PENDAHULUAN
1.1 Maksud
a. Sebagai salah satu penyelesaian tugas dari acara batuan alterasi
b. Sebagai pengerjaan salah satu prasyarat mengikuti praktikum acara
berikutnya
1.2 Tujuan
a. Agar mampu menginterpretasikan warna batuan alterasi
b. Agar mampu menginterpretasikan struktur, tekstur dan komposisi mineral
pada batuan allterasi
c. Agar mampu menginterpretasikan proses pembentukan batuan beku dan
memberi penamaan batuan menurut Travis (1955), serta
menginterpretasikan tingkatan alterasi
1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
3.3 Peraga P1
Peraga P1 merupakan salah satu sayatan batuan ubahan. Teksturnya
yang dibedakan dalam beberapa indikator yaitu Granularitas, kristalinitas,
hubungan antar kristal, dan ukuran kristal. Granularitas yang dimiliki batuan ini
termasuk Inequigranular, yaitu granularitas pada batuan yang memiliki ukuran
ristal tidak seragam dan terdapat kristal besar yang disebut Fenokris dan kristal
kecil yang disebut masa dasar. Jenisnya termasuk Faneroporfiritik, atau tekstur
dimana fenokris dan massa dasarnya masih dapat diidentifikasi. Kemudian
tingkat kristalisasinya termasuk holokristalin, yaitu batuan ini termasuk batuan
yang tersusun atas 100% kristal mineral. Batuan ini memiliki ukuran kristal 0,5
mm, atau tergolong sedang. Kemudian hubungan antar kristal pada batuan ini
termasuk subhedral. Subhadral merupaka hubungan dimana tiap-tiap kristal
pada batuan memiliki bidang batas yang kurang teratur dan ukuran yang kurang
seragam.
Terdapat beberapa kandungan mineral pada sampel batuan ini.
Mineral pertama yang dijumpai yaitu mineral-mineral kecil yang disebut sebagai
mineral kuarsa sekunder. Kemudian mineral plagioklas. Ciri-ciri mineral
plagioklas pada batuan ini yaitu memiliki colorleess, Relief antar mineralnya
sedang, dan tidak ada belahan. Bentuk dari mineral plagioklas pada sayatan
adalah granular. Kemudian mineral mineral sekunder yang menyusun epidot dan
garnet. Namun batuan ini tidak dapat dinamai karena adanya mineral yang telah
terubahkan
Batuan ini terbentuk secara langsung dari proses pembekuan magma. Jika
ditinjau dari hubungan antar kristal mineral dan ukuran kristalnya, diinterpretasikan
bahwa batuan ini terbentuk pada zona hipabisal (korok), dengan durasi pembekuan
yang cukup lama karena batuan ini memiliki kristal-kristal yang berukuran kasar.
Kemudian batuan ini mengalami perubahan komposisi karena adanya fluida
hidrotermal dari dalam permukaan bumi. Keterdapatan mineral mineral sekunder
seperti adularia, kaolinit dan klorit menunjukkan bahwa mineral ini terbentuk pada
suhu +200 derajat Celsius.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan