3. Jenis Halusinasi
a. Halusinasi Non Patologis
Menurut NAMI (National Alliance for Mentally III). Halusinasi
dapat terjadi pada seseorang yang bukan penderita gangguan jiwa.
Pada umumnya terjadi pada klien yang mengalami stress yang
berlebihan atau kelelahan bisa juga karena pengaruh obat-obatan
(Halusinasinogenik).
Halusinasi ini antara lain:
1) Halusinasi Hiponogenik :
Persepsi sensori yang palsu yang terjadi sesaat sebelum seseorang
jatuh tertidur.
2) Halusinasi Hipnopomik :
Persepsi sensori yang palsu yang terjadi pada saat seseorang
terbangun tidur.
b. Halusinasi Patologis
Halusinasi ada 5 macam yaitu :
1) Halusinasi pendengaran (Auditory)
Paling sering dapat dijumpai berupa bunyi mendenging atau suara
bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar
sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya
ditujukan pada penderita sehingga tidak jarang penderita
bertengkar dan berdebat denga suara-suara tersebut.
4. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan
terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada
lingkungan.
3) Faktor Biologis
Mempunyai pengaruh terhadap gangguan jiwa. Adanya stress
yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia.
4) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adaktif. Klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi, isi dari
halusinasi dapat berupa perintah yang memaksa dan menakutkan.
3) Dimensi Intelektual
Individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Awalnya halusinasi adala usaha dari ego
sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan
suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan.
4) Dimensi Sosial
Klien mengalam gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
conforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam
nyata sangat membehayakan. Klien asyik dengan halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan
akan interaksi sosial. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh individu
tersebut.
5) Dimensi Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktifitas beribadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri, irama
sikardiannya terganggu, karena dia sering tidur larut malam dan
bangun sangat siang.
5. Tanda dan Gejala
a. Bicara sendiri
b. Senyum sendiri
c. Ketawa sendiri
d. Menggerakan bibir tanpa suara
e. Pergerakan mata yang cepat
f. Respon verbal yang lambat
g. Menarik diri dari orang lain
h. Berusaha untuk menghindari orang lain
i. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata
j. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah
k. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
l. Berkonsentrasi dengan pengakuan sensoris
m. Sulit berhubungan dengan orang lain
n. Ekspresi muka tegang
o. Mudah tersinggung, jengkel dan marah
p. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
q. Tampak tremor dan berkeringat
r. Perilaku panik
s. Agitasi dan ketaton
t. Biasa terdapat dientasi waktu, tempat dan orang
u. Tidak dapat mengurus diri
v. Ketakutan
w. Curiga dan bermusuhan
x. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan
6. Proses Terjadinya
menurut Yosep (2010), tahapan halusinasi ada 5 fase yaitu :
a. Fase I : Sleep Disorder
Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi
Karakteristik :
Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan,
takut diketahui orang lain. Kalau sedang banyak masalah, masalah
mungkin terasa sulit karena berbagai stressor terkomulasi, misalnya
kekasih hamil, terlibat narkoba, dikhianati kekasih. Masalah
menekan karena komunikasi sedangkan suport sistem kurang dari
persepsi terhadap masalah sangat buruk, sulit tidur, suka mengkhayal
dan menganggap lamunanan adalah pemecah masalah.
b. Fase II : Comforting
Halusinasi secara umum diterima sebagai suatu yang alami
Karakteristik :
Klien mengalami emosi yang berlanjut, seperti persaan bersalah,
cemas, kesepian, ketakutan dan mencoba memusatkan pikiran pada
timbulnya kecemasan. Pada tahap ini ada kecenderungan klien
merasa nyaman dengan halusinasinya.
7. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan dalam
pengertian stress termasuk upaya pengendalian masalah secara
langsung dan mekanisme pertahanan lain yang digunakan melindungi
diri. Mekanisme koping yang digunakan dalam halusinasi yaitu :
a. Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari-hari
b. Proyeksi : menjelaskan suatu persepsi dengan berusaha untuk
menghilangkan tanggung jawab kepada orang lain.
c. Menarik Diri : sulit mempercayai orang lain dan astik dengan
stimulus interna
8. Penatalaksanaan
a. Menciptakan lingkungan yang therapeutik
Untuk menghindari tingkat kecemasan, ketakutan dan kepanikan
klien akibat halusinasi, pendekatan dilakukan secara individual,
usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa klien disentuh atau
dipegang, klienjangan diisolasi secara fisik maupun emosional