Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal jantung merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang telah sangat prihatin
dalam preferensi medis. Menurut WHO pada tahun 2007 penyakit kardiovaskular
menyumbang hampir sepertiga dari kematian global dan diperkirakan pada tahun 2020
hampir 25 juta kematian di seluruh dunia akibat penyakit kardiovaskular. Pelaporan SIRS
Indonesia 2007 jumlah kasus sebanyak 57,023 pasien dengan gagal jantung dan kasus tingkat
kematian (CFR) 13,42%. CHF ( Congestive Heart Failure ) merupakan salah satu masalah
kesehatan dalam system kardiovaskular, yang angka kejadiannya terus meningkat. Menurut
data dari WHO dilaporkan bahwa ada sekitar 3000 warga Amerika menderita CHF.
Menurut American Heart Association ( AHA ) tahun 2012 dilaporkan bahwa ada 5,7 juta
penduduk Amerika Serikat yang menderita gagal jantung ( Padila, 2012 ).
Penderita gagal jantung atau CHF di Indonesia pada tahun 2012 menurut data dari
Departemen Kesehatan mencapai 14.449 jiwa penderita yang menjalani rawat inap di rumah
sakit. Pada tahun 2012 di Jawa Tengah terdapat 520 penderita CHF dan menjalani rawat
inap Selain itu, penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit
adalah gagal jantung ( readmission ), walaupun pengobatan dengan rawat jalan telah
diberikan secara optimal. Hal serupa juga dibenarkan oleh Rubeinstein ( 2007 ) bahwa
sekitar 44 % pasien Medicare yang dirawat dengan diagnosis CHF akan dirawat kembali
pada 6 bulan kemudian. Pada umumnya CHF diderita lansia yang berusia lebih dari 50
tahun, CHF merupakan alasan yang paling umum bagi lansia untuk dirawat di rumah sakit (
usia 65 – 75 tahun mencapai persentase sekitar 75% pasien yang dirawat dengan CHF ).
Resiko kematian yang diakibatkan oleh CHF adalah sekitar 5-10 % per tahun pada kasus
gagal jantung ringan, dan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Menurut
penelitian, sebagian besar lansia yang didiagnosis menderita CHF tidak dapat hidup lebih
dari 5 tahun ( Kowalak, 2011 ).
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menyusun laporan kasus Keperawatan
Medikal Bedah Program Studi Profesi Ners dengan mengambil kasus berjudul Asuhan
Keperawatan pada Tn. Dengan CHF di Ruang IGD RSUD RA Kartini Jepara.

1
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami, mengaplikasikan ilmu dan keterampilan keperawatan
pada pasien dengan CHF
b. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pembahasan dan seminar terkait asuhan keperawatan pada pasien CHF
diharapkan mahasiswa akan dapat :
1) Mahasiswa dapat menjelaskan konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan CHF
2) Mahasiswa dapat menjelaskan metodologi asuhan keperawatan pada pasien CHF
3) Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien CHF

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan
oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna
menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan
otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang
singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat.
Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan
mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru,
atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan/ kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti, 2007).
Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur atau fungsi
jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke
jaringan dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Darmojo, 2004 cit Ardini 2007).

2.2 KLASIFIKASI CHF


New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas:
(Mansjoer dan Triyanti, 2007).
Kelas 1 Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tampa keluhan.
Kelas 2 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktivitas sehari hari
tanpa keluhan.
Kelas 3 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
Kelas 4 Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus tirah
baring.

3
2.3 ETIOLOGI
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hiprtensi arterial, dan penyakit
degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpuikan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mngakibatkan hipertrofi
serabut otot jantung
4. Peradangan dan penyakit myocardium degenerative
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain.
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang
secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidak
mampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif
konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load.
6. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya
gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme(mis : demam, tirotoksikosis ),
hipoksia dan anemia peperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai

4
oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalita elekttronik
dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

2.4 MANIFESTASI KLINIS


Gejala yang muncul sesuai dengan gejala gagal jantung kiri diikuti gagal jantung
kanan dapat terjadinya di paru-paru karena peningkatan kebutuhan oksigen. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda gejala gagal jantung kongestif biasanya terdapat
bunyi derap dan bising akibat regurgitasi mitral (Masjoer dan Triyanti,2007)
Tanda dominan Meningkatnya volume intravaskuler. Kongestif jaringan akibat
tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantung. Manifestasi kongesti
dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi .
1. Gagal jantung kiri : Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel
kiri tak mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang
terjadi yaitu :
a. Dispneu
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran
gas. Bebrapa pasien dapat mengalami ortopnu pada malam hari yang dinamakan
Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND).
b. Batuk
c. Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari
sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
metabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk
bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
d. Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas
dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
2. Gagal jantung kanan:
a. Kongestif jaringan perifer dan viseral.
b. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting,
penambahan berat badan.

5
c. Hepatomegali. Dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar.
d. Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam
rongga abdomen.
e. Nokturia (kencing dimalam hari)
f. Kelemahan.

2.5 PATOFISIOLOGI
Respon-respon kompensasi terhadap output kardiak yang tidak adekuat. Cardiak output
yang tidak adekuat memicu beberapa respon kompensasi yang berusaha untuk
mempertahankan perfusi organ-organ tubuh yang vital.
Respon awal adalah stimulus kepada syaraf simpati yang menimbulkan pengaruh utama :
Vasokonstriksi verifer menggeser arus darah arteri keorgan-organ yang kurang vital, seperti
kulit dan ginjal dan juga keorgan-organ yang lebih vital, seperti otak. Konstriksi vena
meningkatkan arus balik dari vena ke jantung. Peningkatan peregangan serabut otot
miokardium memungkinkan kontraktilitas.
Pada permulaan respon berdampak perbaikan terhadap kardial output, namun selanjutnya
meningkatkan kebutuhan oksigen untuk miokardium, meregangkan serabut-serabut
miokardium di bawah garis kemampuan kontraksi. Bila orang tidak berada dalam status
kekurangan cairan untuk memulai peningkatan volume ventrikel dapat menyebabkan
memperberat preload dan kegagalan komponen-komponen.
Jenis kompensasi yang ke dua terdiri dari mengaktifkan sistem renin-angiotensin.
Penurunan darah dalam ginjal dan dampak dari kecepatan filtrasi glemorulus memicu
dilepasnya renin yang berinteraksi dengan angiotensinogen untuk membentuk angitensin 1,
pengubahan angitensin 1 ke angiotensisn 2, yang selanjutnya berdampak vasokonstriksi
veriver dan peningkatan reabsorbsi sodium dan air oleh ginjal. Kejadian ini meningkatkan
volume darah dan mempertahankan tekanan pada waktu singkat, namun menimbulkan
peningkatan baik preload maupun afterload pada waktu jangka panjang dan seterusnya.
Ketiga bentuk mekanisme kompensasi terdiri dari perubahan struktur miokardium
sendiri. Lama-kelamaan miokardium ventikuler menebal atau menjadi hipertropi untuk

6
memperbaiki kontraksi, namun ini pun berdampak peningkatan kebutuhan oksigen untuk
miokardium.
Pada permulaan sebagian dari jantung mengalami kegagalan. Karena ventrikel kiri paling
sering terserang artherosclerosis koroner dan hipertensi maka kegagalan jantung dimulai dari
ventrikel kiri. Namun karena kedua ventrikel merupakan bagian dari sistem ventrikel maka
ventrikel manapun dapat mengalami kegagalan.
(Prince A Sylvia. 2006)

2.6 PATHWAY
Terlampir

2.7 KOMPLIKASI CHF


1. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam atau deep
venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi, terutama pada
CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.
2. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa menyebabkan perburukan
dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau β
blocker dan pemberian warfarin).
3. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretic dengan dosis
ditinggikan.
4. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden cardiac death
(25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker,
dan vebrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai peranan.
(Padila, 2013)

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Foto torax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema atau efusi pleura
yang menegaskan diagnosa CHF.
2. EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemi (jika
disebabkan AMI), pergeseran Axis jantung.

7
3. Pemeriksaan Lab meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang
rendah akibat dari hemodelusi darah dari adanya kelebihan retensi air, K, Na, Cl, Ureum,
gula darah.
(Padila, 2013)
2.9 PENATALAKSANAAN
Dasar penatalaksanaan pasien gagal jantung adalah:
1. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-bahan
farmakologis.
3. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik diet dan
istirahat.
4. Terapi Farmakologi
a. Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik) Mengurangi kongestif pulmonal dan
edema perifer, mengurangi gejala volume berlebihan seperti ortopnea dan dispnea
noktural peroksimal, menurunkan volume plasma selanjutnya menurunkan preload
untuk mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan juga menurunkan
afterload agar tekanan darah menurun.
b. Antagonis aldosteron
Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat.
c. Obat inotropik
Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.
d. Glikosida digitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan volume
distribusi.
e. Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat)
Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah vena
menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena.
f. Inhibitor ACE
Mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi dan mengurangi sekresi aldosteron
sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air. Inhibitor ini juga

8
menurunkan retensi vaskuler vena dan tekanan darah yg menyebabkan peningkatan
curah jantung.
5. Terapi non farmakologi
Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan seperti: diet
rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi stress psikis,
menghindari rokok, olahraga teratur.
( Mansjoer dan Triyanti (2007) )

Anda mungkin juga menyukai