Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis (MTB).1 Jalan masuk untuk organisme MTB

adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit.

Sebagian besar infeksi TB menyebar lewat udara, melalui terhirupnya nukleus

droplet yang berisikan organisme basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi.2

Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul didalam paru akan berkembang biak

menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah) dan

dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab

itulah infeksi TB dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti:

paru,otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain,

meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru.1

Diagnosis TB ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan

bakteriologis. Hanya 5% penderita TB fase awal yang memberikan gejala klinis,

sehingga sulit mendapatkan sputum untuk pemeriksaan bakteriologis. Untuk dapat

melakukan pemeriksaan sputum BTA dibawah mikroskop, dibutuhkan kuman

baru yang jumlahnya paling sedikit 5000 kuman dalam satu mililiter dahak.

Sebuah penelitian di San Fransisco menyatakan bahwa 17% penderita TB

memiliki hasil sputum BTA (-). Oleh karena itu, apabila diagnosis TB paru

ditegakkan semata-mata berdasarkan pemeriksaan BTA (+), akan banyak

penderita TB paru yang tidak terdiagnosis.3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman
Mycobacterium tuberculosis sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua
organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi
infeksi primer.1,4,5

B. EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan di Indonesia,
dan sebagian besarnegara-negara di dunia.4 Laporan TB dunia oleh WHO yang
terbaru (2006), masih menempatkan Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 3 di
dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah
kematian sekitar 101.000 pertahun. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 1995, menempatkan TB sebagai penyebab kematian ketiga terbesar setelah
penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan merupakan nomor
satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi.3 Baik di Indonesia maupun di
dunia, TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Walaupun
sudah lebih dari seabad sejak penyebabnya ditemukan oleh ilmuwan Jerman,
Robert Koch, pada tahun 1882, TB belum dapat diberantas bahkan terus berkembang.2
Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini diduga disebabkan
oleh berbagai hal, yaitu (1) diagnosis yang tidak tepat, (2) pengobatan yang tidak
adekuat, (3) program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat, (4) infeksi
endemik human immuno-deficiency virus (HIV), (5) migrasi penduduk,
(6) mengobati sendiri (self treatment ), (7) meningkatnya kemiskinan, dan
(8) pelayanan kesehatan yang kurang memadai.4,6

C. PATOFISIOLOGI
Penyakit TB dapat berkembang pada seseorang melalui dua cara. Yang
pertama dapat terjadi pada seseorang yang telah beberapa tahun terinfeksi TB dan
telah sembuh sempurna, kedua ketika kuman TB pertama kali masuk ke dalam

2
tubuh melalui inhalasi, tetapi tubuhnya tidak mampu membunuh kuman tersebut.
Ketika kesehatannya menurun karena penyakit lain seperti AIDS atau diabetes,
atau karena penyalahgunaan alkohol maupun kurangnya kepedulian seseorang
terhadap kesehatan, infeksi TB dapat menjadi penyakit TB. Pada cara ini,
seseorang dapat menjadi sakit beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun setelah
mereka menghirup kuman TB. Cara yang lain terjadi jauh lebih cepat. Terkadang
ketika seseorang pertama kali menghirup kuman TB, tubuhnya tidak mampu
melindungi diri terhadap penyakit ini. Kuman tersebut kemudian berkembang
menjadi penyakit TB aktif dalam beberapa minggu. Seseorang dengan TB aktif akan
menjadi sangat infeksius dan dapat menyebarkan TB ke orang lain.2

Gambar 1. Patogenesis Tuberkulosis

Kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup dapat mencapai alveolus. Masuknya

kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis nonspesifik.

Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB di mana sebagian besar kuman

TB akan hancur. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu

3
menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman

TB dalam makrofag yang terus berkembang biak akan menyebabkan makrofag

mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi

pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon.1,2

Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju

kelenjar limferegional. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di

saluran limfe (limfangitis) dandi kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika

fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang terlibat

adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks

paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan

gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar

(limfadenitis), dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).1,2

D. DIAGNOSIS

Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,

tuberculin tes, pemenksaan radiologis dan bakteriologis. Diagnosis pasti TB paru

ditegakkan berdasarkan ditemukannya kuman Mycobacterium tuberculosis serta

pemeriksaan penunjang lainnya.

1. Gejala Klinis

- Demam

- Batuk / batuk darah

- Sesak nafas

- Nyeri dada

- Malaise

4
2. Pemeriksaan Fisik

Tempat kelainan TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru.

Bila dicuragai adanya infiltrate yang agak luas, maka didapatkan perkusi redup

dan auskultasi suara nafas bronkial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan

berupa ronki basah, kasar dan nyaring, tetapi bila infitrat ini diliputi oleh

penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikuler yang melemah (redup). Dalam

penampilan klinis, TB sering asimtomatis dan penyakit baru dicurigai dengan

didapatkannya kelainan radiologis dada.

3. Pemeriksaan Radiologis Tuberkulosis Paru8

Kelainan pada foto toraks bisa sebagai usul tetapi bukan sebagai diagnosa

utama pada TB.Namun, Foto toraks bisa digunakan untuk menyingkirkan

kemungkinan TB paru pada orang-orang yang dengan hasil tes tuberkulin (+) dan

tanpa menunjukkan gejala.1

1. Bila klinis ditemukan gejala tuberkulosis paru, hampir selalu ditemukan

kelainan pada foto roentgen.

2. Bila klinis ada dugaan terhadap penyakit tuberkulosis paru, tetapi pada

foto roentgen tidak terlihat kelainan, maka ini merupakan tanda yang kuat

bukan tuberkulosis.

3. Sebaliknya, bila tidak ada kelainan pada foto toraks belum berarti tidak

ada tuberkulosis, sebab kelainan pertama pada foto toraks baru terlihat

sekurang -kurangnya 10 minggu setelah infeksi oleh basil tuberkulosis.

4. Sesudah sputum positif pada pemeriksaan bakteriologi, tanda tuberkulosis

yang terpenting adalah bila ada kelainan pada foto toraks.

5
5. Ditemukannya kelainan pada foto toraks belum berarti bahwa penyakit

tersebut aktif.

6. Dari bentuk kelainan pada foto roentgen memang dapat diperoleh kesan

tentang aktivitas penyakit, namun kepastian diagnosis hanya dapat

diperoleh melalui kombinasi dengan hasil pemeriksaan klinis/laboratoris.

7. Pemeriksaan roentgen penting untuk dokumentasi, menentukan lokalisasi,

proses dan tanda perbaikan ataupun perburukan dengan melakukan

perbandingan dengan foto-foto terdahulu.

8. Pemeriksaan roentgen juga penting untuk penilaian hasil tindakan terapi

seperti Pneumotoraks torakoplastik, torakoplastik, dsb.

9. Pemeriksaan roentgen tuberkulosis paru saja tidak cukup dan dewasa ini

bahkan tidak boleh dilakukan hanya dengan fluoroskopi. Pembuatan foto

roentgen adalah suatu keharusan, yaitu foto posterior anterior (PA), bila

perlu disertai proyeksi-proyeksi tambahan seperti foto lateral, foto khusus

puncak AP-lordotik dan tekhnik-tekhnik khusus lainnya.

Ada 3 macam proyeksi pemotretan pada foto toraks pasien yang

dicurigai TB, yaitu :

1. Proyeksi Postero-Anterior (PA).

Pada posisi PA, pengambilan foto dilakukan pada saat pasien

dalam posisi berdiri, tahan nafas pada akhir inspirasi dalam. Bila terlihat

suatu kelainan pada proyeksi PA, perlu ditambah proyeksi lateral.

6
2. Proyeksi Lateral.

Pada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan di

belakang kepala. Pengambilan foto dilakukan pada saat pasien tahan napas

dan akhir inspirasi dalam.

3. Proyeksi Top Lordotik.

Proyeksi Top Lordotik dibuat bila foto PA menunjukkan

kemungkinan adanya kelainan pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi

tambahan ini hendaknya dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila

terdapat kesulitan dalam menginterpretasikan suatu lesi di apeks.

Pengambilan foto dilakukan pada posisi berdiri dengan arah sinar

menyudut 35-45 derajat arah kaudo-kranial, agar gambaran apeks paru

tidak berhimpitan dengan klavikula.

E. Gambaran Radiologis TB

Klasifikasi TB paru berdasarkan gambaran radiologis :

1. Tuberkulosis Primer8

Hampir semua infeksi TB primer tidak disertai gejala klinis, sehingga

paling sering didiagnosis dengan tuberkulin test. Pada umumnya menyerang anak,

tetapi bisa terjadi pada orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah. Pasien

dengan TB primer sering menunjukkan gambaran foto normal. Pada 15% kasus

tidak ditemukan kelainan, bila infeksi berkelanjutan barulah ditemukan kelainan

pada foto toraks. Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru

kanan lebih sering terkena, terutama di daerah lobus bawah, tengah dan lingula

7
serta segmen anterior lobus atas. Kelainan foto toraks pada tuberculosis primer ini

adalah adalah limfadenopati, parenchymal disease, miliary disease, dan efusi

pleura. Pada paru bisa dijumpai infiltrat dan kavitas. Salah satu komplikasi yang

mungkin timbul adalah Pleuritis eksudatif, akibat perluasan infitrat primer ke

pleura melalui penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah atelectasis akibat

stenosis bronkus karena perforasi kelenjar ke dalarn bronkus. Baik pleuritis

maupun atelektasis pada anak-anak mungkin demikian luas sehingga sarang

primer tersembunyi dibelakangnya. Bercak infiltrat yang terlihat pada foto roentgen

biasanya di lapangan atas dan segmen apical lobi bawah. Kadang-kadang juga

terdapat di bagian basal paru yang biasanya disertai oleh pleuritis. Pembesaran

kelenjar limfe pada tuberkulosis sekunder jarang dijumpai.

2. Klasifikasi tuberkulosis sekunder8

Klasifikasikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis

Association ( ATA ).

1. Tuberculosis minimal : luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi

daerah yangdibatasi oleh garis median, apeks dan iga 2 depan, sarang-

sarang soliter dapat berada dimana saja. Tidak ditemukan adanya kavitas.

2. Tuberkulosis lanjut sedang ( moderately advance tuberculosis ) : Luas

sarang – sarang yang berupa bercak infiltrat tidak melebihi luas satu paru.

Sedangkan bila ada kavitas, diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau

bayangan sarang tersebut berupa awan – awan menjelma menjadi daerah

konsolidasi yang homogen, luasnya tidak boleh melebihi 1 lobus paru.

8
3. Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis ) : Luas daerah

yang dihinggapi sarang-sarang lebih dari 1 paru atau bila ada lubang -

lubang, maka diameter semua lubang melebihi 4 cm.

Ada beberapa bentuk kelainan yang dapat dilihat pada foto roentgen, antara

lain :

1. Sarang eksudatif, berbentuk awan atau bercak-bercak yang batasnya tidak

tegas dengan densitas rendah.

2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan

densitasnya sedang.

3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu berbentuk garis-garis berbatas tegas,

dengan densitas tinggi.

4. Kavitas atau lubang.

5. Sarang kapur ( kalsifikasi).

Gambar 2. TB paru primer

9
Gambar 3. TB paru primer

Gambar 4. Post TB primer

10
Left upper lobe cavity

Gambar 5. Post TB primer

Gambar 6. Post TB Primer

11
Gambar 7. TB Milier

12
BAB III

PENUTUP

Peran pemeriksaan Radiologi sangat penting dalam menunjang diagnosis

Tuberkulosis paru serta melihat proses berhasilnya pengobatan TB dengan obat

anti tuberkulosis dengan melihat perkembangan proses-proses spesifik yang

terjadi pada gambaran radiologi.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Amin Z, Bahar S. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,

Alwi I ,Simadibrata KM, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II,

Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FKUI, 2006: 998-1005, 1045-9.

2. Price A,Wilson LM. Tuberkulosis Paru. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit. Edisi VI. Jakarta: EGC, 2004 : 852-64.

3. NN. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 27 Juli 2009.

Diunduh dari: http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN_2007.pdf

4. Gerakan Terpadu Nasional Penanganan TB. Buku Pedoman Nasional

Penanggulangan TB. Edisi 2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. 2007.

5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Citra Grafika. 2006.

6. Anonym.. Prevalence and Incidence of Tuberculosis, (Cure research). 2009.

Disitasi dari :

http://www.Cureresearch.com/Tuberculosis/Prevalence.htm

7. Joshua B, Williams CJ, Bain G. Tuberculosis: Radiological Review.

Radiographics. 2007;27(5): 1255-65.

8. Sjahriar R. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

2005.

14

Anda mungkin juga menyukai