Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang
menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi
organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai “ pembawa pesan” dan dibawa oleh aliran darah
ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan menerjemahkan “ pesan” tersebut
menjadi suatu tindakan.

Kelenjar gonad adalah testis pada pria dan ovarium pada wanita. Kelenjar ini
mempunyai fungsi endokrin dan reproduksi. Sebagai kelenjar endokrin , testis menghasikan
hormon seks yaitu androgen dan sperma , sedangkan ovarium menghasilkan estrogen dan
progesteron untuk memproduksi sel telur.

Gonat dan kelenjar-kelenjar asesoris pada waktu lahir mempunyai ukuran yang lebih
kecil dan tidak berfungsi. Pada masa pubertas , kelenjar gonad menjadi aktif dan sifat kelamin
sekunder mulai nampak. Selain itu, juga terjadi peningkatan sekresi gonadotropi (FSH dan
LH ) yang merangsang perkembangan dan reproduksi kelenjar gonad . peningkatan sekresi
(FSH dan LH) disebabkan oleh kepekaan hipotalamus terhadap inhibisi (hambatan) streroid
menurun.

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari kelenjar testis ?


2. Apa fungsi dari hormone yang dihasilkan oleh kelenjar testis ?
3. apa saja kelainan yang terjadi pada kelenjar testis ?

1.3 Tujuan

1. mengetahui anatomi dan fisiologi kelenjar testis


2. mengetahui fungsi hormone yang dihasilkan oleh kelenjar testis
3. mengetahui kelainan yang terjadi pada kelnjar testis
BAB ll

PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI KELENJAR TESTIS


Testis merupakan gonad pria dan fungsi
primernya adalah produksi spermatozoa dan
testosteron. Spermatozoa diproduksi didalam
tubulus seminiferus dan testosteron disintesis
di dalam sel Leydig. Pada manusia, kedua
testis terletak dalam skrotum, dengan panjang
sekitar 5 cm dan diameter sekitar 2-3 cm.
Testis berada dalam selubung kapsul jaringan
ikat yang disebut tunika albuginea, dan terdiri dari sejumlah tubulus seminiferus kontortus.
Pada setiap testis, tubulus-tubulus menyatu menjadi rete testis, dan membuka untuk memberi
makan duktus pada epididimis. Epididimis memiliki kepala dan ekor, bagian ekor inilah yang
memberi makan pada vas deferent.

Tubulus seminiferus terdiri dari lapisan luar berupa jaringan ikat dan otot polos,
dekelilingi oleh lapisan dalam yang mengandung sel Sertoli. Tertanam dan di antara sel-sel
Sertoli terdapat sel germinal yang memproduksi spermatozoa. Spermatozoa dilepaskan
kedalam lumen tubulus dan disimpan di bagian ekor epididimis. Sel Leydig, yang disebut juga
sel interstisial, terletak diantara tubulus-tubulus seminiferus dan mensekresi testosteron.

Kelenjar testis bentuknya seperti


telur, banyaknya 2 buah menghasilkan sel
mani atau sperma dikirim melalui
saluran yang terdapat dibelakangbuah pelir
dan melewati sebelah dalam, disebelah belakang saluran ini terdapat duktus deferens.
Kelenjar testis menghasilkan hormon Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing
Hormone (LH). Disamping itu testis dapat menghasilkan hormone testosteron. Hormon
testosteron ini disekresi oleh testis, sebagian besar berkaitan dengan protein plasma. Beredar
dalam darah 15-30 menit, kemudian disekresi. Testosteron dihasilkan pada anak usia 11-14
tahun, pembentukan ini hampir seluruh kehidupan. Berkurangnya kecepatan produksi setelah
umur 40 tahun pada umur 80 tahun menghasilkan testosteron lebih kurang 1/5 dari nilai
puncak.

2.2 Fungsi Hormon yang dihasilkan oleh kelenjar testis.


FUNGSI TESTOSTERON

a. Fungsi Testosteron Selama Perkembangan Janin


Testosteron mulai dibentuk oleh testis janin laki-laki pada sekitar minggu ke-7
masa embrional. Tentu saja salah satu fungsi utama yang berbeda antara kromosom seks
pria dan wanita adalah bahwa kromosom seks pria menyebabkan rabung genital baru
yang berkembang menyekresikan testosteron. Testosteron yang pertama kali disekresikan
oleh rabung genital dan kemudian oleh testis janin bertanggung jawab terhadap
perkembangan sifat tubuh pria, termasuk pembentukan penis dan scrotum dan bukan
pembentukan klitoris dan vagina. Juga sekresi testosteron tersebut menyebabkan
pembentukan kelenjar prostat, vesikula seminalis, dan duktus genitalia.

b. Fungsi Testosteron pada Perkembangan Sifat Kelamin Primer dan Sekunder


Dewasa
Sekresi testosteron kembali setelah pubertas menyebabkan penis, scrotum, dan
testis membesar kira-kira delapan kali lipat sampai sebelum usia 20 tahun. Disamping itu,
testosteron menyebabkan “ sifat kelamin sekunder” pria berkembang pada waktu yang
sama, dimulai saat pubertas dan berakhir pada maturitas

2.3 Kelainan yang terjadi pada kelenjar testis

Testis merupakan organ reproduksi terpenting bagi pria. Di testis, proses


pembentukan sel sperma dan pembentukan hormon testosteron diproduksi. Sehingga,
kesehatan testis amat perlu diperhatikan demi mencegah berbagai penyakit yang tak
diinginkan. Secara anatomi, buah zakar alias testis sangat sensitif dan rentan terhadap
cedera. Pelari atau ketika anda berjalan jauh dapat berisiko tinggi mengalami ketegangan
di selangkangan, trauma langsung atau luka lain yang dapat menyebabkan nyeri testis.
Nyeri testis bisa terjadi karena berbagai alasan, beberapa diantaranya tidak dapat
diidentifikasikan. Meski sebagian besar kasus tidak serius, tapi nyeri testis kadang-
kadang dapat menjadi bagian dari kondisi yang berbahaya.

Nyeri yang timbul dapat merupakan pertanda penyakit, antara lain:

1. Varikokel. Varikokel merupakan varises yang terjadi pada testis. Penderita varikokel
akan merasa ada cacing di testisnya ketika berdiri, tetapi akan hilang ketika duduk.
Kondisi ini adalah pembesaran pembuluh darah vena( pleksus pampiniformis). Bila katup
dalam pembuluh darah tidak berfungsi baik, maka darah akan berkumpul di tempat-
tempat yang tidak seharusnya.
2. Epididymitis. Epididymitis biasanya dipicu oleh infeksi baik yang ditularkan melalui
hubungan intim maupun bukan. Gejalanya antara lain pembengkakan pada testis, demam
dan jika dibiarkan lama-kelamaan akan bernanah.
3. Hernia inguinalis. Hernia umumnya ini terjadi di bagian jaringan lemak atau usus,
seringkali di dinding perut. Jika testis terasa sakit, ini merupakan pertanda orang
menderita hernia inguinalis tidak langsung, yang terjadi di dekat paha. Karena hernia
mengambil rute yang sama dengan desensus testis.
4. Kanker testis. Sekitar 10 persen penderita kanker testis mengalami gejala yang cukup
menyakitkan, testis terasa tidak nyaman dan berat, bahkan terlihat lebih besar dan
bengkak.
5. Torsi testis Torsi testis merupakan suatu keadaan yang mana saluran spermatika
terpuntir sehingga terjadi gangguan dalam mendapatkan alirasn darah ke testis. Ini
merupakan keadaan darurat dan jika tidak segera mencari pertolongan, pria bisa
kehilangan testisnya.
6. Hipogonadisme Hipogonadisme adalah penurunan fungsi testis yang disebabkan oleh
gangguan interaksi hormon, seperti hormon androgen dan testoteron. Gangguan ini
menyebabkan infertilitas, impotensi dan tidak adanya tanda-tanda kepriaan. Penanganan
dapat dilakukan dengan terapi hormon.
7. Kriptorkidisme : Kriptorkidisme adalah kegagalan dari satu atau kedua testis untuk
turun dari rongga abdomen ke dalam skrotum pada waktu bayi. Hal tersebut dapat
ditangani dengan pemberian hormon human chorionic gonadotropin untuk merangsang
terstoteron. Jika belum turun juga, dilakukan pembedahan.
8. Uretritis : Uretritis adalah peradangan uretra dengan gejala rasa gatal pada penis dan
sering buang air kecil. Organisme yang paling sering menyebabkan uretritis
adalah Chlamydia trachomatis,Ureplasma urealyticum atau virus herpes.
9. Prostatitis Prostatitis adalah peradangan prostat yang sering disertai dengan peradangan
pada uretra. Gejalanya berupa pembengkakan yang dapat menghambat uretra sehingga
timbul rasa nyeri bila buang air kecil. Penyebabnya dapat berupa bakteri, seperti
Escherichia coli maupun bukan bakteri.
10. Epididimitis Epididimitis adalah infeksi yang sering terjadi pada saluran reproduksi pria.
Organisme penyebab epididimitis adalah E. coli dan Chlamydia.
11. Orkitis Orkitis adalah peradangan pada testis yang disebabkan oleh virus parotitis. Jika
terjadi pada pria dewasa dapat menyebabkan infertilitas.
12. Anorkidisme Anorkidisme adalah penyakit dimana testis hanya bejumlah satu atau
tidak ada sama sekali.
13. Hyperthropic prostat Hyperthropic prostat adalah pembesaran kelenjar prostat yang
biasanya terjadi pada usia-usia lebih dari 50 tahun. Penyebabnya belum jelas diketahui.
14. Kanker prostat Gejala kanker prostat mirip dengan hyperthropic prostat. Menimbulkan
banyak kematian pada pria usia lanjut.
15. Impotensi Impotensi yaitu ketidakmampuan ereksi ataupun mempertahankan ereksi
penis pada pada hubungan kelamin yang normal.
16. Infertilitas (kemandulan) Yaitu ketidakmampuan menghasilkan ketururan. Infertilitas
dapat disebabkan faktor di pihak pria maupun pihak wanita. Pada pria infertilitas
didefinisikan sebagai ketidakmampuan mengfertilisasi ovum. Hal ini dapat disebabkan
oleh:
- Gangguan spermatogenesis, misalnya karena testis terkena sinar radio aktif, terkena
racun, infeksi, atau gangguan hormone
- Tersumbatnya saluran sperma
- Jumlah sperma yang disalurkan terlalu sedikit

Pada kasus yang ringan, agar tidak terjadi nyeri testis pada saat berjalan jauh,
sebaiknya kenakan pakaian yang tepat agar dapat membantu mencegah sakit pada testis
ketika berjalan jauh. Bila keluhan belum ada perbaikan, sebaiknya anda memeriksakan
diri ke dokter yang berpraktek di dekat tinggal anda agar dapat menyingkirkan kondisi
yang berbahaya.
BAB III

KONSEP TEORI

3.1 Definisi
Kanker prostat adalah penyakit kanker yang berkembang di prostat, sebuah kelenjar
dalam sistem reproduksi lelaki. Hal ini terjadi ketika sel prostat mengalami mutasi dan
mulai berkembang di luar kendali. Sel ini dapat menyebar secara metastasis dari prostat
ke bagian tubuh lainnya, terutama tulang dan lymph node. Kanker prostat dapat
menimbulkan rasa sakit, kesulitan buang air kecil, disfungsi erektil dan gejala lainnya.
Karsinoma prostat adalah suatu kanker ganas yang tumbuh di dalam kelenjar prostat,
tumbuhsecara abnormal tak terkendali sehingga mendesak dan merusak jaringan
sekitarnya dan merupakanyang terbanyak diantara keganasan sistem urogenitalia pada
pria. Tumor ini menyerang pasien yangberumur di atas 50 tahun, diantaranya 30%
menyerang pria berusia 70-80 tahun dan 75% pada usialebih dari 80 tahun. Kanker ini
jarang menyerang pria berusia di bawah 45 tahun

Kanker prostate adalah kanker yang paling umum pada pria (selain kanker kulit
nonmelanoma) dan merupakan penyebab kedua kematian yang paling umum akibat
kanker pada pria Amerika yang berusia lebih dari 55 tahun.

Kanker prostate adalah kanker yang paling prevalen secara keseluruhan insidennya
hampir dua kali lipat dari populasi umum dan angka kematian sekitar tiga kali lebih
tinggi.

3.2 Etiologi

Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab timbulnya adenokarsinoma prostate


adalah :

1. Predisposisi genetic

Kemungkinan untuk menderita kanker prostate menjadi dua kali jika saudara
laki-lakinya menderita penyakit ini. Kemungkinannya naik menjadi lima kali jika
ayah dan saudaranya juga menderita.
2. Pengaruh hormonal

Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia
lanjut.

3. Diet

Diet yang banyak mengandung lemak, susu yang berasal dari binatang, daging
merah dan hati diduga meningkatkan kejadian kanker prostate.
Beberapa nutrisi diduga dapat menurunklan insidens kanker prostate, adalah
Vitamin A, Beta karoten, Isoflavon atau Fitoestrogen yang banyak terdapat pada kedelai,
likofen (anti oksidan karotenoit yang banyak terdapat pada tomat). Selenium (terdapat
pada ikan laut, daging, biji-bijian), dan vitamin E.

4. Pengaruh lingkungan

Kanker prostate lebih banyak diderita oleh bangsa afrika amerika yang berkulit
hitam dari pada kulit bangsa putih. Pada penelitian yang lain didapatkan bahwa bangsa
asia (cina dan jepang lebih sedikit menderi penyakit ini).

3.3 Patofisiologi
Penyebab Ca Prostat hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa
hipotesa menyatakan bahwa Ca Prostat erat hubungannya dengan hipotesis yang disuga
sebagai penyebab timbulnya Ca Mammae adalah adanya perubahan keseimbangan antara
hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut, hal ini akan mengganggu proses
diferensiasidan proliferasi sel. Diferenaiasi sel yang terganggu ini menyebabkan sel
kanker, penyebab lain yaitu adanya faktor pertumbuhan yang stroma yang berlebihan
serta meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel-sel yang mati
sehingga menyebabkan terjadinya perubahan materi genetik. Perubahan prolife sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan
sehingga terjadi Ca Prostat (Price, 1995)
3.4 Manifestasi Klinik

Kanker prostate pada tahap awalnya jarang menimbulkan gejala. Gejala yang
terjadi akibat obstruksi urinarius terjadi saat penyakit berada pada tahap lanjut. Jika
neoplasma cukup besar untuk menyumbat kolum kandung kemih, maka gejala dan tanda
obstruksi urinarius terjadi, seperti kesulitan dan sering berkemih, retensi urin, dan
penurunan ukuran serta kekuatan aliran urin. Gejala-gejala yang berhubungan dengan
metastasis mencakup sakit pinggang, nyeri panggul, rasa tidak nyaman pada perineal dan
rektal, anemia, penurunan berat badan, kelemahan, mual dan oliguria (penurunan
keluaran urin). Hematuria dapat terjadi akibat kanker yang menyerang uretra atau
kandung kemih atau keduanya. Sayangnya, hal ini mungkin menjadi indikasi pertama
yang jelas dari kanker prostate.

a. Mengalami kesulitan dalam buang air kecil


b. Buang air kecil lebih sering ,terutama kalau pada malam hari.
c. Mengalami kesulitan memulai pancaran air seni .
d. Mengalami kesulitan juga dalam mengakhiri aliran air seni
e. Pancaran aliran air seni lemah
f. Merasa kandung kencing tidak kosong sempurna
g. Jika disertai infeksi timbul keluhan nyeri waktu buang air kecil,atau waktu
mengeluarkan air mani selesai bersetubuh.
h. Kadang-kadang,aliran air seni berhenti sendiri.
i. Makin ada darah di dalam air seni atau air mani
j. Pada kanker prostat,selain keluhan tersebut diatas juga disertai :
k. Perasaan nyeri pada daerah bawah pinggang.
l. Mengalami kesulitan memulai dan mempertahankan ereksi penis.
m. Keluhan nyeri pada pangkal paha dan daerah tulang pinggul.
n. Mungkin air seni berdarah.

3.5 Penatalaksanaan
1. Pemeriksaan diagnostik
a. Inspeksi buli-buli: ada/ tidaknya penonjolan perut di daerah supra pubik ( buli-buli
penuh / kosong )
b. Palpasi buli-buli: Tekanan didaerah supra pubik menimbulkan rangsangan ingin
kencing bila buli-buli berisi atau penuh.Terasa massa yang kontraktil dan
“Ballottement”.
c. Perkusi: Buli-buli yang penuh berisi urin memberi suara redup.
2. Colok dubur.
Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa
rektum, kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan prostat. Pada perabaan
melalui colok dubur harus di perhatikan konsistensi prostat (pada pembesaran prostat
jinak konsistensinya kenyal), adakah asimetris adakah nodul pada prostat , apa batas atas
dapat diraba . Dengan colok dubur besarnya prostat dibedakan :

a. Grade 1 : Perkiraan beratnya sampai dengan 20 gram.


b. Grade 2 : Perkiraan beratnya antara 20-40 gram.
c. Grade 3 : Perkiraan beratnya lebih dari 40 gram.
3. Laboratorium.
a. Darah lengkap sebagai data dasar keadaan umum penderita .
b. Gula darah dimak sudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetus
militus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli
nerogen).
c. Faal ginjal (BUN, kreatinin serum) diperiksa untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas .
d. Analisis urine diperiksa untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi atau
inflamasi pada saluran kemih .
e. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebadkan
infeksi dan sekligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa anti mikroba
yang diujikan.
4. Flowmetri :
Flowmetri adalah alat kusus untuk mengukur pancaran urin dengan satuan ml/detik.
Penderita dengan sindroma protalisme perlu di periksa dengan flowmetri sebelum dan
sesudah terapi.
Penilaian :

a. Fmak <10ml/detik ——–àobstruktif


b. Fmak 10-15 ml/detik—–àborderline
c. Fmak >15 ml/detik——-ànonobstruktif
5. Radiologi.
a. Foto polos abdomen, dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran
ginjal atau buli-buli, adanya batu atau kalkulosa prostat dan kadang kadang dapat
menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda dari
suatu retensi urine.
b. Pielografi intra vena, dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis, dan
hidroureter, fish hook appearance ( gambaran ureter berkelok kelok di vesikula )
inclentasi pada dasar buli-buli, divertikel, residu urine atau filling defect divesikula.
6. Ultrasonografi (USG), dapat dilakukan secara transabdominal atau trasrektal (trasrektal
ultrasonografi = TRUS) Selain untuk mengetahui pembesaran prostat < pemeriksaan
USG dapatpula menentukan volume buli-buli, meng ukur sisa urine dan keadaan patologi
lain seperti divertikel, tumor dan batu .Dengan TRUS dapat diukur besar prostat untuk
menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat pula dilakukan dengan
USG suprapubik.
7. Cystoscopy (sistoskopi) pemeriksaan dengan alat yang disebut dengan cystoscop.
Pemeriksaan ini untuk memberi gambaran kemungkinan tumor dalam kandung kemih
atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen
didalam vesika. Selain itu dapat juga memberi keterangan mengenahi besarprostat
dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjalan prostat kedalam
uretra.
8. Kateterisasi: Mengukur “rest urine “ Yaitu mengukur jumlah sisa urine setelah miksi
sepontan dengan cara kateterisasi . Sisa urine lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai
batas indikasi untuk melakukan intervensi pada hiper tropi prostat .

3.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari pemberian terapi baik dengan menggunakan
radiasimaupun pembedahan berupa :
a. Gangguan ereksi (impotensi)
b. Perdarahan post operasi
c. Anastomosi striktur pada perineal prostatectomy
d. Urocutaneus fistula (perineal prostatectomy)
e. Hernia perineal (Perineal prostatectomy).

BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN

Tuan SH berusia 70 tahun datang ke RSUD Jombang pada tanggal 26 juli 2014 tanpa surat
pengantar. Pasien merasa nyeri saat BAK, pasien tidak dapat menerangkan nyeri akan, saat, atau
setelah BAK. Pasien mengatakan BAK anyang-anyangan (sering, sedikit-sedikit, seperti ada
yang tersisa dan tidak puas). Harus mengejan jika BAK. Urin pasien berwarna kemerahan, tidak
pernah keruh, tidak pernah keluar batu. Jika malam kadang terbangun untuk BAK. Dalam
semalam dapat BAK 4 kali. Hal ini dirasakan sudah lama, pasien tidak ingat.

4.1 Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : Tn. SH
Umur : 70 Tahun
Alamat :Ds. Pulorejo, Kec. Tembelang, Kab. Jombang
Pendidikan : SD
Status pernikahan :Menikah
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
SukuBangsa :Jawa
Tanggal MRS :26 Juli 2014
B. Anamnesa
Keluhan Utama
Sulit buang air kecil
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD BRSD Setjonegoro Wonosobo tanpa surat pengantar. Pasien
merasa nyeri saat BAK, pasien tidak dapat menerangkan nyeri akan, saat, atau setelah
BAK. Pasien mengatakan BAK anyang-anyangan (sering, sedikit-sedikit, seperti ada
yang tersisa dan tidak puas). Harus mengejan jika BAK. Urin pasien berwarna
kemerahan, tidak pernah keruh, tidak pernah keluar batu. Jika malam kadang terbangun
untuk BAK. Dalam semalam dapat BAK 4 kali. Hal ini dirasakan sudah lama, pasien
tidak ingat.

Pasien merasa nyeri perut sejak 1 bulan sebelum masuk RS. Nyeri perut diasakan di
semua region abdomen dan menjalar sampai kedua pinggang. Sejak 2 hari sebelum
masuk RS nyeri semakin hebat dan tidak bisa BAB. Pasien merasa tidak bisa BAB pagi
hari sebelum masuk RS. Pasien pernah berobat ke dokter tapi keluhan hanya hilang
sementara. Pasien tidak tahu jenis obat-obatan apa saja yang didapat dari dokter. Pasien
tidak merasa mual maupun muntah. Pasien tidak merasa panas.
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat trauma pada abdomen dan alat genital sebelumnya disangkal
b. Riwayat sesak nafas dan bengkak di muka, perut, kaki dan tangan disangkal
c. Riwayat hipertensi disangkal
d. Riwayat minum jamua-jamuan disangkal
e. Riwayat penyakit serupa seperti ini sirasakan sejak lama (>1 tahun)
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang serupa dengan pasien.
Pemeriksaan Fisik
A. Tanda – Tanda Vital
Suhu : 38°C
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 165 cm
Tekanan Darah : 112/88
Nadi : 80 x/mnt
HR : 80 x/mnt
B. Pemeriksaan Per Sistem
a. Sistem Pernapasan
Hidung
Inspeksi : Tidak ada nafas cuping hidung, Tidak ada secret.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir lembab, sianosis (-), perdarahan (-)

Sinus paranasalis
Inspeksi : tidak ada tanda-tanda adanya infeksi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Leher
Inspeksi : simetris kanan kiri, JVP tidak meningkat
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar Limfe
Faring
Inspeksi : tidak ada odem
Area dada
Inspeksi : Dada Simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : vesikuler.
b. Kardiovaskuler dan limfe
Wajah
Inspeksi : Tidak pucat, tidak anemis, Tidak sianosis
Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : irama denyutan arteri carotis communis normal,
Dada
Inspeksi : dada terlihat simetris
Palpasi : bunyi jantung pekak
Perkusi : tidak ada tanda - tanda bunyi redup.
Auskultasi : bunyi jantung S1-S2 reguler, tidak ada S3 murmur, tidak ada S4
gallop, Suara nafas ronchi (-), wheezing (-), gargling (+), krepitasi (-), Sonor.

c. Persyarafan
Anamnesa
Pasien tidak sesak nafas
Pemeriksaan nervus
 Nervus I olfaktorius (pembau)
Klien bisa membedakan aroma saat diberi kopi dan minyak kayu putih.
 Nervus II opticus (penglihatan)
Bisa melihat benda yang jaraknya 35 cm dengan jelas.
 Nervus III oculomotorius
Tidak oedem pada kelopak mata
 Nervus IV toklearis
Ukuran pupil normal, tidak ada perdarahan pupil
 Nervus V trigeminus (sensasi kulit wajah)
Saat klien diminta membuka mulut dan bersuara “aaaa” dan diketukkan palu
reflek di garis tengah dagu klien menutupkan mulut dengan tiba – tiba
 Nervus VI abdusen
Bola mata simetris
 Nervus VII facialis
Klien dapat membedakan rasa asin dan manis dengan mata tertutup,
bentuk wajah simetris
 Nervus VIII auditorius/akustikus
Fungsi pendengaran baik
 Nervus IX glosoparingeal
Reflek menelan klien tidak terganggu.
 Nervus X vagus
Uvula klien simetris terlihat ketika klien membuka mulut
 Nervus XI aksesorius
Klien tidak merasa kesulitan untuk mengangkat bahu dengan melawan tahanan.
 Nervus XII hypoglosal/hipoglosum
Bentuk lidah simetris, klien mampu menjulurkan lidah dan menggerakkannya ke
segala arah.

d. Perkemihan dan eliminasi uri


Laki-laki
Genetalia eksterna
Inspeksi : ada oedem
Palpasi : ada nyeri tekan maupun benjolan
Kandung kemih
Inspeksi : ada benjolan, dan pembesaran
Palpasi : ada nyeri tekan
Ginjal :
Inspeksi : tidak ada pembesaran daerah pinggang
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : tidak ada nyeri ketok.
e. Sistem pencernaan – eliminasi alvi
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir pucat, gigi tidak ada plak dan karies. Tidak ada
pembesaran kelenjar karotis. Ada lesi.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut,
Lidah
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada tremor dan lesi.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan odem.
Abdomen
Inspeksi : Tidak ada pembesaran abdomen, Tiak ada luka bekas operasi.
Palpasi : abdomen teraba keras, tidak ada acietes.
Perkusi : Suara abdomen normal.
f. Sistem muskuloskeletel dan integumen.
Inspeksi : Turgor kulit normal
Palpasi : Suhu teraba hangat

3 3
Kekuatan otot

5 5
g. Sistem endokrin dan eksokrin
Anamnesa
Klien merasa lemah, pandangan tidak kabur, berat badan menurun.
Kepala
Inspeksi : tidak terlihat moon face, tidak alophesia (botak), rambut rontok
Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran kalenjar tiroid
Palpasi : tidak ada pembesaran kalenjar tiroid, dan tidak ada nyeri tekan.
Ekstremitas bawah
Palpasi : tidak ada edema.

h. Sistem reproduksi
Laki-laki
Payudara
Inspeksi :-
Palpasi :-
Axila
Inspeksi :-
Palpasi :-
Genetalia
Inspeksi : Ada oedem
Palpasi : Ada nyeri tekan
i. Persepsi sensori
Anamnesa
Tidak Ada penurunan tajam penglihatan,
Mata
Inspeksi : bentuk simetris, kornea normal, warana iris hitam, lensa normal jernih,
sklera putih
Palpasi : tidak ada nyeri dan tidak ada pembengkakan kelopak mata

Penciuman-(hidung)
Palpasi : tidak ada pembengkakan dan tidak ada nyeri saat palpasi fosa kanina
Perkusi : tidak ada reaksi hebat pada regio frontalis, sinus frontalis dan fosa
kanina
3.2 Analisa Data Pasien

DIAGNOSA : NYERI AKUT


DOMAIN 12 : KENYAMANAN
KELAS 1 : KENYAMANAN FISIK
NS.
DIAGNOSIS : Nyeri Akut

(NANDA-I)

Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan


yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau
potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian
DEFINITION: rupa ( International Association For The Study Of Pain ; awitan
yang tiba – tiba atau lambat dari intensitan ringan hingga berat
dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung < 6 bulan.

 Perubahan selera makan


 Laporan isyarat
 Mengekspresikan perilaku ( mis., gelisah, merengek,
menangis, waspada, iritabilitas, mendesah )
DEFINING  Sikap melindungi area nyeri
CHARACTERI  Indikasi nyeri yang dapat diamati
STICS  Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
 Sikap tubuh melindungi
 Melaporkan nyeri secara verbal
 Focus pada diri sendiri
 Gangguan tidur
RELATED Agen cedera ( mis., biologis, zat kimia, fisik, psikologis )
FACTORS:
Subjective data entry Objective data entry

Pasien mengeluh sakit pada area Tanda-tanda vital :


genitalia dan tidak bisa kencing.
Suhu : 38°C
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 165 cm
Tekanan Darah : 112/88
Nadi : 80 x/mnt
HR : 80 x/mnt
ASSESSMENT

Skala Nyeri :8

Ns. Diagnosis (Specify):

Client Nyeri Akut

Diagnostic

Statement: Related to:


DIAGNOSIS

Nyeri akut berhubungan dengan agen


cedera fisik
3.3 Intervensi

Inisial Pasien : Nn. D


Nama Mhs : -
Tanggal : -
Diagnosa Keperawatan : Nyeri Akut
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa ( International
Association For The Study Of Pain ; awitan yang tiba – tiba atau
lambat dari intensitan ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung < 6 bulan.
NIC NOC
INTERVENSI AKTIVITAS OUTCOME INDICATOR
Manajemen Nyeri 1. Lakukan pengkajian Discomfort Level  Pain : 4
nyeri secara Def :  Stress : 4
Def : komprehensif Severity of  Facial tension
Mengurangi nyeri termasuk lokasi, observed or :5
atau menurunkan karakteristik, durasi, reported mental or
tingkat nyeri ke level frekuensi, kualitas, physical
kenyamanan yang kekuatan nyeri dan discomfort.
diterima pasien. faktor presipitasi.
2. Observasi reaksi
non verbal dari
ketidaknyamanan,
terutama dalam
ketidakmampuan
komunikasi secara
efektif.
3. Gunakan teknik
komunikasi
terapeutik untuk
mengetahui
pengalaman nyeri
pasien dan
menyampaikan
penerimaan dari
respon pasien
terhadap nyeri.
4. Pertimbangkan
pengaruh budaya
terhadap respon
nyeri.
5. Evaluasi pasca
pengalaman nyeri
termasuk riwayat
individu dan
riwayat keluarga
mengenai nyeri
kronis atau
menimbulkan
ketidakmampuan,
sesuai keperluan.
6. Evaluasi bersama
pasien dan tim
pelayanan
kesehatan tentang
keefektifan
pengukuran
kontrol pasca nyeri
yang dapat
digunakan.
7. Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan.
8. Kontrol faktor
lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
respon pasien
mengalami
ketidaknyamanan
(suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan).
9. Kurangi atau
hilangkan faktor
yang menjadi
presipitasi atau
peningkatan
pengalaman nyeri
seperti ( ketakutan,
kelemahan,sifat
membosankan, dan
rendahnya
pengetahuan ).
10. Pilih dan
implementasikan
berbagai
pengukuran
(farmakologi, non
farmakologi dan
interpersonal) untuk
memfasilitasi
penurunan nyeri.
11. Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri ketika
memilih strategi
penurunan nyeri.
Anjurkan pasien
untuk memantau
nyerinya sendiri
dan intervensi
segera.
12. Ajarkan
tentang teknik
penggunaan non
farmakologi.
13. Beri penurun
nyeri yang optimal
dengan resep
analgetik.
14. Evaluasi
keefektifan
pengukuran
kontrol nyeri yang
dilakukan dengan
pengkajian terus
menerus terhadap
pengalaman nyeri.
15. Dorong
istirahat yang
adekuat, tidur
untuk
memfasilitasi
penurunan nyeri.

3.4 Implementasi

No. diagnose
masalah Tgl/jam Tindakan Paraf
kolaboratif
Nyeri Akut 18-04- 1. Melakukan pengkajian nyeri secara
2015/ komprehensif termasuk lokasi,
07.00 karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, kekuatan nyeri dan faktor
presipitasi.
2. Melakukan observasi reaksi non
verbal dari ketidaknyamanan,
terutama dalam ketidakmampuan
08.00 komunikasi secara efektif.
3. Menggunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien dan
09.00 menyampaikan penerimaan dari
respon pasien terhadap nyeri.
4. Mengkaji pengaruh budaya terhadap
respon nyeri.
5. Melakukan evaluasi pasca
pengalaman nyeri termasuk riwayat
individu dan riwayat keluarga
mengenai nyeri kronis atau
menimbulkan ketidakmampuan,
sesuai keperluan.
6. Melakukan evaluasi bersama pasien
dan tim pelayanan kesehatan tentang
keefektifan pengukuran kontrol pasca
nyeri yang dapat digunakan.
7. Membantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan.
8. Melakukan kontrol faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi respon
pasien mengalami ketidaknyamanan
( suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan).
9. Mengurangi atau hilangkan faktor
yang menjadi presipitasi atau
peningkatan pengalaman nyeri
seperti ( ketakutan, kelemahan,sifat
membosankan, dan rendahnya
pengetahuan ).
10. Memilih dan implementasikan
berbagai pengukuran (farmakologi,
non farmakologi dan interpersonal)
untuk memfasilitasi penurunan nyeri.
11. Mempertimbangkan jenis dan
sumber nyeri ketika memilih strategi
penurunan nyeri. Anjurkan pasien
untuk memantau nyerinya sendiri dan
intervensi segera.
12. Mengajarkan tentang teknik non
farmakologi.
13. Memberikan penurun nyeri yang
optimal dengan resep analgetik.
14. Melakukan evaluasi keefektifan
pengukuran kontrol nyeri yang
dilakukan dengan pengkajian terus
menerus terhadap pengalaman nyeri.
15. Meningkatkan istirahat yang adekuat,
tidur untuk memfasilitasi penurunan
nyeri.

3.5 Evalusi

NO. Hari/Tanggal/Jam Diagnosa Evaluasi


Keperawatan
19 April 2015 Nyeri Akut S : klien mengatakan masih
merasa sakit dan nyeri di perut
bagian bawah dan sudah tidak
menjalar.
O:
Suhu : 37°C
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 165 cm
Tekanan Darah : 112/88
Nadi : 80 x/mnt
HR : 80 x/mnt
Skala Nyeri : 6
A : masalah belum teratasi
P : intervensi 3 – 15 dilanjutkan
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kelenjar kelamin pada laki-laki adalah testis . Selain Sebagai organ endokrin, testis
merupakan organ reproduksi laki-laki. Fungsi dari testis sendiri yaitu untuk proses
spermatogenesis dan sebagai penghasil hormone testosterone . Sekresinya diatur oleh hormon
yang dihasilkan kelenjar hipofisis. Testosteron berfungsi untuk menimbulkan dan
mempertahankan tanda-tanda kelamin sekunder pada laki-laki.
Kelainan yang terjadi pada testis antara lain adalah :
a. Varikokel.
b. Epididymitis
c. Hernia inguinalis
d. Kanker testis
e. Torsi testis
f. Hipogonadisme
g. Kriptorkidisme
h. Uretritis
i. Prostatitis
j. Epididimitis
k. Orkitis
l. Anorkidisme
m. Hyperthropic prostat
n. Kanker prostat
o. Impotensi
p. Infertilitas (kemandulan)

5.2 Saran

Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca khususnya laki-laki bisa


menjaga kesehatan dan kebersihan tubuh khususnya pada organ reproduksi, agar
terhindar dari berbagai penyakit seperti yang telah disebutkan diatas.
Daftar Pustaka

Carpenito, Lynda Juall. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, edisi 6. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran, EGC.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3 jilid kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.

Price, S. 1995. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC

http://majalahkesehatan.com/mengenal-kanker-prostat/ (11 November 2012, 10:15)

Anda mungkin juga menyukai