Anda di halaman 1dari 3

B.

Semiotik Saussure
Saussure menjelaskan bagaimana tanda-tanda dibentuk, tidak saja tanda-tanda formal,
tetapi juga setiap sistem komunikasi. Bagi Saussure, bahasa adalah sistem fundamental yang
digunakan oleh manusia. Pendekatan Saussure mendefinisikan tanda secara struktural. Tanda
atau sign adalah unit dasar dari bahasa (Rose, 2011: 74). Saussure menyatakan tanda adalah
gabungan dari signifier (bagian pertama) dan signified (bagian kedua) (dalam Lacey, 1998:
57).
1. Signifier dan Signified
Signifier adalah persepsi terhadap bentuk fisik tanda, yang bisa terdiri dari material,
akustik,visual atau selera. Sedangkan signified adalah konsep mental yang kita pelajari
dengan mengasosiasikannya dengan objek. Berikut tabel hubungan signifier dan signified.
TANDA (SIGN)
Signifier Signified
Bentuk tanda dalam dunia nyata Konsep yang muncul dalam pikiran
Hewan yang menggonggong dan berkaki Tanda ditangkap oleh pikiran dan
empat membentuk makna “Anjing”
Keluar kata a.n.j.i.n.g Hewan anjing (berkaki empat dan
menggonggong)

2. Langue dan Parole


Saussure menekankan bahwa tanda akan memiliki makna dengan konteks penggunaan
tanda tersebut. Makna tidak akan jelas dalam tanda individual, tetapi harus diikuti dengan
konteks/ peristiwa (Lacey, 1998). Contoh :
- Seekor anjing menggonggong ke arah tukang pos
- Dua orang sedang beradu mulut dan mengumpat anjing ke arah lawannya.
Kalimat diatas mempunyai makna yang berbeda, tergantung konteksnya. Kalimat pertama,
ada seekor binatang, anjing yang menyalak keras di hadapan tukang pos. Kalimat kedua,
seseorang mengumpat “anjing” kepada lawannya untuk menunjukkan rasa marahnya (kata
“anjing” sebagai kiasan jelek). Saussure menegaskan makna adalah hubungan antara langue
(aturan tata bahasa) dengan parole (artikulasi tanda).

3. Denotatif dan Konotatif


Denotasi beroperasi pada level pertama dari signifikansi. Denotasi merupaan makna
sesuai kamus dari sebuah kata atau objek. Contoh : Dalam hal ini kata lebah atau gambar
lebah dimaknai sebagai kumbang yang menghasilkan madu dan memiliki sengat. Definisi
atas kata “lebah” sesuai dengan yang ada dalam kamus. Roland Barthes (1977) menyarankan
bahwa tanda yang beroperasi pada level denotatif lebih mudah untuk diartikan (decode). Kita
bisa saja melihat gambar bayi dan melihatnya sebagai bayi , dan bukan remaja atau orang
dewasa.
Terminologi yang berkaitan dengan denotatif, biasa dikenal dengan diegenis. Diegenis
dalah kumpulan dari makna-makna denotatif dari sebuah gambar. Diegenis dapat ditemui
dalam berbagai iklan misalnya, seorang bayi yang tidur dan mengangkat tangannya, lalu ada
tulisan diatasnya “usaha terbaik lindungi buah hati anda”, tulisan inilah yang disebut
diegenis.
Level konotasi beroperasi sebagai makna kultural yang melekat pada sebuah kata atau
objek. Contoh : bunga mawar merah yang merekah, dikonotasikan sebagai kiasan atau tanda
dari cinta yang membara antara laki-laki dan perempuan yang sedang menjalin asmara. Level
konotasi ini lebih banyak bergerak dalam konteks kultural atau kebiasaan yang berlaku di
masyarakat.

4. Synchronic dan Diachronic


Untuk menjelaskan struktur makna, Saussure membuat dua axis (arah) dimensi dari
sistem tanda yaitu dimensi diachronic (horizontal) dan dimensi synchronic (vertikal).
Dimensi synchronic merupakan kata yang diucapkan atau yang tertulis. Sementara dimensi
diachronic adalah kalimat yang menjelaskan kata yang diucapkan atau yang tertulis tersebut.
Jika hal ini diterapkan untuk mengamati film, maka synchronic adalah kumpulan frame-
frame gambar film yang diam tau berhenti, sedangkan diachronic adalah setelah gambar
bersatu dan bergerak membentuk sebuah jalan cerita atau alur. Namun tetap tergantung pada
perspektif kita tentang gambar atau kata yang akan kita maknai tersebut.

5. Syntagmic dan Paradigmatic


Ini merupakan pengembangan pemikiran bahwa langue meiliki dua axis (arah) yang
terdiri dari sintagma dan pradigma. Paradigma adalah garis vertikal yang berkaitan dengan
‘asosiasi’. Sedangkan sintagma adalah garis horizontal atau sekuen/urutan, atau pengaturan
(Lacey, 1998: 62).
Sintagma digunakan oleh peneliti semiotik untuk menginterpretasika teks yang dapat
berupa cerita, naratif, dongeng dan sebagainya berdasarkan urutan kejadian atau peristiwa
yang menghasilkan makna. Paradigma digunakan untuk mencari makna tersembunyi yang
ditemukan dalam teks yang bisa membantu memberikan makna.
Misalnya kata “kucing duduk diatas karpet” akan membawa peneliti untuk memaknai
dalam paradigma bahwa kucing tersebut adalah hewan yang dipelihara di rumah, bukan
kucing dalam paradigma hewan mamalia yangakan mengakibatkan timbulnya banyak
persepsi tentang hewan mamalia yang duduk diatas karpet, termasuk barangkali ikan paus,
hal tersebut tidak mungkin. Sementara dari segi sintagma, makna yang dijelaskan adalah
bahwa kucing tersebut adalah binatang pemalas yang sedang bermalas-malasan diatas karpet.

Anda mungkin juga menyukai