KMB 3. Stoke
KMB 3. Stoke
A. PENGERTIAN
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah diotak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.
Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskular.
B. FAKTOR RISIKO
1. Hipertensi.
2. Obesitas.
3. Hiperkolesterol.
4. Peningkatan hematokrit.
5. Penyakit kardiovaskuler : AMI, CHF, LVH, AF.
6. DM.
7. Merokok.
8. Alkoholisme.
9. Penyalahgunaan obat : kokain.
C. ETIOLOGI
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat
dan gejala timbu kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat
menimbulkan emboli :
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
b. Myokard infark
c. Fibrilasi
Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga
darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan
mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalangumpalan pada endocardium.
3. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan
mungkin herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
a. Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri,
sehingga darah arteri langsung masuk vena.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.
4. Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
5. Hipoksia setempat
a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
D. PATOFISIOLOGI
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah
dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah
yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada
gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau ole
karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus
dapat berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat
pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah.
Thrombus mengakibatkan ;
1. Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
2. Edema dan kongesti disekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan
perbaikan,CVA.
Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis
diikuti thrombosis.
Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan
terjadi abses atau ensefalitis , atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah
yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah.
Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan
kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi
serebral terhambat,dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh
anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan
irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh
karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest.
Ada dua bentuk patofisiologi stroke hemoragik :
1. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi
dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal,
nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan
struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
2. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling sering
didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat
dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun
didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid.
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan
tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,
sehinga timbul nyeri yang hebat.
Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan
selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan
subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral.
Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai
puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya
vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah
dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia dan lain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 %
akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah otak.
E. KLASIFIKASI
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak
yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak.
2. MRI
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi sertaa
besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area
yang mengalami lesi dan infark dari hemoragik.
3. Angiografi Serebri
Membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurimsa atau malformasi vaskuler.
4. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari
massa yang luas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral;
kalsifikasi
parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
7. Pungsi Lumbal
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan
adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial.
Peningkatan
jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
yang
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang
kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
8. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah rutin
b. Gula darah
c. Urine rutin
d. Cairan serebrospinal
e. Analisa gas darah (AGD)
f. Biokimia darah
g. Elektrollit
I. PENATALAKSANAAN
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
J. PENGOBATAN KONSERVATIF
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral ( ADS ) secara percobaan, tetapi
maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
K. PENGOBATAN PEMBEDAHAN
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
L. PENCEGAHAN STROKE
1. Hindari merokok, kopi, dan alkohol.
2. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal (cegah kegemukan).
3. Batasi intake garam bagi penderita hipertensi.
4. Batasi makanan berkolesterol dan lemak (daging, durian, alpukat, keju, dan
lainnya).
5. Pertahankan diet dengan gizi seimbang (banyak makan buah dan sayuran)
6. Olahraga secara teratur.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS, nomor register, dan
diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan kleien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan
anggita gerak sebalah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,dan penurunan
tingkat kesadaran.
3. Data riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Serangan stroke berlangsuung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas ataupun sedang beristirahat. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah,bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan
separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
b. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat steooke sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung,anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan anti kougulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan.
c. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
4. Riwayat psikososial dan spiritual
Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi meningkat,
interaksi
sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga
tidak
harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam melakukan ibadah
sehari-hari.
5. Aktivitas sehari-hari
a. Nutrisi
Klien makan sehari-hari apakah sering makan makanan yang mengandung lemak,
makanan apa yang ssering dikonsumsi oleh pasien, misalnya : masakan yang
mengandung garam, santan, goreng-gorengan, suka makan hati, limpa, usus,
bagaimana nafsu makan klien.
b. Minum
Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba, minum yang
mengandung alkohol.
c. Eliminasi
Pada pasien stroke hemoragik biasanya didapatkan pola eliminasi BAB yaitu
konstipasi karena adanya gangguan dalam mobilisasi, bagaimana eliminasi BAK
apakah ada kesulitan, warna, bau, berapa jumlahnya, karena pada klien stroke
mungkn mengalami inkotinensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
6. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau riwayat operasi.
b. Mata
Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus (nervus
II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III), gangguan dalam
memutar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan bola mata
kelateral (nervus VI).
c. Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus olfaktorius
(nervus I).
d. Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus, adanya
kesulitan dalam menelan.
e. Dada
oInspeksi : Bentuk simetris
oPalpasi : Tidak adanya massa dan benjolan.
oPerkusi : Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup.
oAuskultasi : Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suara jantung I dan
II murmur atau gallop.
f. Abdomen
oInspeksi : Bentuk simetris, pembesaran tidak ada.
oAuskultasi : Bisisng usus agak lemah.
oPerkusi : Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada
g. Ekstremitas
Pada pasien dengan stroke hemoragik biasnya ditemukan hemiplegi paralisa atau
hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu juga dilkukan pengukuran
kekuatan otot, normal : 5
Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)
1) Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
2) Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi.
3) Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan grafitasi.
4) Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tekanan
pemeriksaan.
5) Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi kekuatanya
berkurang.
6) Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan penuh
Pengumpulan Data
a Aktivitas/istirahat:
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa,
paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia.Dan
hipertensi arterial.
c. Integritas Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk mengekspresikan
diri.
d. Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak.Misalnya inkoontinentia urine, anuria, distensi
kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
e. Makanan/caitan :
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia
f. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan
intrakranial.Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur,
dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang
berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
g. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka
h. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas.Suara nafas, whezing,
ronchi.
i. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury.Perubahan persepsi dan
orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan
nutrisi.Tidak mampu mengambil keputusan.
j. Interaksi sosial
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.
B. DiagnosisKeperawatan
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif. (SDKI, Domain 0017, hal. 51)
2. Hambatan komunikasi verbal b.d gangguan sistem saraf pusat. (Nanda Domain 5,
00051, hal. 278)
3. Defisit perawatan diri; mandi. (SDKI Domain 0109, hal. 240)
4. Gangguan mobilitas fisik . (SDKI Domain 0054, hal. 124)
5. Pola napas tidak efektif (SDKI Domain0005, hal. 26)
6. Risiko kerusakan integritas kulit b.d gangguan sirkulasi (Nanda, Domain 11,
00047, hal. 426)
7. Risiko aspirasi (SDKI, Domain 0006, hal. 28)
8. Risiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan (Nanda, Domain 11, 00035,
hal. 412)
C. IntervensiKeperawatan
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif .(SDKI, Domain 0017 hal. 51)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan suplai aliran
darah keotak lancar dengan kriteria hasil:
NOC :
Circulation status Tissue Prefusion : cerebral
Kriteria Hasil :
1. Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :
· Tekanan sistol dandiastol dalam rentang yang diharapkan.
· Tidak ada ortostatikhipertensi.
· Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15
mmHg).
2. Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan:
· Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan.
· Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi.
· Memproses informasi.
· Membuat keputusan dengan benar.
3. Menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran
membaik, tidak ada gerakan gerakan involunter
NIC :
Monitoring (Monitor tekanan intrakranial)
1. Berikan informasi kepada keluarga
2. Set alarm
3. Monitor tekanan perfusi serebral
4. Catat respon pasien terhadap stimuli
5. Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology terhadap aktivitas
6. Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal
7. Monitor intake dan output cairan
8. Restrain pasien jika perlu
9. Monitor suhu dan angka WBC
10. Kolaborasi pemberian antibiotik
11. Posisikan pasien pada posisi semifowler
12. Minimalkan stimuli dari lingkungan
Terapi oksigen
1. Bersihkan jalan nafas dari secret
2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai intruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan sistem humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
7. Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama aktifitas dan tidur
Kriteria Hasil :
1. Klien terbebas dari bau badan
2. Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
3. Dapat melakukan ADLS dengan bantuan
NIC :
Self Care assistance : ADLs
1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian,
berhias, toileting dan makan.
3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan
bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
Kriteria Hasil :
1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan
berpindah
4. Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (walker)
NIC :
Exercise therapy : ambulation
1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan
kebutuhan
3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap
cedera
4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
7. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs
ps.
8. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
Kriteria Hasil :
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal.
3. Tanda tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
NIC :
Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
Oxygen Therapy
1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
NOC :
Aspiration control
Kriteria Hasil :
1. Klien dapat bernafas dengan mudah, tidak irama, frekuensi pernafasan normal
2. Pasien mampu menelan, mengunyah tanpa terjadi aspirasi, dan mampumelakukan
oral hygiene
3. Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak merasa tercekik dan tidak ada suara
nafas abnormal
NIC:
Aspiration precaution
1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan menelan
2. Monitor status paru
3. Pelihara jalan nafas
4. Lakukan suction jika diperlukan
5. Cek nasogastrik sebelum makan
6. Hindari makan kalau residu masih banyak
7. Potong makanan kecil kecil
8. Haluskan obat sebelumpemberian
9. Naikkan kepala 30-45 derajat setelah makan
Risiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan (Nanda, Domain 11, 00035, hal.
412)
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi
trauma pada pasien dengan kriteria hasil:
NOC :
Risk Kontrol
Kriteria Hasil :
1. Klien terbebas dari cedera
2. Klien mampu menjelaskan cara atau metode untukmencegah injuria tau cedera
3. Klien mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan/perilaku personal
4. Mampumemodifikasi gaya hidup untukmencegah injury
5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
6. Mampu mengenali perubahan status kesehatan
N. Pemeriksaan penunjang
a. CT- scan : perdarahan di pons sekitar 1,22cc
b. Laboratorium : Hb : 13,6, Ht : 40, leukosit : 8.800, Trombosit : 277.000,
MCV : 83, MCH : 28, MCHC : 34, AGD : pH : 7,449, PCO2: 29,5, PO2 : 97,
SO2 : 97,8, BE ecf: -3,5, Beb : -1,5, SBc : 23,2, HCO2 : 20,7,TCO2 : 21,6
O. Analisa data
DO :
T : 140/90 mmHg
N : 70x/mnt
R : 32x/mnt
S : 39°C
GCS : 7
Kesadaran : somnolent
DS :
Keluarga mengatakan pasien jatuh saat cuci piring, bicara pelo, badan sebelah
kanan tidak bias digerakkan kemudian tidak sadar
P. Diagnosa keperawatan
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif
2. Hambatan komunikasi verbal b.d gannguan system saraf pusat
3. Deficit perawatan diri : mandi
4. Gangguan mobilitas fisik
Q. Intervensi perawatan
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif .(SDKI, Domain 0017 hal. 51)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan suplai
aliran darah keotak lancar dengan kriteria hasil:
NOC :
Circulation status Tissue Prefusion : cerebral
Kriteria Hasil :
1. Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :
· Tekanan sistol dandiastol dalam rentang yang diharapkan.
· Tidak ada ortostatikhipertensi.
· Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15
mmHg).
2. Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan:
· Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan.
· Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi.
· Memproses informasi.
· Membuat keputusan dengan benar.
3. Menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran
membaik, tidak ada gerakan gerakan involunter
NIC :
Monitoring (Monitor tekanan intrakranial)
1. Berikan informasi kepada keluarga
2. Set alarm
3. Monitor tekanan perfusi serebral
4. Catat respon pasien terhadap stimuli
5. Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology terhadap
aktivitas
6. Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal
7. Monitor intake dan output cairan
8. Restrain pasien jika perlu
9. Monitor suhu dan angka WBC
10. Kolaborasi pemberian antibiotik
11. Posisikan pasien pada posisi semifowler
12. Minimalkan stimuli dari lingkungan
Terapi oksigen
1. Bersihkan jalan nafas dari secret
2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai intruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan sistem humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
7. Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama aktifitas dan tidur
Kriteria Hasil :
1. Klien terbebas dari bau badan
2. Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
3. Dapat melakukan ADLS dengan bantuan
NIC :
Self Care assistance : ADLs
1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri,
berpakaian, berhias, toileting dan makan.
3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan
self-care.
4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-
hari.
Kriteria Hasil :
1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
4. Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (walker)
NIC :
Exercise therapy : ambulation
1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien
saat latihan
2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri sesuai
kemampuan
7. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADL psn.
8. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). New Jersey: Upper
Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). New Jersey:
Upper Saddle River
Herdman, T. Heather.et all. 2015. Panduan Diagnosis Keperawatan NANDA 2015-
20017. Jakarta: EGC.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan.Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8
Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta:
EGC.
Tim SAK Ruang Rawat Inap RSUD Wates. 2006. Standard Asuhan Keperawatan
Penyakit Saraf. Yogyakarta: RSUD Wates Kabupaten Kulonprogo
Setyopranoto, Ismail. 2011. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Yogyakarta: Kepala
Unit Stroke RSUP Dr Sardjito/ Bagian Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada