Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak dulu sampai sekarang seperti yang kita ketahui, kalau kepercayaan akan suatu zat
yang diagungkan itu sudah ada sejak zaman nenek moyang kita. Dari mulai menyembah benda-
benda yang dipercaya mempunyai kekuatan ghaib atau dengan kata lain nya animisme, dan
penyembahan akan ruh nenek moyang atau dinamisme.
Agama Asli Nusantara adalah agama-agama tradisional yang telah ada sebelum agama
Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha, Konghucu masuk ke Indonesia.
Mungkin banyak di kalangan masyarakat Indonesia sudah tidak lagi mengetahui bahwa sebelum
agama-agama "resmi" (agama yang diakui); Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan
Buddha, kemudian kini Konghucu, masuk ke Nusantara atau Indonesia, di setiap daerah telah
ada agama-agama atau kepercayaan asli, seperti:

1. Sunda Wiwitan yang dipeluk oleh masyarakat Sunda di Kanekes, Lebak, Banten
2. Sunda Wiwitan aliran Madrais, juga dikenal sebagai agama Cigugur (dan ada beberapa
penamaan lain) di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat
3. Buhun di Jawa Barat
4. Kejawen di Jawa Tengah dan Jawa Timur
5. Parmalim, agama asli Batak
6. Kaharingan di Kalimantan
7. Tonaas Walian di Minahasa, Sulawesi Utara
8. Tolottang di Sulawesi Selatan
9. Wetu Telu di Lombok
10. Naurus di Pulau Seram di Propinsi Maluku

Didalam Negara Republik Indonesia, agama-agama asli Nusantara tersebut didegradasi sebagai
ajaran animisme, penyembah berhala / batu atau hanya sebagai aliran kepercayaan. Hingga kini,
tak satu pun agama-agama dan kepercayaan asli Nusantara yang diakui di Republik Indonesia

1
sebagai agama dengan hak-hak untuk dicantumkan di KTP, Akta Kelahiran, pencatatan
perkawinan di Kantor Catatan Sipil, dsb.

Meskipun telah dijelaskan di dalam UUD 1945 dan UU pasal 29 ayat 1 dan 2 yang bunyinya
“ Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa” (pasal satu), “ Negara Menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk Memeluk agamanya masing-masing dan beribadah
menurut agama dan kepercayaan itu”( pasal dua ). Dan didalam butiran pancasila sila pertama
yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Akan tetapi meski telah dijelaskan didalam UUD 1945 dan
Pasal 29 ayat 1 dan 2, tentang kebebasan beragama, namun agama yang hanya di akui di
Indonesia saja yaitu agama resmi seperti Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu,
Buddha, Konghucu. Pada saat Piagam Jakarta di tetapkan dalam sidang BPUPKI, butiran yang
pertama menyatakan tentang “……dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi
pemeluknya” karena Negara Indonesia ini adalah Negara Beragama dan bukan Negara
agama,sehingga butiran yang pertama dari piagam Jakarta itu di ganti menjadi “Ketuhanan Yang
Maha Esa “.

Sebenarnya seberapa besarkah peranan Agama didalam pancasila itu? Dan bagaimanakah
peranan agama dan pancasila itu didalam kehidupan sehari-hari? Lalu bagaimana tentang teks
UUD 1945 alenia ke tiga yang menyatakan bahwa “berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa….”
Begitu pentingnya peranan ini didalam sebuah Negara yang terdiri dari beberapa agama, maka
dari itu kami mengangkat “KEDUDUKAN AGAMA BERDASARKAN PANCASILA DAN
UUD1945” sebagai judul dari makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


Dari uraian latar belakang di atas , maka ada beberapa pokok permasalahan yang akan
kami bahas dalam makalah ini. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Seberapa besarkah peranan agama didalam pancasila itu?
2. Bagaimanakah peranan agama dan pancasila dalam kehidupan sehari-hari?
3. Bagaimana tentang isi dari alenia ke tiga dari UUD 1945 yang menyatakan ”Berkat Rahmat
Allah yang Maha Kuasa”?

2
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai beikut :

1. Untuk mengetahui seberapa pentingkah peranan agama didalam pancasila.


2. Untuk mengetahui bagaimana peranan agama dan pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
3. Untuk mengetahui mengapa UUD 1945 itu tidak boleh diubah oleh siapapun.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 HISTORISITAS PANCASILA DALAM PERGULATAN AGAMA-AGAMA

Sejak semula Pancasila berperan sebagai mufakat dari pergulatan 90 Revitalisasi


Pancasila Sebagai Civil Religion? agama-agama dalam meningkatkan moral bangsa yang plural
ini. Gagasan kebersamaan, kebangsaan, keadilan dan kesejahteraan menjadi idaman rakyat dan
tujuan negara ini. Kontroversi bukan saja antar-umat beragama yang berbeda, tetapi juga inter
umat beragama dan interes politik. Sesuai dengan nurani bangsa ini, maka Pancasila adalah jalan
keluar dari konflik yang muncul. Di dalam Pancasila segala perbedaan sosial dilebur secara
akomodasi bahkan dapat dikompromikan. Di sinilah letak keunggulan Pancasila sebagai
landasan ideal bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan bermasyarakat. Namun
beberapa orang tidak puas dan mencoba menggantikan, apakah itu dari pihak ateis maupun dari
pihak agama. Sepanjang sejarah Indonesia berdiri, banyak usaha yang dilandasi ketidakpuasan
ideologi dan ingin memajukan kelompoknya sendiri di atas kepentingan bangsa dan negara. Jadi
sejak proses kelahiran Negara ini, ada banyak usaha dan cara tertentu untuk menggantikan
Pancasila sebagai landasan ideal bangsa ini. Sejak awal pembentukan negara ini, tahun 1945,
banyak terjadi kontroversi tentang bentuk negara, “Apakah negara agama atau Negara sekular?”
Kami kira ini sebagai suatu pergolakan wajar, di mana banyak interes golongan berusaha
dimasukkan sesuai keinginan diri sendiri. Setidaknya ada dua golongan besar yang
berkontroversi antara kekuatan agamais dan kekuatan nasionalis. Namun pada waktu itu, konflik
sangat tajam dengan masalah-masalah yang rumit, sampai Soekarno berpidato tentang Pancasila
sebagai weltanschauung bangsa. Dari pidatonya “kelahiran Pancasila” tanggal 1 Juni 1945,
terkesan begitu rumitnya BPUPKI berembuk untuk menentukan filsafat dasar dari negara
yang akan dibentuk tersebut, yaitu “satu negara kebangsaan Indonesia,” “nationale state” di atas
lima pilar negara hingga disebut “Negara Pancasila” atau lebih lugas lagi “negara gotong
royong” dan “semua buat semua”serta “tiada egoisme agama”. Indonesia yang merdeka adalah
‘bukan Negara Islam dan bukan Negara sekular,’ tetapi negara Pancasila. Kesimpulan tersebut
sangat tepat, karena sesuai konteks pergumulan Islam pada waktu itu, meskipun Soekarno juga

4
menyebutkan agama lain dalam pidatonya. Sebenarnya nilai-nilai luhur Pancasila sudah digali
sebelum pidatonya Sukarno.

2.2. SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA


Sebagai negara yang bermayoritas penduduk agama Islam, Pancasila sendiri yang sebagai
dasar negara Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh agama yang tertuang dalam sila pertama
yang berbunyi sila “Ketuhanan yang Maha Esa”. yang pada awalnya berbunyi “… dengan
kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluknya” yang sejak saat itu dikenal sebagai
Piagam Jakarta.
Namun dua ormas Islam terbesar saat itu dan masih bertahan sampai sekarang yaitu
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah menentang penerapan Piagam Jakarta tersebut, karena dua
ormas Islam tersebut menyadari bahwa jika penerapan syariat Islam diterapkan secara tidak
langsung namun pasti akan menjadikan Indonesia sebagai negara Islam dan secara “fair” hal
tersebut dapat memojokkan umat beragama lain. Yang lebih buruk lagi adalah dapat memicu
disintegrasi bangsa terutama bagi provinsi yang mayoritas beragama nonislam. Karena itulah
sampai detik ini bunyi sila pertama adalah “Ketuhanan yang Maha Esa” yang berarti bahwa
Pancasila mengakui dan menyakralkan keberadaan Agama, tidak hanya Islam namun termasuk
juga Kristen, Katolik, Budha dan Hindu sebagai agama resmi negara pada saat itu.

2.3. BUTIR-BUTIR PANCASILA SILA PERTAMA


Atas perubahan bunyi sila pertama menjadi Ketuhanan yang Maha Esa membuat para
pemeluk agama lain di luar islam merasa puas dan merasa dihargai. Searah dengan
perkembangan, sila Ketuhanan yang Maha Esa dapat dijabarkan dalam beberapa point penting
atau biasa disebut dengan butir-butir Pancasila. Diantaranya:
2.3.1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaanya kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
2.3.2. Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.

5
2.3.3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antra pemeluk agama
dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2.3.4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
2.3.5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
2.3.6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing
2.3.7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
kepada orang lain.
Dari butir-butir tersebut dapat dipahami bahwa setiap rakyat Indonesia wajib memeluk
satu agama yang diyakini. Tidak ada pemaksaan dan saling toleransi antara agama yang satu
dengan agama yang lain.

2.4. KEDUDUKAN PANCASILA DALAM AGAMA DAN UUD 1945


2.4.1. Pancasila didalam agama
Keberagaman agama dan pemeluk agama di Indonesia menjadi sebuah kenyataan yang
tak terbantahkan. Kenyataan ini menuntut adanya kesadaran dari setiap pemeluk agama untuk
menjaga keharmonisan hubungan di antara mereka.
Semua pemeluk agama memang harus mawas diri. Yang harus disadari adalah bahwa
mereka hidup dalam sebuah masyarakat dengan keyakinan agama yang beragam. Dengan
demikian, semestinya tak ada satu kelompok pemeluk agama yang mau menang sendiri. Seperti
yang telah kita ketahui bahwa di Indonesia terdapat berbagai macam suku bangsa, adat istiadat
hingga berbagai macam agama dan aliran kepercayaan. Dengan kondisi sosiokultur yang begitu
heterogen dibutuhkan sebuah ideologi yang netral namun dapat mengayomi berbagai keragaman
yang ada di Indonesia, karena itu dipilihlah Pancasila sebagai dasar negara.
Konsep negara Pancasila adalah konsep negara agama-agama. Konsep negara yang menjamin
setiap pemeluk agama untuk menjalankan agamanya secara utuh, penuh dan sempurna. Negara
Pancasila bukanlah negara agama, bukan pula negara sekuler apalagi negara atheis. Sebuah
negara yang tidak tunduk pada salah satu agama, tidak pula memperkenankan pemisahan negara
dari agama, apalagi sampai mengakui tidak tunduk pada agama manapun.

6
Negara Pancasila mendorong dan memfasilitasi semua penduduk untuk tunduk pada
agamanya. Penerapan hukum-hukum agama secara utuh dalam negara Pancasila adalah
dimungkinkan. Semangat pluralisme dan ketuhanan yang dikandung Pancasila telah siap
mengadopsi kemungkinan itu. Tak perlu ada ketakutan ataupun kecemburuan apapun, karena
hukum-hukum agama hanya berlaku pada pemeluknya. Penerapan konsep negara agama-agama
akan menghapus superioritas satu agama atas agama lainnya. Tak ada lagi asumsi mayoritas –
minoritas. Bahkan pemeluk agama dapat hidup berdampingan secara damai dan sederajat.
Adopsi hukum-hukum agama dalam negara Pancasila akan menjamin kelestarian dasar negara
Pancasila, prinsip Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.

2.4.2 Alenia ke tiga dari UUD 1945 ”Berkat Rahmat Allah yang Maha Kuasa”
Seperti pada piagam jakarta, pada butiran yang pertama yang berbunyi ”dengan
kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluk nya”, yang kemudian di ubah
dalam sidang PPKI menjadi ”Kertuhanan yang Maha Esa”.
Terus bagaimana dengan UUD 1945 pada alenia yang ke tiga yang menyatakan ”Atas
berkat Rahmat Allah yang Maha kuasa”, bukankah Negara ini adalah Negara yang terdiri dari
berbagai macam agama yaitu Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha,
Konghucu masuk ke Indonesia, tapi mengapa hingga saat ini alenia ke tiga pada UUD 1945 tidak
diubah menjadi “Atas berkat Rahmat Tuhan yang Maha kuasa”?. Mengapa UUD 1945 itu tidak
bias diubah? apakah yang melatar belakangi?
Sesuai dengan kesepakatan MPR yang kemudian menjadi lampiran dari ketetapan MPR
No.IX/MPR/1999, Pembukaan UUD 1945 tidak akan diubah. Pembukaan UUD 1945 memuat
cita-cita bersama sebagai puncak abstraksi yang mencerminkan kesamaan-kesamaan kepentingan
diantara sesama warga masyarakat yang dalam pernyataannya harus hidup ditengah pluralisme
atau kemajemukan ( Pembukaan UUD 1945 juga membuat tujuan-tujuan atau cita-cita bersama
yang biasa juga disebut sebagai falsafah kenegaraan atau staatside (cita-cita negara) yang
berfungsi sebagai filosofische grondslag dan common plat forms atau kalimatun sawa diantara
sesama warga masyarakat dalam kontek kehidupan bernegara). Inilah oleh william G.Andrews
disebut sebagai kesepakatan (concensus) pertama. Pancasila sebagai dasar-dasar filosofis
terdapat dalam pembukaan UUD1945 yang merupakan kesepakatan pertama penyanggah

7
konstitusionalisme. Dengan tidak diubahnya pembukaan UUD1945 maka tidak berubah pula
kedudukan pancasila sebagai dasar-dasar filosofis bangunan Negara republic Indonesia. Yang
berubah adalah system dan institusi untuk mewujudkan cita-cita berdasarkan nilai-nilai
pancasila. Hal ini sesuai dengan makna pancasila sebagai ideology terbuka yang hanya dapat
dijalankan dalam system yang demokratis dan bersentuhan dengan nilai-nilai dan perkembangan
masyarakat.
Beberapa pihak secara tegas menyatakan bahwa pembukaan UUD 1945 sudah menjadi
harga mati, tidak dapat diubah ataupun di amandemen dengan mengemukaan alasan :
1. Akan membuka luka lama dalam perdebatan ideology Negara yang pada awalnya dulu ramai
diperdebatkan.
2. Dapat membubarkan Negara
3. Dalam sejarah, pembukaan UUD 1945 tersebut tidak pernah diganti sehingga terkesan sacral.’
Lalu Apakah benar Pembukaan UUD 1945 tidak pernah berubah? dan apakah negara
akan bubar jika pembukaan UUD 1945 diubah? ada fakta menarik sejarah, yaitu :
Sejarah ketatanegaraan justru menunjukkan sebaliknya. UUD 1945, UUD RIS, dan UUDS 1950
masing-masing memiliki pembukaan atau mukadimah sendiri-sendiri. Ini jelas berbeda dengan
klaim sebagian pihak. Dengan melihat Keppres RIS No 48, 31 Januari 1950, yang tercantum
dalam Lembaran Negara 50-3 dan diumumkan 6 Februari 1950, dan UU No 7/1950 kita akan
terkejut mendapati fakta sejarah bahwa Pembukaan UUD 1945 tidak digunakan dalam UUD RIS
dan UUDS 1950. Sejarah juga menampilkan fakta yang menarik mengenai kalimat “Atas berkat
rahmat Allah” di alinea ketiga Pembukaan UUD 1945. Disebutkan dalam Risalah Sidang
BPUPKI dan PPKI yang diterbitkan Sekneg RI (cetakan pertama, edisi ketiga, 1995, hlm 419-
420) bahwa I Gusti Ktut Pudja pada sidang pertama 18 Agustus 1945 berkata “Ayat 3 atas berkat
rahmat Allah” diganti saja dengan, “Tuhan Yang Maha Kuasa”. Soekarno berkata “Diusulkan
supaya perkataan Allah Yang Maha Esa diganti dengan Tuhan Yang Maha Esa”. Kemudian
Soekarno membaca teks Pembukaan dan pada awal alinea ketiga ia membaca “Atas berkat
rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa ...”. Dengan ini sahlah Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia. Jadi, sebenarnya yang disahkan adalah kalimat “Atas berkat rahmat Tuhan
Yang Maha Kuasa”.

8
Ini berbeda dengan Pembukaan UUD 1945 yang kita kenal selama ini.
Fakta sejarah perubahan Pembukaan UUD 1945 ini semakin kontroversial ketika buku Kembali
Kepada Undang-Undang Dasar 1945 (Departemen Penerangan RI, cet III, tanpa tahun hal 11-
29), mencantumkan alinea ketiga Pembukaan UUD 1945 berbunyi “Atas berkat Rahmat Tuhan
Yang Maha Kuasa”. Ini artinya sesuai dengan Berita Repoeblik Indonesia (BRI) 1946 dan
berbeda dengan naskah lain yang beredar selama ini. Naskah manakah yang benar dan sejak
kapan Negara kita menjadi bubar karena perubahan ini? Perubahan kata Allah dan Tuhan secara
teologis bisa diperdebatkan maknanya. Namun, dalam konteks hukum tata negara perubahan ini
menunjukkan bahwa disadari atau tidak, Pembukaan UUD 1945 sudah mengalami perubahan
dan ternyata negara kita belum juga bubar.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan latar belakang, pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Konsep negara Pancasila adalah konsep negara agama-agama. Konsep negara yang
menjamin setiap pemeluk agama untuk menjalankan agamanya secara utuh, penuh dan
sempurna. Negara Pancasila bukanlah negara agama, bukan pula negara sekuler apalagi negara
atheis. Sebuah negara yang tidak tunduk pada salah satu agama, tidak pula memperkenankan
pemisahan negara dari agama, apalagi sampai mengakui tidak tunduk pada agama manapun.
Negara Pancasila mendorong dan memfasilitasi semua penduduk untuk tunduk pada
agamanya.seperti yang telah di tekankan pada butiran pancasiala sila pertama yaitu ”Ketuhanan
Yang Maha Esa”.
Peranan agama dan pancasila di kehidupan sehari-hari saling singkron atau ketergantungan,
dimana Negara Indinesia yang penduduknya memeluk berbagai macam agama dan mayoritas
islam. Salah satu saja ada yang melenceng maka akan terjadi masalah yang besar karena
berhubungan dengan kepercayaan seseorang.
Dalam peranan nya UUD 1945 itu didalam pancasila dan agama juga memiliki kaitan yang
sangat kuat karena UUD 1945 telah menjelaskan butiran-butiran pancasila. UUD 1945 tidak bisa
diubah karen seperti yang dijelaskan diatas bahwa jiak di ubah maka akan menyebabkan
terpecahnya NKRI.

3.2 SARAN
Untuk mengembangkan nilai-nilai Pancasila dan memadukannya dengan agama, diperlukan
usaha yang cukup keras. Salah satunya kita harus memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Selain
itu, kita juga harus mempunyai kemauan yang keras guna mewujudkan negara Indonesia yang
aman, makmur dan nyaman bagi setiap orang yang berada di dalamnya.dan didalam UUD 1945
kita harus memjadikan pedoman bagi bangsa dan negara ini, agar terciptanya rasa toleransi
antara pemeluk agama di Indonesia dan di dunia, serta untuk menciptakan suasana yang
serasi,selaras dan seimbang.

10
REFRENSI

http://suraya-atika.blogspot.co.id/2014/11/pancasila-dan-agama.html

http://carakamu.blogspot.co.id/2012/04/makalah-pancasila-kedudukan-dan-fungsi.html

11

Anda mungkin juga menyukai