugus karboksilat dan juga membedakan senyawa gugus-gugus
tersebut diatas yang terdapat dalam senyawa organik.

Percobaan ini dibagi menjadi 8 tahap percobaan, yaitu uji Tollens, uji Fehling
dan Benedict, adisi bisulfit, pengujian dengan fenilhidrasin, pembuatan oksim, reaksi
haloform, kondensasi aldol, dan identifikasi asam karboksilat. Percobaan pembuatan
oksim tidak dilakukan dalam percobaan ini, selain itu juga ada percobaan diantara tahap
diatas yang tidak dilakukan, hal ini dikarenakan tidak tersedianya bahan yang akan
digunakan.

Sebelum percobaan dilakukan, terlebih dahulu disiapkan alat dan bahan


yang diperlukan. Pada tahap ini pastikan alat-alat yang akan digunakan telah
bersih. Hal ini dilakukan agar tidak ada zat pengotor dalam percobaan yang
dapat mempengaruhi hasil akhir.

1. Uji Tollens
Percobaan pertama yang dilakukan yaitu uji tollens. Percobaan ini dibagi menjadi
dua bagian yaitu pembuatan reagen tollens dan pengujian pada senyawa yang akan
diuji. Uji tollens pada percobaan ini dilakukan pada benzaldehid, aseton,
sikloheksanon, dan formalin.
Percobaan ini didasarkan pada reaksi redoks, dimana nantinya bahan atau sampel
yang akan diuji akan dioksidasi oleh reagen Tollens yang telah dibuat. Reaksi redoks
(reduksi-oksidasi) merupakan reaksi dimana terjadi kenaikan atau penurunan bilangan
oksidasi. Sebelum percobaan uji Tollens ini, alat yang akan digunakan harus benar-
benar steril dan kering karena reagen tollens merupakan reagen yang sangat peka
sehingga adanya zat pengotor meskipun dengan jumlah sedikit akan mengganggu
jalannya reaksi dan dapat menyebabkan gagalnya percobaan, maka alat-alat yang telah
dibersihkan segera dikeringkan pada oven agar alat-alat tersebut steril dan kering.
Uji tollens ini digunakan untuk membedakan senyawa yang mengandung
gugus aldehid dan keton dengan perbedaan sifat antara keduanya yaitu mudah tidaknya
ia dioksidasi (kereaktifan terhadap oksidator). Aldehid (R-HC=O) sangat mudah
mengalami oksidasi hingga menghasilkan asam karboksilat (R-COOH) yang
mengandung jumlah atom karbon yang sama. Sementara itu keton tidak mengalami
reaksi yang serupa seperti gugus aldehid, pada proses oksidasi akan terjadi pemutusan
ikatan karbon-karbon menghasilkan dua asam karboksilat, dimana tiap-tiap senyawa
mengandung atom karbon yang jumahnya lebih sedikit dari pada keton semula.
Reagen Tollens, yakni larutan ion perak beramoniak. Golongan aldehid akan
mudah dioksidasi oleh reagen Tollens menghasilkan cermin perak, sedangkan keton
sulit dioksidasi oleh reagen Tollens. Keton hanya dapat dioksidasi oleh oksidator kuat,
sedangkan reagen Tollens merupakan oksidator lemah sehingga sulit mengoksidasi
keton.
 Pembuatan reagen Tollens
Langkah pertama yang dilakukan dalam pembuatan reagen adalah menyiapkan
alat yang telah dibersihkan, kemudian mengambil larutan AgNO3 5% (larutan tidak
berwarna) dari botol bahan lalu dimasukkan ke dalam gelas kimia. Hal ini dilakukan
agar tidak semua bahan yang ada dalam botol ikut tercemar. Langkah selanjunya
diukur 2 ml larutan AgNO3 5% dengan menggunakan gelas ukur. Pengukuran ini harus
tepat pada ukuran yang diinginkan atau tepat pada miniskus. Cara membaca miniskus
harus tepat yaitu dengan arah tegak lurus dengan mata.
Langkah selanjutnya larutan yang telah diukur volumenya dimasukkan ke
dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 2 tetes larutan NaOH 5% (larutan tidak
berwarna) ke dalam tabung reaksi sehingga dihasilkan larutan berwarna abu-abu dan
terbentuk endapan. Penambahan NaOH ini berfungsi untuk membentuk endapan perak
oksida yang berwarna coklat. Reaksi yang terjadi yaitu :
2AgNO3(aq) + 2 NaOH(aq) → Ag2O(s) + 2NaNO3(aq) + H2O(l)

Kemudian ditambahkan larutan NH4OH 2% yang tidak berwarna tetes demi tetes
sampai endapan larut. larutan NH4OH 2% berfungsi untuk melarutkan endapan perak
oksida dengan membentuk senyawa kompleks atau mengoksidasi senyawa Ag2O,
sehingga setelah penambahan NH4OH 2% endapan tepat larut dan dihasilkan larutan
tidak berwarna. Reaksi yang terjadi yaitu :

-2 -1
Ag2O(s) + NH4OH(aq) → Ag(NH3)2OH(aq)

oksidasi

(reagen Tollens)

Pada percobaan ini untuk melarutkan endapan dibutuhkan ±36 tetes larutan
NH4OH 2%, dengan larutnya endapan maka reagen tollens telah siap digunakan
untuk percobaan tahap 2.
 Uji Tollens

Percobaan tahap kedua yang dilakukan adalah uji tollens pada senyawa
benzaldehid, aseton, sikloheksanon, dan formalin. Setelah alat-alat yang digunakan
siap, maka percobaan dilakukan. Uji tollens dilakukan berurutan pada senyawa
benzaldehid, aseton, sikloheksanon, dan formalin. Langkah pertama pada
percobaan ini yaitu 1 mL reagen tollens (tidak berwarna) dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah diberi label tabung 1. Langkah selanjutnya yaitu
ditambahkan 2 tetes benzaldehid (tidak berwarna), lalu dikocok dan didiamkan
selama 10 menit untuk mengetahui terjadi atau tidaknya reaksi, selajutnya tabung
di letakkan di dalam air panas yang bersuhu 35oC- 50oC selama 5 menit, tujuannya
yaitu dengan diletakkannya tabung dalam air panas maka suhu larutan naik
sehingga dapat mempercepat terjadinya reaksi. Pada percobaan ini dihasilkan
larutan yang sedikit keruh, reaksi yang terjadi yaitu :

O
+1 0
//
CH(aq) + 2 Ag(NH3)2OH(aq) → 2 Ag(s) + 2 NH3 (aq)+ H2O(l)

reduksi

Berdasarkan reaksi diatas dapat dikatakan bahwa benzaldehid merupakan


reduktor (mengalami oksidasi), sedangkan reagen tollens merupakan oksidator
(mengalami reduksi). Dengan demikian dapat dikatakan jika benzaldehid
mereduksi larutan tollens, namun pada percobaan yang kami lakukan tidak
terbentuk cermin perak seperti halnya teori yang ada. Hal ini dikarenakan
kesalahan dari bahan yang digunakan maupun kesalahan praktikan, serta kurang
bersihnya alat yang digunakan. Pada percobaan ini dapat diidentifikasi bahwa
senyawa benzaldehid merupakan senyawa organik yang mengandung gugus
aldehid, karena dapat mereduksi reagen tollens.

Uji tollens selanjutnya yaitu pada aseton, Langkah pertama pada


percobaan ini yaitu 1 mL reagen tollens (tidak berwarna) dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah diberi label tabung 2. Langkah selanjutnya yaitu
ditambahkan 2 tetes aseton (tidak berwarna), lalu dikocok dan didiamkan selama
10 menit untuk mengetahui terjadi atau tidaknya reaksi, selajutnya tabung di
letakkan di dalam air panas yang bersuhu 35oC- 50oC selama 5 menit, tujuannya
yaitu dengan diletakkannya tabung dalam air panas maka suhu larutan naik
sehingga dapat mempercepat terjadinya reaksi dan dihasilkan larutan tidak
berwarna. Pada percobaan ini tidak terbentuk cermin perak yang menunjukkan
bahwa tidak terjadi reaksi antara aseton dan reagen tollens, Pada percobaan ini
reaksi yang terjadi yaitu :

H3C C CH3 (aq) + 2Ag (NH3)2OH (aq)

Berdasarkan percobaan ini dapat dikatakan bahwa aseton tidak dapat


mereduksi reagen tollens, hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa golongan
keton tidak dapat dioksidasi oleh oksidator lemah seperti reagen tollens. Sehingga
pada percobaan ini dapat diidentifikasi bahwa senyawa aseton merupakan
senyawa organik yang mengandung gugus keton, karena tidak dapat mereduksi
reagen tollens.

Uji tollens selanjutnya yaitu pada sikloheksanon, langkah pertama pada


percobaan ini yaitu 1 mL reagen tollens (tidak berwarna) dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah diberi label tabung 3. Langkah selanjutnya yaitu
ditambahkan 2 tetes sikloheksanon (larutan berwarna kuning jernih), lalu dikocok
dan didiamkan selama 10 menit untuk mengetahui terjadi atau tidaknya reaksi,
selajutnya tabung di letakkan di dalam air panas yang bersuhu 35oC- 50oC selama
5 menit, tujuannya yaitu dengan diletakkannya tabung dalam air panas maka suhu
larutan naik sehingga dapat mempercepat terjadinya reaksi. Pada percobaan ini
tidak terbentuk cermin perak yang menunjukkan bahwa tidak terjadi reaksi antara
sikloheksanon dan reagen tollens, dan dihasilkan larutan yang sedikit keruh
berwarna abu-abu. Reaksi yang terjadi yaitu :
O
+ 2Ag (NH3)2OH (aq)
(aq)

Berdasarkan percobaan ini dapat dikatakan bahwa sikloheksanon tidak


dapat mereduksi reagen tollens, hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa
golongan keton tidak dapat dioksidasi oleh oksidator lemah seperti reagen tollens.
Sehingga pada percobaan ini dapat diidentifikasi bahwa senyawa sikoheksanon
merupakan senyawa organik yang mengandung gugus keton, karena tidak dapat
mereduksi reagen tollens.

Uji tollens selanjutnya yaitu pada formalin, langkah pertama pada


percobaan ini yaitu pembuatan larutan formalin. Larutan formalin dibuat dengan
mengambil 5 tetes larutan formaldehid (tidak berwarna) dan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 5 mL aquades (tidak berwarna) dan
dihomogenkan dengan cara digoyang-goyangkan sehingga terbentuk larutan tidak
berwarna. Langkah selanjutnya, 1 mL reagen tollens (tidak berwarna) dimasukkan
ke dalam tabung reaksi yang telah diberi label tabung 4. Langkah selanjutnya yaitu
ditambahkan 2 tetes formalin (tidak berwarna), lalu dikocok dan didiamkan
selama 10 menit untuk mengetahui terjadi atau tidaknya reaksi, selajutnya tabung
di letakkan di dalam air panas yang bersuhu 35oC- 50oC selama 5 menit, tujuannya
yaitu dengan diletakkannya tabung dalam air panas maka suhu larutan naik
sehingga dapat mempercepat terjadinya reaksi. Pada percobaan ini terbentuk
cermin perak dan larutan berwarna abu-abu yang menunjukkan bahwa reaksi
tersebut berjalan dengan sempurna, reaksi yang terjadi yaitu :

O
+3 0
HCH(aq) + 2Ag(NH3)2OH(aq) → 2Ag(s) + 2NH3(aq) + HCOONH4(aq) + H2O(l)
reduksi

Berdasarkan reaksi diatas dapat dikatakan bahwa formalin (formaldehid)


merupakan reduktor (mengalami oksidasi), sedangkan reagen tollens merupakan
oksidator (mengalami reduksi). Dengan demikian dapat dikatakan jika formalin
mereduksi larutan tollens dan menghasilkan cermin perak. Pada percobaan ini
dapat diidentifikasi bahwa senyawa formalin merupakan senyawa organik yang
mengandung gugus aldehid, karena dapat mereduksi reagen tollens.

2. Uji Fehling & Benedict


Percobaan kedua yang dilakukan yaitu uji fehling. Percobaan ini dibagi
menjadi dua bagian yaitu pembuatan reagen fehling dan pengujian pada senyawa
yang akan diuji. Uji fehling pada percobaan ini dilakukan pada formaldehid, n-
heptaldehid, aseton, dan sikloheksanon.
Percobaan ini didasarkan pada reaksi redoks, dimana nantinya bahan atau
sampel yang akan diuji akan dioksidasi oleh ion Cu2+ yang terkadung dalam
larutan fehling. Reaksi redoks sendiri merupakan reaksi dimana terjadi kenaikan
atau penurunan bilangan oksidasi. Sebelum percobaan uji fehling ini, alat yang
akan digunakan telah disiapkan dan benar-benar bersih. Uji fehling ini digunakan
untuk membedakan senyawa yang mengandung gugus aldehid dan keton dengan
perbedaan sifat antara keduanya yaitu mudah tidaknya ia dioksidasi (kereaktifan
terhadap oksidator). Reagen Feliling atau Benedict mengandung ion Cu2+ yang
bersifat oksidator lemah. Ion tersebut dapat mengoksidasi gugus aldehid tetapi
tidak dapat mengoksidasi gugus keton seperti halnya reagen Tollens. Pada
percobaan ini ion Cu2+ yang terkandung pada reagen fehling akan direduksi oleh
senyawa yang akan diuji menghasilkan endapan merah bata.
 Pembuatan reagen fehling
Percobaan tahap pertama yang dilakukan yaitu pembuatan reagen fehling.
Langkah pertama adalah mengambil 10 mL larutan Fehling A (berwarna biru),
diukur dengan menggunakan gelas ukur. Setelah diukur 10 ml, larutan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 10 mL Fehling B
(tidak berwarna) kemudian dihomogenkan. Reagen fehling yang terbentuk yaitu
berupa larutan berwarna biru tua (+). Reaksi yang terjadi yaitu :

CuSO4 (aq) + OH- (aq) → Cu2+(aq) + SO42- (aq)+ OH- (aq)

 Uji fehling
Percobaan tahap kedua yang dilakukan adalah uji fehling pada senyawa
pada formaldehid, n-heptaldehid, aseton, dan sikloheksanon. Setelah alat-alat
yang digunakan siap, maka percobaan dilakukan. Uji fehling dilakukan berurutan
pada senyawa pada formaldehid, n-heptaldehid, aseton, dan sikloheksanon.
Uji fehling yang pertama yaitu pada senyawa formaldehid. Langkah
pertama adalah mengukur 5 mL reagen Fehling (berwarna biru tua) dengan
menggunakan gelas ukur. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang
diinginkan atau tepat membentuk miniskus. Cara membaca miniskus harus tepat,
dengan arah tegak lurus dengan mata pembaca.
Selanjutnya, dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah diberi label
tabung 1. Lalu ditambahkan 5 tetes formaldehid (tidak berwarna) ke dalam tabung
sehingga dihasilkan larutan berwarna biru tua (++). Kemudian tabung di letakkan
di dalam air mendidih. Air mendidih disini berfungsi untuk mempercepat
terjadinya reaksi formaldehid dengan reagen Fehling karena menyebabkan
kenaikan suhu pada larutan (campuran reagen fehling+formaldehid).

Langkah selanjutnya yaitu diamati perubahan yang terjadi sesudah 10-15


menit. Setelah 15 menit, dihasilkan larutan berwarna biru tua (++) dan bagian
bawah tabung terdapat endapan merah bata. Dalam reaksi ini terbentuk endapan
berwarna merah bata yang menunjukkan bahwa terjadi reaksi antara reagen
fehling dan formaldehid. Reaksi yang terjadi yaitu :
+2 +1
HCOH(aq) + 2 Cu2+(aq) + 5 OH- → HCOO-(aq) + Cu2O(s) + 3 H2O(l)
reduksi
(endapan merah bata)

Berdasarkan reaksi diatas, ion Cu2+ yang terdapat pada reagen fehling
tereduksi oleh formaldehid sehingga dihasilkan endapan merah bata. Pada
percobaan ini formaldehid merupakan reduktor (mengalami oksidasi), sedangkan
ion Cu2+ pada reagen fehling merupakan oksidator (mengalami reduksi). Pada
percobaan ini dapat diidentifikasi bahwa senyawa formladehid merupakan
senyawa organik yang mengandung gugus aldehid, karena dapat mereduksi
reagen fehling yang ditunjukkan dengan terbentuknya endapan merah bata.
Uji fehling yang kedua yaitu pada senyawa n-heptaldehid. Pada
percobaan ini uji fehling pada senyawa n-heptaldehid tidak dilakukan, hal ini
karena tidak tersedianya bahan yang akan digunakan. Namun berdasarkan teori
yang ada, pada percobaan ini juga akan dihasilkan endapan merah bata yang
menandakan bahwa ion Cu2+ pada reagen fehling tereduksi oleh n-heptaldehid.
Hal ini dikarenakan senyawa n-heptaldehid juga mengandung gugus aldehid pada
struktur kimianya yaitu :
O
H2 H2 H2 H2 H2
3HC C C C C C C H

Pada percobaan ini untuk mengidentifikasi senyawa yang mengandung


gugus aldehid dengan reagen fehling telah diwakili oleh pengujian formaldehid,
karena keduanya, baik formaldehid maupun n-heptaldehid mengandung gugus
aldehid.
Uji fehling ketiga yaitu pada senyawa aseton. Langkah pertama adalah
mengukur 5 mL reagen Fehling (berwarna biru tua) dengan menggunakan gelas
ukur. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang diinginkan atau tepat
membentuk miniskus. Cara membaca miniskus harus tepat, dengan arah tegak
lurus dengan mata pembaca.
Selanjutnya, dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah diberi label
tabung 2. Lalu ditambahkan 5 tetes aseton (tidak berwarna) ke dalam tabung
sehingga dihasilkan larutan berwarna biru tua (++). Kemudian tabung di letakkan
di dalam air mendidih. Air mendidih disini berfungsi untuk mempercepat
terjadinya reaksi aseton dengan reagen Fehling (jika ada) karena menyebabkan
kenaikan suhu pada larutan (campuran reagen fehling+aseton).

langkah selanjutnya yaitu diamati perubahan yang terjadi sesudah 10-15


menit. Setelah 15 menit, dihasilkan larutan berwarna biru tua (++). Dalam reaksi
ini tidak terbentuk endapan berwarna merah bata yang menunjukkan bahwa tidak
terjadi reaksi antara reagen fehling dan aseton. Reaksi yang terjadi yaitu :

CH3COCH3(aq) + 2 Cu2+(aq) + 5 OH-(aq)


Berdasarkan percobaan ini dapat dikatakan bahwa aseton tidak dapat
mereduksi reagen fehling, hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa golongan
keton tidak dapat dioksidasi oleh oksidator lemah seperti reagen fehling. Sehingga
pada percobaan ini dapat diidentifikasi bahwa senyawa aseton merupakan
senyawa organik yang mengandung gugus keton, karena tidak dapat mereduksi
reagen fehling.

Uji fehling ketiga yaitu pada senyawa sikloheksanon. Langkah pertama


adalah mengukur 5 mL reagen Fehling (berwarna biru tua) dengan menggunakan
gelas ukur. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang diinginkan atau tepat
membentuk miniskus. Cara membaca miniskus harus tepat, dengan arah tegak
lurus dengan mata pembaca.
Selanjutnya, dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah diberi label
tabung 2. Lalu ditambahkan 5 tetes sikloheksanon (larutan berwarna kuning
jernih) ke dalam tabung sehingga dihasilkan larutan berwarna biru tua (++).
Kemudian tabung di letakkan di dalam air mendidih. Air mendidih disini
berfungsi untuk mempercepat terjadinya reaksi sikloheksanon dengan reagen
Fehling (jika ada) karena menyebabkan kenaikan suhu pada larutan (campuran
reagen fehling+sikloheksanon).

langkah selanjutnya yaitu diamati perubahan yang terjadi sesudah 10-15


menit. Setelah 15 menit, dihasilkan larutan berwarna biru tua (++). Dalam reaksi
ini tidak terbentuk endapan berwarna merah bata yang menunjukkan bahwa tidak
terjadi reaksi antara reagen fehling dan sikloheksanon. Reaksi yang terjadi yaitu :

O +2 Cu2+(aq) + 5 OH-(aq)
(aq)

Berdasarkan percobaan ini dapat dikatakan bahwa sikloheksanon tidak


dapat mereduksi reagen fehling, hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa
golongan keton tidak dapat dioksidasi oleh oksidator lemah seperti reagen fehling.
Sehingga pada percobaan ini dapat diidentifikasi bahwa senyawa sikloheksanon
merupakan senyawa organik yang mengandung gugus keton, karena tidak dapat
mereduksi reagen fehling.

3. Adisi Bisulfit

Percobaan keempat yang dilakukan adalah adisi bisulfit, dimana dalam


percobaan ini digunakan natrium bisufit. Cara lain untuk mengidentifikasi
senyawa karbonil baik aldehid maupun keton yaitu dengan mereaksikannya
dengan larutan natrium bisulfit pekat, sehingga nantinya akan dihasilkan hablur
berwarna putih. Dasar reaksi dari percobaan ini yaitu reaksi adisi. Reaksi adisi
yang terjadi yaitu adisi kepada ikatan rangkap karbonil yang dimiliki aldehid
maupun keton, terutama aldehid dan keton yang tidak mengandung gugus yang
besar disekeliling atom karbonilnya. Hasil adisi ini bila beraksi dengan asam akan
membebaskan kembali senyawa karbonil, sehingga hablur akan larut dalam asam.
Pada percobaan ini digunakan asam klorida/ HCl pekat.

Sebelum percobaan dilakukan, terlebih dahulu disiapkan air es yang akan


digunakan pada percobaan. Caranya dengan mengambil sedikit aquades ke dalam
gelas kimia, kemudian diletakkan ke lemari pendingin.

Langkah pertama adalah mengukur 5 mL larutan NaHSO3 jenuh (tidak


berwarna) dengan menggunakan gelas ukur. Pengukuran ini harus tepat pada
ukuran yang diinginkan atau tepat pada miniskus. Cara membaca miniskus harus
tepat, dengan arah tegak lurus dengan mata pembaca. Pada percobaan ini
digunakan larutan NaHSO3, larutan jenuh merupakan larutan dimana zat
terlarutnya (molekul atau ion) telah maksimum pada suhu tertentu. Larutan
NaHSO3 jenuh berfungsi untuk memecah ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal
pada aseton yaitu dibuktikan dengan terbentuknya hablur berwarna putih pada
percobaan ini.

Langkah selanjutnya, 5 ml larutan NaHSO3 dimasukkan ke dalam


erlenmeyer 50 mL. Kemudian larutan didinginkan di dalam air es yang telah
disiapkan sebelumnya selama ±5 menit. Caranya dengan meletakkan erlenmeyer
diatas air es yang ada di dalam gelas kimia. Air es di sini berfungsi untuk
menurunkan suhu larutan, sehingga pada suhu dingin tersebut saat proses
penghabluran berjalan dengan sempurna atau dapat dikatakan untuk mempercepat
pembentukan hablur. Setelah 5 menit, ditambahkan 2,5 mL aseton (tidak
berwarna) tetes demi tetes sambil dikocok agar campuran cepat homogen. Aseton
ditambahkan berfungsi sebagai zat akan diuji. Aseton memiliki ikatan rangkap
dua pada gugus karbonil, yang akan diadisi oleh natrium bisulfit jenuh. Langkah
selanjutnya ditunggu selama 5 menit untuk mengetahui terjadi/tidaknya reaksi.
Dan dihasilkan larutan tidak berwarna. Setelah 5 menit, erlenmeyer diambil dan
ditambahkan 10 mL etanol (tidak berwarna). Etanol berfungsi sebagai salah satu
bahan yang akan bereaksi membentuk hablur. Setelah penambahan etanol,
terbentuk hablur berwarna putih yang menandakan bahwa reaksi adisi telah
terjadi. Kondisi larutan bersifat eksoterm, hal ini dapat diketahui dari munculnya
sedikit rasa panas pada tabung reaksi. Reaksi yang terjadi yaitu :

3HC C CH3 (aq) + NaHSO3 (aq) ⇌

O
O

NaHSO3 (aq) +
(aq)
3HC CH3
aseton

OH
OH
C2H5OH (aq) (s) + NaOH (aq)
H3C C OC2H5
H3C C SO3Na
CH3
CH3 2-ethoxypropan-2-ol

Hablur yang dihasilkan kemudian disaring dengan corong penyaring dan


kertas saring. Caranya kertas saring dilipat menjadi 4 kemudian, dibuka lipatan
dan diletakkan diatas corong. Di bawah corong diletakkan tabung reaksi untuk
menampung filtrat. Hasil dituang secara perlahan ke corong yang telah diletakkan
kertas saring diatasnya. Hasilnya terdapat residu berupa hablur berwarna putih
diatas kertas saring dan filtrat jernih pada tabung reaksi. Kemudian hablur
dipindahkan ke dalam tabung reaksi lain.
Langkah selanjutnya yaitu ditambahkan HCl pekat (tidak berwarna) ke dalam
tabung reaksi sampai hablur larut dan dibutuhkan 60 tetes HCl pekat agar endapan tepat
larut, hal ini dikarenakan hablur yang dihasilkan cukup banyak. Dalam hal ini harus
berhati-hati karena HCl yang digunakan adalah HCl pekat, maka percobaan dilakukan di
lemari asam karena HCl pekat bersifat korosif dan toksin. HCl dalam hal ini berfungi
sebagai pelarut, untuk melarutkan hablur. Reaksi yang terjadi adalah

OH C2H5

H3C C OC2H5
H3C C OCl
CH3
2-ethoxypropan-2-ol (s) + HCl (aq) → CH3 (aq) + H2 (g)

Percobaan ini dapat membuktikan bahwa hasil adisi aseton dengan natrium
bisulfit yang berupa hablur berwarna putih, jika direaksikan dengan asam maka akan
kembali membebaskan karbonil, dan dapat diidentifikasi bahwa senyawa aseton
merupakan senyawa yang mengandung gugus keton.

4. Pengujian dengan fenilhidrasin

Percobaan keempat yang dilakukan adalah uji dengan fenilhidrasin. Percobaan ini
dibagi menjadi dua bagian yaitu uji dengan fenilhidrasin dan uji dengan larutan 2,4
dinitrofenilhidrasin. Namun karena tidak tersedianya bahan maka uji dengan 2,4
dinitrofenilhidrasin tidak dilakukan. Uji dengan fenilhidrasin pada percobaan ini
dilakukan pada benzaldehid dan sikloheksanon.
Percobaan ini didasarkan pada reaksi adisi. Pasangan elektron bebas pada atom
nitrogen amoniak dan senyawa-senyawa lain yang sejenis, pada percobaan ini
fenilhidrasin, menyebabkan senyawa-senyawa ini bereaksi menghasilkan fenil hidrazon
setelah hasil reaksi yang mula-mula terbentuk membebaskan satu mol air. Hasil dari
reaksi tersebut seringkali berwujud hablur, sehingga ia dapat digunakan (melalui titik
lelehnya) untuk mengidentifikasi senyawa aldehid dan keton.

Uji dengan fenilhidrasin yang pertama, dilakukan pada benzaldehid. Langkah


pertama adalah mengukur 5 mL fenilhidrasin (berwarna kuning) dengan menggunakan
gelas ukur. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang diinginkan atau tepat
membentuk miniskus. Cara membaca miniskus harus tepat, dengan arah tegak lurus
dengan mata.

Langkah selanjutnya, 5 ml fenilhidrasin yan telah diukur dimasukkan ke dalam


tabung reaksi yang telah diberi label tabung 1. kemudian ditambahkan 10 tetes
benzaldehid (tidak berwarna) ke dalam tabung reaksi. Kemudian tabung di tutup dan
diguncangkan dengan kuat selama 1-2 menit agar larutan homogen sehingga dihasilkan
hablur berupa endapan gel berwarna orange di bagian bawah tabung reaksi, yang
menunjukkan telah terbentuknya fenilhidrason. Reaksinya adalah

C H N NH2

H (aq)
(aq) +

benzaldehid fenilhidrasin

H
C N N + H2O (l)
H

(s)
Benzil fenilhidrason

Langkah selanjutnya yaitu larutan disaring dengan corong penyaring dan kertas
saring. Caranya kertas saring dilipat menjadi 4 kemudian, dibuka lipatan dan
diletakkan diatas corong. Di bawah corong diletakkan tabung reaksi untuk
menampung filtrat. Hasil dituang secara perlahan ke corong yang telah diletakkan
kertas saring diatasnya. Hasilnya terdapat residu berupa hablur berwarna kuning diatas
kertas saring dan filtrate jernih yang terletak di dalam tabung reaksi. Kemudian hablur
dicuci dengan air dingin. Caranya dengan meneteskan air es dengan pipet tetes ke
dalam hablur yang masih terletak di dalam corong melalui dinding corong dengan
perlahan. Hal ini dilakukan agar air dingin dapat mengenai semua hablur. Air dingin
ini berfungsi untuk memperkuat bentuk hablur (membentuk hablur dengan sempurna).

Langkah berikutnya hablur dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan


dihablurkan kembali dengan menambahakan larutan etanol (tidak berwarna) sebanyak
3-5 tetes. Hal ini dilakukan untuk memastikan jika hablur benar-benar terbebas dari
kontaminasi zat lain dan untuk memperbanyak jumlah hablur agar mudah diamati.
Kemudian hablur disaring kembali.

Hablur yang telah disaring kemudian dituang ke kaca arloji. Kaca arloji
berfungsi sebagai wadah untuk mengeringkan hablur dalam desikator. Pengeringan
dilakukan dengan desikator kurang lebih selama ±2 hari agar benar-benar kering.
Desikator adalah alat untuk menyimpan dan mengeringkan atau menghilangkan kadar
air pada bahan yang mudah bepengaruh pada kelembaman. Cara membuka desikator
dengan menggeser tutup desikator. Lalu meletakkan silica pada bagian bawah
desikator dan menutupnya dengan penyaring dari porselen. Silika gel ini berfungsi
untuk menyerap kelembapan dan cairan partikel dari ruang bersuhu/berudara dan
membantu menahan kerusakan barang yang disimpan. Hablur pada kaca arloji
diletakkan dalam desikator. Sebelum ditutup, dioleskan vaselin pada bagian atas
desikator baru ditutup dengan cara menggeser tutup seperti saat membuka tutup
desikator.

Setelah selama ±2 hari, hablur yang telah benar-benar kering diukur titik
lelehnya. Hablur yang sudah kering (serbuk berwarna orange) diambil dari desikator.
Kemudian dilakukan penentuan titik leleh hablur dari benzaldehid yang telah kering.
Pengukuran titik leleh yaitu dengan cara menyiapkan terlebih dahulu alat yang
dibutuhkan antara lain pipa kapiler, metal block, thermometer, statif dan klem, serta
kompor listrik.

Sebelum percobaan dilakukan, pipa kapiler dipotong menjadi 2 bagian untuk


menguji dua sampel yaitu pada benzaldehid dan yang kedua pada sikloheksanon
(percobaan tahap 2). Selanjutnya salah satu potongan diambil dan dibakar salah satu
ujungnya dengan pembakar spiritus, untuk menutup salah satu lubang pada pipa
kapiler. Hal ini dilakukan agar ketika pemanasan tidak ada sampel yang tumpah/ jatuh
di metal block. Untuk mengetahui apakah masih ada lubang/tidak maka dilakukan
pengecekan mengunakan ijuk. Setelah salah satu ujung sudah tertutup, sampel
dimasukkan ke dalam pipa kapiler melalui salah satu ujung yang masih berlubang,
dengan menekan ujung pipa kapiler ke sampel kemudian didorong menggunakan ijuk
sampai tinggi sampel ±1 cm dari ujung yang tertutup (bagian bawah). Rangkaian alat
untuk mengukur titik leleh adalah sebagai berikut.

Gambar 1. Rangkaian alat untuk mengukur titik leleh

Langkah selanjutnya diamati sampai terjadi perubahan pada sampel dari warna orange
menjadi tidak berwarna. Perubahan warna ini menunjukkan jika titik leleh dari
benzaldehid telah tercapai. Pada percobaan ini diperoleh titik leleh benzaldehid sebesar
1380C. Titik leleh yang didapatkan dari percobaan ini tidak sesuai dengan teori yang ada,
dimana menurut teori titik leleh benzaldehid sekitar 120-1300C. Hal ini dapat disebabkan
oleh bebrapa faktor diantaranya kesalahan dari praktikan saat penentuan titik leleh (saat
benzaldehid sudah tepat leleh/belum) dan juga keterlambatan membaca termometer
ketika tepat leleh sehingga suhu yang didapatkan terlalu tinggi.

Uji dengan fenilhidrasin yang pertama, dilakukan pada sikloheksanon. Langkah


pertama adalah mengukur 5 mL fenilhidrasin (larutan berwarna kuning) dengan
menggunakan gelas ukur. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang diinginkan atau
tepat membentuk miniskus. Cara membaca miniskus harus tepat, dengan arah tegak lurus
dengan mata.

Langkah selanjutnya, 5 ml fenilhidrasin yan telah diukur dimasukkan ke dalam


tabung reaksi yang telah diberi label tabung 2. kemudian ditambahkan 10 tetes
benzaldehid (tidak berwarna) ke dalam tabung reaksi. Kemudian tabung di tutup dan
diguncangkan dengan kuat selama 1-2 menit agar larutan homogen sehingga dihasilkan
hablur berupa endapan merah kecoklatan di bagian atas tabung reaksi, yang menunjukkan
telah terbentuknya fenilhidrason. Reaksinya adalah
N NH2
O H H
H N N
(aq) + (aq)

sikloheksanon fenilhidrasin

H
N N + H2O (l)
(s)

Langkah selanjutnya yaitu larutan disaring dengan corong penyaring dan kertas
saring. Caranya kertas saring dilipat menjadi 4 kemudian, dibuka lipatan dan
diletakkan diatas corong. Di bawah corong diletakkan tabung reaksi untuk
menampung filtrat. Hasil dituang secara perlahan ke corong yang telah diletakkan
kertas saring diatasnya. Hasilnya terdapat residu berupa endapan merah kecoklatan
diatas kertas saring dan filtrate jernih yang terletak di dalam tabung reaksi. Kemudian
hablur dicuci dengan air dingin. Caranya dengan meneteskan air es dengan pipet tetes
ke dalam hablur yang masih terletak di dalam corong melalui dinding corong dengan
perlahan. Hal ini dilakukan agar air dingin dapat mengenai semua hablur. Air dingin
ini berfungsi untuk memperkuat bentuk hablur (membentuk hablur dengan sempurna).

Langkah berikutnya hablur dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan


dihablurkan kembali dengan menambahakan larutan etanol (tidak berwarna) sebanyak
3-5 tetes. Hal ini dilakukan untuk memastikan jika hablur benar-benar terbebas dari
kontaminasi zat lain dan untuk memperbanyak jumlah hablur agar mudah diamati.
Kemudian hablur disaring kembali.

Hablur yang telah disaring kemudian dituang ke kaca arloji. Kaca arloji
berfungsi sebagai wadah untuk mengeringkan hablur dalam desikator. Pengeringan
dilakukan dengan desikator kurang lebih selama ±2 hari agar benar-benar kering.
Desikator adalah alat untuk menyimpan dan mengeringkan atau menghilangkan kadar
air pada bahan yang mudah bepengaruh pada kelembaman. Cara membuka desikator
dengan menggeser tutup desikator. Lalu meletakkan silica pada bagian bawah
desikator dan menutupnya dengan penyaring dari porselen. Silika gel ini berfungsi
untuk menyerap kelembapan dan cairan partikel dari ruang bersuhu/berudara dan
membantu menahan kerusakan barang yang disimpan. Hablur pada kaca arloji
diletakkan dalam desikator. Sebelum ditutup, dioleskan vaselin pada bagian atas
desikator baru ditutup dengan cara menggeser tutup seperti saat membuka tutup
desikator.

Setelah selama ±2 hari, hablur yang telah benar-benar kering diukur titik
lelehnya. Hablur yang sudah kering (berwarna merah kecoklatan) diambil dari
desikator. Kemudian dilakukan penentuan titik leleh hablur dari sikloheksanon yang
telah kering. Pengukuran titik leleh yaitu dengan cara menyiapkan terlebih dahulu alat
yang dibutuhkan antara lain pipa kapiler, metal block, thermometer, statif dan klem,
serta kompor listrik.

Langkah selanjutnya, pipa kapiler yang telah disiapkan dibakar salah satu
ujungnya dengan pembakar spiritus, untuk menutup salah satu lubang pada pipa
kapiler. Hal ini dilakukan agar ketika pemanasan tidak ada sampel yang tumpah/ jatuh
di metal block. Untuk mengetahui apakah masih ada lubang/tidak maka dilakukan
pengecekan mengunakan ijuk. Setelah salah satu ujung sudah tertutup, sampel
dimasukkan ke dalam pipa kapiler melalui salah satu ujung yang masih berlubang,
dengan menekan ujung pipa kapiler ke sampel kemudian didorong menggunakan ijuk
sampai tinggi sampel ±1 cm dari ujung yang tertutup (bagian bawah). Rangkaian alat
untuk mengukur titik leleh pada tahap 2 ini sama dengan percobaan tahap pertama
yang telah dijelaskan diatas.

Langkah selanjutnya diamati sampai terjadi perubahan pada sampel dari warna
merah kecoklatan menjadi merah kecoklatan (++). Perubahan warna ini menunjukkan
jika titik leleh dari sikloheksanon telah tercapai. Pada percobaan ini diperoleh titik
leleh sikloheksanon sebesar 840C. Titik leleh yang didapatkan dari percobaan ini tidak
sesuai dengan teori yang ada, dimana menurut teori titik leleh sikloheksanon sekitar
800C. Hal ini dapat disebabkan oleh bebrapa faktor diantaranya kesalahan dari
praktikan saat penentuan titik leleh (saat sikloheksanon sudah tepat leleh/belum) dan
juga keterlambatan membaca termometer ketika tepat leleh sehingga suhu yang
didapatkan terlalu tinggi, atau faktor lain dapat disebabkan oleh sampel sikloheksanon
yang masih belum benar-benar kering untuk diuji titik lelehnya.

5. Pembuatan Oksim

Percobaan ini tidak dilakukan karena tidak tersedianya bahan yang akan
digunakan.

6. Reaksi haloform

Percobaan selanjutnya yaitu reaksi haloform. Atom hidrogen yang terikat pada
atom kabon alfa dari aldehid dan keton mudah diganti oleh halogen di dalam larutan biasa.
Reaksi ini, didasarkan pada reaksi yang cepat antara ion enolat dengan halogen. Oleh
karena pengaruh tarikan elektron dari halogen, maka atom hidrogen yang masih ada pada
atom karbon alfa akan lebih asam, dan lebih mudah tertukar oleh halogen. Oleh karena
itu, gugus metil yang terikat pada atom karbon karbonil mudah sekali diubah menjadi
senyawa trihalometil oleh halogen dari basa. Senyawa trihalo yang dihasilkan ini mudah
sekali diuraikan oleh basa menghasilkan haloform. Oleh karena itu, reaksi ini dapat
digunakan untuk menyediakan iodoform, bromoform atau kloroform.

Percobaan yang akan dilakukan kali ini yaitu pembuatan Iodoform yang
didasarkan pada reaksi haloform. Reaksi ini umumnya digunakan untuk menunjukkan
adanya metil keton, R-CO-CH3. Senyawa ini bila direaksikan dengan iodium dan basa,
akan menghasilkan iodoform yang mengendap sebagai hablur berwarna kuning dan
berbau seperti obat. Senyawa yang akan diuji dalam percobaan ini yaitu aseton dan
isopropil alkohol. Setelah alat dan bahan disiapkan, maka percobaan dilakukan.

Uji reaksi haloform yang dilakukan pertama kali yaitu pada aseton. Langkah
pertama yaitu Langkah pertama adalah mengukur 3 mL larutan NaOH 5 % (tidak
berwarna ) dengan menggunakan gelas ukur. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran
yang diinginkan atau tepat membentuk miniskus. Cara membaca miniskus harus tepat,
dengan arah tegak lurus.

Langkah selanjutnya, larutan NaOH yang telah diukur volumenya dimasukkan ke


dalam tabung reaksi yang telah diberi label tabung 1. Penambahan NaOH ini berfungsi
sebagai menjaga larutan agar tetap basa atau memberi suasana basa pada larutan.
Kemudian ditambahkan 5 tetes aseton (tidak berwarna) ke dalam tabung dihasilkan
larutan tidak berwarna. Aseton merupakan senyawa yang akan diuji pada percobaan ini.
Ia akan bereaksi dengan larutan iodium membentuk senyawa trihalo (dalam hal ini
iodoform) pada suasana basa. Selanjutnya ditambahkan larutan iodium (berwarna kuning
kecoklatan) sampai warna larutan iodium tidak hilang lagi, sambil diguncang, sehingga
dihasilkan larutan berwarna kuning kehijauan, dan terdapat endapan kuning pada larutan,
selain itu juga terdapat bau seperti obat. Hal ini menandakan bahwa iodoform telah
terbentuk sempurna. Reaksi yang terjadi yaitu :

O O
OH-
CH3 C CH3(aq) + 3 I2(aq) CH3 C O-(aq) + 2 CHI3(aq)

iodoform

Berdasarkan reaksi diatas, dapat diketahui bahwaatom hidrogen yang terikat atom
karbon alfa dari aseton telah digantikan oleh iod dari larutan iodium. Oleh karena
pengaruh tarikan elektron dari iod, maka atom hidrogen yang masih ada pada atom karbon
alfa pada aseton akan lebih asam, dan lebih mudah tertukar oleh iod. Oleh karena itu,
gugus metil yang terikat pada atom karbon karbonil mudah sekali diubah menjadi
senyawa iodoform oleh larutan iodium pada suasana basa. Pada percobaan ini dapat
diketahui bahwa iodoform telah terbentuk yang ditandai dengan terbentuknya hablur
berwarna kuning pada larutan dan disertai bau seperti obat, serta membuktikan bahwa
aseton merupakan senyawa yang mengandung gugus metil keton yang dapat diuji dengan
reaksi haloform.

Uji reaksi haloform kedua yang dilakukan yaitu pada isopropil alkohol. Langkah
pertama yaitu Langkah pertama adalah mengukur 3 mL larutan NaOH 5 % (tidak
berwarna) dengan menggunakan gelas ukur. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang
diinginkan atau tepat membentuk miniskus. Cara membaca miniskus harus tepat, dengan
arah tegak lurus.

Langkah selanjutnya, larutan NaOH yang telah diukur volumenya dimasukkan ke


dalam tabung reaksi yang telah diberi label tabung 2. Penambahan NaOH ini berfungsi
sebagai menjaga larutan agar tetap basa atau memberi suasana basa pada larutan.
Kemudian ditambahkan 5 tetes isopropil alkohol (tidak berwarna) ke dalam tabung
dihasilkan larutan tidak berwarna. Isopropil alkohol merupakan senyawa yang akan diuji
pada percobaan ini. Ia akan bereaksi dengan larutan iodium membentuk senyawa trihalo
(dalam hal ini iodoform) pada suasana basa. Selanjutnya ditambahkan larutan iodium
(berwarna kuning kecoklatan) sampai warna larutan iodium tidak hilang lagi, sambil
diguncang, sehingga dihasilkan larutan berwarna kuning kehijauan, dan terdapat endapan
kuning pada larutan, selain itu juga terdapat bau seperti obat. Hal ini menandakan bahwa
iodoform telah terbentuk sempurna. Reaksi yang terjadi yaitu :
OH-
CH3CH(CH3)OH (aq)+3I2 (aq) → CH3COO- (aq)+ 2CHI3 (aq)
iodoform

Pada percobaan ini dapat diketahui bahwa iodoform telah terbentuk yang ditandai
dengan terbentuknya hablur berwarna kuning pada larutan dan disertai bau seperti obat.
Meskipun isopropil alkohol bukan merupakan golongan keton atau mengandung gugus
metil keton, namun dapat membentuk iodoform dalam suasana basa. Hal ini dikarenakan
reagen yang digunakan dalam percobaan ini (I2) merupakan oksidator, sehingga suatu
alkohol yang mengandung suatu gugus –CH3(OH)3, dalam hal ini isopropil alkohol, akan
menghasilkan pengujian yang positif (dapat menghasilkan iodoform).

7. Kondensasi aldol

Percobaan selanjutnya yaitu kondensasi aldol. Bila aldehid direaksikan dengan


larutan basa yang encer, ia akan berkondensasi sesamanya menghasilkan aldol yang bila
dipanaskan akan melepaskan molekul air menghasilkan aldehid tak jenuh, yakni
krotonaldehid. Percobaan ini didasarkan pada reaksi kondensasi aldol, kondensasi aldol
adalah suatu reaksi penyatuan atom-atom dalam suatu molekul atau alam molekul-
molekul yang berbeda dan membentuk senyawa baru yang lebih kompleks. Reaksi
kondensasi aldol terjadi pada aldehid-aldehid yang mempunyai atom hidrogen alfa.
Percobaan ini dilakukan pada senyawa asetaldehid.

Langkah pertama adalah mengukur 4 mL larutan NaOH 1 % (tidak berwarna)


dengan menggunakan gelas ukur. Selanjutnya, NaOH dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. NaOH ini berfungsi sebagai pengikat ikatan H dari asetaldehid untuk membentuk
H2O dan dilepas dan juga menjaga larutan agar tetap pada suasana basa. Langkah
selanjutnya ditambahkan 0,5 mL asetaldehid (tidak berwarna) ke dalam erlenmeyer.
Kemudian diguncangkan dengan baik dan diamati sekaligus diamati baunya. Dari reaksi
ini terbentuk bau seperti balon (bau asetaldehid) dan dihasilkan larutan dengan warna
kuning keruh.

Berikutnya larutan dididihkan selama 3 menit dengan hati-hati. Pemanasan ini


berfungsi untuk mempercepat jalannya suatu reaksi, dengan cara menaikkan suhu larutan.
Kemudian diamati baunya, dan dihasilkan bau tengik, yang menandakan krotanaldehid
telah terbentuk pada percobaan ini dengan warna larutan kuning keruh. Reaksi yang
terjadi yaitu :

H H2
3HC C C C O
H
OH-
CH3COH (aq) + CH3COH (aq) → OH (s)

Mekanisme reaksi yang terjadi adalah


Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat membuktikan bahwa jika
golongan aldehid direaksikan dengan larutan basa yang encer,pada percobaan ini NaOH
1%, ia akan berkondensasi sesamanya menghasilkan aldol yang bila dipanaskan akan
melepaskan molekul air menghasilkan aldehid tak jenuh, yakni krotonaldehid yang
ditandai dengan bau tengik dan larutan yang berwarna kuning keruh.

8. Identifikasi asam karboksilat

Percobaan selanjutnya yaitu identifikasi asam karboksilat. Percobaan ini


didasarkan pada reaksi pembentukan kompleks dan reaksi redoks. Percobaan ini dibagi
menjadi 2 tahap, yaitu sebagai berikut.

Setelah alat dan bahan disiapkan, maka percobaan mulai dilakukan. Percobaan
tahap pertama yaitu dilakukan dengan mengukur 5 mL larutan CH3COOH (tidak
berwarna) dengan menggunakan gelas ukur. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang
diinginkan atau tepat membentuk miniskus. Cara membaca miniskus harus tepat, dengan
arah tegak lurus dengan mata pembaca.

Langkah selanjutnya larutan CH3COOH yang telah diukur dimasukkan ke dalam


tabung reaksi yang telah diberi label tabung 1. Kemudian ditambahkan 3 mL larutan
KMnO4 1 N (berwarna ungu) ke dalam tabung reaksi. Larutan KMnO4 ini berfungsi
sebagai oksidator. Lalu diamati perubahan yang terjadi, sehingga dihasilkan larutan
berwarna ungu kehitaman (++). Persamaan reaksinya sebagai berikut :

+3 +2
CH3COOH(aq) + 2 MnO4- (aq) → 3 CO2(g) +2MnO2(l) + 2 OH-(aq) + 2 H2O(l)
reduksi

Berdasarkan reaksi diatas, CH3COOH merupakan reduktor (mengalami oksidasi),


sedangkan MnO4- bertindak sebagai oksidator (mengalami reduksi). Dengan demikian
senyawa yang mengandung gugus karboksilat dalam hal ini asam asetat dapat
diidentifikasi dengan penambahan larutan KMnO4 yang menghasilkan larutan berwarna
ungu kehitaman (++).
Langkah berikutnya yaitu dilakukan tahap percobaan yang kedua. Langkah
pertama mengukur 5 mL larutan CH3COONa (tidak berwarna) dengan menggunakan
gelas ukur, pastikan pengukuran dilakukan dengan tepat. Langkah selanjutnya larutan
CH3COONa yang telah diukur, dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah diberi
label tabung 2. Kemudian ditambahkan 3 mL larutan FeCl3 5 % (berwarna kuning).
Larutan FeCl3 berfungsi sebagai pembentuk senyawa kompleks yang berwarna merah.
Setelah ditambahkan FeCl3 larutan menjadi berwarna merah. Hal ini menunjukkan jika
kompleks telah terbentuk. Reaksi yang terjadi yaitu :

CH3COONa (aq) + FeCl3 (aq) → 3CH3COO-(aq)+ NaCl (aq) +Fe3+(aq)

3Fe3+(aq) +6CH3COO- (aq) + 2H2O (l)↔[Fe3(OH)2(CH3COO)6]+(aq) + 2H+(aq)

Kemudian larutan dipanaskan sampai terbentuk endapan coklat kemerahan.


Reaksinya adalah

[Fe3(OH)2(CH3COO)6]+ (aq)+ 4H2O (l) → 3Fe(OH)2CH3COO (s) + 2CH3COOH


(aq)+H+(aq)

Pemanasan dilakukan agar reaksi yang terjadi cepat dan berjalan sempurna. Setelah
pemanasan didapatkan endapan berwarna coklat kemerahan yang menandakan kompleks
telah mengendap. Larutan selanjutnya disaring dengan corong dan kertas saring. Caranya
kertas saring dilipat menjadi 4 kemudian, dibuka lipatan dan diletakkan diatas corong.
Sebelum disaring, terlebih dahulu kertas saring pada corong dibasahi dengan aquades
agar kertas saring menempel dengan sempurna pada dinding corong, sehingga proses
penyaringan lebih mudah. Di bawah corong diletakkan tabung reaksi untuk menampung
filtrat. Hasil dituang secara perlahan ke corong yang telah diletakkan kertas saring. Residu
berupa endapan berwarna coklat kemerahan yang terdapat diatas kertas saring dan filtrat
tidak berwarna di dalam tabung reaksi. Filtrat ini selanjutnya diuji dengan ditambahkan
5 tetes K4FeCN6 (berwarna kuning). Larutan K4FeCN6 berfungsi untuk menguji ada
tidaknya ion ferri di dalam larutan. Setelah ditambahkan larutan K4FeCN6, larutan
menjadi berwarna hijau.

Langkah selanjutnya adalah membandingkan dengan warna larutan FeCl3


(berwarna kuning) dalam jumlah yang sama. Hasilnya terlihat bahwa larutan hasil
percobaan lebih pudar (hijau) dibandingkan warna FeCl3 awal. Hal ini menunjukkan
bahwa dalam larutan percobaan ion ferri telah berubah menjadi endapan bewarna coklat
kemerahan yaitu pada residu yang dihasilkan.

Dengan persamaan reaksinya sebagai berikut :

[Fe3(OH)2(CH3COO)]+(aq)+4H2O(l)→Fe3(OH)2CH3COOH(s)+3CH3COOH (aq)+H+(aq)

KFe(CN)6(aq) + FeCl3(aq) →KFe[Fe(CN)]6 (aq)+3KCl (aq)

Berdasarkan percobaan ini dapat disimpulkan bahwa senyawa yang mengandung


gugus karboksilat dapat diuji dengan penambahan Larutan K4FeCN6 yang ditandai
dengan dihasilkannya larutan yang berwarna hijau.

I. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa


senyawa yang memiliki gugus aldehid yang dapat diidentifikasi dengan beberapa cara
yaitu :

 Dengan uji Tollens : senyawa yang dapat dioksidasi oleh reagen tollens menjadi
cermin perak.
 Dengan uji Fehling : senyawa yang dapat dioksidasi oleh reagen Fehling
membentuk endapan merah bata.
 Uji dengan fenilhidrasin : senyawa yang bila diuji dengan fenilhidrasin
menghasilkan hablur berwarna orange dengan titik leleh yang tinggi.
 Dengan kondensasi aldol : senyawa yang mampu menjalankan reaksi kondensasi
aldol menghasilkan senyawa krotanaldehid yang berbau tengik, baik dengan
aldehid maupun senyawa keton yang lain.

Senyawa yang memiliki gugus keton yang dapat diidentifikasi bedasarkan percobaan
yaitu :

 Dengan uji Tollens : Senyawa yang tidak dapat dioksidasi oleh reagen tollens
menjadi cermin perak.
 Dengan uji Fehling : Senyawa yang tidak dapat dioksidasi oleh reagen Fehling
membentuk endapan merah bata.
 Dengan mereaksikan dengan senyawa bisulfit : Senyawa yang mampu
menjalankan reaksi adisi bisulfit dengan menghasilkan hablur berwarna putih.
 Uji dengan fenilhidrasin : senyawa yang bila diuji dengan fenilhidrasin
menghasilkan hablur berawrna merah kecoklatan dengan titik leleh yang lebih
rendah dari benzaldehid.
 Dengan didasarkan reaksi haloform : senyawa metil keton dapat diketahui melalui
reaksi haloform, dimana akan menghasilkan senyawa iodoform yang berbau
seperti obat dan larutan yang berwarna kuning.
 Berdasarkan kondensasi aldol : senyawa yang mampu menjalankan reaksi
kondensasi aldol menghasilkan senyawa krotanaldehid yang berbau tengik, baik
dengan aldehid maupun senyawa keton yang lain.

Senyawa yang memiliki gugus karboksilat yang dapat diidentifikasi bedasarkan


percobaan yaitu :

a. Senyawa yang dapat dioksidasi oleh larutan KMnO4 yang ditandai dengan
terbentuknya larutan berwarna ungu kehitaman.
b. Senyawa yang dapat membentuk senyawa kompleks berwarna merah dengan
FeCl3 yang dapat diuji dengan Larutan K4FeCN6.

Berikut merupakan perbedaan gugus aldehid dan keton berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan.

Nama reagen Aldehid Keton

Tollens + -

Fehling + -

Fenilhidrasin + +

iodoform - +
bisulfit - +

Kondensasi aldol + +

J. Jawaban Pertanyaan
1. Tulislah persamaan reaksi untuk reaksi-reaksi berikut :
a. Reaksi Tollens dengan formaldehid !
Jawab :
O
O

H C H C
H + 2Ag(NH3)2OH  ONH 4 + 2Ag +4NH3 +2H2O(aq)

b. Reaksi Fehling dengan heptaldehid !


Jawab :
O

CH

+ 2Cu2+ + 5OH-  + Cu2O + 3H2O

c. Pembuatan senyawa adisi aseton-bisulfit !


Jawab :
OH OH

O OH CH 3 C CH3 CH 3 C CH3

CH 3 CCH3 ↔ CH 3 C CH3 ↔ OC 2 H5 ↔ OC 2 H5

d. Pembuatan benzaldehid fenilhidrazon !


Jawab :
O

CH + H2N NH

OH

C NH NH
H
H
H2O
C N NH

e. Pembuatan sikloheksanon oksim !


Jawab :

\ = O + HONH2 = NOH + H2O

f. Pengujian iodoform terhadap 2-pentanon !


Jawab :
O
H2 H2
H3C C C C CH3 + I2 + 3NaOH  + 3H2O +3NaI.

2. Tuliskan semua tahap dalam reaksi kondensasi antara aseton dengan


benzaldehid yang dikatalis oleh basa !
Jawab :

3. Dapatkah pengujian iodoform digunakan untuk membedakan :


a. Metanol dan etanol ?
Jawab :
Pengujian iodoform dapat digunakan untuk membedakan antara metanol
dan etanol karena uji idoform memberikan hasil yang berbeda yaitu pada
etanol menghasilkan larutan dan endapan warna kuning. Hal ini
membuktikan bahwa alkohol primer yang dapat diji dengan iodoform
adalah etanol.
b. Isopropil alkohol dengan n-butil alkohol ?
Jawab :
Pengujian iodoform dapat digunakan untuk isopropil alkohol dengan n-
butil alkohol. Karena keduanya tidak beraksi dengan iodoform. Isopropil
alkohol merupakan alkohol tersier yang tidak beraksi dengan alkohol.
Sedangkan pada n-butil alkohol merupakan alkohol primer tetapi alkohol
primer yang yang dapat diji dengan iodoform hanya etanol.

4. Apakah penggunaan yang praktis dari reaksi Tollens ?


Jawab :
Penggunaan yang praktis dari reaksi Tollens sapat dilakukan dengan cara
menambahkan beberapa tetes pereaksi Tollens kedalam zat yang akan diuji
sampai terbentuk cermin perak, apabila terjadi reaksi maka dilakukan
pemanasan.

5. Bagaimana dapat dibedakan, secara pengujian sederhana antara :


a. 2-pentanon dan 3 pentanon ?
Jawab :
Dengan menggunakan cara reaksi haloform. Dengan cara ini pada 2-
pentanon, reaksinya akan berlangsung lebih lama dibandingkan 3-
pentanon karena memilki kereaktifan yang rendah dan reaksi haloform
dapat menunjukkan adanya metil keton
b. 3-pentanon dean pentanol ?
Jawab :
Dengan menggunakan cara reaksi haloform. Dengan cara ini, walaupun 3-
pentanon dan pentanol akan memberikan warna larutan yang sama, tetapi
jika diamati baunya, maka pada pentanol akan memberikan bau yang jauh
lebih menyengat daripada 3-pentanon.
c. Benzaldehida dan asetofenon ?
Jawab :
Dapat dibedakan dengan menggunakan kondensasi aldol karena
benzaldehid tidak bisa menjalankan reaksi aldol

6. Tuliskan persamaan yang menunjukkan apa yang terjadi jika senyawa hasil
adisi bisulfit direaksikan dengan asam klorida pekat !
Jawab :
H HO H
O

C C H + HSO3Na CH C SO3 Na + HCl

H 3C H H 3C H

HO H

CH C SO3Na

H 3C H

7. Dengan memperhatikan fenilhidrazin dan 2,4-dinitrofentihidrazon yang dibuat


dalam percobaan di atas, turunan dari jenis manakah yang punya titik leleh
paling tinggi ?
Jawab :
Pada percobaan ini kami hanya melakukan pengujian dengan fenilhidrazin dan
didapatkan titik leleh sebagai berikut :
Benzaldehid : 138°C
Sikloheksanon : 84°C
Namun berdasarkan teori turunan dari 2,4-dinitrofenilhidrazon memiliki titik
leleh lebih tinggi daripada turunan dari fenilhidrazin.

8. Apakah peranan dari natrium asetat di dalam pembuatan oksim ?


Jawab :
Peranan Natrium asetat dalam pembuatan oksim adalah Untuk membebaskan
basa dari garam-garamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Chairil, dkk. 1994. Pengantar Praktikum Kimia Organik. Jakarta :
Departemen Pendidikan, dan Kebudayaan Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Akademik.
Fessenden, R.J, Fessenden, J.S. 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid 2.
Jakarta : Erlangga.
Fessenden, R.J, Fessenden, J.S. 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid 1.

Jakarta : Erlangga.

Hidajati, Nurul, dkk. 2017. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Organik. Surabaya
: Jurusan Kimia, FMIPA, UNESA.
Parlan, & Wahjudi. 2003. Kimia Organik I. Malang: UM Press.
Ratna, Sari Diah. 2010. Aldehid dan Keton: Sifat Fisik dan Reaksi Kimia.
Bandung : Jurusan Kimia, FMIPA, ITB.
Siswoyo, R. 2009. Kimia Organik. Jakarta: Erlngga.

Mengetahui, Surabaya, 28 Maret 2017


Dosen/ Asistem Pembimbing Praktikan,

(..................................) (..................................)
LAMPIRAN FOTO
No Gambar Keterangan
Alat-alat yang digunakan yaitu tabung
reaksi, gelas kimia, erlenmeyer, kaca arloji,
gelas ukur

Reagen tollens larutan tidak berwarna

Hasil percobaan reagen tollens, pada


tabung 1 tidak berwarna dan tidak
terbentuk cermin perak, tabung 2 terdapat
cincincermin perak di dinding tabung
reaksi, tabung 3 berwarna coklat
kehitaman dan tidak membentuk cermin
perak, pada tabung 4 terdapat cermin
perak

Fehling A larutan berwarna biru muda


Fehling A + Fehling B larutan berwarna biru

Sampel fehling pada tabung 1, 2 dan 3


dipanaskan diletakkan di atas spirtus dan
kasa

Sampel fehling pada tabung 1 larutan


berwarna biru terdapat endapat berwarna
merah bata

Sampel fehling pada tabung 2 dan 3


berwarna biru
Disaring smapel adisi bisulfit, sampel
larutan berwarna putih

Sampel adisi bisulfit setelah disaring


terdapat endapan berwarna putih

ampel adisi bisulfit setelah disaring


terdapat filtrat larutan tidak berwarna

Sampel fenilhidrazin pada tabung 1 larutan


berwarna putih keruh dan terdapat
endapan berwarna kuning
Sampel fenilhidrazin pada tabung 2 larutan
berwarna putih keruh dan terdapat
endapan berwarna kuning

Disaring sampel fenilhidrazin dengan


menggunakan corong dan kertas saring

Hasil saringan diletakkan pada desikator

Hasil sampel fenilhidrazin setelah


diletakkan di desikator, sampel A berwarna
apa itu
Menutup satu sisi lubang dari pipa kapiler
denga dipanaskan menggunakan spirtus

Dimasukkan sampel fenilhidrazin didalam


pipa kapiler

Sampel yang telah dimasukkan ke dalam


pipa kapiler sepanjang 1 cm

Sampel yang telah dimasukkan ke dalam


pipa kapiler sepanjang 1 cm
Sampel haloform pada tabung reaksi 1 dan
2 sebelum ditambahkan larutan iodium,
larutan tidak berwarna
Sampel haloform setelah ditambahkan
iodium pada tabung 1 larutan berwarna
putih dan terdapat endapan berwarna
kuning, pada tabung 2 terdapat 2 lapisan
dan endapan berwarna kuning, lapisan 1
berwarna coklat kemerahan dan lapisan 2
tidak berwarna

Sampel kondensasi aldol sebelum


dipanaskan larutan tidak berwarna

Sampel kondensasi aldol setelah


dipanaskan larutan berwarna kuning

Sampel karboksilat pada tabung A larutan


berwarna ungu
Sampel karboksilat pada tabung B larutan
larutan keruh terdapat endapan berwarna
coklat

Disaring sampel dengan menggunakan


corong dan kertas saring

Filtrat setelah ditambahkan K4[Fe(CN)6]


larutan berwarna hijau

Anda mungkin juga menyukai