Anda di halaman 1dari 8

Laporan Pendahuluan Halusinasi

A. Konsep Dasar Halusinasi


1. Pengertian
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sesori persepsi, merasakan sensori palsu berupa suara,
penglihatan, pengucapan, perabaan atau penghidu. Klien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damayanti, 2008).
Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan dari
luar. Walaupun tampak sesuatu yang “khayal”, halusinasi sebenarnya
bagian dari kehidupan mental penderita yang “teresepsi”,(Yosep,
2010).
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang
datang disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi
terhadap stimulus tersebut. (Nanda-1, 2002).

2. Rentang Respon Halusinasi

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Pikiran logis Distorsi Gangguan pikir/delusi
Persepsi Ilusi Sulit merespon emosi
Emosi konsisten dengan pengalaman Reaksi emosi >/< Perilaku disorganisasi
Perilaku sesuai Perilaku aneh/tidak biasa Isolasi sosial
Berhubungan sosial Menarik diri

3. Jenis Halusinasi
a. Halusinasi Non Patologis
Menurut NAMI (National Alliance for Mentally III). Halusinasi
dapat terjadi pada seseorang yang bukan penderita gangguan jiwa.
Pada umumnya terjadi pada klien yang mengalami stress yang
berlebihan atau kelelahan bisa juga karena pengaruh obat-obatan
(Halusinasinogenik).
Halusinasi ini antara lain:
1) Halusinasi Hiponogenik :
Persepsi sensori yang palsu yang terjadi sesaat sebelum seseorang
jatuh tertidur.
2) Halusinasi Hipnopomik :
Persepsi sensori yang palsu yang terjadi pada saat seseorang
terbangun tidur.

b. Halusinasi Patologis
Halusinasi ada 5 macam yaitu :
1) Halusinasi pendengaran (Auditory)
Paling sering dapat dijumpai berupa bunyi mendenging atau suara
bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar
sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya
ditujukan pada penderita sehingga tidak jarang penderita
bertengkar dan berdebat denga suara-suara tersebut.

2) Halusinasi Penglihatan (Visual Optik)


Lebish sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).
Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,
menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang
mengerikan.

3) Halusinasi Penciuman (Olfaktorik)


Halusinasi ini biasanya berupa mencium bau sesuatu dan
dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada
penderita. Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap
penderita sebagai suatu kombinasi moral.

4) Halusinasi Pengecapan (Flustatorik)


Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman, halusinasi gastorik lebih jarang dari halusinasi
gustatorik.
5) Halusinasi Perabaan (Taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang
bergerak dibawah kulit. Terutama pada keadaan deliriumtoksis
dan skizofrenia.

4. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan
terhadap stress.

2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada
lingkungan.

3) Faktor Biologis
Mempunyai pengaruh terhadap gangguan jiwa. Adanya stress
yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia.

4) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adaktif. Klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.

5) Faktor Genetik dan Pola Asuh


Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang
tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.
b. Faktor Prespitasi
1) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam
hingga delirium, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang
lama.

2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi, isi dari
halusinasi dapat berupa perintah yang memaksa dan menakutkan.

3) Dimensi Intelektual
Individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Awalnya halusinasi adala usaha dari ego
sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan
suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan.

4) Dimensi Sosial
Klien mengalam gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
conforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam
nyata sangat membehayakan. Klien asyik dengan halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan
akan interaksi sosial. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh individu
tersebut.

5) Dimensi Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktifitas beribadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri, irama
sikardiannya terganggu, karena dia sering tidur larut malam dan
bangun sangat siang.
5. Tanda dan Gejala
a. Bicara sendiri
b. Senyum sendiri
c. Ketawa sendiri
d. Menggerakan bibir tanpa suara
e. Pergerakan mata yang cepat
f. Respon verbal yang lambat
g. Menarik diri dari orang lain
h. Berusaha untuk menghindari orang lain
i. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata
j. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah
k. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
l. Berkonsentrasi dengan pengakuan sensoris
m. Sulit berhubungan dengan orang lain
n. Ekspresi muka tegang
o. Mudah tersinggung, jengkel dan marah
p. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
q. Tampak tremor dan berkeringat
r. Perilaku panik
s. Agitasi dan ketaton
t. Biasa terdapat dientasi waktu, tempat dan orang
u. Tidak dapat mengurus diri
v. Ketakutan
w. Curiga dan bermusuhan
x. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan

6. Proses Terjadinya
menurut Yosep (2010), tahapan halusinasi ada 5 fase yaitu :
a. Fase I : Sleep Disorder
Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi
Karakteristik :
Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan,
takut diketahui orang lain. Kalau sedang banyak masalah, masalah
mungkin terasa sulit karena berbagai stressor terkomulasi, misalnya
kekasih hamil, terlibat narkoba, dikhianati kekasih. Masalah
menekan karena komunikasi sedangkan suport sistem kurang dari
persepsi terhadap masalah sangat buruk, sulit tidur, suka mengkhayal
dan menganggap lamunanan adalah pemecah masalah.

b. Fase II : Comforting
Halusinasi secara umum diterima sebagai suatu yang alami
Karakteristik :
Klien mengalami emosi yang berlanjut, seperti persaan bersalah,
cemas, kesepian, ketakutan dan mencoba memusatkan pikiran pada
timbulnya kecemasan. Pada tahap ini ada kecenderungan klien
merasa nyaman dengan halusinasinya.

c. Fase III : Condenming


Secara umum halusinasi mendukungi klien
Karakteristik :
Pengalaman sensori klien sering datang dan mengalami bias, klien
merasa tidak mampu lagi megontrolnya dan mulai berupaya menjaga
jarak antara dirinya dengan objek yang didepresikan, klien mulai
menarik diri dari orang lain dengan intensitas waktu yang lam.

d. Fase IV : Controling Severe Level of Anxiety


Fungsi sensori menjadi tidak relevan dengan kenyataan
Karakteristik :
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang
datang. Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir,
dari sinilah dimulai fase gangguan psikotik.

e. Fase V : Concuering Panic Level of Anxiety


Klien mengalami gangguan dalam menilai lingkunganya
Karakteristik :
Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai merasa terancam
dengan datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat
menuruti ancaman atau perntah dari suara yang ia dengar dari
halusinasinya. Halusinasinya bisa berlangsung sleama minimal 4 jam
atau seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi therapeutik.
Terjadi gangguan psikotik berat.

7. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan dalam
pengertian stress termasuk upaya pengendalian masalah secara
langsung dan mekanisme pertahanan lain yang digunakan melindungi
diri. Mekanisme koping yang digunakan dalam halusinasi yaitu :
a. Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari-hari
b. Proyeksi : menjelaskan suatu persepsi dengan berusaha untuk
menghilangkan tanggung jawab kepada orang lain.
c. Menarik Diri : sulit mempercayai orang lain dan astik dengan
stimulus interna

8. Penatalaksanaan
a. Menciptakan lingkungan yang therapeutik
Untuk menghindari tingkat kecemasan, ketakutan dan kepanikan
klien akibat halusinasi, pendekatan dilakukan secara individual,
usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa klien disentuh atau
dipegang, klienjangan diisolasi secara fisik maupun emosional

b. Melaksanakan program terapi Dokter


Seringkali klien minum obat yang diberikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan secara persuasif
tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan
betul ditelannya serta reaksi obat yang diberikan.
c. Menggali
d. Sumer aktifitas pada klien z
e. Melibatkan keluarga dan petugas
9. Farmako
a. Chlorpomazine (CPZ)
b. Haloperidol (HLP)
c. Trinexy Phenidil (THP)

B. Konsep Dasar Keperawatan Halusinasi


1. Pengkajian
a. Identitas Klien
b. Alasan Masuk Rumah Sakit
c. Faktor Predisposisi
d. Faktor Prespitasi
e. Aspek Fisik
f. Aspek Psikososial
g. Status Mental
h. Hubungan Konitif
i. Fungsi Emosi
j. Fungsi Motorik
k. Fungsi Sosial
l. Kebutuhan Persiapan Pulang
m. Mekanisme Koping
n. Pengetahuan
o. Aspek Medik
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan Halusinasi

Anda mungkin juga menyukai