Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah


Pemerintah di saat ini, cenderung melakukan kebijakan pembangunan dengan ekonomi seperti
dia sendirilah yang memegang kuasa. Hal ini menyebabkan adanya perubahan pandangan terhadap
fungsi tanah sebagai salah atu sumber daya alam yang sangat unik sifatnya. Tanah di lihat sebagai
sarana infestasi dan alat pertukaran modal. Perubahan ini berlangsung sejalan dengan perubahan
kebijakan pertanahan yaitu dari kebijakan yang memihak kepada kepentingan rakyat, ke kebijakan
yang lebih memihak kepada investor dan para pemodal asing.
Nasib petani kian terpuruk ketika pembangunan rezim Orde Baru ditopang oleh investasi
modal asing secara besar-besaran melalui industrialisasi untuk keperluan operasionalnya sangat
memerlukan ketersediaan tanah. Akibatnya, tanah menjadi komoditas dan memunculkan pasar
tanah, sehingga investor lebih tertarik menanamkan modalnya dalam bentuk tanah karena akan
sangat menguntungkan. Proses ini tanpa disadari telah mengintegrasikan petani dengan tanahnya
ke dalam sistem kapitalisme melalui ekspansi pasar dengan fasilitas intervensi kebijakan negara.
Konflik agraria di Jawa Timur sudah sejak lama berlangsung, tetapi sejak reformasi 1997,
konflik yang sebelumnya bersifat laten telah berkembang menjadi terbuka, ekspresif, dan
demonstatif. Kehidupan petani yang sebelumnya dihantui ketidak jelasan, dengan demikian
semakin di perparah dengan rasa ketidak menentuan. Kehidupan petani semakin hari bukannya
semaikn membaik, melainkan justru semakin tertekan dan terperosok kedalam kemiskinan
struktural. Semuanya itu mengakibatkan kemarahan dan rasa frustasi yang mendalam. Pada saat
yang sama, rakyat petani selain tidak bisa memperjuangkan kepentingan dan kebutuhannya
melalui institusi-institusi yang ada, juga tidak cukup mempunyai kemampuan mengekspresikan
emosi secara wajar sehingga persoalan-persoalan yang muncul kemudian diarahkan menjadi
kekerasan massa yang bisa terbilang brutal dan radikal terhadap sasaran-sasaran yang dianggap
menjadi simbol-simbol kekuasaan.
Menurut saya, gerakan petani akan lebih radikal lagi mengingat berbagai tekanan kepada
petani tidak saja dilakukan oleh negara, melainkan oleh pasar yang dengan leluasa menggunakan
siapa saja untuk menekan petani. Setiap gerakan cenderung lebih banyak terjadi di pedesaan
karena sering mendapatkan dukungan petani. Karena itu, kerusuhan dan gerakan sosial keagamaan
acap kali ditemukan didesa-desa. karena petani sebagian besar merupakan korban modernisasi
sehingga setiap gerakan selalu didukung oleh petani.
Berbagai kekecewaan pun selalu hadir mengiringi proses perjuangan petani sejak tahun 1960
hingga 1997, terutama terhadap kebijakan dan sikap aparat negara yang tidak responsif dan
cenderung meremehkan. Akumulasi dan puncak kekecewaan itu akhirnya menjadi drama
fenomenal dimana petani yang lemah dianggap bodoh, selalu diam, dan manut karena dihantui
rasa takut amat sangat terhadap represi negara, namun secara tiba-tiba berani melakukan
perlawanan terbuka dengan penuh kekerasan hingga menggemparkan masyarakat secara nasional.

1
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana cara petani memperjuangkan hak mereka dalam kasus kesemena-menaan
negara terhadap mereka?
2. bagaimana pengaruh teori popkin dalam kajian kasus ini?
1.3 Tujuan pembuatan makalah
Makalah ini di susun untuk mengetahui bagaimana peran petani dalam memperjuangan
hak mereka, dan juga apa yang mempengaruhi mereka dalam bertindak sehingga tercipta suatu
gerakan kolektif untuk melawan tindakan-tindakan pemerintah terhadap mereka.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PETANI BERGERAK UNTUK HIDUP

Pada hakikatnya, kasus pertanahan merupakan benturan kepentingan di bidang pertanahan


antara siapa dengan siapa, sebagai contoh konkret antara rakyat dengan pemerintah. Dalam hal ini,
pembebasan tanah yang di lakkan oleh pemerintah sangatlah rawan dalam pelaksanaannya, karena
di dalamnya menyangkut kepentingan orang banyak, terutama kaum petani dan buruh tani. Jika di
lihat dari kebutuhan pemerintah akan tanah untuk keperluan berbagai macam pembangunan, dapat
di mngerti bahwa tanah negara yang tersedia sangatlah terbatas. Maka satu-satunya jalan yang
dapat di lalui adalah membebaskan tanah dan lahan milik rakyat, baik yang di kuasai hukum adat,
maupun hak-hak lainnya yang melekat di dalamnya.
pelaksanaan pembangunan maupun pembinaan dan pemeliharaan hasil-hasil pembangunan
bukan menjadi tanggung jawab Pemerintah semata-mata, melainkan menjadi tanggung jawab
masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, rasa tanggung jawab masyarakat terhadap hasil-hasil
pembangunan yang telah dicapai harus ditumbuhkan, dengan mengikut sertakan masyarakat secara
adil. Dengan demikian, jika rakyat melepaskan tanah-tanah mereka, pelepasan hak itu harus
dengan keikhlasan demi pembangunan bangsanya. Pembebasan (hak) tanah adalah suatu
perbuatan hukum yang bertujuan melepaskan hubungan hukum antara pemilik atau pemegang hak
dengan tanah, dengan pembayaran harga atau uang ganti rugi.
Penguasa dan rakyat khususnya petani merupakan dua kubu yang hampir selalu berlawanan
dalam sejarah agraria di Indonesia. Petani sebagai grass root yang tidak memiliki kewenangan
dalam struktur pemerintahan adalah pihak yang banyak mengalami kerugian akibat dari kebijakan
penguasa yang tidak konsisten dan terkadang memihak pada kepentingan tertentu. Masalah inilah
yang sering memicu terjadinya konflik-konflik pertanahan di Indonesia. Tampilnya pemerintah
sebagai lawan sengketa rakyat, sering terjadi pada berbagai jenis sengketa, seperti pembangunan
sarana umum dan fasilitas perkotaan, perkebunan besar, perumahan dan kota baru, bendungan,
sarana pengairan lainnya, sarana wisata, areal kehutanan produksi dan sarana militer.
Seperti kasus yang di angkat pada makalah ini, Konflik pembangunan bandara New
Yogyakarta International Airport (NYIA) sampai saat ini masih terus bergulir. Konflik antara para
petani yang lahan pertaniannya terkena gusur oleh proyek tersebut, melakukan perlawanan
terhadap para apparat negara yang berjaga di sana. Tidak main-main, banyak para aktivis
lingkungan dan para petani yang menjadi korban kekerasan yang di lakukan oleh apparat negara
tersebut. Seperti yang di katakana di atas, para petani tersebut tidak rela jika satu-satunya mata
pencaharian mereka harus hilang begitu saja, di karenakan proyek tersebut harus di lakukan di
daerah mereka.
Yang harus kita ketahui adalah, petani merupakan makhluk hidup yang memiliki pemikiran
rasional. Mereka ingin sejahtera dengan usaha mereka sendiri, atau setidaknya dapat mencukupi

3
kebutuhan mereka sendiri dengan lahan yang mereka pumya. Maka dari itu para petani haruslah
bekerja keras dalam memperjuangkan hak mereka untuk hidup.
Hubungan patron-clien antara pemerintah dengan para petani sangatlah terlihat dalam kasus
pembangnan bandara NYIA tersebut. Pemerintah sadar akan petani yang memiliki pola pikir yang
sudah rasional, dan sebisa mungkin pemerintah haruslah bisa mempengaruhi mereka dengan
segala pendekatan dan sikap yang bisa di laukan. Petani dan para aktivis yang tergabung dalam
suatu aliansi, menyadari bahwa kebijakan pemrintah tersebut merupakan kesemena-menaan
terhadap rakyat. Yang seharusnya setiap kebijakan pemerintah itu memihak kepada rakyat, di
dalam kasus ini sangatlah terlihat bahwa kebijakan-kebijakan yang di keluarkan pemerintah
merupakan suatu keberpihakan terhadap kaum pemodal atau kepentingan-kepentingan yang di
butuhkan oleh pasar global. Hubungan patron-clien antara pemerintah, apparat negara, dan para
petani adalah bisa di ibaratkan sebagai suatu sirkulasi system yang saling berkaitan. Ketiganya,
pe,erintah, apparat negara (polisi dan tentara), maupun petani, memiliki kepentingannya masing-
masing.
Para aktivispun mengklaim bahwa selama kepemimpinan Jokowi-JK ini, rezim fasis semakin
menunjukan wajah asliya sebagai rezim anti rakyat dan anti demokrasi, mereka juga berpendapat
bahwa rezim Jokowi-JK hanyalah sebatas rezim boneka imperealisme yang hanya mengakomodir
kepentingan-kepentingan imperealisme, feudal, dan para kapitalis birokrat. Para aktivis jogja dan
aktivis luar jogja menyatakan sikap, bahkan dengan tegas mereka mengemukakan bahwa rezim
tersebut memang rezim anti rakyat. Penindasan tersebut, tercermin di dalam kasus ini. Di dalam
kasus NEW YOGYAKARTA INTERNATIONAL AIRPORT (NYIA), rezim Jokowi-JK relah
melakkan tindakan refresifitas, intimidasi, dan kriminalisasi terhadap rakyat.
semua perlawanan petani dalam kasus ini tidaklah dimaksudkan untunk menentang program
negara yang positif. tetapi lebih dimaksudkan untuk mempertahankan mata pencaharian mereka
satu-satunya (sawah, tanah, rumah dan ladang), dan juga melawan para antek-antek pemerintah
dan pemerintah yang selama ini mengklaim mewakili rakyat dari semua golongan padahal lebih
untuk mempertahankan tatanan yang lebih menguntungkan mereka
pendapat popkin bisa di bilang relevan dalam kasus ini, namun bedanya adalah, popkin
mengkaji perlawanan antara petani dan juga pemilik tanah (tuan tanah). sedangkan kasus ini, lebih
membahas perlawanan antara petani dan pemerintah secara langsung. Bagi popkin, petani adalah
manusia-manusia rasional, kreatif dan juga inggin menjadi orang kaya. Kesempatan itu terbuka
untuk petani dan menurutnya, akan bisa didapatkan seandainya petani memiliki akses yang lebih
leluasa dengan pasar. Namun, persoalannya, petani tidak mempunyai kesempatan sehingga tidak
dapat menjula hasil pertaniannya sendiri kepasar. Mereks mengkalkulasi prospek kembalinya
investasi dan kualitas organisasi dimana mereka memberikan kontribusinya. Bagi popkin, campur
tangan organisasi politik di luar petani merupakan pendorong timbulnya kesadaran petani untuk
menjadi political entrepreneur.
Dari hasil penelitian popkin divietnam (1997), antara lain, ditemukan, gerakan yang dilakukan
para petani adalah gerakan anti feudal, bukan gerakan untuk mengembalikan tradisi lama
(restorasi), tetapi untuk membvangun tradisi yang baru; bukan untuk menghancurkan ekonomi

4
pasar, tetapi untuk mengontrol ekonomi kapitalime, ; tidak ada kaitan yang signifikan antara
ancaman terhadap subsistensi dan tindakan kolektif, dan kalkulasi keterlibatan dalam gerakan
lebih penting dari pada isu ancaman kelas. Dengan kata lain, ada perbedaaan yang jelas antara
rasionalitas individu dan rasionalitas kelompok.
Sama halnya dengan yang terjadi dalam kasus NYIA yang terjadi di Jogjakarta, para petani
ingin mempertahankan dan menjaga mata pencahariannya, dan berharap mereka dapat
mendapatkan hasil yang melimpah untuk mencukupi kebutuhannya dan mengembangkan sector
pertaniannya. Namun di dalam kasus ini pemerintah melakukan tindakan yang sangat menghambat
harapan para petani itu dapat terwujud. Sehingga, mau tidak mau masyarakat tani harus melawan
kebijakan tersebut untuk ketercapaian semua harapan-harapan mereka. Terlebih lagi pemerintah
melakukan kebijakannya tersebutm yang di pandang tidak memiliki profit untuk para petani yang
ada di daerah Yogyakarta. Pemerintah mempertahan ego untuk melancarkan semua
kepentingannya dengan berbagai cara, begitu juga dengan para petani dan aktivis lingkungan yang
juga mempertahankan egonya untuk mencapai kepentingan mereka masing-masing.

5
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Konflik agraria di Jawa Timur sudah sejak lama berlangsung, tetapi sejak reformasi 1997,
konflik yang sebelumnya bersifat laten telah berkembang menjadi terbuka, ekspresif, dan
demonstatif. Kehidupan petani yang sebelumnya dihantui ketidak jelasan, dengan demikian
semakin di perparah dengan rasa ketidak menentuan. Kehidupan petani semakin hari bukannya
semaikn membaik, melainkan justru semakin tertekan dan terperosok kedalam kemiskinan
struktural. Semuanya itu mengakibatkan kemarahan dan rasa frustasi yang mendalam. Pada saat
yang sama, rakyat petani selain tidak bisa memperjuangkan kepentingan dan kebutuhannya
melalui institusi-institusi yang ada, juga tidak cukup mempunyai kemampuan mengekspresikan
emosi secara wajar sehingga persoalan-persoalan yang muncul kemudian diarahkan menjadi
kekerasan massa yang bisa terbilang brutal dan radikal terhadap sasaran-sasaran yang dianggap
menjadi simbol-simbol kekuasaan.
Berbagai kekecewaan pun selalu hadir mengiringi proses perjuangan petani sejak tahun 1960
hingga 1997, terutama terhadap kebijakan dan sikap aparat negara yang tidak responsif dan
cenderung meremehkan. Akumulasi dan puncak kekecewaan itu akhirnya menjadi drama
fenomenal dimana petani yang lemah dianggap bodoh, selalu diam, dan manut karena dihantui
rasa takut amat sangat terhadap represi negara, namun secara tiba-tiba berani melakukan
perlawanan terbuka dengan penuh kekerasan hingga menggemparkan masyarakat secara nasional.
semua perlawanan petani dalam kasus ini tidaklah dimaksudkan untunk menentang program
negara yang positif. tetapi lebih dimaksudkan untuk mempertahankan mata pencaharian mereka
satu-satunya (sawah, tanah, rumah dan ladang), dan juga melawan para antek-antek pemerintah
dan pemerintah yang selama ini mengklaim mewakili rakyat dari semua golongan padahal lebih
untuk mempertahankan tatanan yang lebih menguntungkan mereka.

3.2 SARAN
Makalah ini masih sangat banyak memiliki kekurangan, jadi saya harap para pembaca
dapat meluangkan waktunya untuk memberikan kritik seta sarannya terhadap penulis. Sehingga
penulis dapat memperbaiki makalah ini dengan sebagai mana mestinya.

6
DAFTAR PUSTAKA
Mustain.2007. Petani vs Negara : gerakan sosial petani melawan hegemoni negera. Jogjakarta:
Ar-ruzz Media
Mirsel, Robert. 2006. Teori pergerakan sosial. Magelang: RESIST BOOK.

Anda mungkin juga menyukai