Anda di halaman 1dari 12

Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental berulang yang

ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang khas dan oleh kemunduran fungsi sosial, fungsi kerja,
dan perawatan diri. Skizofrenia Tipe I ditandai dengan menonjolnya gejala-gejala positif seperti
halusinasi, delusi, dan asosiasi longgar, sedangkan pada Skizofrenia Tipe II ditemukan gejala-
gejala negative seperti penarikan diri, apati, dan perawatan diri yang buruk.
Skizofrenia terjadi dengan frekuensi yang sangat mirip di seluruh dunia. Skizofrenia terjadi pada
pria dan wanita dengan frekuensi yang sama. Gejala-gejala awal biasanya terjadi pada masa
remaja atau awal dua puluhan. Pria sering mengalami awitan yang lebih awal daripada wanita.
Faktor resiko penyakit ini termasuk :
1. Riwayat skizofrenia dalam keluarga
2. Perilaku premorbid yang ditandai dengan kecurigaan, eksentrik, penarikan diri, dan/atau
impulsivitas.
3. Stress lingkungan
4. Kelahiran pada musim dingin. Faktor ini hanya memiliki nilai prediktif yang sangat kecil.
5. Status sosial ekonomi yang rendah sekurang-kurangnya sebagian adalah karena dideritanya
gangguan ini

Penyakit Skizofrenia Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui menjadi penyebab
skizofrenia. Penyakit ini mungkin mewakili sekelompok heterogen gangguan yang mempunyai
gejala-gejala serupa. Secara genetik, sekurang-kurangnya beberapa individu penderita skizofrenia
mempunyai kerentanan genetic herediter. Kemungkinan menderita gangguan ini meningkat
dengan adanya kedekatan genetic dengan, dan beratnya penyakit, probandnya. Penelitian
Computed Tomography (CT) otak dan penelitian post mortem mengungkapkan perbedaan-
perbedaan otak penderita skizofrenia dari otak normal walau pun belum ditemukan pola yang
konsisten. Penelitian aliran darah, glukografi, dan Brain Electrical Activity Mapping (BEAM)
mengungkapkan turunnya aktivitas lobus frontal pada beberapa individu penderita skizofrenia.
Status hiperdopaminergik yang khas untuk traktus mesolimbik (area tegmentalis ventralis di otak
tengah ke berbagai struktur limbic) menjadi penjelasan patofisiologis yang paling luas diterima
untuk skizofrenia.
Semua tanda dan gejala skizofrenia telah ditemukan pada orang-orang bukan penderita
skizofrenia akibat lesi system syaraf pusat atau akibat gangguan fisik lainnya. Gejala dan tanda
psikotik tidak satu pun khas pada semua penderita skizofrenia. Hal ini menyebabkan sulitnya
menegakkan diagnosis pasti untuk gangguan skizofrenia. Keputusan klinis diambil berdasarkan
sebagian pada
1. Tanda dan gejala yang ada
2. Rriwayat psikiatri
3. Setelah menyingkirkan semua etiologi organic yang nyata seperti keracunan dan putus obat
akut.
Terapi Penyakit Skizofrenia
Obat neuroleptika selalu diberikan, kecuali obat-obat ini terkontraindikasi, karena 75% penderita
skizofrenia memperoleh perbaikan dengan obat-obat neuroleptika. Kontraindikasi meliputi
neuroleptika yang sangat antikolinergik seperti klorpromazin, molindone, dan thioridazine pada
penderita dengan hipertrofi prostate atau glaucoma sudut tertutup. Antara sepertiga hingga
separuh penderita skizofrenia dapat membaik dengan lithium. Namun, karena lithium belum
terbukti lebih baik dari neuroleptika, penggunaannya disarankan sebatas obat penopang. Meskipun
terapi elektrokonvulsif (ECT) lebih rendah disbanding dengan neuroleptika bila dipakai sendirian,
penambahan terapi ini pada regimen neuroleptika menguntungkan beberapa penderita skizofrenia.
Hal yang penting dilakukan adalah intervensi psikososial. Hal ini dilakukan dengan menurunkan
stressor lingkungan atau mempertinggi kemampuan penderita untuk mengatasinya, dan adanya
dukungan sosial. Intervensi psikososial diyakini berdampak baik pada angka relaps dan kualitas
hidup penderita. Intervensi berpusat pada keluarga hendaknya tidak diupayakan untuk mendorong
eksplorasi atau ekspresi perasaan-perasaan, atau mempertinggi kewaspadaan impuls-impuls atau
motivasi bawah sadar.
Tujuannya adalah :
1. Pendidikan pasien dan keluarga tentang sifat-sifat gangguan skizofrenia.
2. Mengurangi rasa bersalah penderita atas timbulnya penyakit ini. Bantu penderita memandang
bahwa skizofrenia adalah gangguan otak.
3. Mempertinggi toleransi keluarga akan perilaku disfungsional yang tidak berbahaya. Kecaman
dari keluarga dapat berkaitan erat dengan relaps.
4. Mengurangi keterlibatan orang tua dalam kehidupan emosional penderita. Keterlibatan yang
berlebihan juga dapat meningkatkan resiko relaps.
5. Mengidentifikasi perilaku problematik pada penderita dan anggota keluarga lainnya dan
memperjelas pedoman bagi penderita dan keluarga.

Psikodinamik atau berorientasi insight belum terbukti memberikan keuntungan bagi individu
skizofrenia. Cara ini malahan memperlambat kemajuan. Terapi individual menguntungkan bila
dipusatkan pada penatalaksanaan stress atau mempertinggi kemampuan social spesifik, serta bila
berlangsung dalam konteks hubungan terapeutik yang ditandai dengan empati, rasa hormat
positif, dan ikhlas. Pemahaman yang empatis terhadap kebingungan penderita, ketakutan-
ketakutannya, dan demoralisasinya amat penting dilakukan.
Prognosis Penyakit Skizofrenia
Fase residual sering mengikuti remisi gejala psikotik yang tampil penuh, terutama selama tahun-
tahun awal gangguan ini. Gejala dan tanda selama fase ini mirip dengan gejala dan tanda pada
fase prodromal; gejala-gejala psikotik ringan menetap pada sekitar separuh penderita.
Penyembuhan total yang berlangsung sekurang-kurangnya tiga tahun terjadi pada 10% pasien,
sedangkan perbaikan yang bermakna terjadi pada sekitar dua per tiga kasus. Banyak penderita
skizofrenia mengalami eksaserbasi intermitten, terutama sebagai respon terhadap situasi
lingkungan yang penuh stress. Pria biasanya mengalami perjalanan gangguan yang lebih berat
dibanding wanita. Sepuluh persen penderita skizofrenia meninggal karena bunuh diri.
Prognosis baik berhubungan dengan tidak adanya gangguan perilaku prodromal, pencetus
lingkungan yang jelas, awitan mendadak, awitan pada usia pertengahan, adanya konfusi, riwayat
untuk gangguan afek, dan system dukungan yang tidak kritis dan tidak terlalu intrusive.
Skizofrenia Tipe I tidak selalu mempunyai prognosis yang lebih baik disbanding Skizofrenia Tipe II.
Sekitar 70% penderita skizofrenia yang berada dalam remisi mengalami relaps dalam satu tahun.
Untuk itu, terapi selamanya diwajibkan pada kebanyakan kasus.
forumsains.com
1. Daftarkan diri
2. Apakah Shvoong itu?
3. Masuk

Email ** Password *Invalid Password!!!Masuk

Ingat user ID ini. Lupa password anda?


4. Write & earn

Buat rangkuman pengetahuan manusia di Shvoong.

home

1. Buku
1. Biografi
2. Bacaan Anak
3. Sastra Klasik
4. Buku Petunjuk, Pedoman Penggunaan & Manual
5. Misteri & Thriller
6. Novel
7. Roman
8. Fiksi Sains & Fantasi
9. selanjutnya

2. Teknologi & Internet


1. Blog
2. Permainan
3. Wisata dan perjalanan
4. Mobile
5. Berita
6. Portal
7. SEO
8. Piranti Lunak
9. selanjutnya

3. Film
1. Film Laga
2. Film Petualangan
3. Film Biografi
4. Film Komedi
5. Film Dokumenter
6. Film Drama
7. Film Roman
8. Film Thriller
9. selanjutnya
4. Sains
1. Agronomi - Pertanian
2. Arsitektur
3. Astronomi
4. Biologi
5. Rekayasa
6. Matematika
7. Fisika
8. Statistik
9. selanjutnya

5. Seni & Humaniora


1. Sejarah Seni
2. Arts
3. Kajian Kristen
4. Studi Film dan teater
5. Sejarah
6. Musikologi
7. Filsafat
8. Kajian Keagamaan - Umum
9. selanjutnya

6. Bisnis & Ekonomi


1. Akuntansi
2. Usaha Mikro
3. Teknologi Informasi
4. Bisnis Internasional
5. Marketing & Penjualan
6. Sumber Daya Manusia
7. Manajemen & Kepemimpinan
8. Real Estat
9. selanjutnya

7. selanjutnya

1. Back
2. Hukum & Politik
1. Hukum - Umum
2. Hukum Pidana
3. Hukum Perusahaan
4. Hukum Konstitusional
5. Politik - Umum
6. Teori Modern
7. Politik Komparatif
8. Ekonomi Politik
9. selanjutnya
3. Ilmu Sosial
1. Antropologi
2. Studi Komunikasi/Media
3. Ilmu Ekonomi
4. Pendidikan
5. Ilmu Politik
6. Psikologi
7. Sosiologi
4. Kedokteran & Kesehatan
1. pengobatan alternatif
2. Pengobatan Komparatif
3. Dermatologi
4. Genetika
5. Ginekologi
6. Pengobatan Investigatif
7. Neurologi
8. Nutrition
9. selanjutnya
5. Surat kabar
1. Australia
2. Kanada
3. Cina
4. Irak
5. Israel
6. Inggris dan Irlandia Utara
7. Amerika Serikat
8. Spanyol
9. selanjutnya
.

Bahasa

• English

• Español

• Português

• polski

• ‫عربي‬

• Български
• 简体中文

• čeština

• Dansk

• Nederlands

• English

• ‫فارسي‬

• suomi

• Français

• ქართული

• Deutsch

• Ελληνικά

• ‫עברית‬

• िहंदी

• Magyar

• Indonesia

• Italiano

• 日本語

• 한국어

• Melayu

• Norsk

• polski

• Português

• Română

• русский

• Српски

• Español

• Svenska

• ภาษาไทย

• 繁體中文
• Türkçe

• Узбек тили

• Tiếng Việt

Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “ Skizo “ yang artinya retak atau pecah (split),
dan “ frenia “ yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita
skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan
kepribadian ( Hawari, 2003 ).
Faktor Penyebab Skizofrenia :
Faktor-faktor yang mungkin dapat mempengaruhi terjadinya skizofrenia, antara lain :
sejarah keluarga, tumbuh kembang di tengah-tengah kota, penyalahgunaan obat
seperti amphetamine, stress yang berlebihan, dan komplikasi kehamilan.
Bagaimana mengatasi Gejala Skizofrenia ?
Ada beberapa langkah yang dapat membantu mengatasi gejala skizofrenia, antara lain
belajar menanggulangi stress, depresi, belajar rileks, dan tidak menggunakan alcohol
ataupun obat-obatan tanpa sepengetahuan dokter serta segera berkonsultasi ke
dokter / psikiater.
Bantuan dari orang-orang terdekat :
Pada skizofrenia fase aktif, penderita mudah terpukul oleh problema yang sederhana
sekalipun. Kurangi pemberian tanggung-jawab agar tidak membebani penderita dan
mengurangi stress jangka pendek. Tetapi dengan mengambil semua tanggung-jawabnya,
akan menimbulkan ketergantungan dan problema lain di kemudian hari.
Penderita skizofrenia mungkin menggunakan kata-kata yang tidak masuk akal. Agar lebih
memahami, cobalah berkomunikasi dengan cara lain dan mengajak melakukan aktivitas
bersama-sama seperti mendengarkan musik, melukis, menonton televise atau menunjukkan
perhatian tanpa harus bercakap-cakap.
Jangan membicarakan penderita jika penderita skizofrenia tidak ada. Penderita skizofrenia
biasanya perhatian (sensitive) dengan apa yang terjadi di sekitarnya.

Skizofrenia adalah penyakit gangguan fungsi otak yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan
neurotransmitter. Akibat dari penyakit skizofrenia adalah terganggunya kemampuan seseorang untuk
berpikir jernih, berinteraksi dengan orang lain dan berperan secara produktif di masyarakat. Di
Indonesia sendiri diperkirakan terdapat kurang lebih 2 juta orang yang mengalami skizofrenia, namun
hanya sekitar 150 ribu pasien yang berkonsultasi ke dokter. Pada pria kebanyakan penyakit
skizofrenia menunjukkan gejalanya pada usia 16-25 tahun, sedangkan pada wanita pada usia 23-36
tahun.
“Penyebab penyakit skizofrenia saat ini belum diketahui dengan pasti, akan tetapi terdapat kombinasi
faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi seperti faktor genetis, kondisi pra-kelahiran, lingkungan
sosial, penggunaan obat-obatan terlarang, dan konstruksi sosial yang berkembang di masyarakat”.

Demikian penjelasan dari Dr. Ashwin Kandouw, Sp.KJ saat berlangsung simposium awam tentang
penyakit skizofrenia tanggal 17 Oktober 2009 kemarin yang merupakan kerjasama antara
Sanatorium Dharmawangsa, Perhimpunan Jiwa Sehat dan Janssen Cilag divisi dari Johnson &
Johnson dalam rangka memperingati hari kesehatan jiwa sedunia.
Acara simposium awam “Pahami dan tangani skizofrenia dengan lebih baik !” yang bertempat
di Hotel Nikko, Jakarta tanggal 17 Oktober 2009.

Penyakit skizofrenia merupakan beban yang sangat berat bagi pasien serta keluarganya. Pasien
akan memiliki kesulitan untuk berpikir dengan jernih, berinteraksi dengan orang sekitarnya, dan
berfungsi secara produktif dalam masyarakat. Banyak pasien pada akhirnya berhenti bekerja ataupun
putus sekolah sedangkan keluarga harus mengorbankan banyak waktu, tenaga dan biaya untuk
mengobati pasien.

Gejala dari penyakit skizofrenia sendiri dibagi menjadi beberapa gejala, yaitu :

1. Gejala positif, disebut positif karena perilaku dan pola pikir yang seharusnya tidak ada
menjadi ada dalam diri seseorang ketika berinteraksi dengan sekitar. Gejala ini meliputi
waham dan halusinasi umumnya berupa halusinasi penglihatan dan pendengaran.
2. Gejala negatif yang merupakan kebalikan dari gejala positif, dimana perilaku dan pola pikir
yang seharusnya ada menjadi hilang. Gejalanya berupa emosi yang datar, ketidakmampuan
untuk berinisiatif dan mengikuti jalannya kegiatan dan tidak punya ketertarikan dalam hidup.
3. Gejala afektif juga sering menyertai penyakit skizofrenia meliputi perasaan tertekan, cemas,
kurang tidur, perasaan tidak berharga, pemikiran tentang kematian dan bunuh diri serta
perasaan bersalah.
4. Gejala kognitif, yaitu pola pikir yang tidak beraturan, sering terlihat sebagai kebingungan
dalam hal berpikir dan berbicara serta perilaku yang tidak masuk akal.
5. Gejala agresif yaitu perilaku yang menunjukkan permusuhan dan gangguan dalam
pengendalian impuls.
Penyakit skizofrenia sendiri perlu, bisa dan harus disembuhkan. Dalam pengobatan penyakit
skizofrenia, kontinuitas pengobatan merupakan salah satu faktor utama keberhasilan terapi. Menurut
dr. Ashwin “Pasien yang tidak patuh pada pengobatan akan memiliki resiko kekambuhan lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien yang patuh pada pengobatan. Ketidakpatuhan berobat ini yang
merupakan alasan pasien kembali dirawat di rumah sakit”. Selain itu, lanjutnya, “Pasien yang kambuh
membutuhkan waktu lebih lama untuk kembali pada kondisi semula dan dengan kekambuhan yang
berulang, kondisi penderita bisa semakin memburuk dan sulit untuk kembali ke keadaan semula.”
Oleh karena itu pengobatan skizofrenia ini harus dilakukan secara terus menerus sehingga
penderitanya nanti dapat dicegah dari kekambuhan penyakit sehingga dapat mengembalikan fungsi
untuk produktif serta akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidupnya (kebahagiaan).

Total Hit : 1777


Artikel Terkait

Penyakit Terkait

Top of Form
seminar 100 komentar

Komentar

Masukkan komentar Anda, untuk seminar diatas.

Nama :

Email :

Komentar :

Type the two words:Type what you


hear:Incorrect. Try again.
022AtlUdMDTUj2

Submit

Bottom of Form
Daftar Komentar :
* annisa pada 13-01-2010, menulis:

bagaimana jika si pasien tidak mau berobat? dia tidak mau mengakui bahwa dia sakit
skizofrenia. apa yang harus kami lakukan untuk menolongnya sementara ketika kami
memberikan pemahaman dia ttg itu dia tetap bersikukuh dengan pendapatnya sendiri. * Red :
Sebaiknya memang orang tersebut harus diperiksakan dahulu ke dokter spesialis kejiwaan
untuk penegakan diagnosa. Apabila ia tidak mau mengakui penyakitnya tersebut, dapat
dibujuk misalnya dgn mengatakan cek kesehatan rutin dll, supaya ia tidak malu disebut
penderita skizofrenia

* dian pada 10-01-2010, menulis:

saya baru tau penyakit ini dan masih sangat awam sekali...saya mau tau gimna kl kita
menikah dengan orang skizoffreni ini...bagaimana kl suatu saat hamil bisa kah anak itu tdk
terkena penyakit itu? kl berobat secara rutin bisa sembuh kan penyakit itu?seandainya kita
b'cerai bagaimana keadaan selanjut'y, apa lebih parah...* Red : yang terpenting bagi penderita
skizofrenia adalah untuk berobat secara teratur, karena dengan berobat secara teratur &
dukungan dari keluarga serta teman, maka penyakit ini dapat disembuhkan

* Tri Wahyuni pada 17-12-2009, menulis:

bagus bgt, semestinya bisa diadakan di seluruh indonesia , supaya masyarakat lebih mengenal
dan mengetahui penyakit ini

* trian pada 17-12-2009, menulis:

pamanku mengalami penyakit seperti ini...dan gejala2 nya memang sangat mirip ^^. Tapi
pamanku itu suka tidak mau makan obat, alhasil sudah beberapa puluh tahun penyakitnya
tidak kunjung membaik, dan sering kambuh

* nora pada 10-12-2009, menulis:

skizofrenia banyak dialami oleh masyarakatdi pelosok-pelosok negara indonesia. tapi


bagaimana penanggulangan dininya apabila terdapat skizofrenia di satu kota? apakah
skizofrenia dapat sembuh total seperti menyembuhkan penyakit fisik?

Next

Skizofrenia? Apa sih yang dimaksud dengan skizofrenia? Mungkin sebagian orang masih
awam dengan kata ini. Tapi mungkin bagi keluarga yang salah satu anggota keluarganya
didiagnosa penyakit ini pasti sering mendengar.

Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan
perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi,
hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart, 2006).

Dari beberapa penelitian ditemukan adanya berbagai faktor yang menyebabkan


seseorang itu menderita skizofrenia. Menurut sebuah buku sumber keperawatan jiwa
dari Iyus Yosep (2007), bahwa yang menyebabkan penyakit skizofrenia itu antara lain:
factor genetika, virus, auto antibody, dan keadaan malnutrisi. Penelitian menyebutkan
bahwa meski ada gen yang abnormal namun penyakit ini tidak akan muncul jika tidak
disertai oleh faktor-faktor yang telah disebutkan di atas atau yang disebut dengan
epigenetik. Menurutnya juga penyakit ini akan lebih beresiko besar, jika seseorang yang
mempunyai factor epigenetik kemudian mengalami stressor psikososial.

Menurut penelitian dari sumber J.C. Coleman (1970), orang yang dapat mengalami
penyakit skizofrenia adalah yang memiliki hubungan kembar dari satu telur (monozigot)
86,2% menderita skizofrenia, sedangkan kembar dari dua telur (heterozigot) 14,5%,
saudara kandung 14,2%, saudara tiri 7,1% dan masyarakat umum 0,85%

Faktor predisposisi dari skizofrenia, pertama adalah faktor somatik atau


organobiologis. Yang termasuk diantaranya adalah Neroanatomi, Nerofisiologi,
nerokimia, tingkat kematangan dan perkembangan organic, factor pre dan perinatal.
Faktor yang kedua adalah psikoedukatif yaitu: interaksi ibu dan anak, peranan ayah,
persaingan antara saudara kandung, intelegensia, hubungan dalam keluarga, pekerjaan,
permainan, dan masyarakat, kehilangan yang menyebabkan kecemasan atau depresi,
konsep diri, keterampilan, bakat dan kreatifitas, pola adaptasi dan pembelaan sebagai
reaki terhadap bahaya, tingkat perkembangan emosi. Faktor ketiga sosiokultural
meliputi kestabilan keluarga, pola asuh anak, tingkat ekonomi, perumahan: perumahan
lawan pedesaan. (Yosep, 2007)

Sedangkan stressor pencetus pada skizofrenia dapat berupa faktor biologis yang
berhubungan dengan respon neurobiologist maladaptif seperti gizi buruk,kurang tidur,
irama sirkadian tidak seimbang, keletihan, infeksi, obat system saraf pusat, kurang
olahraga, hambatan dalam mengakses pelayanan kesehatan. Faktor lingkungan juga
dapat menjadi pencetus penyakit ini yaitu lingkungan yang penuh kritik, kesukaran
interpersonal, gangguan hubungan interpersonal, isolasi social, tekanan pekerjaan,
kemiskinan, dll. Faktor sikap dan perilaku dapat menjadi pemicu juga seperti konsep diri
rendah, kurang rasa percaya diri, keterampilan social yang kurang, perilaku agresif,
perilaku kekerasan, dll. (Stuart, 2006)

Skizofrenia ternyata ada beberapa jenis, yang pertama jenis skizofrenia paranoid,
skizofrenia hebrefrenik, katatonik, skizofrenia yang tidak digolongkan (undiffentiated),
depresi pasca-skizofrenia, skizofrenia residual, dan skizofrenia lainnya (Maslim, 1998 &
Issacs, 2004).
Skizofrenia paranoid ciri-ciri utamanya adalah waham yang sistematis atau halusinasi
pendengaran. Individu ini dapat penuh curiga, argumentatif, kasar, dan agresif. Perilaku
kurang regresif, kerusakan social lebih sedikit, dan prognosisnya lebih baik dibanding
jenis-jenis lain.

Skizofrenia hebefrenik ciri-ciri utamanya adalah percakapan dan perilaku yang kacau,
serta afek yang datar atau tidak tepat, gangguan asosiasi juga banyak terjadi. Individu
tersebut juga mempunyai sikap yang aneh, menunjukkan perilaku menarik diri secara
social yang ekstrim, mengabaikan hygiene dan penampilan diri. Awitan biasanya terjadi
sebelum 25 tahun dan dapat bersifat kronis. Perilakunya regresif, dengan interaksi sosial
dan kontak dengan realitas yang buruk.

Skizofrenia katatonik ciri-ciri utamanya adalah ditandai dengan gangguan psikomotor,


yang melibatkan imobilitas atau justru aktivitas yang berlebihan. Stupor katatonik.
Individu dapat menunjukan ketidakaktifan, negativisme, dan kelenturan tubuh yang
berlebihan (postur abnormal). Catatonic excitement melibatkan agitasi yang ekstrim dan
dapat disertai dengan ekolalia dan ekopraksia.

Skizofrenia yang tidak digolongkan ciri-ciri utamanya adalah waham, halusinasi,


percakapan yang tidak koheren dan perilaku yang kacau. Klasifikasi ini digunakan bila
kriteria untuk jenis lain tidak terpenuhi.

Skizofrenia residu ciri-ciri utamanya adalah tidak adanya gejala-gejala akut saat ini,
melainkan terjadi di masa lalu. Dapat terjadi gejala-gejala negative, seperti isolasi social
yang nyata, menarik diri dan gangguan fungsi peran.

Daftar pustaka:

Isaacs, Ann. 2004. Panduan Belajar: Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik ed.3.
Jakarta EGC.

Maslim, Rusdi. 1998. Buku Saku Diagnosis Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Bandung: Development Aura Informatika

Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 5. Jakarta EGC

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Rafika Aditama

Contoh perilaku skizofrenia dapat dilihat pada video di bawah ini. Gambar ini didapat
dari suatu tempat di mana ditemukan orang dengan skizofrenia yang sudah lama
menetap di tempat tersebut. Dengan tidak mengurangi rasa hormat dan untuk
menghindari sesuatu yang tidak diinginkan, maka video berikut dibuat terbalik:

Anda mungkin juga menyukai