Anda di halaman 1dari 4

Clinical utility of high-flow nasal cannula oxygen therapy for acute respiratory failure

in patients with hematological disease

Judul Jurnal : Kegunaan klinis terapi oksigen nasal cannul aliran tinggi untuk kegagalan
pernafasan akut pada pasien dengan penyakit hematologi

Tahun Publikasi : 2016

Penulis : Kaito Harada, Shuhei Kurosawa, Yutaro Hino, Keita Yamamoto,


Masahiro Sakaguchi, Shuntaro Ikegawa, Keiichro Hattori, Aiko Igarashi,
Kyoko Watakabe, Yasushi Senoo, Yuho Najima, Takeshi Hagino, Noriko
Doki, Takeshi Kobayashi, Kazuhiko Kakihana, Toshihiro Iino, Hisashi
Sakamaki dan Kazuteru Ohashi

Latar Belakang : High-flow Nasal Cannula (HFNC) adalah alat yang baru dikembangkan
yang memungkinkan terapi oksigen aliran tinggi untuk pasien dengan
masalah kardiopulmoner serius, namun ada sedikit data mengenai
penggunaannya pada pasien dengan penyakit hematologi. Pasien dengan
penyakit hematologi sering mengalami gagal napas akut/ acute respiratory
failure (ARF) akibat terapi intensif atau penekanan imunosupresi.
Berdasarkan pemahaman saat ini, non-invasive positive pressure
ventilation (NPPV) dapat memberikan hasil yang lebih baik, terutama
untuk pasien dengan immunocompromised, daripada ventilasi invasif
konvensional. Baru-baru ini, High-flow Nasal Cannula (HFNC) telah
diperkenalkan sebagai perangkat non-invasif baru, yang tidak hanya
memasok konsentrasi oksigen yang tinggi, namun juga menghasilkan
tingkat tekanan udara positif yang rendah (PEEP; positive end-expiratory
pressure). Perangkat ini memiliki banyak kelebihan dibanding terapi
oksigen konvensional atau pun NPPV, dan telah dinilai di berbagai setting
klinis. Namun, ada sedikit data tentang penggunaannya dalam gangguan
hematologi, terutama pada keadaan trombosit yang rendah. Oleh karena itu,
sebuah studi retrospektif dilakukan untuk mengevaluasi efikasi, keamanan,
dan tolerabilitas terapi HFNC pada pasien dengan penyakit hematologi di
suatu institusi tunggal.
Metode : Restropektif chart review digunakan untuk mengevaluasi pasien dewasa
dengan berbagai penyakit hematologi yang menjalani terapi HFNC untuk
ARF antara bulan Oktober 2012 sampai September 2015. ARF didiagnosis
saat pasien memenuhi salah satu kriteria berikut : dalam kondisi menerima
tambahan oksigen lebih dari 4 L / menit; tingkat saturasi oksigen <90%; RR
lebih dari 25 kali/menit; dan tanda-tanda gangguan pernapasan seperti
dyspnea, penggunaan otot aksesori, dan diaphoresis.

Lima puluh enam pasien menjalani terapi HFNC selama 3 tahun terakhir.
Semua pasien diberi tambahan oksigen rata-rata 10L/menit (kisaran 4-
20L/menit) melalui nasal canul atau facial mask sebelum dipasangkan
HFNC. Pengaturan awal HFNC adalah : fraction of delivery oxygen (FDO2)
rata-rata 60% (kisaran 30-100%); aliran HFNC rata-rata 40L/menit (kisaran
15-60L/menit); dan terapi dilakukan dengan rata-rata durasi 88 jam (kisaran
1-950 jam). Terapi HFNC dikatakan berhasil apabila saat pasien berhenti
mendapatkan terapi, ARF tidak bertambah buruk. Kegagalan terapi
didefinisikan sebagai pasien yang gagal menanggapi terapi HFNC dan
menjalani terapi lini kedua, termasuk intubasi endotrakeal dengan ventilasi
mekanis (NPPV), atau meninggal pada saat pemberian terapi. Terapi HFNC
dinilai dapat ditoleransi ketika pasien tidak memperoleh terapi HFNC
karena distress.

Untuk mengevaluasi faktor risiko kegagalan terapi HFNC, digunakan


variable kategori yaitu usia, jenis kelamin, kondisi penyakit, penyebab ARF
(pneumonia atau tidak), neutropenia <500/μL, trombositopenia
<30.000/μL, FDO2, kondisi klinis penyerta termasuk gagal ginjal akut,
disfungsi hati, atau transplantasi allogeneic hematopoietic stem cell (allo-
HSCT), riwayat klinis sebelumnya termasuk allo-HSCT, penyakit jantung,
atau penyakit paru-paru, dan jumlah oksigen yang diberikan melalui nasal
cannul atau facial mask sebelum memulai terapi HFNC. Analisis univariat
dilakukan dengan uji Fisher’s exact untuk variable kategori dan uji Mann-
Whitney untuk variable kontinu. Analisis multivariate dilakukan dengan
confidence intervals 95% (95% CI). Untuk melihat perbandingan TTV
(HR, saturasi O2 dan RR) sebelum dan sesudah dilakukan terapi HFNC
dilakukan uji Wilcoxon. Nilai p<0,05 dianggap signifikan.
Hasil : Selama 3 tahun terakhir, 56 pasien akhirnya menjalani perawatan HFNC
untuk ARF di institusi penelitian. Usia rata-rata adalah 59 tahun (kisaran
24-82 tahun), dan 38 pasien berjenis kelamin laki-laki (68%). Penyakit yang
mendasari sebagian besar adalah hematologic maligna dan karakteristik
klinis lainnya.

11 pasien (20%) menanggapi terapi HFNC dengan baik dan berhasil


berhenti dari terapi tanpa perburukan ARF, bahkan pada pasien yang
melakukan allo-HSCT dimana pasien tersebut sangat immunosuppressed
atau memiliki jumlah trombosit yang rendah dan secara signifikan
memperbaiki HR, saturasi oksigen dan RR. Sementara 45 pasien (80%)
gagal menanggapi dengan baik di awal terapi, oleh karena itu mereka
menjalani terapi lini kedua yaitu intubasi endotrakeal dengan ventilasi
mekanis sebanyak 15 pasien, 1 pasien menggunakan NPPV, dan 29 pasien
dengan paliatif narkotika. Seorang pasien yang menggunakan NPPV
kemudian menjalani intubasi endotrakeal dengan ventilasi mekanik karena
hipoksia progresif sehingga akhirnya 16 pasien (29%) menjalani intubasi
endotrakeal dengan ventilasi mekanik. Namun, hanya 4 orang yang
menjalani terapi ini yang mampu bertahan. Dengan demikian, sebanyak 15
pasien (27%) yaitu 11 pasien dengan HFNC dan 4 pasien dengan intubasi
endotrakeal dengan ventilasi mekanik yang mampu bertahan dari ARF.

HFNC dapat ditoleransi dengan baik pada 96% kohort, dan tidak didapati
efek samping utama seperti perdarahan mukosa hidung atau nekrosis
walaupun kebanyakan pasien memiliki jumlah trombosit yang rendah (rata-
rata 3.5 × 104/μL). Sebagai efek samping penyerta, dua orang pasien
mengeluh sakit pada hidung, namun hal tersebut membaik setelah dosis
volume aliran oksigen disesuaikan.

Tingkat keberhasilan dalam penelitian ini hanya 20%. Bila dibandingkan


dengan laporan sebelumnya yang mencapai 90%, maka tingkat
keberhasilan dalam penelitian ini dikatakan rendah. Peneliti berasumsi
bahwa perbedaan tersebut kemungkinan disebabkan oleh karakteristik latar
belakang pasien yang berbeda. Dimana pasien pada penelitian ini termasuk
ke dalam pasien yang sakit parah dengan simplified acute physiology score
(SAPS) II (rata-rata 43, kisaran 14-88), dimana SAPS adalah sistem
klasifikasi keparahan penyakit.

Beberapa laporan menunjukkan bahwa ventilasi invasif mungkin


merupakan faktor risiko kegagalan terapi terutama pada pasien kanker yang
kritis; pasien tersebut saat ini lebih cenderung menjalani ventilasi non-
invasif sebagai pengobatan awal untuk ARF. Selain itu, analisis
multivariate pada penelitian ini menunjukkan dengan jelas bahwa
pneumonia yang merupakan penyebab utama ARF merupakan faktor risiko
kegagalan pengobatan. Oleh karena itu, pasien pneumonia dengan ARDS
yang biasanya memerlukan terapi PEEP tekanan tinggi mungkin tidak
sesuai dengan terapi HFNC.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama adalah ukuran


kohort yang kecil dan sifat retrospektif penelitian yang mencegah dalam
memperoleh data yang hilang, termasuk tingkat gas darah arteri sebelum
dan sesudah HFNC yang merupakan parameter penting dalam menganalisis
risiko atau penilaian klinis. Namun demikian, fokusnya adalah untuk
menjelaskan kegunaan klinis terapi HFNC untuk ARF pada pasien dengan
penyakit hematologi. Meskipun, klarifikasi lebih lanjut diperlukan untuk
menentukan apakah terapi HNFC lebih baik untuk pasien dengan penyakit
hematologi dengan imunosupresi berat atau trombositopenia berat, data
kami dapat memberikan wawasan yang berguna mengenai terapi yang baru
ini.

Kesimpulan : Terapi HFNC aman dan dapat ditoleransi dengan baik pada pasien dengan
penyakit hematologi yang mengalami ARF, namun tampaknya tidak
menjadi pilihan pengobatan yang tepat pada 4 dari 5 pasien dan pneumonia
dapat menjadi faktor risiko kegagalan pengobatan HFNC.

Anda mungkin juga menyukai