Anda di halaman 1dari 46

[Year]

[Type the company


name]

Sun Spirit

[TYPE THE DOCUMENT TITLE]


[Type the abstract of the document here. The abstract is typically a short summary of the contents
of the document. Type the abstract of the document here. The abstract is typically a short summary
of the contents of the document.]
TANGGAPAN KRITIS
TERHADAP BADAN OTORITA
PARIWISATA (BOP)

Dipublikasikan oleh
Divisi Riset dan Publikasi
SUNSPIRIT For Justice and Peace

SUNSPIRIT FOR JUSTICE AND PEACE


Jl. Trans Flores Km. 10 Dusun Watu Langkas
Desa Nggorang Kec. Komodo, Kab. Manggarai Barat
Nusa Tenggara Timur
Email: sunspiritflores@gmail.com
Web: www.sunspiritforjusticeandpeace.org

2|BO P
Bagian I

FAKTA TENTANG BADAN


OTORITA PARIWISATA
3|BO P
DRAFT BADAN OTORITA PARIWISATA

SUB TEMA RINCIAN

TARGET Empat target utama meliputi perbaikan destinasi pariwisata,


pemasaran pariwisata, dan kelembagaan pariwisata. Karena itu, tiga
visi utamanya adalah Amenitas, Aksesibilitas, dan atraksi.

Target konkretnya, terjadi peningkatan jumlah wisatawa. Tahun 2019,


ditargetkan mencapai 500 ribu wisatawan yang mengunjungi Otoritas
Labuan Bajo, dengan devisa sebesar US$ 500 Juta. Sementara itu,
target Investasi yang dibutuhkan sekitar Rp 16 Triliun, yang terdiri
dari:
A. Rp 8 Triliun investasi Pemerintah, dan
B. Rp 8 Triliun investasi swasta (PMA/PMDN).

Percepatan Peraturan Presiden (PerPres) terkait Penetapan Badan


Otorita Pariwisata Flores DPN Labuan Bajo, Akselerasi Pembangunan
Infrastruktur, dan Zona Badan Otorita.

Badan Otorita Labuan Bajo Flores meliputi 9 kabupaten di daratan


SUSUNAN Flores dan pusatnya berada di Labuan Bajo Flores.
ORGANISASI
BOP membentuk model public-priva partnership dimana dalam
kelembagaan tersebut, swasta dilibatkan.
Kelembagaannya terdiri dari Dewan Pengarah dan Dewan pelaksana.
a.Dewan Pengarah; tugasnya adalah menetapkan kebijakan,
mensinkronkan kebijakan, memberi petunjuk, dan melakukan
pengawasan. Anggotanya: semua kementerian di bawah kementerian
koordinasi maritime dan sumber daya.

b.Badan Pelaksana: terdiri dari kepala, Pejabat keuangan dan pejabat


teknis. Badan pelaksana anggotanya dapat dari unsur PNS maupun
non-PNS. Ketua Badan pelaksana melaksanakan tugas untuk 5 tahun.
Dapat dipilih ulang.
 penyusunan Rencana Induk Pengembangan dan Pembangunan
TUGAS-TUGAS di Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores.
BADAN  penyusunan Rencana Detail Pengembangan dan Pembangunan
OTORITAS di Kawasan Labuan Bajo Flores.
PARIWISATA
Yang termasuk dalam rencana detail tersebut adalah kawasan
Bukit Waringin, Wae Cecu, Batu Cermin, Bukit Cinta, Bukit
Rangko, Bukit Goron Talo.

 pelaksanaan koordinasi, sinkronisasi, dan fasilitasi terhadap


perencanaan, pengembangan, pembangunan, dan
4|BO P pengendalian di Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores
 penyusunanperencanaan, pengembangan, pembangunan,
pengelolaan, dan pengendalian di Kawasan Pariwisata Labuan
Bajo Flores
 perumusan strategi operasional pengembangan Kawasan
Pariwisata Labuan Bajo Flores;
 penyelenggaraan urusan perízinan dan non-perizinan pusat
dan daerah di Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores
 penetapan langkah strategis penyelesaian permasalahan
dalam pelaksanaan perencanaan, pengembangan,
pembangunan, pengelolaan, dan pengendalian Kawasan
Pariwisata Labuan Bajo Flores; dan
 pelaksanaan tugas lain terkait pengembangan Kawasan
Pariwisata Labuan Bajo Flores yang ditetapkan oleh Dewan
Pengarah.

Salah satu yang terpenting dari kehadiran BOP adalah pembangunan


infrastruktur sebagai pendukung pariwisata. Beberapa infrastruktur
penting yang perlu dibangun antara lain:
1. Bandara. Bekerja sama dengan kementerian perhubungan,
direncanakan penambahan kapasitas bandar udara di Labuan
Bajo, Maumere, Aeroboeman, dan Frans Sales Lega. Untuk
Bandar udara Komodo, Labuan Bajo, landasan pacunya akan
diperpanjang dari 2400 menjadi 2800 dan jam penerbangan
sampai pukul 20 malam.

Sementara itu, jumlah maskapai penerbangan akan ditambah,


demikian pun jalur penerbangan. Direncanakan akan diadakan
jalur penerbangan langsung Jakarta-Labuan Bajo, Singapura-
Labuan Bajo.

2. Pelabuhan. Pemisahan antara pelabuhan umum penumpang


dengan pelabuhan cargo. Mempercepat pembangunan
pelabuhan cargo di Bari. Melakukan pemisahan dari pelabuhan
untuk kapal kecil dengan kapal-kapal besar dan cruise.
Pembangunan Marina baik menggunakan program Pelindo III
atau menggunakan lahan lain yang lebih luas. Pembangunan
kawasan Touris hub di golo Mori.
3. Pembuatan jalan. Pembangunan Jalan lingkar utara dan
selatan transFlores menjadi jalan strategis nasional. Jalur-jalur
tersebut, antar a lain: Labuan Bajo Kondo (Boleng Terang)
sepanjang 6 km; Pembangunan jalan utara Flores (Terang
Kedindi) 5 km;Kota Ruteng dan batas kabupaten manggarai
sepanjang 90 km;Labuan Bjao Terang Kedindi sepanjang 50
km.( Target tahun 2017 dari kemerinterian PUPR)
4. Energi listrik. Penyambungan SUTT dari Ulumbu ke Labuan
Bajo sekaligus peningkatan kapasitasnya. Peningkatan
penyediaan listrik melalui penarikan jaringan dari Ulumbu-
Ruteng. Potensi Ulumbu dapat dikembangkan menjadi 50 MW
5. Penyediaan air minum. Penyediaan air minum terutama kea
rah pelabuahan demi kebutuhan kapal wisata dan yacht.
Pembangunan toilet umum dan pengelolahan sampah di

5|BO P
Kampung Ujung

RENCANA Dalam melaksanakan tugas dan fungsi, Badan Pelaksana berpedoman


INDUK DAN pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Zonasi
RENCANA Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) mengenai Kawasan
DETAIL Pariwisata Labuan Bajo Flores.
PENGEMBANGAN Untuk itu, BOP menguasai asset pemerintah daerah, pemerintah
DAN Provinsi, dan pemerintah pusat demi mengembangkan sektor
PEMBANGUNAN pariwisata dan investasi.
KAWASAN Daftar asset yang akan dikuasai oleh BOP, antara lain:
PARIWISATA Pemerintah pusat/kementerian, antara lain:TN Komodo seluas
LABUAN BAJO 173,300 ha, TN Mbeliling seluas 32,000 ha, TN Kelimutu seluas
FLORES 5000 ha, dan CAWae Wuul seluas 3000 ha.
Pemerintah provinsi: Pantai pede sebesar 6 ha
Pemkab Mabar sebesar 1000 hektar di Golo Mori, 52 ha di Batu
cermin, 6 ha dipuncak Waringin, 50 ha kampung tengah untuk
kawasan Water Front City marine, dan 14,5 ha tanah kosong di
Goron Talo.
(belum dihitung dengan wilayah kabupaten lain)
Dalam hal pengembangan dan/atau pembangunan Kawasan
Pariwisata Labuan Bajo Flores tidaksesuaidan/atau belumdiatur
dalam RTRW dan RZWP3K, dapat dilakukan penyesuaian tata
ruang sesuai dengan Rencana Detail Pengembangan dan
Pembangunan 5 (lima) tahunan Kawasan Pariwisata Labuan Bajo
Flores sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat

PERUNTUKAN Peruntukan dan penggunaan tanah dalam Kawasan Pariwisata Labuan


DAN Bajo Flores untuk keperluan bangunan, usaha, dan fasilitas lainnya
PENGGUNAAN yang bersangkutan dengan pengelolaan, pengembangan, dan
TANAH pembangunan Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores mengacu pada
DIKAWASAN RTRW dan RZWP3K mengenai Kawasan Pariwisata Labuan Bajo
PARIWISATA Flores.
LABUAN BAJO
FLORES Dalam rangka penyelenggaraan pembangunan, pengelolaan sarana
dan prasarana, dan/atau pengusahaan kegiatan usaha dan/atau
operasional lainnya pada Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), kepada Badan
Pelaksana diberikan hak pengelolaan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Hak pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memberi


kewenangan kepada Badan Pelaksana untuk:
 merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah dan ruang
laut;
 menggunakan tanah dan ruang laut Kawasan Pariwisata
Labuan Bajo Flores untuk keperluan pengelolaan,
pengembangan dan pembangunan Kawasan Pariwisata Labuan
Bajo Flores; dan
 menyewakan dan/atau mengadakan kerja sama penggunaan,
pemanfaatan, dan pengelolaan tanah dan ruang laut dengan

6|BO P
pihak ketiga serta menerima uang pembayaran sewa dan/atau
uang keuntungan hasil usaha kerja sama.

Dalam rangka perolehan hak pengelolaan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 23 ayat (2) apabila:
a. kawasan hak pengelolaan merupakan pelimpahan aset dari
kementerian/lembagadan/atau Pemerintah Daerah
dan/atauBadan Usaha Milik Negara/Daerah yang berada di
Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores, maka pelimpahan
aset dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan, dan
b. kawasan hak pengelolaan dikuasai oleh masyarakat, maka
Badan Pelaksana memberikan ganti rugi sesuai ketentuan
perundang-undangan.

Menteri Keuangan, Menteri Badan Usaha Milik Negara, dan


Menteri/Kepala Lembaga serta Pemerintah Daerah dan Badan
Usaha Milik Negara/Daerah yang berada di Kawasan Pariwisata
Labuan Bajo Flores yang melimpahkan aset sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mempercepat proses pelimpahan aset
dimaksud sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Dalam hal hak pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24


merupakan kawasan peruntukan hutan maka dilakukan perubahan
peruntukan dan fungsi kawasan hutan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Dalam hal hak pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24


merupakan kawasan konservasi perairan nasional maupun daerah,
maka dilakukan perubahan zonasi dan fungsi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Dalam rangka proses perolehan hak pengelolaan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 24 dan perubahan peruntukan dan fungsi
kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan dan perubahan zonasi
dan fungsi wilayah perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
(2):
a. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri
Kelautan dan Perikanan dan Pemerintah Daerah yang
berada di Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores
mempercepat proses perubahan peruntukan dan fungsi
kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan dan
perubahan zonasi dan fungsi wilayah perairan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional dan Pemerintah Daerah yang
berada di Kawasan Pariwisata Labuan Bajo
Floresmempercepat proses perolehan hak pengelolaan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

7|BO P
Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi persetujuan
PERIZINAN DAN yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang
NON-PERIZINAN memiliki kewenangan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.Non-perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.Pelayanan perizinan dan
non-perízinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui
Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

Badan Pelaksana menyelenggarakan pelayanan perizinan dan non-


perizinan pusat dan daerah di Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).

Penyelenggaraan perízinan dan non-perizinan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1), meliputi bidang: pekerjaan umum;perumahan dan
kawasan pemukiman;ketenagakerjaan;lingkungan
hidup;perhubungan;penanamanmodal;perdagangan;pertanahan dan
tata ruang;pariwisata;kehutanan;kelautan dan perikanan;energi dan
sumber daya mineral;komunikasi; dankesehatan.

8|BO P
Bagian II

TANGGAPAN KRITIS
TERHADAP BOP

9|BO P
Kontroversi Badan Otorita Pariwisata

Kontroversi pembangunan BOP sudah mencuat. Pihak yang mendukung menilai kehadiran
BOP dapat mengakselerasi pembangunan di Manggarai Barat pada khususnya. Sementara
yang lain menilai BOP hanya mempercepat proses pencaplokan sumber daya publik di
Manggarai Barat.

Penetapan BOP Labuan Bajo bagai ibarat mendapat durian runtuh bagi Mabar. Baru mekar
tahun 2003, Mabar kini seperti dianakemaskan. Pada saat Sail Komodo pada 2013, Mabar
disebut-sebut sebagai “pintu gerbang pariwisata di NTT”. Kini Melalui penetapan BOP,
Mabar siap disulap habis-habisan menjadi kota pariwisata.

Tidak heran pula, dibandingkan dengan kabupaten lain, Mabar selalu mendapat perhatian
dari petinggi negara. Sepanjang tahun dua tahun terakhir, sudah silih berganti para menteri
mengunjungi Labuan Bajo. Mulai dari Menteri pariwisata, Menteri koordinator maritim dan
sumber daya, menteri pekerjaan umum, menteri kelautan, menteri pertanian dan kemarin
Menteri kehutanan.

Di penghujung tahun 2015, Presiden Jokowi sendiri mengunjungi TNK dan meresmikian
bandar udara Komodo. Ia mengungkapkan rencana percepatan pembangunan dan
perbaikan infrastruktur di Labuan Bajo pada khususnya.

Namun ada cerita menarik seputar kunjungan Menteri BUMN Rini Soemarno berserta para
direktur utama BUMN yang menggelar rapat akhir tahun di Labuan Bajo. Usai pertemuan
mereka berencana melakukan trekking di Pulau Padar, salah satu pulau di kawasan inti
Taman Nasional Komodo.

Salah serorang yang mempersiapkan acara tersebut menceritakan, sebagai persiapan


kunjungan Menteri dan para dirut dibangunkan tangga kayu di Pulau Padar dan dermaga
apung. Ia hampir tak percaya alasannya.

“Alasannya sederhana. Agar sepatu bu menteri dan para dirut tidak kena air.sementara
tangga dibuat untuk yang gemuk-gemuk agar tidak jatuh”

Pembangunan Tangga itu sendiri menuai perdebatan. Terlepas dari apakah hal tersebut
membuat nyaman pengunjung atau tidak, pembuatan tangga dalam TNK dinilai menyalahi
prinsip konservasi. Dalam zona inti, segala bentuk bangunan permanen sudah seharusnya
dilarang.

Terlepas dari cerita tersebut, melalui BOP, tak salah lagi jika Manggarai Barat menjadi salah
satu agenda penting dari masing-masing kementerian. Anggaran investasi mencapai 16
trilliun. Sebanyak 8 trilliun dari APBN dan 8 trilliun dari pihak swasta.

Anggaran dari pemerintah dimanfaatkan untuk pembangunan fasilitas infrastruktur seperti


bandar udara, marina, tempat-tempat komersial, jalan trans-flores sepanjang lintas utara
dan selatan, serta perbaikan fasilitas air bersih dan penambahan daya listirk.

10 | B O P
Dukungan pemerintah

Pemerintah daerah kabupaten Manggarai Barat menyambut baik rencana tersebut. Bupati
Gusti Dulla beranggapan, BOP adalah bentuk perhatian dari pemerintah pusat terhadap
perkembangan di Manggarai Barat.

“Berita ini sangat membanggakan dan menggembirakan kita. Terima kasih kepada Presiden
Jokowi atas perhatiannya kepada Kabupaten Manggarai Barat, berkaitan dengan potensi
pariwisata yang ada di Manggarai Barat”jelas Bupati.[1]

Sementara itu, menurut kepala Dinas Pariwisata Mabar, Theodorus Suardi, keberadaan BOP
tidak tidak hanya mempercepatan pembangunan di Mabar tetapi juga mempermudah kerja
pemda. Untuk infrastruktur, dia mencontohkan, kerja pemda sudah menjadi lebih ringan
karena intervensi anggaran APBN.

Ditanya soal tumpang tindih kewenangan, ia menjelaskan bahwa BOP bukan lembaga
otorita berdasarkan wilayah tetapi berdasarkan fungsi. Tidak akan terjadi tumpang tindih,
karena hanya hanya menyangkut pembagian kerja saja.

Namun ia mengingatkan, sedemikian fantastis proyek ini sehingga menuntut kesanggupan


sumber daya manusia. “Apakah SDM orang lokal di sini sudah cukup atau tidak. Karena ini
tidak boleh main-main” katanya.

Shana Fatina yang menjadi PIC BOP Labuan Bajo tak kalah optimisnya. Keberadaan BOP
memberikan keuntungan bagi pemerintah daerah terutama masyarakat lokal. Ia
mencontohkan, untuk pendapatan Daerah, dapat diperoleh dari retribusi 10 persen seluruh
pelaku pariwisata di zona koordinasi BOP, termasuk BOP, operator travel, hotel,
supermarket dan lain-lain.

“PAD dari retribusi 10% seluruh pelaku pariwisata d zona koordinasi BOP, termasuk dari
BOP, operator travel, hotel, supermarket, dan seluruhnya” katanya dalam diskusi
group whatapp pada 17 Februari 2017.

Lalu, menurutnya, kehadiran BOP menjadi solusi pengelolahan TNK selama ini. Selama ini,
retribusi TNK selalu dibawa ke pusat sementara masyarakat lokal tidak menikmati hasilnya.
Melalui pembentukan BOP, katanya, pemasukan dari sektor pariwisata akan langsung ke
zona tersebut dan dikelolah untuk meningkatkan layanan masyarakat di sana.

“Uang yang masuk, kembali ke kita” katanya.

Kontroversi

Sekalipun sangat menjanjikan, tak sedikit yang meragukan kehadiran BOP. Apalagi, apa
yang dijanjikan melalui BOP seperti pertumbuhan dan pembangunan merupakan cerita lama
di Manggarai Barat, terutama di Labuan Bajo.

Ambil contoh adalah pengelolahan TNK di bawah Putri Naga Komodo yang rencananya
mengelolah selama 25 tahun. Meskipun janjinya muluk-muluk, dalam praktiknya jauh
panggang dari api. Warga protes, PNK pun bubar tanpa pertanggung jawaban yang jelas
pada tahun 2010. Padahal sedianya dikelolah sampai tahun 2030.

11 | B O P
Penolakan itu beralasan. Warga di kampung Papagarang mengaku tak menemukan manfaat
apa-apa, sementara perlakuan PNK dalam melakukan tindak tegas terhadap warga. Pada
saat yang sama, keberpihakan kepada bisnis semakin merajalela. Sepeninggalan PNK, TNK
sudah berubah menjadi lahan bisnis.

Kasus lain adalah Sail Komodo yang berlangsung di pantai Pede pada tahun 2013. Setelah
beberapa tahun berjalan, event promosi senilai 3,7 trilliun itu kini diplesetkan jadi “Sial
Komodo”. Sebabnya, pemerintah daerah dan masyarakat hampir tak merasakan apa-apa.

Apalagi, usai Sail Komodo, terjadi privatisasi Pantai Pede oleh PT. Sarana Investama
Manggabar, milik Setya Novanto. Polemik ini sudah berkepanjangan, berpotensi
menimbulkan konflik horisontal, dan demonstrasi berkali-kali. Belum lagi indikasi korupsi di
sejumlah proyek. Di antaranya proyek air yang mencapai 30-an milliar.

Bupati Gusti Dula sendiri menyayangkan Sail Komodo ketika Manggarai Barat harus
berurusan dengan persoalan sampah dan besarnya ongkos proyek air. Dalam sebuah
wawancara dengan stasiun TV swasta, dengan enteng ia menjawab, “Siapa suruh Sail
Komodo di sini?”

Dalam sebuah diskusi di kantor DPRD, beberapa anggota DPRD beranggapan bahwa Sail
Komodo adalah proyek pemerintah pusat. Pemerintah daerah hanya menjadi penonton saja.

Selain itu, Yayasan Komodo Kita (YKK) muncul pada tahun 2011 dengan visi pengembangan
dan persiapan pariwisata. YKK terlibat aktif dalam mempromosikan TNK sebagai salah satu
keajaiban dunia. Meski dari segi visinya yakni mendorong turisme dan mengurangi
kemiskinan, YKK masih sangat dibutuhkan, namun yayasan ini sudah bubar.

Padahal di barisan dewan pembina dan dewan pelaksana nama-nama tokoh berpengaruh
baik secara politik maupun ekonomi. Ada juga yang menjadi petinggi di media mainstream.
Di deretan dewan pembina, ada nama Yusuf Kalla, Arifin Panigoro, Peter Sondakh dan Rikar
Bagun. Di dewan pengawas, ada nama Sofyan Wanandi, Sulistiyanto, Suryadi Sasmita,
Budiarto Tanojohardjo dan Don Bosco Salamun (Pemred BeritaSatuTV).

Sementara itu, kenyataan yang terjadi justru ironis. Bertambahnya jumlah turis, kasus
privatisasi pantai, pulau-pulau, dan pesisir semakin merajalela. Ruang bisnis semakin besar
sedemikian sehingga jumlah investasi meningkat pesat. Sementara fasilitas publik seperti
rumah sakit, air, dan jalan raya masih jauh dari perhatian.

Apakah yang dapat menjamin bahwa BOP akan melakukan sesuatu yang baru dan tidak
mengulangi janji manis yang sama? Sejauh manakah BOP dapat mengembangkan ekonomi
sekaligus memperbaiki kesenjangan sosial dan fasilitas publik?

Pembangunan Sebelumnya

Alih-alih membawa kemaslahatan bersama, BOP bukan tidak mungkin mengulangi


kesalahan yang sama. Kalau pun sukses secara teknis dan managerial, hasil akhirnya bukan
pertama-tama untuk masyarakat secara umum, melainkan investor.

Dari porsi investasi saja, sudah dapat dilihat orientasi keberpihakannya. Dari 16 trilliun,
separuhnya yakni sebesar 8 trilliun dari sektor privat. Hal itu tidak hanya menghilangkan

12 | B O P
posisi tawar negara, tetapi juga hukum rimba berlaku di kalangan investor. Siapa kuat dia
dapat.

Apalagi, dari 8 trilliun yang disediakan pemerintah, semuanya berorientasi melayani


investasi pariwisata ketimbang layanan publik. Anggaran sebesar 250 milliar, msalnya,
direncanakan membangun marina, hotel, dan bangunan komersial di TPI. Bahkan untuk itu,
sekitar belasan rumah tangga yang tinggal di sana diminta dipindahkan.

Tidak hanya itu. Pembangunan yang lain-lain sepenuhnya melayani kebutuhan pariwisata.
Di antaranya, pembangunan bandar udara, pembangunan jalan lintas utara dan selatan,
penambahan daya listrik, dan pengadaan air bersih demi kebutuhan kapal yatch.

Padahal, sebagai daerah agraris, kebutuhan sarana prasarana dan infrastruktur lebih
mendesak dibuatkan ke sentra-sentra pertanian. Tidak hanya karena lebih dari separuh
penduduknya adalah petani, tetapi juga karena lebih dari separuh dari 250 ribu penduduk
Mabar tinggal di daerah-daerah pedesaan.

Jika proyek bandar udara dan pelabuhan marina memakan anggaran hingga ratusan milliar,
sementara anggaran infrastruktur dari APBD tidak lebih dari 100 milliar dari sekitar 500-700
total APBD. Itu pun belum dihitung “saweran” dimana-mana.

Dari skema demikian, tidak mengherankan, BOP mengkhawatirkan sejumlah orang.


Fajarudin, salah seorang pelaku wisata mengatakan, “BOP adalah kuda tunggangan
investor.” Hal itu dikarenakan BOP justru hanya mempermulus langkah para investor.

Dalam kasus pembebasan lahan, anggota DPRD sudah memperlihatkan kekhawatirannya.


“Kita tidak tahu BOP itu, apa yang akan mereka lakukan juga belum kita tahu,’’ ujar Marsel
Jeramun sebagaimana dikutip dalam voxntt.com

Kebijakan yang Kapitalistik

Tidak saja kerumitan pengelolahan yang menimbulkan tanda tanya, namun kebijakan secara
keseluruhan sudah tak menjamin prinsip kemaslahatan bersama lagi. Melalui BOP, sudah
terang benderang bahwa pembangunan pariwisata sangat bercorak kapitalistik dan
menuntut terjadinya privatisasi sumber daya publik secara masif.

Merujuk pada pendapat Cypri Jehan Paju Dale, dalam bukunya “Kuasa, Pembangunan,
pemiskinan sistemik”, BOP sebenarnya sudah gagal mengidentifikasi kemiskinan di
Manggarai Barat. Kemiskinan hanya dilihat sebagai produk dari kurangnya pembangunan
dan intervensi pemerintah. Sebaliknya, kemiskinan adalah akibat dari pembangunan itu
sendiri jika melihat banyaknya dana yang mengalir ke Mabar beberapa tahun
terakhir. Artinya, pemerintah gagal mengetahui mengapa masyarakat miskin, tetap miskin
dan semakin miskin.

Dengan kata lain, kenyataan demikian terjadi karena negara modern memang sudah
terkooptasi oleh kepentingan oligarkhi. Elite politik dan ekonomi sudah menyatu dalam satu
tubuh. Prinsip utamanya, akumulasi modal dilakukan melalui akumulasi sumber daya alam.
Tak heran, privatisasi dilakukan melalui regulasi dan berbagi langkah kebijakan. Segala
bentuk kebijakan dan regulasi ujung-ujungnya mempermudah elit politik dan ekonomi
mengakumulasi kekayaan.

13 | B O P
Sayangnya, kemiskinan akibat ketidakadilan penguasaan agraria belumlah seberapa. Lebih
memiskinkan lagi ketika terjadi “pencaplokan” anggaran publik demi penyelenggaran even
promosi dan pembangunan infrastruktur. Daripada menggunakan anggaran publik untuk
infrastruktur bersama, kini sebagian besar dana dipakai membangun infrastrktur pendukung
pariwisata. Sementara, dalam kenyataannya, industri pariwisata hanya dikuasai segelintir
orang (Tolo:2016)

Karena itu, BOP tidak salah lagi jika hanya mereproduksi kemiskinan lebih lanjut. Alih-alih
mengatasi kemiskinan dan struktur ekonomi-politik yang timpang, BOP justru
menguatkannya. (Greg)

[1] http://humas.manggaraibaratkab.go.id/bupati-gusti-dula-perhatian-presiden-ri-jokowi-
rahmat-besar-untuk-manggarai-barat/

14 | B O P
Mengejar Untung dalam Rencana
Badan Otorita Pariwisata

Pembentukan BOP tidak membawa misi yang baru. BOP adalah upaya pengembangan
pariwisata. Hanya saja, BOP menjadi menarik karena target-targetnya menjadi jauh lebih
konkret dan terukur. Misalnya saja, jumlah kunjungan ditargetkan lima kali lipat dalam
rentang waktu 2015-2019. Dari jumlah kunjungan pada tahun 2015 sebesar 90 ribu
kunjungan, diharapkan meningkat menjadi 500 ribu kunjungan pada tahun 2019.

Persoalannya, tidak berhenti pada bagaimana usaha pemerintah mencapai angka dan target
sefantastis itu. Lebih jauh, yang perlu digali adalah bagaimana Jokowi mendefinisikan
kemiskinan ini dalam pembentukan BOP. Pada bagian berikut, kita akan menelusuri alasan-
alasan tersebut dan bagaimana keterputusannya dengan masalah kemiskinan di NTT.

Alasan-Alasan di Balik Pembentukan BOP

Keberadaan BOP tidak terlepas dari dua pertimbangan utama. Pertama, keberadaan BOP
adalah mengatasi masalah kemiskinan dan ketimpangan pembangunan. Jokowi-Kalla sangat
percaya, perkembangan ekonomi dapat menuntaskan persoalan-persoalan tersebut. Dalam
konteks provinsi Nusa Tenggara Timur, upaya itu seolah sangat relevan. NTT termasuk
provinsi termiskin di Indonesia. Masalah busung lapar, TKI dan krisis air bersih adalah potret
miris yang selalu identik dengan NTT.

Dalam logika demikian, yang diperlukan adalah bertambahnya pembangunan. Karena itu,
Presiden Jokowi merasa perlu terjadi peningkatan pembangunan di NTT. Di antaranya,
pembangunan infrastruktur akan dilakukan dalam jumlah besar. Melalui pembangunan
infrastruktur akan dibuka isolasi dan daerah dapat berkembang lebih cepat.

Dengan demikian, di satu pihak pembentukan BOP dilihat sebagai bagian dari mengatasi
masalah kemiskinan dan keterbelakangan pembangunan. Karena itu, presiden Jokowi
mengharapkan tumbuhnya kelompok usaha menengah dan memiliki dampak bagi
mengeliatnya sektor UMKM di NTT.

Kedua, pembentukan BOP adalah bagian dari mengeksploitasi kekayaan sumber daya di
NTT. Presiden Joko Widodo menilai, Provinsi Nusa Tenggara Timur kaya akan potensi
pariwisata, akan tetapi belum dikelola maksimal.[1]Upaya yang dilakukan antara lain adalah
mendatangkan investor sebanyak mungkin melalui pembentukan BOP. Pertumbuhan
investasi diklaim mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan hidup masyarakat.
Targetnya adalah investasi senilai 8 trilliun dari sektor privat.

Karena itu, melalui BOP, Jokowi membangun tiga strategi utama demi meningkatkan
investasi yakni pembangunan infrastruktur, deregulasi, dan debirokrasi. Tiga upaya tersebut
tidak lain adalah untuk menunjang upaya memperbaiki destinasi pariwisata, industri
pariwisata, pemasaran pariwisata, dan membentuk kelembagaan pariwisata. Untuk itu,
prasyaraat penting yang perlu dilakukan adalah menunjang aksesibilitas (infrastruktur),
amenitas (hotel, restoran, dll), dan atraksi.

15 | B O P
Infrastruktur

Percepatan pembangunan infrastruktur adalah penunjang investasi. Percepatan


pembangunan infrastruktur meliputi pembangunan bandar udara, pelabuhan, jalan, listrik
dan penyediaan air minum bersih. Menariknya, fokus utama pengembangan infrastruktur
tersebut adalah pengembangan industri pariwisata.

Yang paling besar adalah proyek bandar udara. Bekerja sama dengan Kementerian
Perhubungan, direncanakan penambahan kapasitas bandar udara di Labuan Bajo, Maumere,
Aeroboeman, dan Frans Sales Lega. Untuk Bandar udara Komodo, Labuan Bajo, landasan
pacunya akan diperpanjang dari 2400 menjadi 2800 dan jam penerbangan diperpanjang
hingga pukul 20.00 malam.Jumlah maskapai penerbangan dan jalur penerbangan akan
ditambah antara lain jalur penerbangan langsung Jakarta-Labuan Bajo, Singapura-Labuan
Bajo. Anggaran demi pembangunan bandar udara mencapai 65,1 M.

Lalu lintas laut dianggap tak kalah pentingnya dalam mendukung pariwisata di Labuan Bajo.
Karena itu, masing-masing akan dibangun pelabuhan umum dan pelabuhan cargo. Jika
sebelumnya keduanya digabungkan, kini akan dipisahkan. Pelabuhan Cargo akan dibangun
di Bari. Keduanya akan memakan biaya sekitar 20 M. Pembangunan pelabuhan juga meliputi
upaya pemisahan antara pelabuhan untuk kapal kecil dan kapal besar/ cruise. Selain itu,
dibangunkan Marina baik menggunakan program Pelindo III atau menggunakan lahan lain
yang lebih luas dan pembangunan kawasan Tourist hub di Golo Mori.

Tidak hanya itu. Fasilitas penunjang kegiatan wisata laut dan penerbangan seperti air dan
listrik juga akan dibangunkan. Untuk memenuhi kebutuhan energi listrik, Penyambungan
SUTT dari Ulumbu ke Labuan Bajo sekaligus peningkatan kapasitasnya. Potensi Ulumbu
dapat dikembangkan menjadi 50 MW. Sementara penyediaan air minum terutama ke arah
pelabuhan demi kebutuhan kapal wisata dan yacht.[2] Dukungan penyediaan air berada di
daerah sekitar 6 km dari pusat kabupaten Manggarai Barat dengan nilai proyek sebesar 6,2
M.

Tak ketinggalan pembangunan jalan. Pembukaan dua jalan trans-flores yakni lintas utara
dan lintas selatan merupakan bagian dari mendukung sektor pariwisata. Kedua jalan
tersebut menjadi jalan strategis nasional. Di kedua lintasan tersebut, sudah banyak investor
yang telah membeli dan menguasai tanah. Pembangunan jalan akan mempercepat
investasi. Target pada tahun 2017, di antaranya, Labuan Bajo -Kedindi sepanjang 50 km.
Pembangunan jalan baru memakan anggaran sebesar 251,7 M.

Debirokrasi

Melalui pembentukan BOP, pemerintahan Jokowi-Kalla mempercepat investasi dengan


memudahkan proses perijinan dan mengatasi kerumitan birokrasi. BOP mengembangkan
model managemen terpadu atau “single destination, single managemen”. Apalagi, upaya
tersebut tidak hanya melibatkan pemerintah daerah, tetapi lintas kementerian.

Menurut Menteri Pariwisata, Arief Yahya, managemen terpadu akan mendorong


pertumbuhan investasi dan mengatasi kerumitan birokrasi. “Dengan badan ini, seharusnya
semua hal itu bisa dibereskan secepat mungkin. Asalkan badan ini komit untuk tetap fokus
destinasi dan memprioritaskan infrastruktur,” papar Arif. Menurutnya, adanya BOP
mempersingkat urusan proyek infrastruktur yang seharusnya dilaksanakan dalam 20 tahun,
tetapi akhirnya harus bisa diselesaikan dalam 5 tahun.[3]

16 | B O P
Kelembagaan BOP dalam urusan investasi menjadi super power. BOP mempunyai hak
dalam menentukan ijin investasi. Atas nama investasi pula, BOP dapat mengubah zonasi
dalam kawasan TNK, mengambialih aset pemerintah daerah, dan menentukan lokasi
strategis bagi pembangunan pariwisata. Untuk persoalan-persoalan pembebasan lahan, BOP
dilengkapi kekuasaan untuk menuntaskan persoalan ganti rugi dan lain sebagainya.

Deregulasi

Perkembangan sektor pariwisata didukung pula dengan kelonggaran aturan-aturan dalam


lalu lintas wisatawan. Prinsipnya, sebagaimana diungkapkan Menteri Arief Yahya adalah
bahwa bertambahnya jumlah turis, bertambah pula kesempatan atau peluang
perkembangan ekonomi. “billion tourist,billion opportunities ”.

Karena itu, pemerintah menambahkan jumlah negara yang mendapat visa bebas kunjungan
melalui Peraturan Presiden (Pepres) nomor 104 tahun 2015. Karena itu perkembangannya
sangat drastis, dari 15 negara menjadi 90 negara dan kini sudah resmi 169 negara.

Tidak hanya itu. Tidak hanya itu pemerintah juga menerbitkan Perpres nomor 105 tahun
2015 tentang Kunjungan Kapal Wisata (Yacht) Asing ke Indonesia yang isinya
mempermudah izin kapal wisata asing yang akan masuk ke Indonesia, antara lain lewat
penghapusan izin masuk ke Indonesia atau clearance approval for Indonesian Territory
(CAIT). Dengan pelonggaran aturan ini, pemerintah menargetkan jumlah kunjungan kapal
wisata asing pada tahun 2016 ini bisa mencapai 3.000 kapal dan tahun 2019 bisa mencapai
5.000 kapal. Jumlah 3.000 kapal setara dengan Rp. 3 triliun dengan asumsi Rp. 1 milyar per
yacht.

Masalah Ekonomi, Bukan Politik

BOP memusatkan perhatian pada perkembangan ekonomi, bukan pada masalah pada
masalah-masalah politik. Demi pertumbuhan ekonomi, BOP tidak mengubah stuktur
ekonomi-politik sebagai penyebab kesenjangan sosial selama ini, tetapi justru
mengintensifkannya melalui peningkatan investasi dan proyek pembanguan infrastruktur.
Karena itu tidak jelas dengan sendirinya, bagaimana BOP berkontribusi terhadap masalah
kesenjangan sosial, masalah pelanggaran hak-hak asasi manusia, dan masalah-masalah
korupsi anggaran publik selama ini.

Logika BOP sangat ekonomistik. Seolah persoalan kesenjangan ekonomi hilang dengan
sendirinya melalui dorongan pertumbuhan ekonomi. Lebih parahnya lagi, kemiskinan masih
dimengerti sebagai bentuk kurangnya pembangunan. Padahal, persoalan mendasar adalah
kurangnya partisipasi masyarakat dalam menentukan kebijakan publik, masyarakat
kehilangan kekuasaan dalam melindungi sumber daya dari ekspansi pasar, dan regulasi dan
upaya pembangunan lebih berpihak kepada investasi. Dengan kata lain, proses
pembangunan turut memiskinkan masyarakat di daerah pariwisata. Lantas BOP nyaris tidak
mengubah struktur tersebut, sebaliknya menambah dan menyuburkan upaya fasilitasi
terhadap perkembangan kapital.

Lalu, apa akibatnya? Dengan jumlah pengunjung mencapai 90 ribu wisatawan saja pada
2015, kita menyaksikan pencaplokan secara masif di sekitar kota Labuan Bajo. Tidak
menutup kemungkinan, target-target fantastis melalui BOP apalagi dilengkapi deregulasi dan

17 | B O P
debirokrasi menambah marak persoalan pencaplokan, privatisasi, dan sertifkat ganda.
Padahal sejauh ini, konflik penguasaan atas tanah tidak mampu diselesaikan. Persoalan-
persoalan korupsi anggaran publik lamban dituntaskan kalau tidak menyebutnya tak
tersentuh. Sementara itu, fokus utama pembangunan infrastruktur mengutamakan
penunjang investasi pariwisata. Hal itu menyebabkan sektor pertanian makin tersingkir. Oleh
karena itu, janji besar BOP sulit dipercaya dapat mendorong dan menipis kesenjangan
penguasaan kapital di Manggarai Barat pada khususnya.

Keberpihakkan kepada Agen-Agen Pariwisata

Perkembangan Industri pariwisata mengatur hubungan produksi dan konsumsi. Produksi


adalah upaya menyiapkan destinasi pariwisata agar sedapat mungkin menarik wisatawan.
Hal itu antara lain melibatkan pemilik hotel, restoran, tour guide, operator dive, travel agent,
NGO, dan lain sebagainya. Sementara konsumen tak lain adalah turis yang diasumsikan
berpikiran bebas dan rasional. Para agen-agen produksi ini sedapat mungkin mampu
membangun image pariwisata yang menarik. Sementara itu, masyarakat secara umum
diasumsikan mendapat manfaat dari “tricke down effect” (tetesan ke bawah). Semisal,
usaha pertanian dan peternakan yang mampu mendukung pariwisata.

Apa akibatnya? Target perkembangan industri pariwisata hanya mengutamakan


bertambahnya jumlah agen-agen pariwisata tersebut. Jika pra-eksistensi BOP, jumlah hotel,
resort dan restoran sudah tercatat lebih dari 40-an dan dive center sudah lebih dari 30,
maka BOP mendorong jumlahnya makin jauh lebih banyak.[4]Jumlah hotel, restoran, resort,
dive centre, travel agen, usaha souvenir, dan lain sebagainya sudah pasti akan bertambah
banyak.

Akan tetapi, karena target investasi sedemikian besar apalagi mesti terjadi dalam waktu
singkat, investasi paling memungkinan berpihak kepada pemodal-pemodal besar.
Ditargetkan jumlah investasi mencapai 8 trilliun dari sektor swasta. Di Kabupaten Manggarai
Barat sendiri, keterlibatan investasi besar sudah mulai menggeliat. Sebut saja beberapa di
antaranya, pemilik LIPPO Group, James Riyadi. Bisnis keluarga Riady ini bernaung di bawah
Lippo Group yang dirintis Mochtar Riady, salah satu dari 10 orang terkaya di Indonesia versi
majalah Forbes pada tahun 2014.

Lantas bagaimana dengan keterlibatan lebih dari 200 ribu penduduk Manggarai Barat bisa
menangkap peluang ini dan bagimana sumber daya manusianya dipersiapkan?Untuk
masyarakat pesisir, sebagian besar sudah terlibat dalam industri pariwisata. Dari menjadi
nelayan, mereka memilih menjadi juru masak, pemilik kapal wisata, dan kapten dari kapal-
kapal wisata. Namun keterlibatan itu merupakan hasil dari tekanan industri pariwisata.

Di Pantai Pede, misalnya, tersisa sekitar 30-an keluarga nelayan. Bagi mereka, pekerjaan
nelayan tidak berprospek lagi. Jika dulu-dulunya mereka dengan mudah menangkap ikan
hanya dengan mengandalkan perahu layar dan berlangsung di sekitar kota Labuan Bajo
saja, kini hal itu tidak mungkin lagi. Lalu lintas kapal wisata yang makin ramai menjauhkan
ikan. Karena itu nelayan membutuhkan perahu motor dan menangkap ikan sampai
mendekati kawasan TNK. Secara ekonomi, kondisi demikian seringkali merugikan karena
ongkos bahan bakar, sementara penangkapan di area TNK ditandai oleh berbagai larangan.
Lalu keterlibatan dalam industri pariwisata adalah salah satunya cara untuk survive dan
ditandai berbagai persaingan.

18 | B O P
Sementara sektor pertanian masih belum jelas bagaimana terlibat dalam industri pariwista.
Janji trickle down effect seolah-olah berjalan dengan sendirinya ketika perkembangan
investasi mulai menggeliat. Dalam kenyataannya, akses menuju pasar atau pusat ekonomi
sangatlah sulit bagi sebagian besar penduduk Mabar yang bergantung pada hasil pertanian
dan tinggal di wilayah-wilayah pedesaan. Tidak heran, pasokan sayur dan buah lebih mudah
didatangkan dari Bima, Ruteng dan Bejawa.

Hilangnya Kedaulatan Negara dan Menguatnya Pemburu Rente Baru

Dari porsi investasi BOP, hampir setengahnya dari sektor privat yakni senilai 8 trilliun. Hal itu
menunjukkan posisi tawar negara sudah melemah bahkan sudah terkooptasi oleh
kepentingan kapitalis. Kecurigaan demikian semakin beralasan ketika separuh lain yang
berasal dari anggaran APBN itu, dimanfaatkan untuk membangun sarana pendukung
infrastruktur pariwisata. Di antaranya pelabuhan marina, bandar udara, jalan lintas utaran
dan selatan flores, proyek air bersih, dan peningkatan listrik dengan nilai ratusan milliar.
Sementara sebagian besar masyarakat agraris di Mabar masih bergantung pada sekitar 100
miliar dari sekitar 500-700 miliar total APBD tiap tahun untuk membuka akses ke wilayah
pertanian.

Lebih memiskinan lagi, ketika pemerintah daerah berpotensi menjadi BOP sebagai lahan
mengakumulasi kapital. Menurut Maribeth Erb dalam artikelnya berjudul “Sailing to Komodo:
Contradictions of tourism and Development in Eastern Indonesia”, di tengah keterbatasan
APBD, pemerintah daerah di NTT seringkali menjadikan proyek-proyek dari pusat sebagai
lahan memburu rente melalui korupsi penyerapan anggaran dan jual pengaruh politik.
Karena itu, proyek-proyek dari pusat sangat diharapkan dan difasilitasi dengan baik.

Menurut, Emilianus Yosep Sese Tolo, hal itu ditengarai oleh kenyataan bahwa sebagian
besar elite politik dan birokrasi di daerah Flores pada umumnya berasal dari golongan atas
dan memiliki kekuasaan agraria di masa lalu dan karena diberikan pendidikan yang layak
oleh Gereja Katolik sehingga mampu menempati posisi elit dalam birokrasi dan politik. Di
tengah pengaruh kapital yang mengambialih kekuasaan agraria, elit birokrasi dan politik
tersebut menjadikan anggaran publik sebagai cara melanggengkan kekuasaan (Tolo: 2016).

Karena itu, upaya pembangunan tak lebih dari reproduksi kemiskinan ketika di satu pihak
hal itu mendorong investasi kapital dan di pihak lain hal itu justru melanggengkan
kekuasaan elit politik dan birokrasi. Masyarakat hanya mendapat sisa setelah dikuras habis
kapitalisme global dan pemburu rente dalam pemerintahan lokal. (greg)

[1]http://nasional.kompas.com/read/2017/02/16/17205581/labuan.bajo.dan.danau.kelimutu
.di.mata.jokowi.
[2]Dukungan pembangunan infrastruktur: dukungan penyediaan air di 6 km dari pusat
kabupaten Manggarai Barat sebesar 6,2 M. Pembangunan jalan baru 64 km di kabaputan
manggrai Barat, sebesar 251,7 M. Pembangunana fasilitas Bandar Udara Labuan Bajo
sebesar (65,1 M) dan pembagnuann fasilitas pelabuahan Lbauan bjo dan Bari sebesar 20 M
[3]http://www.mediaindonesia.com/index.php/news/read/38627/badan-otorita-percepat-
pembangunan-pariwisata/2016-04-06#sthash.Y7vCrLkZ.dpuf
[4]Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), total realisasi investasi di Manggarai
Barat mencapai 1,6 trilliun, dengan rincian penanaman modal asing (PMA) mencapai Rp
917,37 milliar dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Rp 652,78 milliar
mencapai pada januari-september 2016.

19 | B O P
PEMBANGUNAN MARINA

Proyek Senilai Rp 400 Miliar Mulai Dibangun di Labuan Bajo

Labuan Bajo, Floresa.co – Proyek pelabuhan khusus kapal pesiar (marina) di kota Labuan
Bajo mulai dibangun yang ditandai peletakan batu pertama oleh Menteri BUMN Rini
Soemarno, Kamis 20 April 2017.

Proyek senilai Rp 400 miliar ini terletak di Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo,
Kabupaten Manggarai Barat.

Proyek ini dibangun atas kerja sama tiga BUMN yaitu PT ASDP Indonesia Ferry, PT
Pembangunan Perumahan, dan PT Patra Jasa.

Selain membangun marina, konsorsium BUMN ini juga akan membangun hotel berbintag di
lokasi yang sama dengan kapasitas 180 kamar.

Pembangunan fasilitas penunjang pariwisata di Manggarai Barat ini ditargetkan kelar tahun
2018.

“Pembangunan pelabuhan marina ini dilakukan untuk menunjang fasilitas pariwisata di


Labuan Bajo sebagai salah satu top 10 tourist destination yang dicanangkan pemerintah,”
kata Rini dalam sambutanya, seperti dilansir metrotvnews.com.

Menteri Rini mengatakan selain membangun marina, Kementerian BUMN juga ingin
membangun infrastruktur penunjang pariwista lainnya. Seperti, perluasan Bandara Komodo
yang merupakan pintu masuk kedatangan wisatawan ke daerah itu.

Hadir dalam acara peletakan batu pertama ini Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans
Leburaya, Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch Dula, serta rombongan para dirjen dari
Kementerian BUMN. (PTD/Floresa)

sumber berita: floresa.co pada 20/04/2017

Bangun Marina dan Hotel, Bagaimana Nasib PAD Mabar?

Floresa.co–Hanya tiga hari dari rencana peletakan batu pertama, anggota DPRD Manggarai
Barat baru mengetahui rencana pembangunan Marina, hotel, dan tempat-tempat komersial
di Labuan Bajo.

Padahal pembangunan yang dilakukan PT. ASDP Ferry Indonesia tersebut rencananya akan
memanfaatkan lahan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang tak lain adalah aset dari pemda
Mabar.

20 | B O P
Dalam pertemuan di kantor DPRD Mabar pada 8 Maret 2016, Belasius Jeramun, ketua DPRD
Mabar mengeluhkan keterlambatan tersebut.

“Kami hanya mengetahui dari media-media, padahal pembangunan ini sudah direncanakan
sejak bulan Desember” katanya.

Bahkan rencana pertemuan hari itu baru diketahui dua hari sebelumnya. Tak heran dari 30
anggota DPRD Mabar, yang hadir hanya 14 anggota.

“Yang lain sudah memiliki jadwal reses di tempat lain”

Menurutnya, seharusnya yang dilakukan pertama-tama adalah pertemuan antara DPRD dan
pemerintah Mabar sebelum duduk bersama dengan PT. ASDP Ferry Indonesia.

“seharusnya kami harus mengadakan pertemuan internal dulu tetapi tidak apa-apa kita
lakukan pertemuan ini dulu” ujarnya.

Pembangunan Marina, Hotel, dan Restoran

Dalam kesempatan itu, Direktur Utama (Dirut) PT.ASDP Ferry Indonesia, Faik Fahmi
diberikan kesempatan mempresentasikan pembangunan marina, hotel, dan tempat-tempat
komersial.

Setidaknya ada dua alasan pembangunan senilai 250 milliar tersebut. Pertama, demi alasan
perkembangan pariwisata. Menurut Fahmi, perkembangan pariwisata di Manggarai Barat
sangat fantastis. Tak heran, demi percepatan pembangunan pariwisata, kementerian BUMN
turut memprioritaskan pembangunan marina di Labuan Bajo.

“Ada banyak tempat lain yang minta, tapi kami memprioritaskan Labuan Bajo” katanya.

Menurutnya, keberadaan marina akan menarik semakin banyak wisatawan asing


mengunjungi Labuan Bajo. Kapal wisata dari Bali bahkan luar negeri akan berlabuh di
Labuan Bajo. Apalagi, pemerintah Indonesia sudah meringkan syarat kapal pesiar asing
masuk ke Indonesia.

Namun ia mengingatkan, “kapal-kapal yang berlabuh di marina mempunyai standar


tertentu.”

Alasan yang kedua karena permintaan bupati Manggarai Barat, Agustinus Ch. Dulla. Menurut
Fahmi, dalam kunjungan Menteri BUMN, Rini Soemarno tahun lalu, bupati Gusti Ch. Dulla
meminta pembangunan Marina di Labuan Bajo.

“Kami menindaklanjuti permintaan dari bupati Manggarai Barat” katanya.

Manfaat bagi Manggarai Barat

Tidak hanya itu. Fahmi menjamin bahwa pembangunan yang dikelolah oleh tiga perusahaan
BUMN tersebut akan membawa manfaat bagi masyarakat di Manggarai Barat. Sebanyak 51
persen sahamnya dipegang oleh PT. ASDP Ferry Indonesia, 15 persen dari Patra jasa, dan
34 persen dari PT. Pembangunan Perumahan.

21 | B O P
Manfaat yang ia maksudkan diantaranya yang paling pokok adalah penyiapan lapangan
kerja, meningkatkan pendapatan per kapita, dan menggerakkan perekonomian daerah.

Dalam soal penyerapan tenaga kerja, ia mengatakan, “kita prioritaskan putra-putri lokal”.
Jumlahnya mencapai seratusan orang.

Sementara itu kamar-kamar hotel adalah tempat mempromosikan tenunan daerah. “Kita
akan pajang tenunan di kamar sebagai bentuk promosi” ujarnya.

Selain itu, keuntungan untuk Pemda, katanya,adalah dengan menarik retribusi dari usaha-
usaha tersebut.

Ia juga menceritakan, tadinya TPI belum dimasukan dalam rencana pembangunan tersebut,
namun berdasarkan studi yang mereka lakukan, TPI adalah termasuk lahan strategis untuk
usaha tersebut

“Yang perlu kita bicarakan apakah TPI dibeli lepas, tukar guling, atau dipindahkan.” katanya.

Pertanyaan-Pertanyaan DPRD

Meskipun presentasi tersebut menarik apalagi dilengkapi tayangan video ilustrasi, Marsel
Jeramun, anggota DPRD Mabar mengumpamakan presentasi hari itu seperti orang tua yang
menawarkan manisan kepada anak yang sedang menangis agar diam.

“Kami seolah hanya mau diumpan dengan video tersebut” katanya.

Ia bersikeras mempertanyakan rencana tersebut. Selain karena kerumitan persoalan di


Manggarai Barat sendiri, ia beralasan pembangunan tersebut belum memaparkan formula
kerja sama yang jelas.

“Harus diperjelas formula kerja sama ini, jangan sampai kami yang harus bermasalah
dengan masyarakat” katanya.

Ia mengatakan, pembangunan marina tidak boleh mengulangi model kerja sama dengan
BTNK. Janjinya mensejahterakan masyarakat, namun pemda Mabar justru hanya menjadi
penonton.

Apalagi menurutnya marina hanya mungkin bisa dinikmati masyarakat kelas atas, ketimbang
masyarakat biasa. Sementara formula pembagian manfaat hanya berdasarkan manfaat tidak
langsung (trickle down effect).

Ia juga mengingatkan bahwa area TPI selama ini adalah sumber pendapatan daerah dan
pertumbuhan usaha kecil menengah. Jumlah kapal wisata sudah mencapai ratusan yang
berlabuh di sekitar tempat itu, apalagi tempat itu menjadi tempat jualan ikan dari banyak
orang.

“Kemana mereka akan pergi? Sementara mereka selama ini yang menjadi sumber
pendapatan daerah” ujarnya.

Martin Warus juga mempertanyakan model pembagian manfaat bagi daerah. Karena tiga
perusahaan saja yang menguasai upaya pembangunan dan pengelolahan hotel dan marina
tersebut, pemerintah daerah seolah hanya mendapat manfaat tidak langsung saja.

22 | B O P
Sebaliknya ia mengusulkan agar pemerintah Mabar mengambil bagian dalam kepemilikan
saham. “kami tidak hanya menikmati, tetapi kami juga ingin memiliki usaha ini”

Ia juga mengkritisi kehadiran marina bagi sebagian besar masyarakat Manggarai Barat yang
tak lain adalah petani. Soal CSR, misalnya. Dari penjelasan Fahmi, CSR hanya dipakai untuk
penambahan lampu jalan tenaga surya dan perbaikan wisata kuliner di kampung ujung.

Menurut Martin, hal itu tidak memberikan efek bagi sebagian besar masyarakat di Mabar.

“ini hanya menfaat di hilir saja, sementara di hulu tidak ada. Bagaimana hubungannya
dengan pertanian?” tanyanya.

Sementara itu, Ansel Jebarus sama sekali tidak menyepakati pembangunan berlangsung di
TPI. Alasannya, pembangunan marina dalam skala besar sudah menimbulkan beban
berlebihan.

“Kapal Tilong yang sesaat hadir saja, sudah menimbulkan kemacetan. Apalagi kalau ribuan
wisatawan hadir melalui pelabuhan marina” ujarnya.

Apalagi, keberadaan marina akan menambah beban bagi PAD untuk perbaikan jalan,
sementara belum jelas bagaimana Mariana ini akan berkontribusi bagi pendapatan asli
daerah. Karena itu, ia mengusulkan, marina dipindahkan jauh dari tempat tersebut.

“Di Golo Mori atau dimana saja, jangan di sana” ujarnya.

Selain itu, ada beberapa pertanyaan juga yang muncul misalnya, apakah pembangunan
Marina berhubungan dengan BOP atau tidak? Bagaimana dengan keberadaan marina
dengan upaya konservasi dalam TNK? Mengapa model bangunannya tidak
merepresentasikan nilai-nilai budaya lokal?

Jawaban Direktur Utama

Alih-alih menjawab semua pertanyaan tersebut, Fahmi lagi-lagi hanya menyakinkan DPRD
bahwa pembangunan tersebut adalah untuk perkembangan ekonomi masyarakat Mabar.

Ia menggarisbawahi lagi bahwa ASDP adalah lembaga negara yang hadir untuk
mensejahterakan rakyat. Wujudnya dalam bentuk pembukaan lapangan kerja, retribusi,
dan mendorong perkembangan pariwisata.

“kami juga lembaga pemerintah yang hadir untuk mensejahterakan rakyat” katanya.

Sementara itu, terkait model kerjasama ia tidak menjawab. Menurutnya, ia bukan yang
berhak menentukan hal tersebut. Ia mesti membicarakannya dengan menteri BUMN.

Di akhir pertemuan, Fahri malah bertanya, “Apakah masih bisa dilakukan peletakan batu
pertama pada tanggal 10 Maret?”

Ia beralasan, target selesainya pembangunan hotel adalah bulan september tahun depan.
Pada bulan itu, Menteri Rini Soemarno berencana mengadakan Konferensi Internasional di
hotel baru tersebut.

23 | B O P
Namun, permintaannya ditolak. Menurut Blasius Jeramun pemda dan DPRD masih perlu
membahas ini secara internal.

“Sebaiknya pada akhir Maret atau awal April” katanya.

Pada pertemuan itu, hadir pula Bupati Mabar, Gusti Dula beserta jajarannya dari pemerintah
Kabupaten Manggarai Barat. Namun ia tidak diijinkan berbicara.

Perlu diketahui pula, sebelum rapat presentasi di DPRD Mabar, ternyata urusan surat
dukungan dan rekomendasi dan ijin dari pemerintah daerah sudah dilakukan semua. Antara
lain meliputi Surat Dukungan Pembangunan dari Bupati Manggarai Barat, Surat
Rekomendasi Camat Komodo, Surat Rekomendasi Lurah Labuan Bajo, Surat Dukungan
pemanfaatan Lahan TPI Kampung Ujung dari Bupati Mabar, Ijin Peruntukan Lokasi (IPL),
Ijin Mendirikan Bangunan, Ijin Penanaman Modal, sementara ijin Amdal masih dalam
proses.

Di luar ruang sidang, Ketua DPRD Mabar, Belasius Jeramun memarahi asisten 1, Martinus
Ban. Sebab selama ini DPRD tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan pembangunan
dermaga tersebut. (Greg/Dinan)

24 | B O P
Bagian III :

DISKUSI
BADAN OTORITA
PARIWISATA (BOP)
25 | B O P
PRESS RILIS

Diskusi Publik bertema “Menyoal Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo-Flores”


berlangsung di Rumah Baku Peduli pada Kamis, 23 Maret 2016. Dimulai dari pukul 17.00-
21.00 WITA.

Kegiatan ini dilakukan atas inisiatif Lembaga Gerakan Lokal Sunspirit for Justice and Peace
dan menghadirkan berbagai elemen masyarakat sipil dan pemerintah daerah.

Dari pihak pemerintah, hadir kepala Dinas Pariwisata Manggarai Barat (Theo Suardi),
kepala Bappeda, Alex Haryono, kepala Balai Taman Nasional Komodo (BTNK), Sudiono, dan
pokja percepatan pembangunan pariwisata di Manggarai Barat, Shana Fatina. Sementara
itu, perwakilan dari berbagai masyarakat sipil antara lain World Wide Fund for Nature
(WWF), Operator Community Komodo (DOCK Komodo), Himpunan Pramuwisata Indonesia,
Asosiation of Indonesian Travel Agency, perwakilan guide, perwakilan dari pelaku wisata,
wartawan, dan perwakilan masyarakat setempat.

Dalam “Menyoal BOP Labuan Bajo Flores”, kegiatan diskusi tersebut menghasilkan
beberapa persoalan:

1. Sekalipun menjanjikan pembangunan infrastruktur dan invetasi yang masif,


asalmuasal rencana pembentukan kelembagaan Badan Otorita Pariwisata (BOP)
dipertanyakan. BOP bukanlah organisasi yang muncul dari masyarakat atau atas
dasar kebutuhan masyarakat, tetapi dibentuk karena inisiatif dan rencana besar
pemerintah. Hal itu menimbulkan pernyataan, apakah masyarakat di Manggarai
Barat membutuhkan kehadiran Badan Otorita Pariwisata atau tidak? Mengapa
BOP seperti harga mati demi pembangunan di Manggarai Barat?
2. Pembangunan dan pertumbuhan investasi dianggap sebagai obat mujarab
terhadap kemiskinan di NTT pada umumnya dan kabupaten Manggarai Barat pada
khususnya. Jumlah penduduk miskin di Manggarai Barat mencapai 20 persen dari
253 ribu total jumlah penduduk atau sekitar 11 ribu jiwa. Angka kemiskinan
terbesar dari sektor pertanian.
3. Diagnosa tersebut dipertanyakan ketika pada saat yang sama provinsi NTT
merupakan provinsi terkorupsi di Indonesia. Artinya, kemiskinan bukan semata-mata
dianggap karena kurangnya pembangunan, tetapi justru bisa jadi dalam kasus
Manggarai Barat karena banyaknya pembangunan dan minimnya perhatian terhadap
usaha pemberantasan korupsi di NTT. Apalagi BOP hanya menilik persoalan ekonomi.
Padahal kemiskinan di NTT ditandai oleh masalah politik seperti kesenjangan
penguasaan sumber daya tanah, laut, pesisir dan pulaupulau, kesenjangan
penghasilan/manfaat dan masalah korupsi, serta kesenjangan akses terhadap
kekuasaan.
4. Target 500 ribu pengunjung pada tahun 2019—naik dari sekitar 90 ribu pada
tahun 2015 menimbulkan kekhawatiran dalam upaya konservasi. Ikon
pariwisata di Labuan Bajo adalah Taman Nasional Komodo (TNK) membutuhkan
suatu proteksi terhadap lingkungan baik di darat maupun di laut. Peningkatan
jumlah wisatawan menimbulkan kekhawatiran terhadap kelestarian lingkungan
terutama pada persoalan sampah.

26 | B O P
Meskipun Badan Otorita Pariwisata menjamin keberlangsungan konservasi, tak
sedikit pihak yang meragukan kenyataan tersebut. Menurut perwakilan WWF,
prinsip kehati-hatian yang dibangun dalam kurun waktu yang lama saja, tidak
menjamin keberlangsungan konservasi, apalagi keberadaan suatu lembaga yang
hadir dalam waktu singkat dengan target yang besar. Dalam nada yang sama,
pihak BTNK mengharapkan bahwa pertumbuhan sektor pariwisata tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip konservasi.

Lebih dari itu, merujuk pada kasus di Raja Empat tak sedikit yang meragukan
kewenangan kontrol dan pengawasan dari pemerintah. Peningkatan jumlah Cruz
dan yatch masuk dalam kawasan konservasi dapat membahaya konservasi.

Skema BOP yang melibatkan pemerintah pusat dan bahkan mengambialih


pengelolahan aset daerah menimbulkan pertanyaan terkait eksistensi pemerintah
daerah. Jika segala-galanya sudah mulai diintervensi oleh pemerintah pusat,
apakah yang bisa dilakukan pemerintah daerah? Bukankah pemerintah daerah
mulai dikebiri?

Dalam konteks Manggarai Barat, BOP karenanya sangat dikhawatirkan hanya


menjadi kuda tunggangan kepentingan dari berbagai pihak di tengah-tengah
ketidakberdayaan pemerintah daerah. Ketidakberdayaan itu ditunjukkan melalui
kenyataan bahwa perda pariwisata di Manggarai Barat masih minim ditambah
perda tata ruang belum ada.

5. Pariwisata di Labuan Bajo saat ini sudah menunjukkan situasi ketidakadilan yang
tak pernah tuntas diperbaiki dan menjadi ironi memalukan selama ini.
Bahwasannya masyarakat setempat justru menikmati bagian paling sedikit dari
pertumbuhan yang masif dari sektor pariwisata.Untuk kebutuhan sayur,
misalnya, masih didatangkan dari luar daerah ketimbang dari dari kabupaten itu
sendiri. Berkembangnya pula travel agen yang tidak pernah membayar pajak
atau keberadaan travel online dengan alamat fiktif.

Sementara infrastruktur pendukung pariwisata seperti bandara, pelabuhan, dan


jalan ke sentra pariwisata diperbaiki dan dibuka, jalan-jalan dan fasilitas publik
seperti air dan rumah sakit yang diakses masyarakat umum justru terbengkalai.
Di tengah-tengah situasi demikian, BOP menambah jumlah investasi dalam skala
besar di bidang pariwisata. Meskipun menjanjikan perbaikan terhadap masalahmasalah
yang ada, peserta diskusi menyangsikan janji tersebut. Pasalnya, BOP sangat berciri
industri pariwisata dimana persaingan merupakan harga mati.
Bahkan BOP justru menambah muram ironi yang ada.

Contoh paling nyata, rencana pembangunan marina, hotel, dan tempat komersial
yang berencana mengambilalih aset pemda Mabar yakni Tempat Pelelangan Ikan
(TPI) di Labuan Bajo. Meskipun BOP menjanjikan untuk kepentingan publik,
pembangunan tersebut justru ditandai dengan penyingkiran sumber mata
pencaharian masyarakat setempat. TPI merupakan tempat hidup dari nelayan,
buruh, penjual ikan, dan pedagang ekonomi kecil dan menengah. Sementara
mereka direncanakan disingkirkan, belum ada satu tempat yang disiapkan untuk
dipindahkan.

27 | B O P
Selain itu, diragukan pula bahwa keberadaan BOP mampu menyerap potensi
SDM masyarakat setempat. Pasalnya, masyarakat setempat pada umumnya
belum memahami bagaimana terlibat dalam industri pariwisata. Masyarakat
setempat sebagian besar masih bercorak agraris.

Karena itu, pembangunan skala masif dalam tempo yang singkat dari BOP tidak
singkron dengan potensi SDM lokal. Dengan mudah disimpulkan bahwa keberadaan BOP
justru akan mengabaikan potensi SDM lokal sedemikian sehingga hanya berkontribusi
sedikit terhadap orang-orang setempat.

6. Porsi investasi antara pemerintah dan sektor privat dalam BOP menimbulkan
kesangsian terhadap otoritas negara. Dari target 16 trilliun investasi, pemerintah
menanggung sekitar 8 trilliun dari APBN dan 8 trilliun dari sektor privat. Hal itu
dapat menunjukkan bahwa pemerintah tidak berdaulat terhadap sektor
pariwisata. Apalagi, 8 trilliun dari APBN hanya digunakan untuk membangun
infrastruktur pariwisata seperti bandar udara, pelabuhan, dan jalan menuju
sentra pariwisata.

7. Dalam forum tersebut, pihak Sunspirit for Justice and Peace menyatakan bahwa
kehadiran BOP tidak mengubah struktur ketimpangan dan kenyataan
ketidakadilan yang ada, melainkan justru menambah runyam persoalan. BOP
hanya mengoptimalkan kondisi-kondisi pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak
memperbaiki persoalan politik seperti pencaplokan sumber daya publik,
ketimpangan ekonomi, dan masalah kemiskinan.

Untuk menerangkan lebih jauh tanggapan dari berbagai pihak terhadap keberadaan
dari BOP, kami melampirkan nomor-nomor yang bisa dihubungi sebagai berikut:

1. Peneliti Sunspirit for Justice and Peace, Gregorius Afioma (081294245784)


2. Kepala Dinas Pariwisata Manggarai Barat, Theodorus Suardi (081343531362)
3. Kepala Bappeda Mabar, Aleks Haryono (081238141114)
4. Ketua Pokja percepatan pembangunan pariwisata, Shana Fatina
(0811800210).
5. Kepala Balai Taman Nasional Komodo, Sudiono (082257260868)
6. Ketua Mabar Watch, Stanislaus Stan (082189832300)
7. Ketua Dive Operator Community Komodo (DOCK Komodo), Marta Tulis
(081338511345)
8. Ketua himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Sebastian (082145658934)
9. Perwakilan Guide, Rafael Todawela (082236943461)
10. Perwakilan WWF, Susi (082291555101)
11. Perwakilan Asosiation of Indonesian Travel Agency (ASITA), bapak Theo
(081339087290)
12. Pelaku usaha pariwisata, Matheus Siagian (081337753222)
13. Pelaku usaha pariwisata, Evan Rafael (08123860084)
14. Pelaku usaha pariwisata, Fajarudin (085338665588)

28 | B O P
TRANSKRIP DISKUSI BOP

Shana Fatina, Ketua POKJA Percepatan Pembangunan BOP Labuan Bajo-Flores.

Yang termaksud dalam tatanan Taman Nasional Komodo berarti destinasi yang ada harus
juga siap. Manggarai Baratnya tidak perlu terlibat dalam tugas BOP yang sedang di siapkan
ini, kita pararel mulainya. Memang datangnya semua dari Labuan Bajo. Tapi nanti kita
mendorong menyebar untuk delapan kabupaten lainnya.
Apa saja yang akan dilakukan, secara singkatnya ada 3A, yaitu atraksi, aksesibilitas dan
amenitas, dan itu teorinya dalam pengembangan dalam sebuah destinasi.
Sedangkan Labuan Bajo untuk aktrasinya jelas Taman Nasional Komodo dan yang lainnya
wisata bahari atau diving. Terus kemudian wisata dari kabupaten sekitar tersebut termasuk
kabupaten Manggarai Barat dan delapan kebupaten lainnya yang termasuk taman nasional
atau semacamnya yang terakhir adalah aktrasi yaitu wisata budaya.
Nah ini yang belum kita eksplore menjadi sebuah destinasi yang atraksinya benar-benar
yang seperti kita setiap kali menonton Tari Kecak yang ada di pulau Bali setiap hari. Selalu
ada disini kita melihat tarian caci saja dan butuh 2 hari atau 3 hari memesan. Itu (pun)
kalau orangnya sudah stand by di tempat.
Model seperti itu yang membuat orang nanti datang ke Labuan Bajo, mereka tidak hanya
melhat komodo bahkan mereka datang bukan melihat komodo tetapi hanya datang bermain
di Labuan Bajo, pulang mandi, yang penting keinginan mereka tercapai.
Konsep yang kita pegang dari awal adalah semakin melestarikan semakin mensejahtrakan
itu adalah harga mati yang tidak boleh ditawar oleh siapapun bahkan dari pak presiden
maupun pak menteri. Jadi dalam konteks ini adalah semuanya
mempertimbangkan carrying capacity daya dukung SDM.

Sudiyono, Kepala Balai Taman Nasional Komodo

Menanggapi yang disampaikan Mba Shana, saya kira informasinya itu penting sekali bagi
kita semua dan ini sekaligus mengambil kata-kata dari MC yang pertama tadi, ini adalah
karunia BOP atau Badan Otoritas Pariwisata ini adalah karunia.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa wisata ke Mabar (Manggarai Barat) ini adalah Ikonnya
adalah komodo tetapi juga memang di kawasan Taman Nasional Komodo ada tiga hal yang
dikembangkan. Yang pertama adalah IKP, intai kawasan dan perlindungan. Jadi tugas kami
adalah melindungi seluruh kawasan baik yang ada di darat maupun yang ada di laut. Baik
potensi yang sudah diketahui maupun yang belum diketahui.
`Kemudian poin yang kedua adalah pengawetan yang ada di kawasan itu. Juga termasuk
komodonya termasuk binatang yang dimakan komodo juga. Kemudian juga potensi-potensi
yang ada di laut.
Kemudian poin yang ke tiga adalah pemaanfaatan. Nah yang ketiga inilah yang menjadi
salah satu tujuan kita yaitu mengenai perkembangan wisata tetapi wisata yang bagaimana.
Dalam wisata itu tadi yang sesuai dengan kemampuan alamiah. Sehingga sering saya
katakan bahwa komodo ini, kalau sudah (seperti) di suatu restoran ini adalah ikon rumah
makan, ayam goreng dalam kawasan atau gudek suwanti ikonnya gudek. Tapi bukan
berarti bahwa di situ hanya ada gudek, boleh apa saja. Ada soto, ada sate dan bahkan ada
yang lain-lain minumannya juga macam-macam. Demikian juga ikonnya, wisata milik kita
yaitu komodo. Tetapi juga tergantung bagaimana kita menyiapkan yang lain-lain juga.

29 | B O P
Jadi rencana pelaksanaan BOP yang ada di luar Taman Nasional Komodo saya-kita-kami
sangat mendukung. Pertama bahwa di dalam kawasan itu kaitan dengan carrying
capacity, artinya bahwa di dalam kawasan, kami juga ada keterbatasan. Misalnya, masalah
ketersediaan air bersih, kemudian masalah transportasi. Masih terbatas di laut karena terlalu
hiruk pikuk nanti ada kasus yang kaya di raja empat ya, itu juga berisiko termasuk juga
sandang itu juga perlu ditingkatkan sehingga, termasuk juga manfaat dari keberadaan BOP
itu sendiri.
Kalau di dalam kawasan pasti juga pemanfatannya sedikit tapi dengan adanya BOP di luar
kawasan taman nasional ini kami berharap manjadi cikal bakal atau pendorong
perokonomian di sekitar Labuan Bajo ini. Saya yakin seperti itu. Beberapa sarana dan
prasarana juga Mbah Shana sudah sampaikan.
Ada satu hal yang juga perlu dipetakan menurut kami adalah kesiapan masyarakat,
bagaimana menghadapi situasi semacam ini, peran mereka seperti apa. Kalau di dalam
kawasan, kami berfikir dengan pemerintah dan yang lain. Tapi di luar kawasan ini, saya kira
juga berharap mereka tidak ketinggalan. Ini juga perlu disiapkan.
Mbah Shana juga sendiri sudah jelaskan, salah satunya dengan budaya. Tetapi juga hal-hal
lain nanti bisa dikaji secara terperinci. Bagaimana masyarakat, apakah mereka mau menjadi
guide, apakah mereka mau menjadi operator diving atau kuliner atau juga yang lain-lain.
Saya kira ini juga perlu dipertimbangkan sehingga dalam kesempatan yang sangat baik ini,
mari kita pikirkan bersama karena wisata itu tidak bisa hanya satu pihak. Taman nasional
juga tidak akan bisa menyelesaikan. Termasuk juga adalah bagaimana transportasinya,
pengaturan transportasi yang bisa melibatkan masyarakat. Ini juga saya kira hal-hal masih
banyak saya kira tadi dari bapak ibu sekalian tentu banyak ide yang akan disampaikan.
Mungkin itu saja sebagai pembuka diskusi yang saya sampaikan. Terimakasih

Theodorus Suardi, Kadis Pariwisata kabupaten Manggarai Barat

Pertama-tama saya ucapkan terimakasih atas pertemuan ini dan dari waktu dibatasi. Saya
kira mungkin dua hal saja yang perlu saya sampaikan pada kesempatan ini untuk diskusi
kita tentang Badan Otorita Pariwisata.
Pertama, yang saya ingin sampaikan pembangunan pariwisata itu menyangkut banyak
aspek karena itu tidak mungkin hanya dilakukan oleh pemerintah daerah saja. Maka kita
harus membuka diri terhadap pemikiran-pemikiran yang berkembang terhadap
kemungkinan-kemungkinan yang harus dilakukan ke depan dalam rangka optimalisasi
pencapaian tujuan pariwisata.
Tentu tidak hanya pemerintah pusat, pemerintah provinsi, bahkan para investor atau
siapapun juga dan kita harus membuka diri untuk kemudian bersama-sama menata,
membangun, memperbaiki , mengeevaluasi, memonitor kembali dan seterusnya sehingga
pembangunan pariwisata itu bisa mencapai target dan sasaran yang kita harapkan bersama
karena ini pekerjan besar sekali.

Kedua, saya ingin sampaikan pada kesempatan ini, dalam pemerintahan Republik Indonesia
kita, kita masih menganut yang namanya NKRI meskipun ada desentralisasi otonomi
daerah, otonomi itu masih ada dalam negara kesatuan repoblik Indonesia. Karena itu
wacana-wacana menagemen pembangunan itu selalu mempertimbangkan otonomi dalam
negara kesatuan Republik Indonesia.

Nah salah satu solusinya managemen adalah Badan Otorita dengan mempertimbangkan
dengan baik aturan perundang-undangan. Yang mengatur tentang perundang-undangan
daerah, undang-undang provinsi maupun undang-undang pemerintah pusat di dalam
pembangunan dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Sehingga kita harus

30 | B O P
membesarkan hati dan secara detail melihat apa yang menjadi substansi dari seluruh proses
pembangunan pariwisata itu dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia.

Nah saya berharap bahwa kita di sini tidak menjadi sangat eksklusif di sini tetapi kita
mengarah pada negara kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu kita membuka diri
terhadap persoalan-persoalan yang terkait menagemen pembangunan berdasarkan NKRI.
Saya kira dua hal ini saja yang perlu saya sampaikan dalam pertemuan kita, karena saya
lihat didalam dokumen yang sudah ada ini sudah baik sekali informasinya yang disampaikan
itu dan saya kira tinggal kita fokus pada subtansi apa yang menjadi kekhawatiran kita,
kecemasan kita dan sebagainya, supaya menjadi pemahaman kita bersama. Bahwa dalam
pembangunan pariwisata di negara yang kita cintai ini, tidak berdiri sendiri akan tetapi
terkait negara Republik Indonesia. Saya kira itu saja terimakasih

Aleks Saryono, Kepala Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah


(Bappeda) Mabar

Yang pertama saya suka sekali dengan pertemuan ini. Perkenankan saya berbicara sebagai
bagian dari tataran kebijakan daerah. Yang pertama, ketetapan sebagai 10 destinasi
pariwisata nasional yang di dalamnya termasuk Manggarai Barat dan itu semua merupakan
situasi yang membuat kekagetan di masyarakat. Sebetulnya komponen di daerah ini, kita
belum siap begitu, kita harus jujur.

Nah, bapa ibu sekalian saya mau gambarkan sedikit, kalau mau ngomong ini sebenarnya
waktu saya itu satu jam, tapi sekarang cuman lima menit sehingga saya potong sekian
banyak. Saya mau sedikit beri bayangan bahwa penduduk Manggarai Barat ini adalah 253
ribu jiwa dan 20 persen di antaranya adalah masih dalam kategori miskin. Itu berarti ada 11
ribu yang miskin dan yang paling miskin itu adalah dari sektor pertanian.

Kebanyakan orang karena pariwsata kemudian meninggalkan pertanian itu pergi ke sektor
jasa yang di dalamnya itu termasuk pariwisata. Dan saya katakan itu mulai dari yang
sederhana kalau sekarang itu banyak pemuda-pemuda yang tidak mau bertani lagi. Tahun
2016 sektor pertanian, dia bertumbuh hampir setahun 0,3 persen karena apa mungkin
petani-petani sekarang itu pada umumnya berumur 60 tahun ke atas. Sehingga kami yang
pensiun beberapa tahun lagi memang cocok jadi petani. Karena produktifitasnya memang
bisa diandalkan.

Bapak ibu sekalian, pemerintah daerah tidak boleh tinggal diam dalam hal ini. Kedatangan
10 destinasi itu berkat pariwisata, lalu kemudian dalam ketidaksiapan itu pemerintah daerah
menetapkan Manggarai Barat ini, ikonnya di sektornya pariwisata. Jadi di tengah shock-nya
kita, kita harus membuat semacam filosofi bahwa unit Manggarai Barat harus diartikan
bahwa pariwisata ini harus bisa dibagikan dan harus perperan dalam sekian banyak hal
kemiskinan dan seterusnya.

Karena itu, mulai tahun 2017, sektor-sektor di luar pariwisata ini, kita mendorong untuk
mulai berfikir bagaimana caranya sehingga sektor tersebut itu bisa mendorong dan
mendukung situasi dan kondisi pariwisata. Saya ambil contoh misalnya kita mulai dari tahun
2017 ini, Disperindagkop tidak hanya berfikir soal dagang, misalnya, tidak hanya berfikir soal
bagaimana menganyam, bagaimana cara mejadikan lokasi semua produk yang ada di
sekitar harus bernuansa pariwisata. Niat kita, Tahun 2017 ini sebenarnya ada semacam
ikon dulu. Pernah dibicarakan, tapi mudah-mudahan jadi.

Tapi kita melakukan klaster-klaster kelas petumbuhan ekonomi yaitu klaster perkebunan,
klaster pertanian, dan klaster seterusnya. Klaster perkubunan itu nanti bernuansa kawasan

31 | B O P
bukan lagi berbicara sektoral tapi berbicara kawasan. Misalnya adalah kawasan unit
perkebunan. Jadi bukan hanya komodo. ada pengembangan kreativitas pada klaster lain.
Misalnya, ada dorongan dari disperidagkop waktu itu agar tuak atau BM itu menjadi salah
satu destinasi . Maksudnya adalah kalau kita bawa turis ke situ, kita kasih dia mabuk sedikit,
dia bisa tertidur bermalam-malam itu, bisa mendapat homestay, bikin mabuk, biar dia tidur
di homestay ya, esoknya kasi mabok lagi tambah satu malam lagi.

Maksudnya adalah basic dari semua ini, di tahun 2017 dan di tahun 2018 nanti basik kita
misalnya sekarang kita bermain di sektor perkebunan dan pertanian. Pertumbuhan ekonomi
berikutnya ditahun 2018 kita mulai dengan yang berbaur atau bernuansa kearifan lokal.
Baru kali ini ada penelitian dari indecon itu lebih pada taraf-taraf kecil di tahun 2018 kita
mulai. Jadi kita mulai dari anyam loce lalu kemudian dan seterusnya. Pertanyaan pasti ada,
apakah badan otorita pariwisata ini justru akan membentur dengan sekian banyak hal
berkaitan dengan program pemerintah, pasti ada pertanyaan seperti itu.

Jawabannya itu tentu tidak. Itulah gunannya pemerintah hadir makanya kalau kepala
bapeda hadir, harus orang ganteng, harus tau banyak sehingga bisa menjaga ini semua.
Bapa ibu sekalian nah tentu tidak akan ada benturan karena kita harus menjaga sesuai
dengan RPJM itu tadi menyangkut seperti yang sudah saya katakan 4-5 tahun ke depan dan
hal-hal positiflah yang akan menjadikan kita sebagai kompor untuk membangun daerah dan
tidak berbenturan satu sama lain. Sehingga kalau ada pertemuan Musrembang, misalnya
semua yang berkaitan, bisa mengusulkan.

Yang terakhir saya ingin mengomentari pertannyaan yang disampaikan oleh moderator
apakah tidak ada beturan soal pembangunan itu tidak berbenturan adengan tata ruang
kita. Sekali lagi saya katakan di bappeda, ada 5 pokja dan di antara 5 pokja itu ada
namanya pokja pemaanfatan kota, pokja pengendalian ruang dan pokja-pokja inilah yang
nanti kita bangun, kita dorong untuk kita tetap fokus kepada apa yang buat didalam
pembangunan daerah Manggarai Barat termaksud di dalamnya pembangunan yang
dilaksanakan oleh pemerintah pusat sehingga tidak akan berbenturan dengan pembangunan
daerah di wilaya Manggari Barat. Dan untuk itu semua, di bapeda kami ada namanya
sepadi, Sekertariat pembantu pembangunan daerah manggarai barat termasuk didalamnya
tata ruang juga ada disitu. Ini sebenarnya supaya pokja ini akan menjadi pokja panduan
dan sebagainya itu bisa dibicarakan atau bisa dibahas. Dan di bappeda kami sudah
menyiapkan satu ruang khusus untuk tamu, sehingga pada suatu saat nantinya diundang
dalam pertemuan musrembang kami akan menyiapkan segala cara. Ini saja penyampaian
singkat saya mohon maaf

Berikut tanggapan dari beberapa stakeholder, aktivis, dan LSM, serta pelaku usaha.

Icha Tulis, aktivis, pernah bekerja di swisscontact, dan kini bekerja di operato
dive Wicked Dive.

Kalau saya mendata karena saya juga sebagai pelaku pariwisata juga pada pemaparan
pelaksanaan dari tadi, pada dasarnya kita sepakat bahwa program dari pemerintah pusat itu
sebenarnya itu untuk memberi nilai ekonomi ke arah yang lebih baik kepada Kabupaten
Manggarai Barat ini. Cuman saya di sini punya kekhawatiran sebagai orang lokal, walaupun
kami banyak keuntungan dari kegiatan pariwisata di kota kita ini, namun sebagai orang
lokal di sini, saya punya beberapa kekwatiran bebarapa di antaranya paket 500 ribu visitors,

32 | B O P
itu artinya kalau kita mandi di dalam kawasan, kena seribu enam ratus tiga puluh enam
visitor perhari atau 684 orang bersaing dikuasai selama tiga tahun jadi itu 684 per hari
selama 3 tahun dikuasai

Sementara program pusat juga ada program cruz dan marina. Apakah BOP dan TNK punya
pesepsi yang sama karena pemaparan dari Mba Shana tadi , ada di dalamnya tentang
konservasi. Saya khwatirnya, TNK salah tanggap, terus kemudian dia membuka satu tempat
lagi di dalam kawasan, selain Loh Liang dan Loh Buaya hanya untuk menampung
kepentingan turis dari cruz, terus kemudian datang dalam jumlah besar pada saat
bersamaan. Itu baru tentang Cruz.

Terus kemudian konsep bagi-bagi itu yang tadi, menurut pemaparan dari Mba Shana, dari
pemerintah pusat itu bagus sekali programnya, apa di sini punya persepsi konsep yang
sama ga? karena “Bali Baru” itu tidak seperti di Bali. Bagaimana kira-kira visi kita tentang
pariwisata flores dan dari studi yang kami lakukan, dulu orang yang datang ke sini ke flores
adalah orang yang tidak suka datang ke Bali.

Nah bagaimana kemudian nanti kita mungkin yang di sini, kalau yang dari Jakarta bahwa
programnya bagus karena menciptakan tourism yang baru, apakah kita di sini menerimanya
dengan cara berfikir yang sama atau tidak?, terus yang ketiga, marina ada kemarin teman
yang baca saya kasih tahu bahwa secara ekonomi itu memberikan dampak ekonomi yang
bagus tapi yang tidak ditulis adalah dampak sosialnya karena kita semua tau bahwa
bagaimana semua karang kita rusak setelah pemerintah menerapkan wisata cruz di sana.
Apakah kita mau flores berakhir seperti itu juga..mungkin hanya itu dari saya

Matheus Siagian, pemilik restoran dan hotel di Labuan Bajo

Saya mau nambah sedikit dari ka Icha sudah sampaikan. Saya sudah baca bahwa ada 10
kapal pesiar akan ke sini. Kalau kali satu kapal pesiar itu akan 35 ribu, hanya tinggal 15 ribu,
dampak ekonominya untuk masyarakat lebih sedikit dibandingkan turis yang terbang dari
Bali atau terbang dari destinasi lain ke Labuan Bajo untuk berlibur 4-5 hari.

Di sini kalau cruz, 70 sisanya dari 15 ribu orang yang bisa melihat komodo itu yang
pertama, kedua saya tambahkan sekali lagi kalau target pariwisata kita 500 ribu orang
dan carrying capacity kita 50 ribu, itu angka harus kalau bisa dinaikan tanpa mengganggu
kenyamanan komodo. Itu harus jadi satu pemikiran karena kalau kita tidak memikirkan
bagaimana carrying capacity, pariwisata kita akan menjadi pariwisata yang mengecewakan.
Tapi apa target 500 ribu pengujung, 50 pengunjung bisa lihat komodo, 450 ribu pengunjung
bengong saja karena tidak ada kesempatan untuk melihat komodo? Jadi lebih banyak yang
kecewa dari pada yang senang melihat komodo.

Kemudian tadi saya tambahkan sedikit dari bapak yang bilang masalah pertanian malas jadi
petani dan lain-lain, sedangkan sederhananya pariwisata meningkat, jumlah wisatawan
meningkat, jumlah penduduk Labuan Bajo juga meningkat. Harusnya petani juga semakin
sejahtera dong. jadi pendapatannya dong harus lebih bagus dan bagaimana cara kita
memproteksi petani supaya sayur mayur dari luar flores itu dibatasi. Bagaimana bisa jualan
petani kita bisa terjual dulu, sebelum kita ambil dari daerah luar, saya rasa itu yang penting,
tapi juga hukum ekonomi juga kita tidak bisa lawan kalau dari luar jauh lebih murah, orang
lebih memilih yang dari luar tapi bagaimana caranya kita agar mutu petani kita, jumlah
petani kita bisa mencukupi, jadi mereka juga merasakan dampak pariwisata. Sekian dari
saya terimakasih

33 | B O P
Fajarudin, pernah bekerja di TNC dan PNK, dan juga pelaku pariwisata

Ada beberapa hal yang sebenarnya harus kembali kepada tema diskusi kita. Nah tema
diskusi kita berkaitan dengan BOP. Sampai saat ini saya belum lihat yang memaparkan dan
berbicara mengenai apa itu BOP sebenarnya, seperti yang pa Theo tadi bilang karena ini
Labuan Bajo levelnya pusat, lalu kita seolah-olah menerima apa saja yang diinginkan oleh
pusat. Tidak juga begitu. Harus dari sekarang kita mulai melihat dari kasus per kasus kita
punya.

Banyak sejarah terkait dengan penetapan wilayah kita secara wilayah nasional. Ambil contoh
Taman Nasional Komodo. Apa yang kita bisa perbuat di sana oleh pemerintah daerah
Manggarai Barat. Nah kami juga tidak mau kalau BOP ini juga tidak dibicara secara detail
dengan masyarakat Manggarai Barat, bentuknya seperti apa saja, kita belum tau. Ini yang
harus jelas di sini BOP. Ini badannya seperti apa, terus apa yang dia perbuat di sini, terus
wilayahnya dimana.

Kalaupun ada wilayah yang diberikan oleh Manggarai Barat, wilayah itu nanti akan dihitung
seperti apa begitu. Apa itu bagian dari aset atau dihitung sebagai sahamnya Manggarai
Barat atau bagaimana, karena wilayah kita yang strategis menurut saya itu diambil oleh
pusat dan propinsi. Ambil contoh Taman Nasional Komodo. Kita tidak bisa ngapa-ngapain di
sana. Wae Wul juga potensi pariwisata sangat tinggi tapi kita tidak bisa berbuat apa-apa.

Bisa saja nanti semua wilayah nanti karena diklaim dan diklaim, kita jadi penonton selesai.
Nah malam ini saya pengen kita selesaikan bentuk badan ini dulu, baru kita yang kemana-
mana. Terkait dengan pembangunan marina, menurut saya, jangan di Labuan Bajo. Over
Load Labuan Bajo ini, menurut saya. Pede dibangun hotel, marina diujung dibangun hotel.
Terus hotel-hotel di Labuan Bajo akan mati semua. Namanya bersaing dia akan mencari
keuntungan. Tidak akan berfikir ini putra daerah dan ini yang punya siapa, akan
berkompetensi secara sepak terjang nanti di sana.

Nah nanti penerintah daerah yang memproteksi masyarakatnya bagaimana orang yang
beriventasi itu tidak berkopetensi terhadap orang lokal begitu. Masih banyak ruang di
Manggarai Barat ini selikan dibuka dimana-mana begitu sedangkan pembangunan merata
begitu tapi tidak semua menumpuk didaerah kecil, jorok, kotor dan macam-macam begitu.
Kita bangun hotel tapi jalannya nga bagus begitu. Nah saya fokus di BOP dulu. Kita harus
pastikan bentuknya seperti apa dulu, apakah sudah ada di Indonesia atau tidak, kalau tidak,
ada kita kaji rame-rame. Kalau BoP di Manggarai Barat Itu seperti apa, kita yang
menentukan bukan Jakarta. Itu saja

Stanislaus Stan, aktivis dan pelaku pariwisata

Saya boleh mengatakan sesuatu yang provokatif BOP. Kami pantau sebagai upaya
pemasungan sebagian lahan pemerintah daerah dalam kaitannya dengan Otonomi Daerah.
Karena yang pertama, saya sudah tertarik kalau kita berdiskusi berangkat dari draf atau
progref terkait BOP ini, bahwa di sana ada sumber dana yang disebutkan dari sebagian
pihak ketiga tapi ada juga yang dimasukan ke dalam APBN dan APBD, tapi saya juga mau
usul, ada pembagian keuntungan untuk daerahnya karena sudah jelas di sana karena
berbicara soal draf progres bisa juga jadi masukan untuk Mbah Shana.

34 | B O P
Lalu progress juga termasuk UU No 27 tahun 2007 tentang pembangunan suatu kota
bahwa pemanfatan lahan. Akankah BOP ini nanti sesuai dengan UU berada sejajar di
Labuan Bajo. Jangan nanti justru nantinya untuk menyingkirkan masyarakat kecil di pesisir
dengan beratasnamakan UU sepanjang pantai lalu mereka membangun hotel seperti
sekarang ini, sudah bertentangan dengan UU tersebut.

Lalu soal saya mulai tertarik dengan draf progres di sini. Saya tidak bisa banyak bicara lalu
akhirnya nanti hak pengelolah pariwisata di Labuan Bajo flores ini adalah di bawah tangan
BOP atau Badan Otoritan yang notabene hanya terlibat dengan bupati selaku kaki tangan
kita yang akan jadi anggota di sana yang sudah diator kewenang-kewenangannya.

Sekarang saja perekonomian kita saya merasa ironis bahwa di sisi terdepan kita
mengatakan pariwisata adalah leading sektor tetapi leading sektor itu belum dirasakan.
Karena pendapatan Manggarai Barat belum terlalu banyak untuk bisa mensejahterahkan
masyarakat. Saya melihat dan saya cemas bahwa BOP ini justru mengukur kesejahteraan
negara ini berdasarkan uang. Negara tidak pernah dihitung berapa pendapatan rakyatnya.

Saya bayangkan, seberapa siapkah kita terhadap BOP ini. Paling kita disiapkan 5 hotel
berbitang baru kita bangun, mungkinkah itu. Kalau memang turis datang 500 ribu selama 3
tahun itu, tadi program ini mengharapkan kalau lokal mampu bersaing dengan pegusaha-
pengusaha asing untuk membangun hotel sampai berbintang berapakah begitu, tapi ini
sangat menggelitik di telinga kita.

Lalu yang berikut soal kawasan. Saya baca di draft ini juga bahwa kalau memang kawasan
yang di luar kawasan milik BUMN atau milik pemerintah, dikatakan bahwa kawasan
masyarakat akan diganti rugi. Itu berarti di sana sudah ada sinyal kalau nanti di sana, kalau
badan otoritas, menginginkan sebuah kawasan yang memang ukurannya ikut proses
mereka, tidak ada pilihan, pasti ada pemaksaan lagi di sana. Masyarakat di sekitar itu
memang harus keluar lalu diganti rugi, jadi keuntungan dia kedepannya, tidak ada gitu.

Sama artinya masyarakat dipaksa untuk menjual tanahmu sekarang, juga di saat kita pun
sangat berharap bahwa soal aksi-aksi penjualan tanah di Manggarai Barat udahlah pelan-
pelan nanti bisa dihentikan begitu. Jangan lupa bahwa ini jangan sampai melanggar UU
yang lain. Demikian juga Mba Shana. Jangan lupa UU hutan NKRI No 35 yang memang
sudah jelas di sana mengatur tentang hutan rakyat adalah hutan lindung. Itu bakalan terjadi
konflik ke depannya. Saya pikir untuk sementara seperti itu saja.

Asita

Mungkin saja saya tidak terlalu banyak berbicara penetapan pemerintah pusat Labuan Bajo
dijadikan Badan Otoritas Pariwisata. Jadi saya setuju dengan pa Fajarudin, jadi BOP itu kita
yang bisa menentukan sediri di Kabupaten Manggarai Barat ini. Pertimbangannya kita hidup
di Labuan Bajo ini berdasarkan banyak etnis, banyak kepentingan, jadi tidak mungkin asing
masyarakat seperti contoh tadi yang kita lihat did alam video pendek itu (Sebelumnya ada
nonton film tentang masyarakat yang hendak digusur di TPI). Masa TPI itu mau dibangun
marina.

Jadi kalau kami di ASITA di biro perjalanan ini, saya melihat Manggarai Barat Labuan Bajo
ini, daerah yang begitu kecil ini, sebenarnya sudah banyak hotel. Kemudian hotel itu setiap
hari, setiap bulan, bahkan tidak mencapai 50 persen penghuni hotel. Baik itu hotel
berbintang sedangkan mungkin hotel-hotel kecil atau penginapan kecil yang mampu di atas

35 | B O P
50 persen. Saya rasa pemerintah harus ikut mengontrol. Jadi tidak hanya mementingkan
sebuah kelompok yang betul mau membangun marina ini, saya rasa kepentingan beberapa
orang yang mandapat atau meraup keuntungan dari itu di sini.

Saya sangat tidak setuju, kasian masyarakat yang menjual ikan. Lalu bagaimana nanti
dikatakan bahwa nelayan itu bisa mendukung kalau BOP itu di sini mengabaikan
kepentingan nelayan atau kepentingan masyarakat lokal. Jadi yang berikutnya mengenai
petani ya memang kepentingan pariwisata.

Kami yang ikut dalam anggota ini kurang lebih ada 16 biro perjalanan ya mungkin tidak
sampai 16 yang ikut berperan aktif didalam menjual paket wisata. Dan juga banyak website-
website di luar anggota itu yang belum diakomodir oleh daerah yang berkaitan dengan
sumbangan terhadap daerah. Jadi untuk yang tidak membayar pajak agar tidak menjual
paket wisata di daerah ini karena banyak yang memberikan nama dan alamat fiktif di
website, ternyata di sini tidak ada alamatnya yang tepat. Jadi hanya menaruh alamat fiktif di
situ. Jadi saya harap pemerintah juga bisa kontrol untuk kegiatan-kegiatan pariwisata lebih
khusus untuk biro perjalanan atau menjual paket wisata.

Terus ada lagi yang saya mau sampaikan yang sangat penting bebrapa minggu terakhir ini,
ada beberapa laporan dari biro perjalanan, jadi yang masuk Cruz di pulau komodo itu, jadi
ada tamu yang sudah bookingmelalui agen treveleagen lokal, jadi tiba-tiba dibatalkan.
Dalam waktu 2-3 hari dibatalkan itu karena informasinya bahwa ada agen trevel agen lokal
yang tidak membayar di Pulau Komodo itu diberitahukan oleh tamu tersebut, ternyata itu
memang bukan atau tidak benar. Ada nama kapal dari Australia itu PO itu yang sering
menginformasikan di dalam kapal itu bahwa trevel agen lokal tidak berkompeten dan tidak
melayani tamu dengan baik. Jadi kerugian yang sangat berlipat-lipat bagi trevel agen
padahal sudah booking ya dari PO tersebut mengatakan bahwa yang memberikan informasi
itu adalah dari Taman Nasonal Komodo.

Rafael Todawela, aktivis dan tourist guide

Jadi menarik pembahasan BOP. Pertama, saya ingin menanggapi seperti apa yang sudah
disampaikan oleh bapak bappeda bahwa total penduduk Manggarai Barat yaitu 253 ribu,
sedngkan rata-rata 20 persen yang miskin dan 11 ribu jiwa yang miskin dan itu semua
petani. Pertanyaannya, kenapa BOPnya tidak pertanian saja? kenapa harus pariwisata? itu
pertanyaannya.

Kalau misalnya petaninya 20 persen miskin kenapa bukan pertanian yang menjadi Badan
Otoritas Pertanian? kenapa harus Badan Otoritas Pariwisata? ya itu yang harus perlu kita
tau. Kalau badan otoritas pariwisata ada karena melihat potensi pariwisatanya, ya ubah
peraturan nasionalnya menjadi badan otoritas pertanian. Supaya 20 persen ini dongkrak
menjadi 0 persen petani yang miskin, itu pertanyaan untuk kepala BAPEDA dan Mbah
Shana.

Bagian kedua mengenai UU otonomi daerah No 32 tahun 2004 tentang tata kelolah
pemerintahan Kabupaten Manggarai Barat. Mohon maaf saya bukan orang pemerintah, akan
tetapi mengkritisi simpang siur penerapan kebijakan pemerintah daerah dalam hal ini yang
perancanaannya adalah BAPEDA dengan Otoritas Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat.
Dimana dijelaskan bahwa sember PAD itu dari sektor pariwisata yaitu pelaksanaan teknisnya
itu, Theo Suardi selaku Kepala Dinas Pariwisata. Dana PAD berdasarkan dari situ. Kemudian

36 | B O P
kalau itu diambil oleh pemerintah pusat bahwa kontribusi apa yang didapat oleh pemerintah
daerah? dari mana bapak dapat PAD dari sektor pariwisata?

Yang kedua, mengenai pengadaan tanah. Saya lihat di sini saya print lewat google bahwa
pernyataan Mba Shana di Manggarai Barat ini adalah 400 hektar tanah yang sudah ada di
Batu Cermin. Pertanyaan saya tanah itu diperoleh dari mana? Sebenarnya tanah itu
diperoleh negara sertifikat negara bukan sertifikat petani. Yang di Wae Wul sana, PUK itu
perolehan dari negara juga atau,? Jadi pertanyaan saya kemudian adalah pepres tahun
2016 ini yang belum di tanda tangani oleh presiden jokowi ini. Masih protes kebijakan
kementrian atau lembaga pemerintah lainnya mengenai pengembangan, pengelolaan
kawasan pariwisata di labuan Bajo Flores. Berarti pelaksaanya ini semuanya dari jakarta
bukan dari daerah untuk badan pelaksanaanya. Terus bagaimana konteks hubungan
singkronisasi pertanggung jawaban antara pelaksanaan pemerintah daerah dan pelaksanaan
BOP di Labuan Bajo.

Juga sebelum dijelaskan secara teknis BOP itu seprti apa dulu, sejenis apa dia. Karena
sampai saat ini belum ada website yang menjelaskan bagaimana visi dan misi BOP ini di
Manggarai Barat. Apa tujuannya dia ada disini. Sudah itu berapa kontribusi untuk daerah.
Karena kalau tidak salah Pa Theo, ada 8 persen PAD untuk APBD. Sekarang kalau saya
telusuri kemudian. Kalau sektor yang handal dalam BOP lalu kemudian kontribusi APBD itu
dari mana karena pertanian sudah 20 persen yang miskin terus PADnya kontribusinya dari
mana.

Karena kalau pa Theo tau otomatis PAD itu bersumber dari sektor pariwisata. Kemudian
pertanyaan berikut adalah berkaitan dengan RTRW. RTRW kita nantinya bagaimana konteks
RTRW yang bisa dicanangkan oleh kementrian pariwisata yang dari jakarta itu karena kita di
sini itu masih ada jalan Kabupaten, ada jalan propinsi, ada jalan negara. Kemudian BOP ini
dia mau bangun fasilitas apa di mangarai barat nanti. Fasilitas yang berbentuk jalankah,
listrik atau apa? Dan bagaimana konteks menagemennya tatakelolah dari managemen tata
kelolah pembangunan daerah. Ya itu saja dulu terimakasih banyak.

WWF

Saya program WWF di Jakarta. Kebetulan saya juga mengamati BOP yang ada di Wakatobi
dan Danau Toba dimana terjadi di tiga lokasi tersebut. Yang pertama beberapa hal yang
sudah disampaikan oleh bapak ibu di sini, menurut saya sudah cukup maju dibandingkan
daerah yang sudah saya observasi di Wakatobi dan Danau Toba dalam membangun diskusi-
diskusi seperti ini. Saya apresiasi kepada teman yang menyelengarakan ini. Saya kira ini
bagian yang harus secara konsisten dan konstruktif diselenggarakan.

Menurut saya belum ada model yang fix dari BOP ini dari pengalaman saya di tiga lokasi
sekaligus juga saat melakukan konsultasi di KEMENKO MARITIM terutama yang mengenai
isu ini. Oleh karena itu karena bentuknya masih terlalu cair maka bapak-bapak tadi juga
bagian menentukan yang akan dibangun di Manggarai Barat seperti apa. Saya kira tadi juga
sudah dikonfirmasikan saya kira sama statusnya satu dan yang lain tempat. Oleh karena itu
proses hari ini saya kira proses yang harus dijalankan secara sistem.

Yang kedua, saya tidak ingin menanggapi BOPnya karena saya juga belum melihat referensi
yang kuat mengenai hukum dasarnya itu, tapi yang menjadi konsern kami di 3 lokasi
tersebut adalah, apakah upaya percepatan pembangunan ini memang menjadi bagian dari
visi dan misi kabupaten ini. Apakah dalam RPJP dan PJM kabupaten ini pariwisata memang
menjadi sesuatu yang harus dikembangkan.

37 | B O P
Konsekuensinya ada pengembangan sumber daya manusia maupun sumber daya alam yang
ada disini. Kami mencermati beberapa lokasi yang terkait dengan percepatan pariwisata
tidak hanya di Indonesia tetapi di Malaysia dan Filipina,. Resikonya adanya kerusakan
sumber daya alam karena percepatan yang tidak diimbangi jawabanya dengan secara detail
apa yang sebenarnya yang diinginkan oleh daerah tersebut. Bukan berarti tidak bisa
diperbaiki.

Oleh karena itu prinsip-prinsip kehati-hatian itu yang harus diutamakan. Pengembangan 10
model pariwisata indonesia, diukur oleh kementrian pariwisata berdasarkan barometer-
barometernya, apakah ini akan menggunakan prinsip itu. Apa yang di khawatirkan oleh
bapak ibu di situ ada. Jadi kembali pertanyaan yang paling penting adalah siapa yang
memimpin proses ini di kabupaten Manggarai Barat kalau tadi disampaikan bahwa Bappeda
kalau pemerintah daerah menetapkan pariwisata akan menjadi lokomotif pembangunan
indikatornya, ditanya apakah memang PAD diutamakan dihasilkan dari situ, apakah
masyarakat akan bekerja di sektor tersebut.

Artinya investasi awalnya baik itu pengembangan SDM, sekolah ataupun penyediaan tenaga
kerja yang memadai itu merupakan investasi. Siapa yang melakukan itu bukan hanya
pembangunan fisik infrastruktur, saya kira, tapi juga penyiapan SDM.

Nah saya tertarik tapi ini bukan harga fix ya? tadi disampaikan ketika daya dukung
Manggarai Barat tidak memadai untuk mengakomodir percepatan pariwisata sebagai sektor
penujang untuk mempercepat income. Kita semua tau bahwa ini semua sudah ketetapan
Presiden, dalam artian apa kita keras juga bahwa pemimpin itu juga harus berani
menetapkan yang kemudian kita harus memilih, apakah kita harus bagian dari keputusan itu
atau kita bukan dalam bagian itu. Itu yang di dalam ini kita harus yakin apakah pemimpin
itu memberikan apa yang terbaik. Kenapa kalau ketetapan itu diamini maka kita harus
bekerja sama . Lebih cepat kan begitu.

Nah pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan Bapak-Bapak, saya pikir itu yang diusul kalau
dikoreksi tadi dalam draft sehingga apa yang dikwatirkan atau ditakutkan itu dimasukan
semua di situ sebagai prinsip kehati-hatian tadi. Makanya saya tidak mengomentari BOP-nya
tetapi sebagai organisasi konservasi kami konsern karena sudah terbukti di berbagai tempat
itu menjadi bomerang bagi kawasan tersebut.

Yang baru-baru saja kita lihat, Raja Empat. Semua bersemangat untuk mengembangkan
pariwisata. Sudah memulai hasil, bukan tidak memulai hasil. Tapi pembatasan 800 crus
misalnya 800 crus misalnya ternyata dilanggar juga, terus kapasitas crus yang seharusnya
tidak boleh masuk ke lokasi-lokasi tertentu ternyata tidak ada yang mengawasi juga begitu.
Artinya prinsip kehati-hatian yang sudah dibangun bertahun-tahun bisa dibobol. Nah ini
artinya buat saya telah hadir di sini merupakan ingin berpatisipasi bahwa ayo kalau kita
sama-sama memang mau maju dengan itu prinsip kehati-hatian dibangun bersama-
sama. Tidak bisa dititipkan kepada pemerintah pusat, tidak bisa dititipkan hanya
sekelompok panitia tetapi semua harus ikut serta berkontrebusi di sana dan akan memakan
waktu, memakan biaya kembali kemudian siapa yang akan berpartisipasi membiayai itu
semua itu yang menjadi konsekuensi saya kira itu saja.

Hanya menambahkan saja bahwa kami bersama pihak Taman Nasional kemarin telah
mempelajari hitungan carrying capacity tapi dalam kawasan Taman Nasional juga dan
bagaimana menyiapkan dokumen tata kelola Taman Nasional Komodo untuk menghadapi
pariwisata berbasis konservasi yang sementara kami susun itu saja.

Tanggapan dari beberapa kadis dan Shana

38 | B O P
Theo Suardi, Kadis Pariwisata Manggarai Barat

Saya kira tugas untuk menaggap pikiran, tangapan-tanggapan terhadap hal-hal yang sudah
kita dengarkan bersama, saya mencatat ini merupakan ada kecemasan-kecemasan dan
kekwatiran-kekhawatiran kita tentang kehadiran BOP.

Yang pertama. Saya catat begini dimana kewenangan Pemda. Yang kedua, maanfaat untuk
masyarakat. Ketiga pengusahaan potensi pariwisata oleh pihak luar seharusnya dikolah oleh
daerah kita. Yang berikutnya, masyarakat bisa terpinggirkan. Kira-kira itu yang kita punya
catatan-catan besar saja yang saya ingin mau sampaikan.

Kemudian kontribusi BOP pada PAD ini juga menjadi salah satu kecemasan saya dengar-
dengar tadi. Kemudian kekhwatiran juga penyesuaian BOP ini dengan pemaanfatan ruang
atau RPMW. Yang berikut saya lihat keterlibatan masyarakat di dalam ketetapan atau
proses, saya kira ini yang menjadi perhatian kita. Kemudian dari sisi kebijakan kita
bagaimana BOP VS keadilan, saya kira ini akan menarik sekali kecemasan ini dan yang
terakhir saya catat bahwa BOP mengeliminasi peran dan fungsi pemerintah daerah dengan
sumpah dan tanggung jawab ya saya kira ini isu-isu yang penting barangkali sebagai bahan
masukan dalam BOP itu.

Nah, kalau kita simak pada lembaran yang dibagikan tadi ringkasan mengenai BOP ini,
catatan-catatan yang yang dikeluarkan ini nah sebetulnya saya ingin menyampaikan begini.
BOP ini sebetulnya adalah badan pemerintah itu yang mesti kita harus bisa jelas. Jadi badan
pemerintah artinya yang mengelola yang mengatur adalah pemerintah. Mengapa harus dari
pemerintah karena baru bisa dimungkinkan untuk mengelola APBD/N. Kalau salah satu
sumber anggaran untuk kegiatan pembangunanya itu adalah dari APBD/N tidak bisa dengan
lembaga swasta.

Nah kehadiran BOP kalau kita kritisi, badan pemerintah dan ini juga menjadi masukan dalam
pepres nanti. Yang kedua badan pemerintah ini adalah solusi seperti yang saya katakan tadi,
antara otonomi dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia. Tentu kita banyak solusi
lain yang tentu sepanjang kita bisa menemukan bagaimana kompromi antara otonomi
daerah dan kewenangan negara kesatuan NKRI ini. Yang kedua saya ingin mau katakan
bahwa otorita dalam BOP itu sebetulnya bukan wilayah seperti TNK tetapi otorita ini pada
fungsi. Fungsi apa yang diterangkan dalam badan otoritas ini adalah membangun atraksi-
atraksi, aksesibilitas dan amenitas. Dia tidak mengambil wilayah Manggari Barat ini, dia tidak
mengambil ptensi-potensi kita. Dia ingin berperan membantu pemerintah daerah dalam
mempercepat tanggung jawab pemerintah ini adalah menyediakan fungsi aktraksi. Fungsi
aksesibilitas dan fungsi-fungsi ameditas.

Yang ketiga yang saya ingin mau sampaikan dalam kesempatan ini supaya supaya kita
punya ada yang kawasan itu, bahwa BOP pada akhirnya menjadi pemicu pertumbuhan
pariwisata di daerah kita ini. Nah inilah yang sebenarnya ruang lingkup dari BOP ini karena
saya lihat tadi itu berbicara tentang perkembangan itu sebetulnya sudah kompromi antara
kewenangan otonomi daerah dengan pemerintah pusat dalam bingkai NKRI. Kemudian kita
tidak akan mengulangi lagi kemungkinan salah dalam pendekatan otorita-otorita yang
dilaksanakan selama ini di republik ini dan dalam bingkai otonomi daerah saat ini maka
otorita-otorita yang dikembangkan itu adalah otorita pusat bagaimana memajukan tanggung
jawab pemerintah pusat, propinsi dan daerah itu.

39 | B O P
Aleks Saryono, Kepala Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Mabar

Soal BOP, saya kira sudah banyak disinggung oleh pa kadis pariwisata. Kalau saya sudah
jelas dari masalah ini karena ada bebarapa hal yang menarik saya kira untuk kita bisa
komentari sekaligus untuk menjadikan refleksi kita untuk kedepan.

Yang pertama soal mengenai marina sangat menarik kalau marina ini sangat merusak dan
seterusnya. Memang ada anggapan seperti itu karena itu pembangunan marina ini akan ada
AMDAL karena sekarang sedang disusun pada saat itu nanti kita akan semua berbicara
ketika amdal itu akan dibahas sehingga saya rasa nanti itu usul dampak lingkungan akan
kita bicara bersama tapi menurut ini justru sebenarnya mau menyelamatkan potensi
Manggarai Barat dari kerusakan masuknya cruz, sehingga marina ini dibangun.

Bapak ibu sekalian, target di tahun 2019, kita hitung 500 ribu wisatawan saya tertarik
dengan apa yang dikatakan oleh pa Theo kalau kita mengandalkan transportasi udara maka
target 500 ribu itu tidak akan tercapai maka kita buka kesempatan melalui transportasi laut
tetapi tentu berdampak pada keselamatan lingkungan itu makanya marina itu dibuat. Saya
kira menarik apa yang dibicarakan pa Fajar harus di sini kenapa bukan ditempat lain. Inilah
sulitnya kita ada sedikit upaya kedepan sesuai dengan tata ruang kita telah berdiskusi cukup
panjang akhirnya pemerintah pusat mengataka biar di sini saja.

Tidak kurang dari 5 tempat yang ditawarkan. Begitu pemerintah melakukan survei di situ,
selalu ada klaim bahwa itu dia punya tempat dan imbasnya, misalnya kalau disurunya 10
hektar kan 10 meter dia punya tetapi menyebabkan pembatalan terhadap pembangunan
marina. Menarik sekali di NTT hal seperti itu terjadi dimana-mana, di NTB dimana
presidennya Jokowi sudah 10 marina yang dibangun. Tetapi kita di NTT baru satu karena
apa? Diskusi tentang tanah ini berkepanjangan sampai pada perang tanding dan seterusnya
jadi karena itu tadi bapak ibu sekalian teman-teman yang mengatakan bukan tidak
setujuhsebenarnya tapi belum setuju, belum karena memang situasi pada tataran diskusi
dulu baru kemudian nanti pada suatu saat kita mengambil pada saat itulah memberikan
pendapat.

Kemudian yang berikutnya, perkenankan saya mau ngomong sebagai pejabat daerah. Tadi
pa Mateus berbicara soal sayur itu sebaiknya dibatasi dari luar daerah. Bapak ibu sekalian
sebenarnya kita sudah sanggup hanya level atau standar kita punya horbit kultural tidak
memenui syarat. Misalnya sayur hijau ini mestinya standarnya itu digoreng itu tetap hijau
tetapi kita punya kalau digoreng itu bukan hijau lagi tapi coklat. Makanya impor dari luar,
banyak restoran-restoran yang ambil dari Bali yang memenuh standar. Kemudian tomat
misalnya, tomat itu selain makanan dia juga aksesoris dibuat dalam nasi goreng sehingga
nikmatnya itu bukan karena rasanya tapi melihat, tomat yang pas itu dari Bali. Tomat dari
sini itu dari ruteng sana, tomat dari kita punya di sini terlalu kecil sebesar telur kode. Karena
itu saya kira saya sudah sampaikan pada sebelumnya kita mendorong sektor pertanian itu
dalam koridor pariwisata.

Terakhir yang disampaikan mengenai soal tata ruang wilayah mengenai badan otorita-
otorita pariwisata kenapa tidak mau menjadi badan otorita pertanian saja kalau misalnya itu
ada kenapa tidak kita siap tapi yang sementara ini adakan badan otoritas pariwisata maka
dari itu, itu yang kita bahas dan harus terima. Terakhir mengenai APBD tentu sesuai
dengan tata ruang kita tentu tdak akan bertabrakan dengan BOP. Sebelum badan otorita ini
hadir, teman-teman dari kementrian ini juga sudah berkoordinasi dengan Bappeda dan
kemudian dijadikan sebagai audensi saya kira itu,dia punya fungsi.

40 | B O P
Shana Fatina

Jadi saya menjelasin tentang badan otoritasnya. Sebenarnya badan otoritas itu adalah dia
adalah badan pelaksana. Jadi konsepnya badan pelaksana dan badan pengawas. Badan
pengawasnya, ketua diketuai oleh kemenko Maritim, badan pelaksana jadi dia nanti punya
direktur, punya organisasi, kemudian dia menjalankan dua fungsi yaitu fungsi otorita seperti
yang dikatakan oleh pa Kadis.

Pertama, dia adalah fungsi koordinatif, koordinatif ini berarti dia akan mengkoordinasi apa
yang menjadi dalam wilayah kordinasinya dia. Wilayah BOP adalah 8 kabupeten sampai ke
Taman Nasional Komodo sampai 2 kecamatan di Sape jadi bukan hanya NTT saja ya NTB
juga. Nah kemudian untuk wilaya h otoritatifnya, ini wilayah akan kita buat seperti Nusa Dua
Bali. Gambaran paling gampangnya seperti itu. Di wilayah seperti Nusa Dua Bali ini ini dalam
konteks bahwa ini dalam satu kawasan yang tertutup, bukan tertutup tapi suatu kawasan
yang kemudian isinya adalah industri pariwisata, hotel dan apa segala macam tergantung
kebutuhannya apa. Nah itu yang akan dikelolah secara otoritatif dalam arti bahwa si badan
pelaksana ini sebagai pemilik kawasan gitu, nah wilayah ini pun juga itu lewat pemerintah
daerah dan pemerintah propinsi tentunya kalau misalnya punya lokasi yang dibuat secara
altenatif.

Pada perkembangannya dari kita rapat tanggal 5 April 2016 sampai sekarang akhirnya pake
tanah negara juga yaitu bukan dalam produksi, memakai kementrian kehutanan.
Pemakaiannya adalah bukan produksi, bukan hutan lindung. jadi statusnya di sini lebih
murah dari Danau Toba, malah Danau Toba itu adalah hutan lindung untuk dialihkan fungsi
pemerintah harus melakukan 2 tahun melakukan revisi.

Tapi di Labuan Bajo kita dapatnya bukan produksi jadi kita bisa langsung di pake kalau ada
yang tahu hutan bongusi(?) dimana saya juga sama, saya pertama kali saya setelah 6 tahun
tinggal disini, saya juga baru dengar itu hutan bongosi akhirnya saya tau dan bukan teman-
teman saja tapi orang propinsipun belum tau hutan bongosi itu dimana lokasinya. Hutan
bongosi supaya teman-teman tau itu seberangnya hutan itu sekitar 4 ribu hektar sampai
daerah Manggarai Timur itu adalah hutan produksi yang selama ini tidak dimaanfaatkan.
Statusnya produksi berarti dia tidak bisa dimaanfaatkan.

Nah kemudian berikutnya adalah jadi konsepnya di sini adalah setelah nelayan-nelayan ini
diusulkan yang mengusulkan bukan saya, yang mengusulkan adalah pemerintah daerah.
Kembali lagi semuannya harus melalui pemerintah daerah. Usulan itu masuk dari bupati dan
mohon maaf teman-teman juga saya juga baru belajar ya semenjak saya masuk ke dalam
struktur ini. Saya tahu bahwa dikatagorikan daerah itu adalah gubernur perpanjangan
tangan dari pusat adalah gubernur jadi konsepnya adalah propinsi NTT bukan Kabupaten
Manggarai Barat sehingga sebenarnya intervensi dari pemerintah pusat itu hanya sampai di
gubernur di propinsi. Tugas gubernurlah yang mengkoordinasi dengan pemerintah
kabupaten tapi kita ingin semua ini berjalan pararel karena kita tau koordinasi dan
komunikasi adalah barang yang termahal yang ada di republik ini. Jadi bukan hanya kita
saja maslah tetapi di semua daerah bermasalah tetapi kita mensiasati itu dengan
membentuk pokja yang cuman satu orang di setiap destinasi untuk membantu
menyukseskan itu.

Jadi memang sebenarnya kalau yang membuat diskusi publik sebenarnya kita serahkan ke
DPRD dan pemerintah daerah. Toh porsinya ngga mungkin juga saya yang mengambil
semuanya saya ke situ, juga saya ke sini, juga nah konsepnya kita bagi-bagi tugas.

41 | B O P
Nah kalau yang dibilang tadikan ada dua fungsi otoritatif dan koordinatif. Otoritatif jelas
lokasinya jelas misalnya 50 hektar oke, hanya 50 hektar itu yang kita bangun. Kita
menyuruh investor untuk datang, kemudian nanti ada yang namanya kawasan, ada
namanya sewa rutinitas, jadi kita sediakan listriknya, sediakan airnya sediakan jalannya,
setelah itu kita bangun dengan anggaran kita sendiri anggarannya bukan dari pemerintah.

Nah untuk wilayah koordinatif termasuk tadi yang konsepnya adalah taman nasional 8
kabupaten, sebelum kabupaten bima dan sape ini itu kita bentuknya koordinasi. Koordinasi
maksudnya apa? Kita pasti sudah lelah dengan, oh bukan tanggung jawab saya, oh itu
tanggung jawab orang lain, karena di sinilah letak utamanya begitu bahwa ujung-ujungnya
adalah kita harus membuat sesuatu masterplan bersama.

Sudah puluhan, banyak, semua dapat Labuan Bajo membuat masterplan pasti apa tidak
karena tidak ada badan yang mengurus masterplen itu. Sehingga langkah pertama dari
badan otorita adalah membuat masterplan. Yang itu juga kita buat dari nol kita akan
masukan usulan-usulan dari teman-teman termasuk masterplan yang dibuat sama WWF dan
Taman Nasional Komodo sekarang untuk carrying capacity segala macam kita akan
mengumpulkan semua dan jadikan satu dokumen sehingga 30 tahun ke depan kita sudah
tau pariwisata ini akan dikembangkan seperti apa.

Kalau semua orang tau akan menjadi seperti apa, berarti teman-teman lokal di sini yang
punya keuntungan paling besar. Kenapa? karena punya informasi itu yang pertama. Tahu
apa yang kemana market dikembangkan, orang yang menguasai kawasan market di sana
maka dia yang akan pemenang. Saya melihat teman-teman semua yang tau marketnya.
Nah sehingga dengan kaya gitu, itukan setelah badan pengawasannya tertutup statusnya
dimana statusnnya adalah sekarang kita baru menetapkan jurnal otoritatif setelah itu baru
kita bentuk karena hasilnya setelah pa jokowi tanda tangan. Mumgkin dalam waktu 2-4 jam
baru bisa tanda tangan dan terbentukah BOP begitu.

Tapi tidak mungkinlah teman-teman nunggu sampai baru kita bekerja sementara turisnya
sudah masuk dan segala macam begitu. Kemudian yang kedua bisa membangun homestay.
Saya sudah berkali menanyakan yang punya tanah yang tertarik untuk bikin Villa atau
kamar, daftarkan dengan lokasi yang jelas karena kita akan merekap semua mana yang
bisa dikasi kredit oleh bank yang kami bantu itu hanya satu persen. Mana ada bank yang
kasi begitu.

Sudiyono, Kepala Balai Taman Nasional Komodo

Diskusi yang sangat menarik. Memang saya yakin ini banyak manfaatnya termasuk saya
bisa berkomunikasi dengan bapa-ibu sekalian. Yang pertama dari bu Icha ya, bahwa yang
terkait dengan kerusakan tadi memang sangat menakutkan. Kunjungan bu Mentri tanggal 4
bulan kemarin itu telah kami sampaikan bahwa sebetulnya kami ingin kapal crus itu
termasuk rute-rute yang masuk dalam kawasan itu diatur alur-alurnya dimana boleh masuk,
dimana boleh keluar, ukuran berapa kapal yang masuk kemudian juga kami berfikir kalau
kapal besar itu tidak bisa masuk itu akan lebih bermaanfaat untuk masyarakat.

Misalnya nanti marina sudah jadi, kapalnya akan berhenti di situ. Nah bagaimana distribusi
ke dalam, perlu diatur lagi bagaimana standar kapal untuk turis-turis itu. Mengenai
keamanannya, itu juga perlu diator lagi karena memang untuk kawasan konservasi 3P tadi
bu, kami, perlindungan, pengawetan dan pemanfatan itu tadi berjalan bersama-sama. Jadi
bukan wisata masalah. Target kami sebetulnya bukan sebanyak-banyak tapi adalah tetap
menjaga kualitas kemudian terkait informasi bahwa akan buka lagi kawasan setelah Loh

42 | B O P
Liang dan Loh Buaya itu akan ada pertimbangan-pertimbangan untuk mementas itu
beberapa komponen yang akan bisa dimainkan did alam penagturan untuk mengatur
kapasitas itu.

Ada beberapa komponen variabel ya yang akan dimainkan apakah pelayanan guide-
nya, berapa sudah mencukupi atau tidak , supaya turisnya lebih banyak masuk mungkin
guidenya lebih ditingkatkan atau juga bisa lokasi karena lokasi kami juga istilahnya dalam
pengelolaan kawasan konservasi itu perlu adanya pemulihan ekosistem dan itu juga perlu
alternatif. Ketika kawasan itu mengalami kerusakan kemudian itu dipulihkan, otomatis akan
ditutup.

`Nah turis mau kemana, itu kan salah satu kemungkinan-kemungkinannya. Jadi permainan
simulasi nanti, setelah kita bahas dengan BUMN mengenai peraturan sampai sekarang
belum selesai. Jadi langkah apa yang kita ambil itu, beberapa kemungkinan boleh jadi nanti
tempat baru lagi, kalau ingin misalnya supaya tidak ada kerusakan yang masif setelah
sekian bulan ditutup misalnya di tempat tertentu itu hanya pertimbangan saja tidak harus
ya kita juga lihat faktor-faktor kerusakan. Karena kerusakan bukan hanya dari pengunjung,
kualitas pengunjung juga akan berkurang ya. Mungkin saja tidak buka baru. Bisa saja dive
master kemudian agen-agen trevel itu bisa mengajak kepada pengujung untuk tidak
membuat kerusakan. Kira-kira seperti itu tetap 3P tadi yang berjalan jadi bukan hanya
penginapan kira-kira begitu.

Yang tadi isu travel lokal tidak kompeten memang pernah ada surat ke kami tetapi kami
sudah klarifikasi, jadi itu tidak betul dan kami juga tidak pernah membuat pernyataan
seperti itu. Jadi seolah-olah kami membuat pernyataan kemudian dimuat di travel lain
sehingga yang trevel lokal ini seolah-olah tidak kompeten dan membatalkan. Mungkin bulan
kemarin Februari dan kalau ada hal yang kurang jelas, silakan datang saja ke kantor kami.
Tidak apa-apa kami sangat senang kalau ada hal yang kurang jelas, datang saja nga apa-
apa saya kira itu saja terima kasih.

Shana Fatina

Jadi menurut saya, semuanya tentang BOP sudah okelah yaa. Semua tau jadi untuk
masalah marina, marina ini sebenarnya untuk laut itu yang pertama kita sempat mau buat 2
menara. Pertama marina kita bangun di Nanga Lidu tapi terhambat oleh salah satu orang
yang mengklaim tanah itu miliknya dan menggugat sampai sekarang ga beres. Kemudian
dengan kunjungan menteri tahun lalu dia melihat bahwa di kabupaten ini kita bikinkan
namanya marina bersama bupati di Loh Liang, waktu itu akhirnya oke, langsung dibuatlah
oleh langsung ditunjuk waktu itu ASDP kamu buat marina. oke. Akhirnya setelah itu pulang
dan buat desain untuk pembuatan marina. Jadi kenapa lokasinya di situ. Karena lokasi itu
miliknya ASDP, jadi asetnya ASDP, dia mulainya dari situ perkembanganya adalah kemudian
kita tau bahwa pelabuan ikan masih di bawah kementerian perhubungan, dia mau dikelolah
oleh Tini sujanda, jadi kami ambil kemudian akan diserakan ASDP. Juga nanti bentuknya
adalah kawasan yang tertata dengan baik. Nah konteksnya di sini adalah bahwa kita perlu
mari itu satu, kita butuh crus itu bermain di Labuan Bajo sehingga mereka bisa berada di.
Labuan Bajo. Kemudian kemana mereka berkunjung setelah di pulau Komodo tentunya di
Labuan Bajo makanya penting sekali pembangunan marina ini.

43 | B O P
Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo:
Mengubah atau Memperburuk Keadaan?

Labuan Bajo, Floresa.co – Kehadiran Badan Otorita Pariwisata (BOP) Labuan Bajo,
Manggarai Barat disambut sikap pro dan kontra oleh berbagai elemen.

Program pemerintah pusat itu, tidak begitu saja diterima sebagai solusi untuk mengatasi
masalah kemiskinan, sebagaiamana yang diklaim sebagai tujuan dasar pembentukannya.
Sebaliknya, BOP justeru melahirkan persoalan baru. Dengan berbagai bentuk ketimpangan,
ketidakadilan yang kini sudah menyata dalam praktek pariwisata di Labuan Bajo, BOP dinilai
bakal memperburuk keadaan.

Hal itu menjadi intisari diskusi bertajuk “Menyoal Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo-
Flores” yang digelar di Rumah Baku Peduli, Labuan Bajo pada Kamis, 23 Maret 2016.

Kegiatan ini dilakukan atas inisiatif Lembaga Gerakan Lokal Sunspirit for Justice and Peace
dan menghadirkan berbagai elemen masyarakat sipil dan pemerintah daerah.

Dari pihak pemerintah, hadir kepala Dinas Pariwisata Manggarai Barat (Theo Suardi), kepala
Bappeda, Alex Haryono, kepala Balai Taman Nasional Komodo (BTNK), Sudiono, dan pokja
percepatan pembangunan pariwisata di Manggarai Barat, Shana Fatina.

Sementara itu, perwakilan dari berbagai masyarakat sipil antara lain World Wide Fund for
Nature (WWF), Operator Community Komodo (DOCK Komodo), Himpunan Pramuwisata
Indonesia, Asosiation of Indonesian Travel Agency, perwakilan guide, perwakilan dari pelaku
wisata, wartawan, dan perwakilan masyarakat setempat.

Berikut beberapa poin dari diskusi tersebut:

Pertama, sekalipun menjanjikan pembangunan infrastruktur dan invetasi yang masif, asal-
muasal rencana pembentukan kelembagaan Badan Otorita Pariwisata (BOP) dipertanyakan.
BOP bukanlah organisasi yang muncul dari masyarakat atau atas dasar kebutuhan
masyarakat, tetapi dibentuk karena inisiatif dan rencana besar pemerintah. Hal itu
menimbulkan pernyataan, apakah masyarakat di Manggarai Barat membutuhkan kehadiran
Badan Otorita Pariwisata atau tidak? Mengapa BOP seperti harga mati demi pembangunan
di Manggarai Barat?

Kedua, pembangunan dan pertumbuhan investasi dianggap sebagai obat mujarab terhadap
kemiskinan di NTT pada umumnya dan kabupaten Manggarai Barat pada khususnya. Jumlah
penduduk miskin di Manggarai Barat mencapai 20 persen dari 253 ribu total jumlah
penduduk atau sekitar 11 ribu jiwa. Angka kemiskinan terbesar dari sektor pertanian.

Diagnosa tersebut dipertanyakan ketika pada saat yang sama provinsi NTT merupakan
provinsi terkorupsi di Indonesia. Artinya, kemiskinan bukan semata- mata dianggap karena
kurangnya pembangunan, tetapi justru bisa jadi dalam kasus Manggarai Barat karena

44 | B O P
banyaknya pembangunan dan minimnya perhatian terhadap usaha pemberantasan korupsi
di NTT. Apalagi BOP hanya menilik persoalan ekonomi. Padahal kemiskinan di NTT ditandai
oleh masalah politik seperti kesenjangan penguasaan sumber daya tanah, laut, pesisir dan
pulau- pulau, kesenjangan penghasilan/manfaat dan masalah korupsi, serta kesenjangan
akses terhadap kekuasaan.

Ketiga, target 500 ribu pengunjung pada tahun 2019—naik dari sekitar 90 ribu pada tahun
2015 menimbulkan kekhawatiran dalam upaya konservasi. Ikon pariwisata di Labuan Bajo
adalah Taman Nasional Komodo (TNK) membutuhkan suatu proteksi terhadap lingkungan
baik di darat maupun di laut. Peningkatan jumlah wisatawan menimbulkan kekhawatiran
terhadap kelestarian lingkungan terutama pada persoalan sampah.

Meskipun Badan Otorita Pariwisata menjamin keberlangsungan konservasi, tak sedikit pihak
yang meragukan kenyataan tersebut. Menurut perwakilan WWF, prinsip kehati-hatian yang
dibangun dalam kurun waktu yang lama saja, tidak menjamin keberlangsungan konservasi,
apalagi keberadaan suatu lembaga yang hadir dalam waktu singkat dengan target yang
besar. Dalam nada yang sama, pihak BTNK mengharapkan bahwa pertumbuhan sektor
pariwisata tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip konservasi.

Lebih dari itu, merujuk pada kasus di Raja Empat tak sedikit yang meragukan kewenangan
kontrol dan pengawasan dari pemerintah. Peningkatan jumlah Cruz dan yatch masuk dalam
kawasan konservasi dapat membahaya konservasi.

Keempat, skema BOP yang melibatkan pemerintah pusat dan bahkan mengambialih
pengelolahan aset daerah menimbulkan pertanyaan terkait eksistensi pemerintah daerah.
Jika segala-galanya sudah mulai diintervensi oleh pemerintah pusat, apakah yang bisa
dilakukan pemerintah daerah? Bukankah pemerintah daerah mulai dikebiri?

Dalam konteks Manggarai Barat, BOP karenanya sangat dikhawatirkan hanya menjadi kuda
tunggangan kepentingan dari berbagai pihak di tengah-tengah ketidakberdayaan
pemerintah daerah. Ketidakberdayaan itu ditunjukkan melalui keberadaan BOP justru akan
mengabaikan potensi SDM lokal sedemikian sehingga hanya berkontribusi sedikit terhadap
orang-orang setempat.

Kelima, pariwisata di Labuan Bajo saat ini sudah menunjukkan situasi ketidakadilan yang tak
pernah tuntas diperbaiki dan menjadi ironi memalukan selama ini. Bahwasannya masyarakat
setempat justru menikmati bagian paling sedikit dari pertumbuhan yang masif dari sektor
pariwisata.

Untuk kebutuhan sayur, misalnya, masih didatangkan dari luar daerah ketimbang dari dari
kabupaten itu sendiri. Berkembangnya pula travel agen yang tidak pernah membayar pajak
atau keberadaan travel online dengan alamat fiktif. Sementara infrastruktur pendukung
pariwisata seperti bandara, pelabuhan, dan jalan ke sentra pariwisata diperbaiki dan dibuka,
jalan-jalan dan fasilitas publik seperti air dan rumah sakit yang diakses masyarakat umum
justru terbengkalai.

Di tengah-tengah situasi demikian, BOP menambah jumlah investasi dalam skala besar di
bidang pariwisata. Meskipun menjanjikan perbaikan terhadap masalah- masalah yang ada,
peserta diskusi menyangsikan janji tersebut. Pasalnya, BOP sangat berciri industri pariwisata
dimana persaingan merupakan harga mati. Bahkan BOP justru menambah muram ironi yang
ada.

45 | B O P
Contoh paling nyata, rencana pembangunan marina, hotel, dan tempat komersial yang
berencana mengambilalih aset pemda Mabar yakni Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Labuan
Bajo. Meskipun BOP menjanjikan untuk kepentingan publik, pembangunan tersebut justru
ditandai dengan penyingkiran sumber mata pencaharian masyarakat setempat. TPI
merupakan tempat hidup dari nelayan, buruh, penjual ikan, dan pedagang ekonomi kecil
dan menengah. Sementara mereka direncanakan disingkirkan, belum ada satu tempat yang
disiapkan untuk dipindahkan.

Selain itu, diragukan pula bahwa keberadaan BOP mampu menyerap potensi SDM
masyarakat setempat. Pasalnya, masyarakat setempat pada umumnya belum memahami
bagaimana terlibat dalam industri pariwisata. Masyarakat setempat sebagian besar masih
bercorak agraris.

Karena itu, pembangunan skala masif dalam tempo yang singkat dari BOP tidak singkron
dengan potensi SDM lokal. Dengan mudah disimpulkan bahwa keberadaan BOP justru akan
mengabaikan potensi SDM lokal sedemikian sehingga hanya berkontribusi sedikit terhadap
orang-orang setempat.

Keenam, porsi investasi antara pemerintah dan sektor privat dalam BOP menimbulkan
kesangsian terhadap otoritas negara. Dari target 16 trilliun investasi, pemerintah
menanggung sekitar 8 trilliun dari APBN dan 8 trilliun dari sektor privat. Hal itu dapat
menunjukkan bahwa pemerintah tidak berdaulat terhadap sektor pariwisata. Apalagi, 8
trilliun dari APBN hanya digunakan untuk membangun infrastruktur pariwisata seperti
bandar udara, pelabuhan, dan jalan menuju sentra pariwisata.

Ketujuh, dalam forum tersebut, pihak Sunspirit for Justice and Peace menyatakan bahwa
kehadiran BOP tidak mengubah struktur ketimpangan dan kenyataan ketidakadilan yang
ada, melainkan justru menambah runyam persoalan. BOP hanya mengoptimalkan kondisi-
kondisi pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak memperbaiki persoalan politik seperti
pencaplokan sumber daya publik, ketimpangan ekonomi, dan masalah kemiskinan.
(ARL/Floresa)

46 | B O P

Anda mungkin juga menyukai