Anda di halaman 1dari 22

PRESENTASI KASUS

Tindakan Seksio Sesarea pada Preeklamsia Berat dan Fetal Distress

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan

Klinik Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Temanggung

Dokter Pembimbing :

dr. AB Setiyanto Sp.OG, M.Kes

Disusun Oleh :

Peny Kurnia C.

(20120310072)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2017

1
A. PENGALAMAN

a. Identitas Pasien

Nama : Ny. AA

No. RM : 351***

Usia : 35 tahun

Alamat : Tlodas Boto Putih, Temanggung

Tgl Masuk / Jam : 25 Juli 2017 / Pukul 20 : 30 WIB

b. Subjektif

Pasien datang ke Ponek IGD RSUD Temanggung atas rujukan dari dr. AB Setiyanto,

Sp.OG dengan diagnosa G2P1A0 Gravida 3031 minggu + PEB + Oligohidramnion +

IUGR + Fetal Distress.

Keluhan Utama :

Tekanan darah tinggi.

Perjalanan Penyakit :

- Pasien G2P1A0 merasa hamil ±7 bulan, mengetahui tekanan darah tinggi saat

periksa di dr. AB Setiyanto, Sp.OG (140/100 mmHg). Riwayat tekanan darah

tinggi sebelum hamil disangkal. Sedangkan riwayat tekanan darah tinggi pernah

dialami saat hamil yakni ketika usia kehamilan ±7 bulan. Keluhan nyeri ulu hati

dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Nyeri kepala hebat dan pandangan kabur

disangkal.

- Keluhan kenceng kenceng belum dirasakan oleh pasien. Keluar lendir darah (-),

keluar cairan banyak berwarna jernih dari jalan lahir (-). Gerak anak berkurang.

- HPHT : 20 Desember 2016.

- HPL : 27 September 2017

- Riwayat ANC di bidan 4X dan dr. AB Setiyanto, Sp.OG 2X,

- Riwayat siklus haid :

Menarche : 13 tahun

Siklus : Teratur, dismenorrhea (+)

2
Lama haid : 7 hari, ganti pembalut 34x/hari

- Riwayat Obstetri :

Tahun 2014 riwayat persalinan spontan, usia kehamilan 37 minggu, melahirkan di

bidan, bayi yang dilahirkan berjenis kelamin lakilaki dengan BBL 3200 gr.

- Riwayat kontrasepsi : KB suntik 3 bulanan.

- Riwayat menikah : 1 kali, pada tahun 2013, usia pernikahan ±4 tahun.

- Riwayat penyakit : Riwayat penyakit seperti hipertensi, DM, penyakit jantung,

asma, dan alergi disangkal oleh pasien.

- Riwayat penyakit keluarga

Riwayat keluarga dengan sakit keganasan disangkal.

Riwayat keluarga pasien memiliki penyakit seperti hipertensi, DM, penyakit

jantung, asma, dan alergi disangkal oleh pasien.

c. Objektif

Pemeriksaan Fisik

- Keadaan Umum : Cukup

- Kesadaran : Compos mentis

- Tinggi badan : 150 cm

- Berat badan : 120 kg

- Vital Sign :

TD : 160/120 mmHg t : 36,4oC

N : 88 X/mnt RR : 20 X/mnt

- Mata : CP (-/-) , SI (-/-)

- Leher : PKGB (-)

- Thorax : Cor: S1S2 reguler, Pulmo: SDV +/+, ST -/-

- Abdomen : Supel, Bu (+), NT (-), Asites (+)

- Ekstremitas : Akral dingin - - Oedem - -


- - + +

3
Status Obstetri : TFU 24 cm

LA : Leopold (Sulit Dinilai)

DJJ 132 X/mnt , irreguler, melemah

His (-)

TBJ 1860 gr

Pemeriksaan Dalam : Tidak dilakukan

Pemeriksaan Laboratorium :

Darah Lengkap

Hb 10,7 (L) MCV 86 MCHC 33,4

Hmt 32 (L) MCH 28,8 Leukosit 8,5

Eritrosit 3,72 (L) Trombosit 168 GolDar O

BT CT

CT 6’ 00” BT 1’30”

Kimia Klinik

GDS 96 Ureum 26,4 Kreatinin 1,09

Bilirubin Total 0,50 Bilirubin Direk 0,20 Bilirubin Indirek 0,30

Albumin 2,91 (L)

Imunologi

HbsAg (Non Reaktif) Anti HIV (Non Reaktif)

Urin

POS (3+)

d. Assessment

PEB + Fetal Distress + Oligohidramnion + IUGR + Morbidity Obesitas

e. Planning

Operasi Seksio Sesarea CITO

Konsul dengan dokter Anestesi

Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV

4
Laporan Tindakan

Tindakan : Seksio Sesarea

Pelaksana : dr. AB Setiyanto Sp.OG, M.Kes

Diagnosis : PEB + Fetal Distress + Oligohidramnion + IUGR +

Morbidity Obesitas

Dasar Diagnosis : Anamnesis, pemeriksaan fisik, USG, CTG

Tindakan Kedokteran : Seksio Sesarea

Indikasi Tindakan : PEB + Fetal Distress + Oligohidramnion + IUGR +

Morbidity Obesitas

Tata cara : Melahirkan bayi dengan membuat irisan pada perut dan

dinding rahim, bayi dilahirkan secara abdominal.

Tujuan : Melahirkan bayi.

Risiko : Ibu : kehilangan darah > 1 L, cedera kandung kemih, cedera

usus, angkat rahim, nyeri pasca operasi.

Bayi : bayi lahir tidak menangis / menangis lemah (Asfiksi

neonatorum), kematian bayi

Komplikasi : Cedera kandung kemih, usus dan organ sekitar rahim,

perdarahan, infeksi masa nifas, dan infeksi luka operasi,

perawatan ICU dan kematian ibu.

Prognosis : Ad bonam

Alternatif :

Lain – lain : Dibutuhkan perawatan pasca operasi lebih lama

dibandingkan dengan persalinan spontan.

5
Nama : Ny. AA
LAPORAN OPERASI
LAPORAN OPERASI Tgl Lahir : 14 Mei 1982

Alamat : Tlodas Botoputih, Temanggung

Nama Ahli Bedah : Nama Asisten / Instrumen Nama Dokter Anestesi


dr. AB Setiyanto, Sp.OG Bp. Iwan / Bu Yuyun dr. Uud, Sp.An
Diagnosis Pre Operatif :

PEB + Fetal Distress + Oligohidramnion + IUGR + Morbidity Obesitas

Diagnosis Post Operatif : Macam Pembedahan :

PEB + Fetal Distress + Oligohidramnion


+ IUGR +Morbidity Obesitas + Ruptur □ Canggih □ Elektif
Segmen Bawah Rahim □ Khusus □ Emergency
□ Besar □ Penyulit
Jaringan yang dieksisi/insisi : -
□ Sedang
Estimasi Keluaran Darah :

Nama / Macam Operasi : Dikirim untuk pemeriksaan :

- Seksio Sesarea □ Ya
- Histerorafi □ Tidak

Tanggal Operasi : Jam mulai Operasi : Jam selesai Operasi : Lama Operasi

25/07/2017 21 : 45 23:00 berlangsung : 1 ¼ jam

1. Membuka abdomen + segmen bawah rahim


2. Bayi dan plasenta lahir
3. Identifikasi  Tampak robekan segmen bawah rahim ke arah vagina ±5 cm, kemudian
dijahit
4. Segmen bawah rahim dijahit 2 lapis
5. Reperitoneisasi
6. Luka operasi dijahit

6
Instruksi pasca operasi SC :

1. MgSO4 sesuai protap (4 gr IV, 6 gr drip selama 24 jam).


2. Tab Nifedipin 3 x 10 mg
3. Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr IV
4. Inj. Ketorolac 3 x 30 mg

FOLLOW UP RUANGAN

Tanggal Catatan Instruksi


26/07/16 S/ Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi, ASI belum
06:00 keluar. Terapi Lanjut
O/
KU : CM Mata: CA - /- SI -/- P/
TD : 120/80 mmHg Abdomen : Cek Albumin
N : 84x/menit Supel, NT(-), asites (+)
R : 18x/menit Jahitan tidak rembes
0
S : 36,4 C TFU : 2 jari dibawah pusat
BAK : DC (+) Ekstremitas : oedem

A/ P2A0 Post SC H1 e.c. PEB +IUGR + Fetal Distress

S/ Pasien mengatakan nyeri luka operasi (+). ASI (-),


27/07/16 BAB () Rx.
06:00 O/  Transfusi Albumin
KU : CM Mata: CA -/- SI -/- 1 Kolf
TD : 140/70 mmHg Abdomen :  Tab Ciprofloxacin
N : 80x/menit Supel, NT (-), asites (+), 2 x 500 mg
R : 18x/menit Jahitan tidak rembes  Metronidazol 3 x
S : 36,5 ºC TFU: 2 jari di bawah pusat 500 mg
BAK : DC (+) Ekstremitas : oedem ( )  Tab Dopamet 3 x
Albumin : 2,91 (L) 250 mg
 Ketoprofen 2 x 50
A/ P2A0 Post SC H2 e.c. PEB +IUGR + Fetal Distress mg

28/07/17 S/ Pasien mengatakan tidak ada keluhan, nyeri luka operasi


06:00 sedikit berkurang. BAB (-)  Tx Lanjut
O/  Aff DC dan Infus
KU : CM Mata: CA -/- SI -/-
 BLPL (sore ini)
TD : 130/80 mmHg Abdomen :

7
N : 86x/menit Supel, NT (-), asites (+),
R : 18x/menit Jahitan tidak rembes
S : 36,4 ºC TFU: 1 jari di bawah pusat
BAK : DC (+) Ekstremitas : oedem ( )

A/ P2A0 Post SC H3 e.c. PEB +IUGR + Fetal Distress

8
Status Perinatologi

Lahir Tanggal/ Pukul : 25 Juli 2017 / Pukul 21 : 48 WIB

Jenis Kelamin : Perempuan

BB/PB : 1050 gr / 35 cm

LK : 27 cm

LD : 21,5 cm

LLA : 6 cm

LP : 20 cm

APGAR SCORE 1 Menit 5 Menit 15 Menit

Denyut Jantung 1 2 2

Pernapasan 1 2 2

Tonus Otot 1 1 1

Gerak / Reflek 0 0 1

Warna Kulit 0 1 2

Jumlah 3 6 8

Kelainan yang djumpai :

Pallatum paten (+), Anus paten (+), Hipersalivasi (+), Nafas cuping hidung (+),

SpO2 97%, HR : 142 x/menit, t : 33,3oC

Diagnosa : BBLSR, Neonatus Preterm, Asfiksia berat

Pengobatan / Tindakan :

- Infus D5% 4 tpm - Gentamisin eye drop

- Inj. Vit K 1 mg - Inj. Cefotaxime 2 x 50 mg

- Inj. Ca Glukonas 2 x 0,5 mL  dilarutkan dalam aquades 1 : 1

- Cek GDS : 27 mg/dL  Bolus D10 2,5 cc  cek GDS ulang 1 jam kemudian

- Jika masih sesak, SpO2 < 95  O2 nasal 2 tpm  CPAP (Continous Positive Airway

Pressure).

9
B. MASALAH YANG DIKAJI

1. Apa yang dimaksus PEB? Bagaimana penegakkan diagnosisnya?

2. Bagaimana penatalaksaan PEB ?

C. PEMBAHASAN

1. Definisi1,3,4

Preeklampsia adalah gangguan menyeluruh mengenai malfungsi endotel vaskular

dan vasospasme yang terjadi pada minggu ke 20 kehamilan dan dapat pula terjadi sampai

minggu ke 46 postpartum. Secara klinis didefinisikan sebagai hipertensi dan proteinuria

dengan maupun tidak disertai edema patologis. Preeklampsia dibagi lagi menjadi

preeklampsia ringan dan berat. Diagnosis preeklampsia berat ditegakkan pada wanita

hamil >20 minggu dengan hipertensi ditambah dengan salah satu gejala berikut :

1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg

2. Proteinuria ≥5gr/24 jam atau ≥ 3+

3. Oligouria (< 500ml per 24 jam) yang disertai dengan kenaikan kreatinin plasma

4. Gangguan visus dan serebral yang menetap

5. Nyeri epigastrium

6. Edema paru dan sianosis

7. Sindroma HELLP

8. Oligohidramnion, perlambatan pertumbuhan janin, atau abrupsi plasenta

2. Klasifikasi3,5

Berdasarkan pedoman pengelolaan hipertensi dalam kehamilan di Indonesia (2005) :

1. Hipertensi Gestasional

10
Didapatkan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg Untuk pertama kalinya setelah umur

kehamilan 20 minggu, tidak disertai dengan proteinuria dan tekanan darah kembali

normal < 12 minggu pasca persalinan.

2. Preeklampsia

Ringan

Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu disertai dengan

proteinuria ≥ 300mg/24 jam atau dipstick ≥ 1+

Berat

Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg Setelah umur kehamilan 20 minggu, disertai

dengan proteinuria > 2gr/24 jam atau dipstick ≥ 2+ sampai 4+

3. Eklampsia

Kejangkejang pada preeklampsia disertai koma

4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia

Timbulnya proteinuria ≥ 300mg/24 jam pada wanita hamil yang sudah mengalami

hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan 20 minggu.

5. Hipertensi Kronik

Ditemukannya tekanan darah ≥ 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum

kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang 12 minggu pasca persalinan.

3. Faktor Predisposisi

Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami preeklampsia bila mempunyai

faktorfaktor predisposisi sebagai berikut

1. Nulipara

2. Kehamilan ganda

11
3. Usia <20 atau >35 tahun

4. Riwayat preeklampsiaeklampsia pada kehamilan sebelumnya

5. Riwayat dalam keluarga pernah menderita preeklampsiaeklampsia

6. Penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada sebelum kehamilan

7. Obesitas

4. Patofisiologi

Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis PEE. Vasokonstriksi menimbulkan

peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga

akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel,

kebocoran arteriol disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu Hubel (1989)

mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya

penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta.

Hipoksia/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses

hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan

demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel.

Implantasi dari invasi trofoblas yang tidak normal ke dalam pembuluh darah uterus

merupakan penyebab terbesar kejadian hipertensi yang berkaitan dengan sindrom

preeklampsia . Secara fisiologis invasi ke dalam uterus oleh trofoblas endovaskuler

menyebabkan remodeling dari arteri spiralis uterus yang luas, yang menyebabkan pelebaran

dari diameter pembuluh darah. Pada preeklampsia , terdapat invasi yang kurang dan arteriol

profunda dari tidak melebar. Hasil studi menunjukkan derajat dari invasi trofoblas yang

inkomplit ke dalam arteri spiralis secara langsung berkaitan dengan derajat keparahan dari

hipertensi maternal. Kemudian, akan menyebabkan hipoperfusi plasenta yang akan

menyebabkan pelepasan komponen vasoaktif sistemik yang akan menyebabkan respon

inflamasi seperti vasokonstriksi, kerusakan endotel, pecahnya kapiler, hiperkoagulasi, dan

12
disfungsi dari trombosit, yang semuanya akan berkontribusi terhadap disfungsi organ dan

gambaran klinis dari penyakit.

Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan

hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila

keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan,

maka akan timbul keadaan yang disebut stess oksidatif. Pada PEE serum antioksidan kadarnya

menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita

hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfohidril yang berperan

sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui

ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati

termasuk selsel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya selsel endotel tersebut. Rusaknya

selsel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain :

a). Adhesi dan agregasi trombosit.

b). Gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma.

c). Terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari rusaknya

trombosit.

d). Produksi prostasiklin terhenti.

e). Terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan.

f). Terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak.

Faktor immunologi merupakan faktor pemegang kunci penyebab preeklampsia yang

telah lama dipercaya oleh peneliti. Salah satu komponen yang penting adalah kurangnya

disregulasi dari toleransi maternal terhadap antigen paternal pada plasenta dan fetus.

Maladaptasi dari fetalmaternal ini ditandai dengan hubungan defektif dari sel natural killer

(NK) dan HLAC dari fetus dan mengakibatkan perubahan histologis yang menyerupai dengan

rejeksi graft akut. Gangguan sel endoteliel yang khas pada preeklampsia dapat terjadi sebagai

akibat dari aktivasi leukosit yang ekstrim pada sirkulasi maternal.

13
5. Kriteria Diagnosis4,5,6

Dikatakan preeklampsia berat apabila gejala didapatkan satu atau lebih gejala dibawah

ini pada kehamilan > 20 minggu :

1. Tekanan darah >160/110 dengan syarat diukur dalam keadaan relaksasi (pengukuran

minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak dalam keadaan his.

2. Proteinuria >5gr/24jam atau +4 pada pemeriksaan kuantitatif.

3. Oligouria, produksi urine <500cc/24jam yang disertai dengan kenaikan kreatinin plasma.

4. Gangguan visus dan serebral

5. Nyeri epigastrium/hipokondrium kanan

6. Edema paru dan sianosis

7. Gangguan janin intrauteri

8. Adanya Hellp Syndrome (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelets Count)

Pemeriksaan Laboratorium

 CBC dan Apusan darah tepi :

- Anemia Hemolitik Mikroangiopatik

- Trombositopenia <100.000

- Hemokonsentrasi sering terdapat pada preeklampsia berat

- Sistiosit pada Apusan darah tepi

 Tes Fungsi liver : Kadar enzim Transaminase yang meningkat

 Kadar serum kreatinin : kadarnya meningkat yang disebabkan penurunan volume

intravaskuler dan penurunan dari GFR

 Faktor Koagulasi yang abnormal : Peningkatan PT dan aPTT

 Asam urat :

14
- Hiperurisemia merupakan gambaran laboratorium awal pada preeklampsia berat.

Tes ini memiliki sensitivitas yang rendah yaitu sekitar 055%, namum mempunyai

spesifikasi yang tinggi yaitu sekitar 7795%

Gambaran Radiologi4,5

CTScan Kepala

Studi menggunakan pemeriksaan ini untuk mendeteksi adanya perdarahan intracranial

pada pasien yang memiliki gejala sakit kepala hebat yang tibatiba, defisit neurologis atau

kejang dengan status postictal yang memanjang.

Ultrasonografi

Pemeriksaan ini digunakan untuk memeriksa status dari fetus yang sama baiknya

ketika memeriksa restriksi pertumbuhan

Kardiotokografi

Ini merupakan tes standar untuk mengetahui stress fetal dalam rahim dan dapat

memonitor fetus secara menetap. Walapun dapat memberikan informasi yang berkelanjutan,

namun alat ini memiliki kemampuan prediktif yang kurang.

6. Penatalaksanaan2,4,6,7

a. Perawatan PreHospital

1. Pemasangan infus

Pemasangan kanula intravena dengan diameter 16 G dimaksudkan agar dapat memberikan

cairan infus dengan lancar dan sebagai sarana pemberian obatobat intravena. Cairan infus

yang diberikan adalah dekstrose 5% setiap 1000 ml diselingi cairan ringer laktat 500 ml.

2. Obatobat anti kejang

a. MgS04

Diberikan secara intramuskuler pada preeklampsia berat, sedang pada eklampsia

diberikan secara intravena.

15
Loading dose: 4 g MgSO4 40% dalam larutan 10 ml intravena selama 4 menit, disusul 8

g MgSO4 40% dalam larutan 25 ml intramuskuler pada bokong kiri dan kanan

masingmasing 4 g.

Maintenance dose: 4 g MgSO4 tiap 6 jam secara intramuskuler; bila timbul kejang lagi,

dapat diberikan tambahan 2 g MgSO4 iv selama 2 menit sekurangkurangnya 20 menit

setelah pemberian terakhir. Bila setelah pemberian dosis tambahan masih tetap kejang

maka diberikan amobarbital 35 mg/kgBB/iv. Pada pemberian MgSO4 diperlukan

pemantauan tandatanda keracunan MgSO4. Kejang ulang setelah pemberian MgSO4

hanya 1%. Magnesium sulfat menurunkan eksitabilitas neuromuskuler; walaupun dapat

menembus plasenta, tidak ditemukan bukti toksisitas pada neonates dari fetus.

b. Diazepam

Suatu antikonvulsan yang efektif dengan jalan menekan reticular activating system

dan basal ganglia tanpa menekan pusat meduler. Diazepam melewati barier plasenta dan

dapat menyebabkan depresi pernapasan pada neonatus, hipotensi dan hipotermi hingga 36

jam setelah pemberiannya. Depresi neonatal ini hanya terjadi bila dosisnya lebih dari 30

mg pada 15 jam sebelum kelahiran. Dosis awal : 1020 mg bolus intravena Dosis

tambahan : 510 mg intravena jika diperlukan atau tetesan 40 mg diazepam dalarn 500 ml

larutan dekstrose 5%.

3. Obatobat anti hipertensi

Diberikan jika tekanan darah sistolik 160 mmHg atau tekanan darah diastolik 110

mmHg.

a. Klonidin

Satusatunya antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan. 1 ampul

mengandung 0,15 mg/ml. Caranya : 1 ampul klonidin diencerkan dalam 10 ml larutan

garam faal atau aquadest. Disuntikkan mulamula 5 ml i.v pelanpelan selama 5 menit;

setelah 5 menit tekanan darah diukur, bila belum turn, diberikan lagi sisanya. Klonidin

dapat diberikan tiap 4 jam sampai tekanan darah mencapai normal.

b. Nifedipin

16
Obat yang termasuk golongan antagonis kalsium ini dapat diberikan 10 mg sub

lingual atau 34 kali 10 mg peroral.

c. Hidralasin

Vasodilator ini tergolong obat yang banyak dipakai untuk hipertensi dalam kehamilan.

Ferris dan Burrow mengatakan bahwa penurunan vasospasme akan meningkatkan perfusi

uteroplasenter. Obat ini di Indonesia hanya tersedia dalam bentuk tablet.

4. Diuretika

Diuretika tidak digunakan kecuali jika didapatkan:

a. edema paru

b. payah jantung kongestif

c. edema anasarka

Yang dipakai adalah golongan furosemid. Baik tiazid maupun furosemid dapat menurunkan

fungsi uteroplasenter.

5. Kardiotonika

Indikasi pemberiannya ialah bila ditemukan tandatanda payah jantung.

6. Antipiretika

Digunakan bila suhu rektal di atas 38,5°C ; dapat dibantu dengan pemberian kompres

dingin.

7. Antibiotika

Diberikan atas indikasi

8. Anti nyeri

Bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi rahim dapat diberi petidin

5075 mg sekali saja selambatlambatnya 2 jam sebelum bayi lahir. Mengingat dalam kasus

rujukan preeklampsia berateklampsia, petugas terdepan yang sering menemukan kasus ini

adalah perawat atau bidan maka para petugas tersebut wajib dan harus mampu memberikan

obatobat pendahuluan yang mutlak dilakukan sebelum transportasi. Kewenangan dokter

puskesmas dalam memberikan obatobat pendahuluan dapat didelegasikan kepada perawat

maupun bidan. Bila perawat atau bidan mengetahui dengan benar syaratsyarat, indikasi dan

17
cara pemberian obat tersebut maka kecil kemungkinan terjadinya pengaruh sangkal

obatobat tersebut.

Bila penderita preeklampsieklampsia kejangkejang kemudian jatuh kedalam koma,

maka selain diberikan pengobatan pendahuluan, perawatan pendahuluan juga penting

dalam persiapan transportasi. Perlu diingat bahwa penderita koma tidak bereaksi atau

mempertahankan diri terhadap:

suhu yang ekstrim

posisi tubuh yang menimbulkan nyeri

aspirasi

Bahaya terbesar yang mengancam penderita koma adalah buntunya jalan napas atas.

Setiap penderita eklampsia yang jatuh ke dalam koma harus dianggap bahwa jalan napas

atasnya terbuntu, kecuali dibuktikan lain. Oleh karena itu tindakan pertama adalah menjaga

dan mengusahakan agar jalan napas atas tetap terbuka. Cara yang sederhana dan cukup

efektif adalah dengan cara head tiltchin lift atau head tiltneck lift yang kemudian

dilanjutkan dengan pemasangan kanul orofaringeal. Hal penting ke dua yang perlu

diperhatikan ialah bahwa penderita koma akan kehilangan refleks muntah sehingga

ancaman aspirasi bahan lambung sangat besar. Ibu hamil selalu dianggap memiliki

lambung penuh, oleh sebab itu semua bendabenda yang berada dalam rongga mulut dan

tenggorokan, baik berupa makanan atau lendir harus diisap secara intermitten. Penderita

ditidurkan dalam posisi yang stabil untuk drainase lendir.

Pada penderita yang kejang tujuan pertolongan pertama ialah mencegah penderita

mengalami trauma akibat kejangkejang tersebut. Penderita diletakkan di tempat tidur yang

lebar; hendaknya dijaga agar kepala dan ekstremitas penderita yang kejang tidak

membentur benda di sekitarnya. Hindari fiksasi terlalu kuat yang justru dapat menimbulkan

fraktur.Beri sudip lidah dan jangan mencoba melepas sudip lidah yang sedang tergigit

karena dapat mematahkan gigi. Ruangan penderita harus cukup terang. Bila kejangkejang

reda, segera beri oksigen.

18
B. Penanganan di Rumah Sakit8,9,10

B.I. Perawatan Aktif

A. Pengobatan Medisinal

1) Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus Dx/RL dari IGD.

2) Total bed rest dalam posisi lateral decubitus.

3) Diet cukup protein, rendah KHlemak dan garam.

4) Antasida.

5) Anti kejang:

b) Sulfas Magnesikus (MgSO4)

Syarat: Tersedia antidotum Ca. Glukonas 10% (1 amp/iv dalam 3 menit). Reflek patella (+)

kuat Rr > 16 x/menit, tanda distress nafas () Produksi urine > 100 cc alam 4 jam

sebelumnya.

Cara Pemberian:

Loading dose secara intravena: 4 gr/MgSO4 20% dalam 4 menit, intramuskuler: 4

gr/MgSO4 40% gluteus kanan, 4 gr/MgSO4 40% gluteus kiri. Jika ada tanda impending

eklampsi LD diberikan iv+im, jika tidak ada LD cukup im saja. Maintenance dose

diberikan 6 jam setelah loading dose, secara IM 4 gr/MgSO4 40%/6 jam, bergiliran pada

gluteus kanan/kiri.

Penghentian SM :

Pengobatan dihentikan bila terdapat tandatanda intoksikasi, setelah 6 jam pasca persalinan,

atau dalam 6 jam tercapai normotensi.

c). Diazepam: digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak

dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika dalam

dosis 100 mg/24 jam tidak ada pemberian, alih rawat R. ICU.

d).Diuretika Antepartum: manitol

Postpartum: Spironolakton (non K release), Furosemide (K release). Indikasi: Edema

paruparu, gagal jantung kongestif, Edema anasarka.

19
e). Anti hipertensi

Indikasi: T > 180/110 Diturunkan secara bertahap. Alternatif antepartum Adrenolitik

sentral:

Dopamet 3X125500 mg.

Catapres drips/titrasi 0,30 mg/500 ml D5 per 6 jam : oral 3X0,1 mg/hari.

Post partum :

ACE inhibitor: Captopril 2X 2,525 mg Ca Channel blocker: Nifedipin 3X510 mg.

f). Kardiotonika

Indikasi: gagal jantung

g). Lainlain:

Antipiretika, jika suhu>38,5°C

Antibiotika jika ada indikasi

Analgetika

Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1X80 mg/hari

Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm).

B. Pengobatan obstetrik

1). Belum inpartu

a). Amniotomi & Oxytocin drip (OD) Syarat: Bishop score >8, setelah 3 menit tx.

Medisinal.

b). Sectio Caesaria

Syarat: kontraindikasi oxytocin drip 12 jam OD belum masuk fase aktif.

2). Sudah inpartu

Kala I

Fase aktif: 6 jam tidak masuk f. aktif dilakukan SC.

Fase laten: Amniotomi saja, 6 jam kemudian pembukaan belum lengkap lakukan SC

(bila perlu drip oxytocin).

20
Kala II

Pada persalinan pervaginam, dilakukan partus buatan VE/FE. Untuk kehamilan < 37

minggu, bila memungkinkan terminasi ditunda 2X24 jam untuk maturasi paru janin.

PERAWATAN KONSERVATIF

Perawatan konservatif kehamilan preterm <37 minggu tanpa disertai tandatanda

impending eklampsia, dengan keadaan janin baik. Perawatan tersebut terdiri dari:

a) SM Therapy: Loading dose: IM saja.

- Maintenance dose: sama seperti di atas.

- Sulfas Magnesikus dihentikan bila sudah mencapai tanda Preeklampsia ringan,

selambatlambatnya dalam waktu 24 jam.

b) Terapi lain sama seperti di atas.

c) Dianggap gagal jika > 24 jam tidak ada perbaikan, harus diterminasi.

d) Jika sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan, diberikan SM 20% 2 gr/IV dulu.

e) Penderita pulang bila: dalam 3 hari perawatan setelah penderita menunjukkan tandatanda

PER keadaan penderita tetap baik dan stabil.

A. KESIMPULAN

Preeklampsia berat adalah timbulnya hipertensi ≥ 160/110 mmHg

disertai proteinuria dan atau edema pada kehamilan setelah 20 minggu. Pada kasus ini

pasien dikatakan mengalami preeklampsia berat karena mengalami hipertensi pada usia

kehamilan 30 minggu, yaitu tekanan darahnya sebesar 160/120 mmHg dan disertai

proteinuria +3. Pasien ini mengalami edema pada kedua ekstremitas bawah serta asites.

Sehingga diperlukan tindakan segera yakni Seksio Sesarea karena berdasarkan CTG janin

juga mengalami fetal distress.

21
B. DAFTAR PUSTAKA

1. Prasetyawan.2002. Perbandingan kadar kalsium darah pada PreEklampsia berat

dan kehamilan normotensi. SMF OBSGYN FK Univ. Diponegoro : Semarang

2. Rambulangi, John.2003. Penanganan dan pendahuluan prarujukan penderita

preeklampsia berat dan eklampsia. SMF OBSGYN FK Univ. Hasanuddin : Makassar

3. Subhaberata, Ketut. 2001. Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia. UPF

OBSGYN RSU Tarakan : Indonesia.

4. Tukur Jamilu, 2009. The use of magnesium sulphate for treatmen severe

preeclampsia and eclampsia. Available at www.annalsafrmed.org

5. KeeHak Lim.2009. Preeclampsia. Available on www.emedicine.com

6. Matthiesen, Leif. 2005. Immunology of preeclampsia. S. Karger AG, Basel : New

York.

7. Zina Semenovskaya. 2010. Pregnancy, preeclampsia. Available from

www.emedicine.com.

8. Virginia D. Winn. 2009. Severe Preeclampsia Related Changes in Gene Expression

at the Maternal Fetal Interface Include Sialic Acid Binding Immunoglobulin Like

Lectin and Pappalysin. Available from www.theendocrinesociety.com

22

Anda mungkin juga menyukai