Anda di halaman 1dari 79

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pelayanan Pasien adalah hal
penting yang terdapat di rumah
sakit , pasien dengan
masalah kesehatan dan
kebutuhan pelayanan yang
sama berhak mendapat
kualitas
asuhan yang sama di rumah
sakit. Untuk melaksanakan
prinsip kualitas asuhan yang
setingkat, Rumah sakit adalah
organisasi yang berkiprah
dalam bidang jasa pelayanan
kesehatan perorangan. Dalam
penyelenggaraan upaya
pelayanan pada pasien rumah
sakit
didukung oleh banyak jenis
keterampilan SDM baik yang
berbentuk profesi maupun non
profesi. Dalam menjalankan
kegiatannya rumah sakit
menyadari bahwa pelayanan
yang
diberikan kepada pasien dalam
bentuk bermacam macam
asuhan yang merupakan bagian
dari suatu sistem pelayanan
yang terintegrasi dengan
para profesional di bidang
pelayanan kesehatan. Dengan
adanya pedoman ini
diharapkan rumah sakit
dapat
menerapkan model pelayanan
yang akan membangun suatu
kontinuitas pelayanan,
menyelaraskan kebutuhan
asuhan pasien dengan
pelayanan yang tersedia di
rumah sakit,
mengkoordinasikan pelayanan,
kemudian merencanakan
pemulangan dan tindakan
selanjutnya. Hasilnya adalah
meningkatnya mutu asuhan
pasien dan efisiensi
penggunaan sumber daya yang
tersedia di rumah sakit. Setiap
pasien yang datang
kerumah sakit harus dijamin
aksesnya untuk mendapatkan
pelayanan yang dibutuhkan,
terjamin pula kontinuitas
pelayanan yang didapat, serta
mendapatkan pelayanan yang
terkoordinasi dan terintegrasi
dari berbagai asuhan dari para
profesional pemberi asuhan
pasien. Sehingga dapatlah
diharapkan hasil pelayanan
yang efektif, efisien dan
menjamin
keselamatan pasien, yang
akhirnya bermuara pada
kepuasan pasien dan
pemenuhan hak
pasien. Beberapa hal penting
yang harus dikelola oleh rumah
sakit adalah mengenali
dengan baik kebutuhan
pasien yang mana yang
dapat dilayani oleh rumah
sakit,
mengatur pemberian pelayanan
yang efisien kepada pasien, dan
melakukan rujukan ke
pelayanan yang tepat baik
di dalam maupun keluar
rumah sakit serta mengatur
pemulangan pasien yang tepat
ke rumah.
Rumah Sakit Bermutu, adalah
rumah sakit yang memberikan
pelayanan melalui
penyelenggaraan pelayanan
secara paripurna pada unit unit
gawat darurat, rawat jalan rawat
inap, ruang tindakan dan ruang
perawatan khusus.
Penyelenggaraan pelayanan
dilaksanakan oleh berbagai
kelompok profesi. Para
profesional utama yang
memberikan
asuhan kepada pasien di rumah
sakit adalah staf medis baik
dokter maupun dokter
spesialis, staf klinis
keperawatan (perawat dan
bidan), nutrisionis dan
farmasis yang
rutin dan pasti selalu berkontak
dengan pasien, akan tetapi
tidak kalah pentingnya
profesional lain yang
berfungsi melakukan asuhan
penunjang berupa analis
laboratorium, penata rontgen,
fisioterapis. Secara garis besar
ada empat kelompok SDM
yang mendukung jalannya
rumah sakit yaitu, kelompok
medis memberikan pelayanan
asuhan medis, kelompok
keperawatan memberikan
pelayanan asuhan keperawatan,
serta
kelompok keteknisian medis
yang memberikan pelayanan
penunjang medis, dan
akhirnya adalah kelompok
administrasi yang
memberikan pelayanan
administrasi
manajemen.
1.2. TUJUAN
Maksud dari Sasaran.
1.3. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup Pelayanan
pasien yaitu seluruh pelayanan
yang berhubungan secara
langsung maupun tidak
langsung dengan pasien.
Pelayanan tersebut terdiri dari :
1.1. Pelayanan medis
A. Pelayanan rawat inap
B. Pelayanan rawat jalan
C. Instalasi gawat darurat
D. Poliklinik THT
E. Poliklinik penyakit dalam
F. Poliklinik anak
G. Poliklinik bedah tulang
H. Poliklinik bedah plastik
I. Poliklinik gigi
J. Pelayanan kamar bedah
K. Instalasi farmasi
L. Instalansi rekam medis
1.3.2. Pelayanan non medis
A. Bagian kebersihan
B. Bagain laundry
C. Bagian dapur
D. Bagian maintenance
1.4. LANDASAN HUKUM
1.4.1. SK Direktur RS Khusus
Bedah SS Medika No.
025/RSKBSS SK/DIR/XII/2014
tentang kebijakan Pedoman
Pelayanan pasien RSKB SS
Medika
1.4.2. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 36
tahun 2009 tentang Kesehatan
1.4.3. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah
Sakit
1.4.4. Surat Keputusan
Menteri kesehatan Republik
Indonesia
No.129/Menkes/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit
1.4.5. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik
Indonesia
No.1691/Menkes/Per/VIII/2011
tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit
1.4.6. PMK no 1691 tahun 2011
tentang Keselamatan Pasien
1.4.7. Panduan Nasional
Keselamatan Pasien tahun 2006
BAB II
ISI
2.1. PEMBERIAN
PELAYANAN UNTUK
SEMUA PASIEN
Pelayanan berfokus pasien
adalah asuhan yang
menghormati dan responsif
terhadap pilihan, kebutuhan dan
nilai-nilai pribadi pasien, serta
memastikan bahwa nilai-
nilai pasien menjadi panduan
bagi semua keputusan klinis.
Penyediaan pelayanan yang
paling sesuai di suatu rumah
sakit untuk mendukung dan
merespon setiap kebutuhan
pasien yang unik, memerlukan
perencanaan dan koordinasi
tingkat tinggi. Ada beberapa
aktivitas tertentu yang bersifat
dasar bagi pelayanan pasien.
Untuk semua disiplin yang
memberikan pelayanan pasien,
aktivitas ini termasuk :
A. Perencanaan dan pemberian
asuhan kepada setiap/masing-
masing pasien;
B. Pemantauan pasien untuk
mengetahui hasil asuhan pasien;
C. Modifikasi asuhan pasien
bila perlu;
D. Penuntasan asuhan pasien;
dan
E. Perencanaan tindak lanjut.
Banyak praktisi kesehatan yaitu
dokter, perawat, apoteker,
nutrisionis, terapis
rehabilitasi, dan praktisi
pelayanan kesehatan lain
melaksanakan aktivitas
tersebut.
Masing-masing praktisi
pelayanan kesehatan
mempunyai peran yang jelas
dalam asuhan
pasien. Peran tersebut
ditentukan oleh lisensi;
kredensial; sertifikat; undang-
undang dan
peraturan; ketrampilan (skill)
khusus individu, pengetahuan,
pengalaman, juga kebijakan
rumah sakit atau uraian
tugas. Sebagian pelayanan
bisa dilaksanakan oleh
pasien,
keluarganya, atau pembantu
pelaksana asuhan lainnya yang
terlatih.
Pasien dengan masalah
kesehatan dan kebutuhan
pelayanan yang sama berhak
mendapat kualitas asuhan
yang sama di rumah sakit.
Untuk melaksanakan prinsip
“kualitas asuhan yang
setingkat” mengharuskan
pimpinan merencanakan dan
mengkoordinasi pelayanan
pasien. Secara khusus,
pelayanan yang diberikan
kepada
populasi pasien yang sama
pada berbagai unit kerja,
dipandu oleh kebijakan dan
prosedur yang menghasilkan
pelayanan yang seragam.
Sebagai tambahan, pimpinan
harus menjamin bahwa rumah
sakit menyediakan tingkat
kualitas asuhan yang sama
setiap hari dalam seminggu dan
pada setiap shift. Kebijakan dan
prosedur tersebut harus
sesuai dengan undang-undang
dan peraturan yang berlaku
yang membentuk proses
pelayanan pasien dan
dikembangkan secara
kolaboratif. Asuhan pasien yang
seragam
terefleksi sebagai berikut
dalam:
A. Akses untuk asuhan dan
pengobatan, yang memadai,
tidak tergantung atas
kemampuan pasien untuk
membayar atau sumber
pembiayaan.
B. Akses untuk asuhan dan
pengobatan, serta yang
memadai, yang diberikan oleh
praktisi yang kompeten tidak
tergantung atas hari-hari
tertentu atau waktu tertentu.
C. Ketepatan (acuity) mengenali
kondisi pasien menentukan
alokasi sumber daya untuk
memenuhi kebutuhan pasien.
D. Tingkat asuhan yang
diberikan kepada pasien
(misalnya pelayanan anestesia)
sama
di seluruh rumah sakit.
E. Pasien dengan kebutuhan
asuhan keperawatan yang
sama menerima asuhan
keperawatan yang setingkat
diseluruh rumah sakit.
F. Asuhan pasien yang seragam
menghasilkan penggunaan
sumber daya yang efisien
dan sehingga mendapatkan
evaluasi hasil (outcome) yang
sama untuk asuhan di
seluruh rumah sakit.
Semua proses asuhan pasien
oleh Profesional Pemberi
Asuhan (PPA) harus
dicatat dalam berkas rekam
medis pasien secara runtut
sesuai dengan perjalanan
asuhan
yang dialami pasien di RS,
mulai dari Assesmen Awal
sampai pada Resume Pulang.
Pencatatan dalam berkas rekam
medis mengikuti kaidah
Problem Oriented Medical
record (POMR) yaitu dengan
pola S (subyektif,
keterangan/keluhan pasien), O
(objektif,
fakta yang ditemukan pada
pasien melalui pemeriksaan
fisik dan penunjang), A
(analisis,
merupakan
kesimpulan/diagnose yang
dibuat berdasarkan S dan O)
dan P (plan, rencana
asuhan yang akan diterapkan
pada pasien).
2.2. PELAYANAN PASIEN
RISIKO TINGGI DAN
PENYEDIAAN
PELAYANAN
RISIKO TINGGI
2.2.1. Pengertian
Pelayanan pasien dengan risiko
tinggi merupakan pelayanan
pasien dengan
peralatan bhd, penyakit
menular atau
imunosuppressed, peralatan
dialysis,
peralatan pengikat atau
restraint, ketergantungan
bantuan dan pengobatan
kemoterapi
2.2.2. Kebijakan
Rumah sakit memberi
pelayanan bagi berbagai
variasi pasien dengan
berbagai variasi kebutuhan
pelayanan kesehatan.
Beberapa pasien yang
digolongkan risiko-tinggi
karena umur, kondisi, atau
kebutuhan yang bersifat
kritis. Anak dan lanjut usia
umumnya dimasukkan dalam
kelompok ini karena
mereka sering tidak dapat
menyampaikan pendapatnya,
tidak mengerti proses
asuhan dan tidak dapat ikut
memberi keputusan tentang
asuhannya. Demikian
pula, pasien yang ketakutan,
bingung atau koma tidak
mampu memahami proses
asuhan bila asuhan harus
diberikan secara cepat dan
efisien. Rumah sakit juga
menyediakan berbagai variasi
pelayanan, sebagian termasuk
yang berisiko tinggi
karena memerlukan peralatan
yang kompleks, yang
diperlukan untuk pengobatan
penyakit yang mengancam jiwa
(pasien dialisis), sifat
pengobatan (penggunaan
darah atau produk darah),
potensi yang membahayakan
pasien atau efek toksik
dari obat berisiko tinggi
(misalnya kemoterapi).
Kebijakan dan prosedur
merupakan alat yang sangat
penting bagi staf
untuk memahami pasien
tersebut dan pelayanannya dan
memberi respon yang
cermat, kompeten dan dengan
cara yang seragam. Pimpinan
bertanggung jawab
untuk :
A. Mengidentifikasi pasien dan
pelayanan yang dianggap
berisiko tinggi di
rumah sakit;
B. Menggunakan proses
kerjasama (kolaborasi) untuk
mengembangkan
kebijakan dan prosedur yang
sesuai;
C. Melaksanakan pelatihan
staf dalam
mengimplementasikan
kebijakan dan
prosedur.
Pasien dan pelayanan yang
diidentifikasikan sebagai
kelompok pasien
risiko tinggi dan pelayanan
risiko tinggi, apabila ada di
dalam rumah sakit maka
dimasukkan dalam daftar
prosedur. Rumah sakit dapat
pula melakukan
identifikasi risiko sampingan
sebagai akibat dari suatu
prosedur atau rencana
asuhan (contoh, perlunya
pencegahan trombosis vena
dalam, ulkus dekubitus dan
jatuh). Bila ada risiko tersebut,
maka dapat dicegah dengan cara
melakukan
M. Respon pasien terhadap
terapi gizi dimonitor.
N. Respon pasien terhadap
terapi gizi dicatat dalam rekam
medisnya.
2.4. PENGELOLAAN
PELAYANAN RASA NYERI
2.4.1 Pengertian
Menurut International
Association for the Study of
Pain (IASP),nyeri
adalah suatu pengalaman
sensori, emosional serta
kognitif yang tidak
menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan aktual
maupun potensial yang
dapat timbul tanpa adanya injuri
(Ardinata, 2007). Nyeri post
operasi adalah
nyeri yang dirasakan akibat dari
hasil pembedahan. Kejadian,
intensitas, dan
durasi nyeri post operasi
berbeda beda.Lokasi
pembedahan mempunyai efek
yang sangat penting yang hanya
dapat dirasakan oleh pasien.
Nyeri pasca
operasi tidak hanya terjadi
setelah operasi besar, tetapi juga
setelah operasi kecil.
Selain faktor fisiologis, nyeri
juga dipengaruhi oleh rasa takut
atau kecemasan
mengenai operasi (dimensi
afektif), yang dapat
meningkatkan persepsi individu
terhadap intensitas nyeri
(dimensi sensorik). Meskipun
semua pasien post
operasi mengalami sensasi rasa
nyeri, ada perbedaan dalam
ekspresi atau reaksi
nyeri (dimensi perilaku), latar
belakang budaya (dimensi
sosiokultural) (Suza,
2007). Individu yang
merasakan nyeri merasa
tertekan atau menderita dan
mencari upaya untuk
menghilangkan nyeri.
Perawat menggunakan
berbagai
intervensi untuk
menghilangkan nyeri atau
mengembalikan kenyamanan.
Perawat tidak dapat melihat
atau merasakan nyeri yang klien
rasakan. Nyeri
bersifat subjektif, tidak ada dua
individu yang mengalami nyeri
yang sama
menghasilkan respons atau
perasaan yang identik pada
seorang individu (Potter
& Perry, 2006).
2.4.2. Kebijakan
A. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan
berdasarkan tempat, sifat, berat
ringannya nyeri,
dan waktu lamanya serangan
(Asmadi, 2008).
1. Nyeri berdasarkan
tempatnya:
Strategi penatalaksanaan nyeri
mencakup baik secara
farmakologis maupun
secara nonfarmakologis.
1. Penatalaksanaan nyeri secara
farmakologis.
Penatalaksanaan nyeri secara
farmakologis yaitu kolaborasi
dengan
dokter dalam pemberian
analgesik dan anestesi.
Analgesik merupakan
metode yang umum untuk
mengatasi nyeri. Anestesi lokal
dan regional,
anestesi lokal adalah suatu
keadaan hilangnya sensasi pada
lokalisasi
bagian tubuh. Analgesia
Epidural adalah suatu anestesia
lokal dan terapi
yang efektif untuk menangani
nyeri pascaoperasi akut, nyeri
persalian
dan melahirkan, dan nyeri
kronik, khususnya yang
berhubungan dengan
kanker (Potter & Perry, 2006).
2. Penatalaksanaan nyeri secara
nonfarmakologis
Metode pereda nyeri
nonfarmakologi biasanya
mempunyai resiko yang
sangat rendah. Metode ini
diperlukan untuk
mempersingkat episode
nyeri yang berlangsung hanya
beberapa detik atau menit
(Smeltzer &
Bare, 2002). Penatalaksanaan
nyeri secara nonfarmakologis
untuk
mengurangi nyeri terdiri dari
beberapa teknik diantaranya
adalah:
a. Distraksi
Distraksi adalah mengalihkan
perhatian klien ke hal yang lain
dan
dengan demikian menurunkan
kewaspadaan terhadap nyeri
bahkan
meningkatkan toleransi
terhadap nyeri (Potter & Perry,
2006).
b. Relaksasi
Teknik relaksasi adalah
tindakan relaksasi otot
rangka yang
dipercaya dapat menurunkan
nyeri dengan merelaksasikan
ketegangan otot yang
mendukung rasa nyeri
(Tamsuri, 2007). Teknik
relaksasi dapat dilakukan
dengan cara melakukan teknik
relaksasi
napas.
Teknik relaksasi adalah suatu
bentuk tindakan keperawatan
yang
mana perawat mengajarkan
kepada pasien bagaimana
cara
melakukan napas dalam
untuk mengurangi nyeri.
Pasien dapat
memejamkan matanya dan
bernapas dengan perlahan dan
nyaman.
Irama yang konstan dapat
dipertahankan dengan
menghitung dalam
hati dan lambat bersama
setiap inhalasi (“hirup, dua,
tiga) dan
ekshalasi (hembuskan, dua,
tiga). Pada saat perawat
mengajarkan
teknik ini, akan sangat
membantu bila menghitung
dengan keras
bersama pasien pada awalnya.
Ada tiga hal yang utama yang
diperlukan dalam relaksasi yaitu
posisi
yang tepat, pikiran
beristirahat, lingkungan yang
tenang. Posisi
pasien diatur senyaman
mungkin dengan semua
bagian tubuh
disokong (misal bantal
menyokong leher), persendian
fleksi, dan
otot-otot tidak tertarik (misal
tangan dan kaki tidak
disilangkan).
Untuk menenangkan pikiran
pasien dianjurkan pelan-pelan
memandang sekeliling
ruangan.Untuk melestarikan
muka, pasien
dianjurkan sedikit tersenyum
atau membiarkan geraham
bawah
kendor (Priharjo, 2002).
Menurut Potter & Perry (2006)
efek relaksasi antara lain:
Penurunan
nadi, tekanan darah, dan
pernapasan, penurunan
konsumsi oksigen,
penurunan ketegangan otot,
peningkatan kesadaran global,
kurang
perhatian terhadap stimulus
lingkungan, tidak ada
perubahan posisi
yang volunteer, perasaan damai
dan sejahtera, periode
kewaspadaan
yang santai, terjaga, dan dalam
c. Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah
menggunakan imajinasi
seseorang
dalam suatu cara yang
dirancang secara khusus untuk
mencapai efek
positif tertentu (Smeltzer &
Bare, 2002)
d. Hipnosis
Hipnosis efektif dalam
meredakan nyeri atau
menurunkan jumlah
analgesik yang dibutuhkan pada
nyeri akut dan kronis (Smeltzer
&
Bare, 2002)
sembuh,sehingga mereka
akan memberikan perhatian
dan kasih sayang
diakhir kehidupan pasien
tersebut.
C. Aspek Medis
Kebanyakan kalangan dalam
dunia kedokteran dan hukum
sekarang ini
mendefinisikan kematian
dalam pengertian mati otak
(MO) walaupun
jantung mungkin masih
berdenyut dan ventilasi
buatan (ventilator)
dipertahankan.Akan tetapi
banyak pula yang memakai
konsep mati batang
otak (MBO)sebagai
pengganti MO dalam
penentuan mati.Dengan
meningkatnya ilmu
pengetahuan dan teknologi
dibidang kedokteran maka
banyak pilihan pengobatan yang
berguna memberi bantuan hidup
terhadap
pasien tahap terminal. Pilihan
ini seringkali menimbulkan
dilemma terutama
bagi keluarga pasien karena
mereka menyadari bahwa
tindakan tersebut
bukan upaya penyembuhan dan
hanya akan menambah
penderitaan pasien.
Keluarga menginginkan sebuah
proses di mana berbagai
intervensi medis
(misalnya pemakaian ventilator)
tidak lagi diberikan kepada
pasien dengan
harapan bahwa pasien akan
meninggal akibat penyakit
yangmendasarinya.
Ketika keluarga/ wali
meminta dokter menghentikan
bantuan hidup
(withdrowing life support)atau
menunda bantuan hidup
(withholding life
support )terhadap pasien
tersebut, maka dokter harus
menghormati pilihan
tersebut. Pada situasi
tersebut, dokter memiliki
legalitas dimata hukum
dengan syarat sebelum
keputusan penghentian atau
penundaan bantuan
hidup dilaksanakan, tim
dokter telah memberikan
informasi kepada
keluarga pasien tentang kondisi
terminal pasien dan
pertimbangan keputusan
keluarga / wali tertulis dalam
informed consent.
D. TATA LAKSANA
1. Aspek keperawatan
a. Assesmen Keperawatan
Perawat dapat berbagi
penderitaan pasien menjelang
ajal dan
mengintervensi dengan
melakukan assesmen yang
tepat sebagai
berikut :
1) Assmen tingkat pemahaman
pasien dan keluarga
a) Closed awareness : pasien
dan atau keluarga percaya
bahwa
pasien akan segera sembuh.
b) Mutual pretense :
keluarga mengetahui kondisi
terminal
pasien dan tidak
membicarakannya lagi, kadang
– kadang
keluarga menghindari
percakapan tentang kematian
demi
menghindarkan dari tekanan.
c) Open awareness : keluarga
telah mengetahui tentang proses
kematian dan tidak merasa
keberatan untuk
mempebincangkannya
walaupun terasa sulit dan
sakit.
Kesadaran ini membuat
keluarga mendapatkan
kesempatan
untuk menyelesaikan masalah
– masalah, bahkan dapat
berpartisipasi dalam
merencanakan pemakaman.
Pada
tahapan ini, perawat atau dokter
dapat menyampaikan isu
yang sensitive bagi keluarga
seperti autopsi atau donasi
organ.
b. Assesmen factor fisik pasien
Pada kondisi terminal atau
menjelang ajal pasien
dihadapkan pada
berbagai masalah menurunya
fisik, perawat harus mampu
mengenali
perubahan fisik yang terjadi
pada pasien terminal meliputi :
1) Pernafasan (breath)
a) Apakah teratur atau tidak
teratur.
b) Apakah ada suara napas
tambahan seperti ronki,
wheezing,
stridor, crackles, dll.
c) Apakah terjadi sesak nafas.
d) Apakah ada batuk , bila ada
apakah produktif atau tidak.
e) Apakah ada sputum, bila ada
bagaimana jumlah warna, bau,
dan jenisnya.
f) Apakah memakai ventilasi
mekanik (ventilator) atau tidak
2) Kardio varkuler (blood)
a) Bagaimana irama jantung,
apakah regular atau ireguler.
Infeksi tersebut menyebabkan
peningkatan morbiditas dan
mortalitas, pemanjangan masa
perawatan, dan pembengkakan
biaya perawatan. Penyebab
meningkatnya risiko infeksi
ini
bersifat multifaktorial,meliputi
penurunan fungsi imun,
gangguan fungsi barrier
usus,penggunaan antibiotik
spektrum
luas, katekolamin, penggunaan
preparat darah, atau dari alat
kesehatan yang digunakan
(sepertiventilator).
Pasien menderita penyakit
terminal dengan prognose
yang
buruk hendaknya
diinformasikan lebih dini untuk
menolak atau
menerima bila dilakukan
resusitasi maupun ventilator.
b. Withdrawing life support dan
with holding life support
Pengelolaan akhir kehidupan
meliputi penghentian bantuan
hidup
(withdrawing life support)
dan penundaan bantuan
hidup
(withholdinglife support) yang
dilakukan pada pasien yang
dirawat di
ruang rawat intensif care).
Keputusan withdrawing /
withholding
adalahkeputusan medis dan etis
yang dilakukan oleh 3 (tiga)
dokter
yaitu dokter spesialis
anestesiologi atau dokter lain
yang memiliki
kompetensi dan 2 (dua)orang
dokter lain yang ditunjuk oleh
komite
medis rumah sakit.Adapun
persyaratan withdrawing life
support
&withholding life support
sebagai berikut :
1. Informed Consent Pada
keadaan khusus, dimana perlu
adanya
tindakanpenghentian/penundaan
bantuan hidup
(withdrawing/withholding
lifesupport) pada seorang
pasien,
maka harus mendapat
persetujuan keluarga terdekat
pasien.Persetujuan
penghentian/penundaan bantuan
hidup oleh
keluarga terdekat pasien harus
diberikan secara tertulis (written
consent) dalam bentuk
pernyataan yang tertuang dalam
Formulir
Pernyataan Pemberian
Informasi Kondisi Terminal
yang
disimpan dalam rekam
medis pasien, dimana
pernyataan
tersebut diberikan setelah
keluarga mendapat penjelasan
dari tim
DPJP yang
bersangkutanmengenai
beberapa hal sebagai berikut:
2. Diagnosis : Temuan klinis
dan hasil pemeriksaan medis
sampai
saat tersebut
BAB III
PENUTUP
Dengan semakin meningkatnya
tuntutan masyarakat terhadap
pelayanan di rumah sakit
maka pelaksanaan kegiatan
keselamatan pasien rumah sakit
sangatlah penting. Melalui
kegiatan akreditas ini
diharapkan terjadi penurunan
insiden sehingga dapat lebih
meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap rumah
sakit. Program Keselamatan
Pasien merupakan never ending
proses, karena itu diperlukan
budaya termasuk motivasi
yang cukup tinggi untuk
bersedia melaksanakan
program keselamatan pasien
secara
berkesinambungan dan
berkelanjutan.
PELAYANA
N PASIEN
YANG
SERAGAM
Pengertian
Adalah asuhan
yang
menghormati
dan responsif
terhadap
pilihan,
kebutuhan dan
nilai-nilai
pribadi pasien,
serta
memastikan
bahwa nilai-
nilai pasien
menjadi
panduan bagi
semua
keputusan klinis
yang memadai,
tidak
bergantung atas
kemampuan
pasien untuk
membayar atau
sumber
pembiayaan

. Tujuan 1.
Penyediaan
pelayanan
untuk
mendukung
dan merespon
setiap
kebutuhan
pasien yang
unik.
2. Tingkat
asuhan yang
diberikan
kepada sama
di seluruh
rumah sakit.

III. Kebijakan
SK Direktur
No.
948/XII.1/RS
U-
SM/VI/2015
Tentang
Kebijakan
Pasien
Mendapatkan
Asuhan
Pelayanan
Yang Sama
Kualitasnya di
RSU Sari
Mutiara
Medan

IV. Prosedur
1.
Perencanaan
dan
pemberian
asuhan
kepada
setiap/masing-
masing pasien;
2. Pemantauan
pasien untuk
mengetahui
hasil asuhan
pasien;
3. Modifikasi
asuhan pasien
bila perlu;
4. Penuntasan
asuhan pasien;
dan
5.
Perencanaan
tindak lanjut

Unit terkait
Seluruh
Instalasi
Pelayanan
Rumah Sakit
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
NOMOR ......./........../.............
TENTANG
KEBIJAKAN ASUHAN PASIEN SERAGAM
DIREKTUR RUMAH SAKIT

enimbang ; a. Bahwa dalam meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit , maka diperlukan penyelenggaraan
pelayanan asuhan pasien yang seragam yang bermutu tinggi
b. Bahwa agar pelayanan di Rumah Sakit dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya Peraturan
Direktur tentang Kebijakan Asuhan Pasien seragam Rumah Sakit sebagai landasan bagi
penyelenggaraan seluruh pelayanan di RS
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b perlu ditetapkan dengan
Peraturan Direktur RS

engingat ; 1. Undang- undang RI no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit


2. Undang –undang no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang- undang no 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
4. Kepmenkes 1333/1999 tentang standart Pelayanan Rumah Sakit
MEMUTUSKAN

Menetapkan ;
Pertama ; Peraturan Direktur Rumah Sakit Tentang Kebijakan Asuhan Pasien Seragam Rumah Sakit
Kedua ; Kebijakan Asuhan Pasien Seragam Rumah Sakit sebagaimana tercantum dalam lampiran
peraturan ini
Ketiga ; Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Asuhan Pasien Seragam dilaksanakan oleh petugas
kesehatan RS
Keempat ; Ketetapan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan apabila di kemudian hari ternyata tersapat
kekeliruan dalam penetapan ini akan di adakan perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di Tangerang
Tanggal ...../...../......
Direktur Rumah Sakit
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
NOMOR ;
TANGGAL ;

KEBIJAKAN ASUHAN PASIEN SERAGAM


RUMAH SAKIT

1. RS memberikan pelayanan kepada pasien yang sama dan tidak membedakan keturunan, ras,
agama.
2. pelayanan pasien RS mengacu pada Undang-Undang tentang Standar Pelayanan RS.
3. RS memberikan pelayanan yang seragam dalam kondisi apapun baik dalam keadaan gawat
maupun pasien Rawat Jalan.
4. RSmemberikan pelayanan yang seragam yang dilakukan oleh praktisi yang kompeten dalam
setiap harinya.
5. RS memberikan pelayanan yang seragam dengan sumber daya yang efisien dan menghasilkan
evaluasi yang bermutu tinggi.

Asuhan Pasien Seragam, meliputi :


a. Pelayanan Unit :
1. Pelayanan Unit Gawat Darurat, Rawat Inap, Rawat Intensif, Laboratorium, dan
Radiologidilaksanakan dalam 24 jam. Pelayanan Rawat Jalan sesuai dengan jadwal praktik
dokter.
2. Pelayanan Kamar Operasi dilaksanakan dalam jam kerja, dan dilanjutkan dengan sistem oncall.
3. Pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien
4. Seluruh stafRumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, pedoman / panduan dan
standar prosedur operasional yang berlaku, serta sesuai dengan etika Rumah Sakit dan peraturan
perundangan yang berlaku
5. Seluruh staf Rumah Sakit dalam melaksanakan pekerjaannya wajib selalu sesuai dengan
ketentuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit ( K3), termasuk dalam penggunaan
alat pelindung diri ( APD)

b. Skrining dan triase


1. Skrining dilakukan pada kontak pertama untuk menetapkan apakah pasien dapat dilayani oleh
Rumah Sakit
2. Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik,
psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik imajing sebelumnya
3. Kebutuhan darurat, mendesak, atau segera diidentifikasi dengan proses triase berbasis bukti
untuk memprioritaskan pasien dengan kebutuhan emergensi.

c. Identifikasi;
1. Setiap pasien yang termasuk rawat inap harus dipasang gelang identitas pasien
2. Pasien selalu diidentifikasi sebelum pemberian obat, sebelum tranfusi darah, atau produk darah
lainnya, sebelum pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan laboratorium klinis,
sebelum pemeriksaan radiologi, serta sebelum dilakukan tindakan.

d. Transfer/ perpindahan di dalam rumah sakit


1. Transfer dilakukan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan
2. Pasien yang ditranfer harus dilakukan stabilisasi terlebih dahulu sebelum dipindahkan

e. Transfer keluar rumah sakit/ rujukan


1. Stabilisasi terlebih dahulu sebelum dirujuk
2. Rujukan ke rumah sakit atau sarana kesehatan ditujukan kepada Unit yang fasilitasnya lebih
tinggi
3. Merujuk berdasarkan atas kondisi kesehatan dan kebutuhan akan pelayanan berkelanjutan
4. Rujukan menunjuk siapa yang bertanggung jawab selama proses rujukan serta perbekalan dan
peralatan apa yang dibutuhkan selama tranformasi
5. Kerjasama yang resmi atau tidak resmi dibuat dengan rumah sakit penerima
6. Proses rujukan didokementasikan di dalam rekam medis

f. Penundaan pelayanan ;
1. 1.Memperhatikan kebutuhan klinis pasien pada waktu menunggu atau penundaan untuk
pelayanan diagnostik dan pengobatan
2. 2.Memberikan informasi apabila akan terjadi penundaan pelayanan atau pengobatan
3. 3.Memberi informasi alasan penundaan atau menunggu dan memberikan informasi tentang
alternatif yang tersedia sesuai dengan keperluan klinis mereka

g. Pemulangan pasien;
1. DPJP yang bertanggung jawab atas pelayanan pasien tersebut, harus menentukan kesiapan
pasien untuk dipulangkan
2. Keluarga pasien dilibatkan dalam perencanaan proses pemulangan yang terbaik atau sesuai
kebutuhan pasien
3. Rencana pemulangan pasien meliputi kebutuhan pelayanan penunjang dan kelanjutan pelayanan
medis
4. Resume pasien pulang dibuat oleh DPJP sebelum pasien pulang
5. Resume berisi pula instruksi untuk tindak lanjut
6. Salinan resume pasien pulang didokumentasikan dalam rekam medis
7. Salinan resume pasien pulang diberikan kepada praktisi kesehatan yang dirujuk

h. Tranformasi ;
1. Tranformasi milik rumah sakit, harus sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku
berkenaan dengan pengoperasian, kondisi dan pemeliharaan
2. Tranformasi disediakan atau diatur sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien
3. Semua kendaraan yang dipergunakan untuk tranformasi, baik kontrak maupun milik rumah sakit
, dilengkapi dengan peralatan yang memadai, perbekalan dan medikamentosa seuai dengan
kebutuhan pasien yang dibawa

i. Hak pasien dan keluarga


1. Menghormati kebutuhan privasi pasien
2. Melindungi pasien dari kekerasan fisik
3. anak- anak, individu yang cacat, lanjut usia, dan lainnya yang berisiko, mendapatkan
perlindungan yang layak
4. Membantu mencari second opinion dan kompromi dalam pelayanan didalam maupun diluar
rumah sakit.
5. Pernyataan persetujuan ( Informed Consent) dari pasien didapat melalui suatu proses yang
ditetapkan rumah sakit dan dilaksanakan oleh staf yang terlatih, dalam bahasa yang dipahami
pasien
6. Informed concent diperoleh sebelum operasi, anestesi, sedasi, penggunaan darah atau produk
darah dan tindakan serta pengobatan lain yang berisiko tinggi

j. Penolakan pelayanan dan pengobatan;


1. Memberitahukan hak pasien dan keluarga untuk menolak atau tidak melanjutkan pengobatan.
2. Memberitahukan tentang konsekuensi, tanggung jawab berkaitan dengan keputusan tersebut dan
tersedianya alternatif pelayanan dan pengobatan.
3. Memberitahukan pasien dan keluarganya tentang menghormati keinginan dan pilihan pasien
untuk menolak pelayanan resusitasi atau memberhentikan pengobatan bantuan hidup dasar ( Do
Not Resuscitate )
4. Rumah sakit telah menetapkan posisinya pada saat pasien menolak pelayanan resusitasi dan
membatalkan atau mundur dari pengobatan bantuan hidup dasar.
5. Posisi rumah sakit sesuai dengan norma agama dan budaya masyarakat,serta persyaratan hukum
dan peraturan.

k. Pelayanan pasien tahap terminal :


1. Mendukung hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang penuh hormat dan kasih sayang
pada akhir kehidupannya
2. Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan semua aspek pelayanan pada
tahap akhir kehidupan
3. Semua staf harus menyadari kebutuhan unik pasien pada akhir kehidupannya yaitu meliputi
pengobatan terhadap gejala primer dan sekunder,manajemen nyeri,respon terhadap aspek
psikologis,sosial,emosional,agama dan budaya pasien dan keluarganya serta keterlibatannya
dalam keputusan pelayanan.

l. Asesmen pasien :
1. Semua pasien yang dilayani rumah sakit harus diidentifikasi kebutuhan pelayanannya melalui
suatu proses asesmen yang baku.
2. Asesmen awal setiap pasien meliputi evaluasi faktor fisik,psikologi ,sosial dan ekonomi
,termasuk pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan
3. Hanya mereka yang kompeten sesuai perizinan ,undang - undang dan peraturan yang berlaku
dan sertifikasi dapat melakukan sesmen
4. Asesmen awal medis dilakukan dalam 24 jampertama sejak rawat inap atau lebih dini / cepat
sesuai kondisi pasien atau kebijakan rumah sakit
5. Asesmen awal keperawatan dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap atau lebih
cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan rumah sakit.
6. Asesmen awal medis yang dilakukan sebelum pasien di rawat inap, atau sebelum tindakan pada
rawat jalan di rumah sakit, tidak boleh lebih dari 30 hari, atau riwayat medis telah diperbaharui
dan pemeriksaan fisik telah diulang.
7. Untuk asesmen yang berumur kurang dari 30 hari, apabila ada perubahan kondisi pasien yang
signifikan, maka perubahan dicatat dalam rekam medis pasien pada saat masuk rawat inap
8. Asesmen awal termasuk menentukan kebutuhan rencana pemulangan pasien (discharge
planning)
9. Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada internal tertentu atas dasar kondisi dan pengobatan
untuk menetapkan respon terhadap pengobatan dan untuk merencanakan pengobatan atau untuk
pemulangan pasien.
10. Data dan informasi asesmen pasien dianalisis dan diinterasikan.
m. Manajemen obat :
1. Elektrolit konsentrat tidak boleh berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara
klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja di area tersebut, bila
diperkenankan dengan kebijakan khusus.
2. Elektrolit kosentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien diberi label yang jelas dan disimpan
dengan cara yang membatasi akses (restricted access).

n. Manajemen nutrisi ;
1. Pasien di skrining untuk status gizi
2. Respon pasien terhadap terapi gizi di monitor
3. Makanan disiapkan dan disimpan dengan cara mengurangi resiko kontaminasi dan pembusukan
4. Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik
5. Distribusi makanan secara tepat waktu, dan memenuhi permintaan khusus

o. Manajemen nyeri;
1. Semua pasien rawat inap dan rawat jalan di skrining untuk rasa sakit dan dilakukan asesment
apabila ada rasa nyerinya
2. Pasien dibantu dalam pengelolaan rasa nyeri secara efektif
3. Menyediakan pengelolaan nyeri sesuai pedoman dan protokol
4. Komunikasi dengan dan mendidik pasien dan keluarga tentang pengelolaan nyeri dan gejala
dalam konteks pribadi, budaya dan kepercayaan agama masing-masing.
p. Surgical Safety Checklist;
1. Digunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan
pasien dalam proses penandaan / pemberian tanda
2. Menggunakan suatu check list untuk melakukan verifikasi pra operasi tepat-lokasi, tepat-
prosedur, dan tepat-pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat,
benar dan fungsional.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat/ mendokementasikan prosedur” sebelum
insisi/ time–out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/ tindakan pembedahan.

q. Hand hygiene;
a. Mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang baru- baru ini diterbitkan dan sudah diterima
secara umum (dari WHO Patient Safety)
b. Menerapkan program hand hygiene yang efektif

r. Resiko Jatuh;
1. Penerapan asesment awal resiko pasien jatuh dan melakukan asesment ulang terhadap pasien
bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan
2. Langkah- langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi mereka yang pada hasil
asesment dianggap berisiko
3. Langkah- langkah dimonitor hasilnya, baik tentang keberhasilan pengurangan cedera akibat
jatuh maupun dampak yang berkaitan secara tidak disengaja

s. Komunikasi Efektif ;
1. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap
oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut
2. Perintah lisan dan melalui telepon atau hasil pemeriksaan secara lengkap dibacakan kembali
oleh penerima perintah atua pemeriksaan tersebut
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi perintah atau
pemeriksaan tersebut

t. Manajemen di Instalasi;
1. Semua petugas instalasi wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku
2. Penyediaan tenaga harus mengacu pada pola ketenagaan
3. Melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin bulanan minimal satu
bulan sekali
4. Setiap bulan Instalasi wajib membuat laporan

u. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan RS;


1. Peralatan di instalasi harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, untuk menjamin semua peralatan tetap dalam kondisi yang baik
2. Perbaikan peralatan dilaksanakan dengan memperhatikan kontiunitas pelayanan RS terutama
pada palayanan yang menyangkut emergency dan bantuan hidup.

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RS


NOMOR......./......../............
TENTANG
KEBIJAKAN MENGENAI PENGINTEGRASIAN DAN KOORDINASI
AKTIVITAS ASUHAN PASIEN

enimbang ; a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan RS maka diperlukan penyelenggaraan
pelayanan mengenai pengintegrasian dan koordinasi aktivitas asuhan pasien
b. Bahwa agar pengintegrasian dan koordinasi aktivitas asuhan pasien RS dapat terlaksana dengan
baik , perlu adanya kebijakan Direktur RS sebagai landasan bagi penyelenggaraan
pengintegrasian dan koordinasi aktivitas asuhan pasien RS
c. Bahwa sesuai butir a dan b diatas perlu ditetapkan dengan surat keputusan Direktur RS

engingat ; 1. Undang- undang RI no 29 th 2004 tentang praktek kedokteran


2. Undang- undang RI no 36 th 2009 tentang kesehatan
3. Undang- undang RI no 44 th 2009 tentang RS
4. Peraturan Mentri kesehatan RI no 417/ MENKES/PER/II/2011 Tentang komisi Akreditasi RS
5. Peraturan Mentri Kesehatan RI no 1691 MENKES/PER/VIII/2011 Tentang keselamatan pasien

MEMUTUSKAN

Menetapkan ;
Pertama ; Keputusan Direktur Rumah Sakit Tentang Kebijakan mengenai Pengintegrasian dan Koordinasi
Aktivitas Asuhan Pasien
Kedua ; Kebijakan mengenai Pengintegrasian dan Koordinasi Aktivitas Asuhan Pasien Sebagaimana
tercantum dalam lampiran keputusan ini
Ketiga ; Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pengintegrasian dan Koordinasi Aktivitas Pasien
dilaksanakan oleh petugas kesehatan RS
Keempat ; Ketetapan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan apabila dikemudian hari ternyata terdapat
kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Tangerang
Tanggal ......./....../......
Direktur Rumah Sakit

_______________

LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR RS
NOMOR ;
TANGGAL ;

KEBIJAKAN MENGENAI PENGINTEGRASIAN DAN KOORDINASI


AKTIVITAS ASUHAN PASIEN RUMAH SAKIT

1. Koordinasi dan pengintegrasian Asuhan Pasien dilakukan secara efektif dan efisie.
2. Koordinasi dan pengintegrasian bisa dilakukan oleh Tim Case Manager.
3. Tugas Case Manager menjadi tanggung jawab dari Kepala Ruangan di Masing-masing unit.
4. Tugas Case Manager adalah memantau pasien secara keseluruhan yang mempunyai penyakit
yang komplek.
5. Pelayanan pasien di RS bersifat ronde pasien Multi Departement.
6. Pelayanan kesehatan ronde pasien dicatat dicatatan terintegrasi.
7. Catatan terintegrasi yang diisi oleh Praktisi Kesehatan berisi SOAP.
8. Perawatan pasien direncanakan oleh dokter, perawat, dan profesional kesehatan lainnya yang
bertanggung jawab dalam waktu 24 jam setelah pasien masuk sebagai pasien rawat inap
9. Perawatan yang direncanakan bersifat khas untuk masing- masing pasien dan berdasarkan data
penilaian awal pasien.
10. Perawatan yang direncanakan didokumentasikan dalam rekam medis dalam bentuk
perkembangan ( sasaran ) terukur.
11. Perkembangan ( sasaran) yang diantisipasi, diperbarui, atau direvisi jika diperlukan berdasarkan
penilaian ulang pasien oleh praktisi perawatan kesehatan.
12. Perawatan yang direncanakan untuk setiap pasien ditinjau dan diverifikasi oleh dokter yang
bertanggung jawab dengan rotasi dalam catatan perkembangan.
13. Perawatan yang direncanakan tersedia
14. Perawatan yang diberikan untuk setiap pasien ditulis dalam rekam medis oleh profesional
kesehatan yang memberikan perawatan.

Direktur Rumah Sakit

Anda mungkin juga menyukai