Anda di halaman 1dari 26

Sebuah catatan ringan Sebagaimana kelainan kongenital banyak klasifikasi yang dibuat.

Pada umumnya
sistem klasifikasi diterangkan berdasarkan radiologis. Seperti oleg Vogt, tahun
ATRESIA ESOFAGUS 1929. grup 1 dan 2 termasuk didalamnya keadaan dimana tidak ada esofagus
Sejarah dan atresia esofagus tanpa fistula. Grup 3 terdapat fistula di proksimal, distal
Pertama kali dilaporkan oleh Durston ( 1670 ) dimana melaporkan adanya atau proksimal dan distal. Fistula yang ganda proksimal dan distal disebut juga
pengabungan trakeoesofageal dengan atresia esofagus.tahun 1888 Charles fistula tipe H. dan jiga tidak ada atresia esofagus dengan fistula tipe H
Steel dari London melakukan eksplorasi bedah dan mencoba melakukan koreksi dimasukkan ke grup 4 1.
bedah tetapi gagal menganastomose. Tahun 1899 Hoffman melakukan
gastrostomi, dan Richter tahun 1913 melakukan pemisahan fistula. Sampai
akhirnya Ladd ( 1944 ) dan Leven (1941) melakukan gastrostomi, koreksi fistula
dan interposisi jejunal. Waterston (1979) mempopulerkan transposisi kolon
diakhir tahun 70 –an 1.

Embriologi
Perkembangan embriologi esofagus tidak bisa dilepaskan dari perkembangan
trakea, karena satu sama lain saling berhubungan. Oleh karena itu sebagian
besar kelainan esofagus disertai dengan kelainan trakea yaitu fistula.
Kira kira usia kehamilan 19 hari, “foregut” embrio manusia berupa tabung selapis
sel, yang terbentang dari “pharynx” ke lambung 2. Trakea muncul saat usia
kehamilan 22 – 23 hari, ditandai dengan munculnya tonjolan di bagian ventral
dari “foregut”. Tonjolan ini semakin memanjang dan bagian lateral dari massa
sel-sel endodermal memadat membentuk jembatan jaringan dan membagi
“foregut” menjadi trakea dibagian ventral dan esofagus dibagian dorsal. Proses
ini dimulai di daerah “carina” dan berkembang cepat kearah “cephal”. Proses
pemisahan trakea dan esofagus menjadi lengkap sampai di daerah larynx saat Dengan perkembangan dibidang bedah dibuat beberapa klasifikasi lain seperti
usia kehamilan 26 hari 2,3. Kegagalan proses pemisahan ini saat usia kehamilan 4 yang dibuat oleh Ladd tahun 1944, gross tahun 1953, Stephens et al tahun 1956
minggu diduga menyebabkan fistula trakeaesofageal 1,2. atau bisa juga dan Swensen et al tahun 1962. dan Kluth membuat serial kasus kelainan
“laryngotracheoesophageal cleft”2. Keterangan mengapa atresia esofagus terjadi esofagus yang jarang ditemukan tahun 1976 1.
masih belum jelas. Satu teori mencoba menjelaskan, elongasi trakea ke “caudal”
sangat cepat, dan dinding dorsal esofagus ikut tertarik dan bersatu dengan
trakea, sehingga terbentuk fistula di bagian distal 3.
Saat usia 6 minggu kehamilan, otot-otot sirkuleresofagus terbentuk dan
kemudian terentuk nervus vagus kemudian, dan usia 7 minggu kehamilan
muncul pembuluh darah dari aorta, dan saat minggu ke 9 kehamilan terbentuk
otot-otot longitudinal.bagian dalam esofagus awalnya bercilia tetapi kemudian klasifikasi menurut Kluth
berubah menjadi lapisan sel-sel epitel gepeng berlapis saat usia 20 minggu Waterston et al mencoba membuat klasifikasi berdasarkan faktor resiko ( 1962 )
1
kehamilan 3. . Indikator tersebut adalah berat badan saat lahir, kelainan lain, dan pneumonia
saat dirujuk. Berat lahir > 2500 gr, berat lahir 1800 – 2500 gr , dan berat lahir <
Etiologi 1800 gr. Kelainan kongenital dibagi ringan, sedang dan berat. Kelainan ringan
Penyebab kelainan trakeoesofageal fistula belum diketahui. Diduga heriditer 1,2. sampai sedang termasuk didalamnya anomali anggota gerak, sumbing bibir atau
Omizek et.al. 1982 menduga karena infeksi virus pada ibu. Beberapa penulis palatum, ASD dan PDA minor. Kelainan berat termasuk atresia gastrointestinal,
menduga karena penggunaan pil kontrasepsi jangka panjang (Szendrey et al anomali jantung major dan anomali ginjal major atau kombinasi diantara anomali
1985, Nora & Nora 1975)1. sedang. Sedangkan pneumonia dikelompokkan berdasarkan “X-ray” yaitu tidak
ada pneumonia, pneumonia sedang ( radio opak satu lobus ) dan pneumonia
Klasifikasi berat ( radio opak pada sebagian kedua paru paru atau seluruh lapangan satu

Gamaliel sps 1
paru paru ). Terakhir resiko dikelompokkan kedalam grup A dengan resiko ringan, ( Freeman 1969, Fraser et al 1987, Czeizel & Vitez 1981 ). Angka kejadian Presentasi klinik yang berbeda dimungkinkan oleh karena tergantung tipe atresia
grup B dengan resiko sedang dan grup C dengan resiko berat. atresia esofagus yang lebih tinggi dilaporkan di Finlandia sekitar 1 : 2440 dan ada tidaknya fistula serta kelainan lain yang menyertainya (lihat klasifikasi
kelahiran hidup ( Kyyronen & Hemminki 1988 )1,3. Waterston).
Tabel 1. Sistem Klasifikasi Pemeriksaan penunjang
Anomali lain yang berhubungan
Anomali lain yang berhubungan dengan atresia esofagus ini perlu mendapat Jika timbul kecurigaan terhadap adanya atresia esofagus, pertama dilakukan
perhatian karena akan sangat menentukan tindakan dan prognose dari adalah memasang NGT nomor 10, jika sulit melewati esophagus atau aspirasi
penderita. Pada umumnya sekitar 40 % disertai kelainan kardiovaskular, anomali cairan lambung tidak bisa dilakukan maka kemudian dibuat foto polos
lain bisa mengenai anorektum dan saluran kencing serta gastrointestinal 1,2,3. anteroposterior dan lateral. Manuver ini mungkin tidak berguna untuk atresia
esofagus tipe H. Dalam hal demikian foto radiografi dengan kontras akan sangat
Table CONGENITAL ANOMALIES ASSOCIATED WITH ESOPHAGEAL berguna, dianjurkan kontras yang “water soluble” 1,2,3,4.
ATRESIA AND TRACHEOESOPHAGEAL FISTULA 3 Pemeriksan lain yang dianjurkan adalah dengan endoskopi, bronkoskopi atau
proksimal esofagoskopi, keuntungannya dapat mendiagnosa termasuk adanya
fistula tanpa resiko aspirasi 1,2,3. CT-scan sagital dianjurkan pula 2.
Area 1935-1966 1966-1976 1976-1985
Gambaran radiografi yang diharapkan berupa ujung esofagus ditandai dengan
Cardiovascular 44 12 10 lipatan NGT, serta tidak adanya gas dalam lambung atau intestinum jika tanpa
Gastrointestestinal 31 8 10 fistula dibagian distal “non paten” 1,4.
Neurologic 9 1 2
Genitourinary 4 1 1 Pengelolaan
Orthopedic 0 0 0 Preoperatif
Other 3 1 1 Atresia esofagus bukan kasus yang sifatnya emergensi untuk tindakan bedah
Tabel 2. klasifikasi fungsional atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus TOTAL 91 (31.6%) 23 (27.3%) 24 (34%) segera. Optimalisasi penderita merupakan hal terpenting. Pemasangan NGt dan
dari Waterston aspirasi berkala penting untuk mencegah akumulasi saliva, sekaligus mencegah
(Manning PB, Morgan RA, Coran AG, et al. Fifty years’ experience with saliva masuk kedalam paru-paru. Posisi bayi dipertahankan telungkup atau
esophageal atresia and tracheoesophageal fistula. Ann Surg 1986;204;446) miring horisontal 1.
Guzzetta et al, menganjurkan bayi selalu hangat, posisi kepala 30 0 , pasang
tahun 1973 Quan & Smith pertama kali mengemukakan kelainan kongenital lain kateter intravena, pemberian antibiotik walaupun tidak ada manifestasi
yang hampir selalu didapat bersama-sama yang dikenal dengan VATER. Tetapi pneumonia, dan aspirasi berkala saliva dari “upper pouch” 4.
kemudian menyusul bukti kelainan kongenital lain yang belum dikatagorikan oleh Selama menunggu optimal dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lain guna
Quan & Smith, maka tahun 1974 Temtamy & Miller serta Nora & Nora 1975 mencari anomali yang memang sering didapatkan.
mengemukakan VACTERL1,3. VACTERL termasuk didalamnya : defek vertebra, Koreksi Bedah
malformasi anorektum, anomali “cardiac”, tracheo-esophageal fistula, abnormal Jika bayi tidak stabil dapat dilakukan penundaan operasi bedah, hanya
renal, defek pada “limb” termasuk displasia tulang radius 1,2,3,4. dilakukan gastrostomi 4.
Jenis koreksi bedah yang dapat dilakukan adalah: anastomose ujung distal dan
Manifestasi klinik proksimal, jika sulit maka dapat dilakukan dengan interposisi kolon, transposisi
gaster, interposisi “gastric tube” 1.
Gejala awal dan paling sering adalah “regurgitation” atau “drooling” 2,3,4. Grosfeld Postoperatif
dan Ballantine 1978 mengemukakan dari 84 pasen mempunyai gejala salivasi Pemberian antibiotik untuk beberapa hari, “endotracheal tube” dipertahankan
* Waterston et al 1962 pad 50 penderita, distres pernafasan pada 28 penderita, sianosis pada 26 terutama untuk pasen yang memerlukan ventilator. Hisap lendir atau saliva
+ Spitz et al 1987 penderita, problem feeding pada 9 penderita, batuk ada 8 penderita, distensi dilakukan berkala sampai bayi dapat menelan dengan baik. Jika dipasang “Chest
karena banyaknya klasifikasi untuk mudahnya dipakai istilah atresia esofagus lambung pada 5 penderita dan sindroma beberapa gejala pada 9 penderita 1. Tube” dipertahankan untuk kira-kira 10 hari. Feeding dilakukan via gastrostomi,
dengan atau tanpa TEF Pada “non paten” fistula di bagian distal mungkin didapatkan abdomen “scapoid” dan beberapa ahli bedah menganjurkan esofagogram untuk melihat anastomose
Insidensi 1,4
. 2
. Penilaian esofagogram dapat dilakukan setelah 1 minggu anastomose
Insidensi atresia esofagus dilaporkan sekitar 1 : 4425 kelahiran hidup ( Haight Adanya riwayat polihidramnion sering ditemukan pada atresia esofgagus tanpa dilakukan, untuk melihat kaliber dan kebocoran anastomose 4.
1957 Myers 1974 ) dan di Australia sekitar 1 : 4000 - 1 : 3000 kelahiran hidup fistula 1, 2,3.

Gamaliel sps 2
Komplikasi The pathogenesis of this disorder remains poorly understood. Early studies  In the case of biliary atresia, most infants are full-term,
Dapat terjadi striktur, fistula yang “recurrent”, refluks gastroesofageal, kelainan postulated a congenital malformation of the biliary ductular system . Problems of though a higher incidence of low birthweight may exist.
motilitas esofagus, trakeomalasia, dan “leakage” anastomosis. hepatobiliary ontogenesis are suggested by the fetal/embryonic form of atresia  In most cases, acholic stools are not noted at birth but
that is associated with other congenital anomalies. However, the more common develop over the first few weeks of life. Appetite, growth,
Daftar Pustaka neonatal type is characterized by a progressive inflammatory lesion, suggesting a and weight gain may be normal.
1. Spizt, Lewis ; Hitchock, Rowena J; Oesophageal Atresia and role for infectious and/or toxic agents causing bile duct obliteration. Physical:
Tracheooesophageal Fistula in Surgery of The Newborn; Churchill In the most prevalent type III histopathological variant, the fibrous remnant
Livingstone ; United Kingdom; 1994; page 353 – 373 demonstrates complete obliteration of at least a portion of the extrahepatic biliary  Physical findings do not identify all cases of biliary atresia. No
2. Holder, Thomas M,M.D; Esophageal Atresia and Tracheoesophageal system. Ducts within the liver, extending to the porta hepatis, are initially patent findings are pathognomonic for the disorder.
Malformations in Pediatric Surgery; 2nd ed; W.B. saunders Co.; during the first few weeks of life but may progressively be destroyed. The same  These infants typically are full term and may manifest
Philadelphia;1993; page 249 - 269 agent(s) that damaged the extrahepatic ducts may be causative, and the effects
normal growth and weight gain during the first few
3. Coran, Arnold G.; Congenital Abnormalities of Trachea and of retained toxins in bile are contributing factors.
weeks of life.
Esophagus in Greenfield_Nyhus Surgery; Chapter 102; BiblioMed Identification of active and progressive inflammation and destruction of the biliary
Textbook Science CD-R; Lippincott Ravens Publisher; 1997 system suggests that extrahepatic biliary atresia likely represents an acquired  Hepatomegaly may be present early, and the liver is
4. Guzzetta,Philip C, et al; Esophageal Atresia and Tracheoesophageal lesion. However, to date, no single etiologic factor has been identified. often firm or hard to palpation. Splenomegaly is
Fistula in Pediatric Surgery in Principle of Surgery; 7 th ed.; McGraw Frequency: common, and an enlarging spleen suggests progressive
cirrhosis with portal hypertension.
Hill Int. Ed.; Singapore; 1999; page 1723 - 1726  In the US: Individual studies suggest an overall incidence in the US
of 1 per 10,000-15,000 live births.
 Direct hyperbilirubinemia
Biliari Atresia  Unconjugated hyperbilirubinemia rarely persists beyond
 Internationally: The incidence of biliary atresia is highest in Asian 2 weeks. Infants with prolonged physiologic jaundice
populations, and it may be more common in Chinese versus must be evaluated for other causes.
Biliary atresia is characterized by obliteration or discontinuity of the extrahepatic Japanese infants.
biliary system, resulting in obstruction to bile flow. The disorder represents the Mortality/Morbidity:  Liver may be palpated in the hypogastrium.
most common surgically treatable cause of cholestasis encountered during the The long-term survival rate following portoenterostomy is 47-60% at 5 years and  My be associated cardiac anomalies.
newborn period. If not corrected surgically, secondary biliary cirrhosis 25-35% at 10 years. In one third of all patients, bile flow is inadequate following  A high index of suspicion is key to making a diagnosis
invariably results. Patients with biliary atresia may be subdivided into 2 distinct surgery, and these children succumb to complications of biliary cirrhosis in the because surgical treatment by age 2 months has clearly
forms, which are first few years of life unless orthotopic liver transplantation is performed. been shown to improve the likelihood of establishing bile
(1) those with isolated biliary atresia (postnatal form), accounting for 65- Following portoenterostomy, postsurgical complications include cholangitis (50%) flow and to prevent the development of irreversible
90% of cases, and and portal hypertension (>60%). Hepatocellular carcinoma may be a risk for biliary cirrhosis.
(2) patients with associated situs inversus or polysplenia/asplenia with or those patients with cirrhosis and no clinical evidence of portal hypertension. Causes:
without other congenital anomalies (fetal/embryonic form), Progressive fibrosis and biliary cirrhosis develop in children who do not drain bile,
comprising 10-35% of cases. Infants with idiopathic neonatal hepatitis, which is the major differential diagnosis,
and liver transplantation is the only option for long-term survival.
The pathology of the extrahepatic biliary system is highly variable in these are often preterm and/or small for gestational age.
Race: Incidence of bilary atresia is highest in Asian populations. The disorder
patients, and the following classification is based upon the predominant site of also occurs in African American infants, with an incidence approximately 2 times  Infectious agents
atresia: higher than Caucasian infants.  No single agent has been identified
(1) type I involves obliteration of the common duct, while the proximal Sex: Extrahepatic biliary atresia occurs more commonly in females than in males.  Fischler et al reported CMV infection
ducts are patent; Age: Biliary atresia is a disorder unique to the neonatal period.The fetal/perinatal
(2) type II is characterized by atresia of the hepatic duct, with cystic  Reovirus type 3 have yielded conflicting results.
form is evident within the first 2 weeks of life; the postnatal type presents in
structures found in the porta hepatis; and infants aged 2-8 weeks.  Rotavirus groups A, B, and C and the common hepatitis
(3) type III (>90% of patients) involves atresia of the right and left viruses A, B, and C; however, no clear associations have
hepatic ducts to the level of the porta hepatis. Of great importance, History: been found.
these variants should not be confused with intrahepatic biliary  Genetic factors
hypoplasia, which comprises a group of distinct and surgically  Regardless of etiology, the clinical presentation of neonatal
 Suggests the possibility of a disorder in ontogenesis.
noncorrectable disorders. cholestasis is remarkably similar in most infants.
Pathophysiology:  Typical symptoms: jaundice, dark urine, and light stools.

Gamaliel sps 3
 A variety of other genetic abnormalities, including deletion of the electrophoresis, is associated with neonatal cholestasis in approximately deficiency by finding intracellular PAS-positive granules resistant to digestion by
mouse c-jun gene (a proto-oncogene transcription factor) and 10% of affected subjects. diastase.
mutations of homeobox transcription factor genes , are associated  Sweat chlorine (Cl): Biliary tract involvement is a well-recognized
with hepatic and splenic defects; however, a direct link to biliary complication of cystic fibrosis (CF), and an association between meconium Medical Care:
atresia has not been described. ileus in the newborn and cholestasis has been described.
 Imaging Studies:  No primary medical treatment is relevant in the management of
Other causes
 Ultrasound extrahepatic biliary atresia.
 Disorders of bile acid synthesis are part of the differential diagnosis
of biliary atresia. o In neonatal cholestasis syndromes, ultrasound can exclude specific  Once biliary atresia is suspected, surgical intervention is the only
 Teratogens and immunological factors. anomalies of the extrahepatic biliary system, particularly choledochal mechanism available for a definitive diagnosis (intraoperative
Deferential Diagnosis cyst. Today, a diagnosis of choledochal cyst should be made in utero cholangiogram) and therapy (Kasai portoenterostomy).
 Alagille Syndrome by fetal ultrasonography.
 Caroli Disease o In biliary atresia, ultrasound may demonstrate absence of the Surgical Care:
 Cholestasis gallbladder and no dilatation of the biliary tree.
 Following a thorough evaluation for causes of neonatal cholestasis,
 Cystic Fibrosis  Hepatobiliary scintiscan
intraoperative cholangiography establishes the diagnosis of extrahepatic
 Galactose-1-phosphate Uridyltransferase Deficiency  Hepatobiliary imaging, utilizing technetium-labeled diisopropyl iminodiacetic
biliary atresia.
(Galactosemia) acid (DISIDA) nuclear scintiscan, is useful in evaluating infants with
 At operation, the fibrotic biliary tract remnant is identified, and patency of
 Hemochromatosis, Neonatal suspected biliary atresia. Unequivocal evidence of intestinal excretion of
the biliary system is assessed.
 Lipid Storage Disorders radiolabel confirms patency of the extrahepatic biliary system.
 In cases in which biliary patency is associated with ductal hypoplasia,
 Syphilis Other Tests:
further surgical intervention is not indicated, and bile may be collected to
 Duodenal intubation and duodenal string test: These studies are utilized in
evaluate for disorders of bile acid metabolism.
Other Problems to be Considered: some centers to evaluate duodenal bile excretion; however, in the author's
 Under the unusual circumstance of distal patency of the common duct with
 Alpha-1-anti-trypsin deficiency experience, these studies are cumbersome, time-consuming, and
acceptable proximal luminal caliber, a modified portoenterostomy may be
 Byler disease unreliable.
considered in place of the traditional Kasai procedure. However, the
 Choledochal cyst  Procedures:
clinician must be aware that progression of disease pathophysiology may
 Idiopathic neonatal hepatitis  Percutaneous liver biopsy
occur. The author has observed patients undergo modified
 Inborn errors of bile acid synthesis o Percutaneous liver biopsy is widely regarded as the most valuable
portoenterostomies (gallbladder Kasai), only to subsequently experience
 Nonsyndromic intrahepatic bile duct hypoplasia study for evaluating neonatal cholestasis. Morbidity is low in patients continued inflammation and obliteration of the extrahepatic biliary tree and
 Total Parenteral Nutrition–associated (TPN) cholestasis without coagulopathy. When examined by an experienced to ultimately require classic portoenterostomies.
 Viral infections (eg, toxoplasmosis, other infections, rubella, pathologist, an adequate biopsy specimen can differentiate between  In most cases of atresia, dissection into the porta hepatis and creation of a
cytomegalovirus infection, and herpes simplex [TORCH]) obstructive and hepatocellular causes of cholestasis, with 90% Roux-en-Y anastomosis with a 35- to 40-cm retrocolic jejunal segment is
sensitivity and specificity for biliary atresia. the procedure of choice.
Lab Studies: o biopsies usually are not diagnostic in those younger than 2 weeks,  Recent studies have reported that extension of the portal dissection
and serial samples, usually at 2-week intervals, may be required to beyond the portal vein bifurcation and the umbilical point in the left hilum
 Serum bilirubin (total and direct): reach a definitive diagnosis.
 Alkaline phosphatase (AP), may improve the likelihood of achieving adequate biliary drainage.
 Intraoperative cholangiogram
 5' nucleotidase,
 Gamma-glutamyl transpeptidase (GGTP), is elevated in cholestatic Histologic Findings: Consultations:
conditions, may be normal in some forms of cholestasis of hepatocellular
origin Surgical specimens demonstrate a spectrum of abnormalities, including active  The evaluation of neonatal cholestasis may initially be carried out by the
 Serum aminotransferases, serum bile acids, (ALT >800 IU/L) indicates inflammation with bile duct degeneration, a chronic inflammatory reaction with primary care provider, depending upon reliability of the laboratory in
significant hepatocellular injury and is more consistent with the neonatal proliferation of both ductular and glandular elements, and fibrosis. Portal bile performing the necessary serum determinations indicated above.
hepatitis syndromes. ductular proliferation, bile plugging, portal-portal fibrosis, and an acute  Obviously, further nonsurgical testing (eg, hepatobiliary imaging, liver
 Serum alpha-1-antitrypsin with Pi typing: Alpha-1-antitrypsin deficiency inflammatory reaction are characteristic findings in infants with neonatal biopsy) and surgical exploration should only be carried out in centers with
represents the most common inherited liver disease that presents with cholestasis of an obstructive etiology. Periodic acid-Schiff (PAS) staining of considerable experience in managing this disorder.
neonatal cholestasis. The abnormal PiZZ phenotype, as determined by biopsy tissue also can be used to confirm a diagnosis of alpha-1-antitrypsin

Gamaliel sps 4
 The physician must not delay in the diagnosis of extrahepatic biliary  Hepatocellular carcinoma may be a risk for those o However, in most series the primary indications for OLT
atresia. Refer infants for appropriate subspecialty care as soon as a patients with cirrhosis and no clinical evidence of portal are the symptoms of end-stage liver disease and/or
diagnosis of obstructive jaundice is suspected. hypertension. Progressive fibrosis and biliary cirrhosis hepatic failure, including progressive cholestasis,
develop in children who do not drain bile recurrent cholangitis, poorly controlled portal
Diet: hypertension, intractable ascites, decreased hepatic
synthetic function (eg, hypoalbuminemia, coagulopathy
 During the evaluation phase of biliary atresia, the infant's diet typically is Prognosis:
unresponsive to vitamin K), and growth failure.
not changed.
 Postoperative breastfeeding is encouraged when possible, since breast
 Postsurgical prognosis: The most critical determinant of outcome is o Overall, a recent review demonstrated that 66% of
age at the time of operation. Although individual centers have infants undergoing the Kasai procedure ultimately
milk contains both lipases and bile salts to aid in lipid hydrolysis and
reported favorable results in some infants undergoing surgical required OLT, including more than 50% of patients who
micelle formation. Theoretically, breast milk also may protect against
correction when they were older than 3 months, patients are initially achieved bile drainage.
cholangitis, a common complication following portoenterostomy, by
significantly less likely to require liver transplantation if the
suppressing the growth of gram-negative and anaerobic flora. However, to
portoenterostomy is carried out when they are younger than 2 eMedicine Journal, November 6 2001, Volume 2, Number 11
date, no data is available to support this claim.
months. In the postoperative period, the rate of decline in serum © Copyright 2002, eMedicine.com, Inc.
 Infants who are fed formula and who achieve adequate bile drainage
bilirubin concentration correlates directly with a positive prognosis.
should not require a special diet. Early in the postoperative course and
Bile flow is inadequate in one third of patients following surgery, and
when the status of biliary continuity may be in question, one of the medium-
these children require an early (<2 years) liver transplant. Factors
chain triglyceride-containing formulas (eg, Alimentum, Pregestimil) may
that predict improved long-term outcome after Kasai
enhance lipid digestion.
portoenterostomy include the following:
o Younger than 2 months at operation Caroli Disease
In the immediate postoperative period, methylprednisolone has been used as
both an anti-inflammatory agent and as a nonspecific stimulant of bile salt- o Preoperative histology and ductal remnant size
independent bile flow. In patients with chronic cholestatic conditions and bile duct o Presence of bile in hepatic lobular zone 1 Caroli disease/syndrome is a rare congenital disorder of the intrahepatic bile
patency, ursodeoxycholic acid (ie, ursodiol, UCDA) also has been shown to o Absence of portal hypertension, cirrhosis, and ducts. It is characterized by intrahepatic dilatation of the biliary tree, thought to be
enhance bile flow. For infants following portoenterostomy, UCDA may improve
associated anomalies
outcomes, and the drug is associated with minimal toxicity. the result of a pathologic developmental process known as a ductal plate
In order to prevent cholangitis postoperatively, prophylaxis with trimethoprim- o Experience of the surgical team
o Postoperative clearing of jaundice malformation (DPM). Caroli disease/syndrome often is associated with autosomal
sulfamethoxazole has been used on a long-term basis. Unfortunately, conclusive
data supporting the use of this agent, or the other drugs described above, in the  Reoperation: The following 3 categories of patients with extrahepatic recessive polycystic kidney disease (ARPKD), and both the hepatic and renal
management of biliary atresia are not available. biliary atresia should be considered for reexploration following a processes are felt to reflect a developmental process, albeit in the context of
Kasai or modified Kasai portoenterostomy:
Complications: o Infants who become jaundiced after an initial anicteric different organs. A rare association with autosomal dominant polycystic kidney

 Complications following portoenterostomy include both acute and phase postoperatively disease (ADPKD) also has been reported.
chronic problems. o Infants with favorable hepatic and biliary duct remnant The term Caroli disease is applied if the hepatic disease is limited to ectasia or
 In the early postoperative phase, an unsuccessful histology at initial operation, who do not successfully
drain bile segmental dilatation of the larger intrahepatic ducts. This form is much less
anastomosis with failure to achieve adequate bile
drainage is the most common complication o Infants who may have had an inadequate initial surgery common than Caroli syndrome, in which malformations of smaller bile ducts and
 Later in the course, complications related to progressive  Liver transplantation: Extrahepatic biliary atresia is the most common congenital hepatic fibrosis also are present.
liver disease and portal hypertension occur in more than primary diagnosis in children requiring orthotopic liver transplantation
60% of infants who achieved initial surgical success. (OLT), comprising more than 50% of patients with liver transplants in Pathophysiology:
 Cholangitis develops in 50% of patients following most series. The precursor of the intrahepatic biliary tree is a double-layered sleeve of cells
portoenterostomy. o Consider OLT early in patients who do not achieve
known as the ductal plate (DP). The DP first arises from hepatocyte precursors
clearing of jaundice following portoenterostomy.

Gamaliel sps 5
surrounding hilar portal vein vessels at the eighth week of gestation, and more Age: Symptoms appear first in adults, although childhood and neonatal cases Bilirubin usually is normal.
peripheral regions of the DP then develop sequentially. During the remainder of have been reported. Transaminases may be slightly elevated.
gestation, a process of DP remodeling occurs in which small areas of the double History: CBC may reveal thrombocytopenia and leukopenia if there is portal hypertension
layer separate to form tubules, which join to form the intrahepatic biliary tree, History of intermittent abdominal pain may be present, reflecting episodes of bile and hypersplenism. An elevated WBC count or ESR may indicate cholangitis.
while the remaining regions of the DP involute. Caroli disease/syndrome is a stasis or bile stone passage. Creatinine and BUN should be obtained to detect associated renal disease.
subcategory of diseases thought to originate from failures of this process known Patients with cholangitis may complain of fever and right upper quadrant  Imaging Studies:
collectively as ductal plate malformations (DPM). abdominal pain. Ultrasonography is the best initial imaging study, as it will reveal the irregular
In Caroli disease, DPM occurs at the level of the larger intrahepatic ducts (ie, left Portal hypertension in Caroli syndrome may result in hematemesis or melena. dilatation of the large intrahepatic bile ducts typical of Caroli disease/syndrome.
and right hepatic ducts, segmental ducts), resulting in dilatation and ectasia. The A family history of kidney or liver disease may be present. Extrahepatic biliary dilatation also may be present as a result of prior
resulting biliary stasis may lead to cholelithiasis, cholangitis, and sepsis, as well Physical: cholelithiasis. Doppler evaluation of the liver will detect portal hypertension.
as an increased risk of cholangiocarcinoma. Hepatomegaly is present. Kidneys also can be assessed for evidence of polycystic kidney disease.
In Caroli syndrome, DPM occurs at all levels of bile duct formation. In the more Splenomegaly occurs. Computed tomography also may be used, particularly if ultrasound cannot be
peripheral biliary tree, DPM is associated with portal vein malformations as well Right upper quadrant tenderness, occasional. obtained because of bowel gas or body habitus.
as fibrosis of the portal tracts and/or fibrous bands extending across adjacent Abdominal mass or masses occur if large polycystic kidneys are present. Hepatobiliary scintigraphy and magnetic resonance cholangiography also have
portal tracts. These findings are typical of congenital hepatic fibrosis (CHF), and Jaundice rarely is present. been used in the diagnosis of Caroli disease/syndrome.
Caroli syndrome is, therefore, thought to exist in the same spectrum of disease Causes:  Procedures:
as CHF. A genetic cause is likely, given the association with ARPKD, but specific Liver biopsy and culture should be performed in cases of suspected chronic
Frequency: causative mutations have not been identified. cholangitis.
In the US: the exact frequency is unknown. Caroli syndrome (large and small bile Caroli disease/syndrome appears to be inherited in an autosomal recessive Endoscopic retrograde cholangiopancreatography has been used in identification
duct ectasia with CHF) is much more common than Caroli disease (large bile manner. and treatment of biliary stones in patients with Caroli disease/syndrome, but is
duct ectasia only). Symptoms of Caroli disease/syndrome are more common in associated with a risk of cholangitis post-procedure.
females. Defferential : Portosystemic shunting may be indicated in patients who have portal
Mortality/Morbidity: * Cholelithiasis hypertension.
Patients with Caroli disease/syndrome may experience recurrent episodes of * Congenital Hepatic Fibrosis  Histologic Findings: Liver biopsy will reveal the typical pattern of DPM, with
cholangitis and are also at risk for associated bacteremia and sepsis, but may bile duct ectasia, portal vein malformations, and fibrosis. In Caroli
also manifest the complications of portal hypertension seen in CHF. Other Problems to be Considered: syndrome, DPM will be evident throughout the liver, whereas only larger
Associated with ARPKD, and patients may have varying degrees of renal cysts, * Cholangitis intrahepatic ducts will be affected in the much rarer Caroli disease.
interstitial fibrosis, and renal failure. Associated with risk of cholangiocarcinoma at * Choledochal cyst  Medical Care: The use of ursodeoxycholic acid can decrease the frequency
a rate of 100 times that of the general population. of complications due to cholelithiasis. Ursodeoxycholic acid (Ursodiol,
Sex: Symptoms of Caroli disease/syndrome are more common in females.  Lab Studies: Actigall) can promote the dissolution of intrahepatic stones and promote

Gamaliel sps 6
bile flow in Caroli disease/syndrome.Broad-spectrum antibiotics including Patients who present with renal disease as neonates or infants are more likely to have IBD. It may precede the onset of ulcerative colitis (UC) or may occur
anaerobes, are used in the treatment of cholangitis associated with Caroli have severe disease with enlarged cystic kidneys and progressive renal failure. following proctocolectomy.
disease/syndrome. Others may have normal-appearing kidneys or minimal cystic changes with only Sex: A male predominance appears to exist in PSC.
 Surgical Care: Surgical treatment may be necessary for recurrent or mild deficits in renal function. Age: Peak incidence of PSC occurs in the third and fourth decades, also in
refractory cholangitis. Obstructing stones can be removed and bile flow can infancy.
be maintained via hepaticojejunostomy or external drainage. eMedicine Journal, October 2 2001, Volume 2, Number 10 History:
In cases of localized stasis, lobectomy can be curative and can also reduce the © Copyright 2002, eMedicine.com, Inc. The clinical presentation of childhood PSC is highly variable and frequently
risk of cholangiocarcinoma. without obvious features of cholestasis. Patients may have hepatomegaly,
In severe cases of refractory or chronic cholangitis, or in cases of liver failure, hepatitis, cholangitis, intermittent jaundice, fevers of unknown origin, pruritus,
Primary Sclerosing Cholangitis
transplantation may be considered. abdominal pain, or weight loss at time of presentation. Some patients present
Primary sclerosing cholangitis (PSC) is a chronic cholestatic liver disease of
 Further Inpatient Care: with stigmata of chronic liver disease and cirrhosis. The onset and progression
unknown etiology that is recognized increasingly in children. Diagnosis is based
Indications for hospitalization tend to be insidious. Modes of presentation include the following:
on a combination of clinical features and cholestatic biochemical profile,
Suspected cholangitis or sepsis
accompanied by typical cholangiographic abnormalities, and is supported by liver  Asymptomatic patients present with incidental finding of
Obstructing cholelithiasis requiring invasive intervention hepatomegaly on exam or abnormal liver function tests (LFTs).
histology findings. In the absence of underlying bile duct abnormalities, a
 Further Outpatient Care:
generalized beading and stenosis of the intrahepatic and extrahepatic biliary tree  Nonspecific complaints
Liver function tests and transaminases can be followed as an outpatient.
characterize PSC. PSC usually is progressive, leading to cirrhosis, portal o Abdominal pain
Ultrasonography can be used to monitor stones.
hypertension, and liver failure. Effective medical treatment modalities for
 Prognosis: o Fevers
childhood PSC remain undetermined. Liver transplantation remains the only
o Hepatic manifestations o Weight loss
effective therapeutic option for patients with end-stage liver disease from PSC.
In the minority of patients who have intrahepatic ductal ectasia without associated Pathophysiology: o Intermittent jaundice
CHF (ie, Caroli disease), the prognosis is determined largely by the frequency The mechanisms responsible for the development of primary sclerosing
 Patients with cholestasis present with complications of cholestasis,
and severity of episodes of cholangitis, which may result in sepsis or death. cholangitis are unknown. The relationship with PSC and inflammatory bowel
including pruritus, cholangitis, and fat malabsorption.
Progressive liver failure also may develop, possibly requiring liver transplantation. disease (IBD) offers several clues. An immune-mediated destruction of the
Patients with both ductal ectasia and CHF (ie, Caroli syndrome) are subject to the  Patients with cirrhosis present with complications of portal
hepatobiliary tract, perhaps initiated by transient infection or the absorption of
risks and consequences of recurrent cholangitis as described above. They are hypertension, including ascites, variceal bleeding, and splenomegaly.
bacterial by-products, in the genetically predisposed individuals with colonic
also at risk for the complications of portal hypertension, namely variceal bleeding, Physical findings on physical exam vary with the degree of disease activity at the
disease, may initiate the biliary injury.
hypersplenism, and thrombocytopenia. time of initial presentation. Approximately 75% of patients have hepatomegaly at
Frequency:
o Renal manifestations presentation.
In the US: PSC is the most common hepatobiliary disease observed in IBD with
The degree of polycystic kidney disease associated with Caroli Causes:
an incidence that varies from 2.5-7.5%. Conversely, 50-75% of patients with PSC
disease/syndrome is variable.

Gamaliel sps 7
PSC is a progressive disorder of unknown etiology. Bacteria, toxins, viral  Significant alcohol consumption is never advisable in a patient with o Serum transaminases may be normal or elevated to
infections, and immunologic and genetic factors have been proposed as etiologic chronic liver disease. Alcohol consumption has been shown to be an several times normal.
agents. independent risk factor for the development of cholangiocarcinoma in o Serum bilirubin is elevated in advanced stages of PSC.
 The high degree of association of PSC with IBD suggests a common patients with PSC. o Hepatic synthetic function tests (eg, serum albumin,
pathogenetic mechanism; however, no causal relationship has been
prothrombin time [PT]) become abnormal with advanced
established. An abnormal colonic mucosal barrier may lead to portal Defferential
disease activity.
bacteremia or abnormal absorption of toxic metabolites or bile acids. Autoimmune Chronic Active Hepatitis
o Serum cholylglycine often is markedly elevated, out of
 The hepatobiliary injury is mediated by activation of Kupffer cells and Cholestasis
proportion to the serum bilirubin elevation.
release of cytokines such as tumor necrosis factor alpha. Human Immunodeficiency Virus Infection
 Both immunoglobulin G (IgG) and immunoglobulin M (IgM) as well as
 Reovirus and cytomegalovirus (CMV) are possible etiologic agents, the serum globulin fraction may be elevated in some patients with
Other Problems to be Considered:
analogous to a reovirus-induced cholestasis in mice. PSC.
Langerhans cell histiocytosis
 Immunologically mediated damage to the biliary tree remains the  p-ANCAs have been found to be present in 60-82% of patients with
Chronic hepatitis
most likely etiology of PSC. PSC (with similar frequency in ulcerative colitis).
Infectious hepatitis
o Both patients with PSC and UC have a high prevalence Idiopathic autoimmune hepatitis (can coexist with PSC, termed overlap  Serum carbohydrate antigen 19-9 (CA 19-9) level greater than 100
of the perinuclear antineutrophil cytoplasmic antibodies (p-ANCA). syndrome) U/mL has 75% sensitivity and 80% specificity in identifying PSC
o Autoimmune disorders are more frequent among Autoimmune Hepatitis patients with cholangiocarcinoma.
patients with PSC compared to patients with IBD without liver Imaging Studies:
disease, with 25% of patients with PSC having at least one Causes of sclerosis secondary to bile duct abnormalities :
 Magnetic resonance cholangiography
autoimmune disorder outside of the liver and colon. Choledocholithiasis
o Peripheral wedge-shaped areas of high T2 signal
o In children, PSC commonly is associated with markers Cholangiocarcinoma
intensity and dilatation of bile ducts are characteristic
suggestive of an autoimmune process. Biliary Trauma
MR findings in PSC.
Congenital anomalies of the biliary tract
 The close association between PSC and various human leukocyte
o Pathologic correlation of magnetic resonance
antigen (HLA) haplotypes is well established.
Lab Studies: cholangiography (MRC) findings suggests that these
o An increased frequency of HLA-B8 and HLA-DR3 is
features may be related to underlying perfusion changes
observed in patients with PSC. HLA-B8 also is associated with
 Liver function tests
and bile duct inflammation.
other autoimmune disorders. o The most common abnormality is an elevated alkaline
o MRC has an overall diagnostic accuracy of 90% in
o These lend support to the theory that immunologic and phosphatase or gamma-glutamyl transferase.
patients with PSC compared to 97% for endoscopic
genetic mechanisms may be involved in the pathogenesis.

Gamaliel sps 8
retrograde cholangiography (ERCP) or percutaneous periportal copper-associated protein (orcein stain) positivity. The most  Pharmacologic therapies that have been evaluated in adult patients
transhepatic cholangiography (PTC). characteristic finding of PSC is a concentric obliterative fibrosis of interlobular bile with PSC include prednisone, azathioprine, budesonide,
 Ultrasound ducts, with the presence of intrahepatic cholangiectasis with ductal obliteration. methotrexate, cyclosporine, pentoxifylline, and antibiotics.
This pathognomonic lesion has been observed occasionally in children with PSC. o Effective treatment modalities remain undetermined at
o This may reveal intrahepatic and extrahepatic ductal
Staging:
dilatation, increased echogenicity and heterogeneity present.
The hepatic progression of PSC is divided into 4 histologic stages. These stages
observed with cirrhosis, and splenomegaly and ascites o Choleretic therapy with ursodeoxycholic acid (UDCA)
are used to document histologic progression and may help evaluate treatment
observed with portal hypertension. reportedly improves symptoms and biochemical
effect in clinical trials. The Mayo Clinic has developed a multivariate statistical
o Ultrasound may be normal in as many as 50% of abnormalities in adult patients with PSC.
survival model from long-term survival data (Mayo risk score). The Mayo natural
patients. o Children with PSC experience significant improvements
history model of PSC computes the score based on the patient’s age, history of
Procedures: in their liver biochemical indices when treated with
variceal bleeding, and serum levels of albumin, bilirubin, and aspartate
 Endoscopic retrograde cholangiopancreatography aminotransferase. This has been a major step in identifying patients at low,
UDCA; however, the long-term effect of UDCA on the
clinical outcome of PSC remains to be determined.
o Cholangiography remains the criterion standard for moderate, and high risk of dying while early in the course of PSC. In an age-
establishing the diagnosis of PSC.Cholangiography adjusted multivariate analysis, each unit increase in the Mayo risk score was  Dominant strictures of the extrahepatic biliary tree, most often at the

demonstrates irregularly distributed, multifocal strictures associated with a 2.5-fold increase in risk of death, whereas the Child-Pugh bifurcation of the hepatic ducts, are a major problem for patients with

and dilatations of the intrahepatic and extrahepatic bile classification for advanced cirrhosis had no significant impact on survival. The PSC.

ducts, which give the characteristic appearance of histologic stage of disease consistently has been useful in predicting survival, Surgical Care:

beading. most likely related to a large sampling variability with liver biopsies.  Surgical drainage procedures (portoenterostomy,
o Therapeutic interventions, such as dilation of strictures Medical Care: choledochoenterostomy) are insignificant in the management of
or placement of an endoprosthesis, can be performed  Direct therapy for patients with PSC toward managing the following: PSC.
during ERCP, but it carries an increased complication  Cirrhosis and portal hypertension
o These procedures may provide palliation but do not alter
rate. the natural history of the disease because of the
 Chronic cholestasis with pruritus and malabsorption
 Liver biopsy consistent involvement of the intrahepatic biliary tree.
 Ductular complications, such as dominant strictures, o Surgical drainage procedures are associated with
o Certain liver histologic findings are highly suggestive of
cholelithiasis, and ascending bacterial cholangitis increased risk of cholangitis postoperatively, and
PSC.
 Other associated diseases, such as IBD or other autoimmune subsequent liver transplantation may become technically
Histologic Findings: A wide range of histologic findings exists in PSC. Nonspecific
diseases more difficult.
features include a periductal concentration of mononuclear cells and ductular
proliferation. Less specific liver histology can present with a picture resembling  Orthotopic liver transplantation (OLT) has proven successful in
chronic active hepatitis. One series of childhood cases described consistent treating children with PSC.

Gamaliel sps 9
o Data from numerous liver transplant centers o Biliary strictures, both anastomotic and nonanastomotic, keseimbangan asam basa belum memadai.

demonstrates excellent long-term patient and graft can occur. Untuk dapat mengatasi gangguan hidrasi, status asam-basa dan gangguan
survival for patients with end-stage PSC. o Recurrent sclerosing cholangitis nutrisi kita perlu meninjau kembali prinsip-prinsip fisiologi cairan tubuh anak.

o Actuarial patient survival rates after OLT for PSC at 1 Prognosis: Berat badan anak dapat dibagi dalam 2 fraksi yaitu
cairan dan jaringan padat terdiri dari sel,mineral pada
and 5 years have been shown to be greater than and  PSC is characterized by a slow, insidious progression to cirrhosis. tulang rangka dan jaringan lemak. Pada masa prenatal
approximately equal to 90%, respectively. awal cairan tubuh per KgBB adalah banyak dan sejalan
 The identification of abnormal LFTs in patients with IBD has led to dengan usia kehamilan selanjutnya, fraksi jaringan
Diet:
earlier diagnosis of PSC, with likely longer apparent survival times. padat (protein, mineral tulang rangka dan jaringan
As with other cholestatic disorders, provide fat-soluble vitamin supplementation lemak) bertambah banyak sehingga pada bayi cukup
(vitamins A, D, E, K) and nutritional support to ensure adequate growth.  Despite progress in early recognition, optimal treatment of patients bulan cairan tubuh adalah 0,78 X BB (Kg)

No effective medical therapies exist for PSC. Choleretic therapy with UDCA has with PSC remains a challenge, requiring a multidisciplinary approach
been reported to improve symptoms and biochemical abnormalities, but the long- among hepatologists, endoscopists, surgeons, and interventional
term effect on clinical outcome remains undetermined radiologists.
Complications:  The coexistence of UC is not predictive of an increased risk of death
 Cholangiocarcinoma (CCA) develops in 10-15% of adult patients with in PSC. UC may be associated with an increased posttransplant
PSC. survival

o Alcohol consumption has been shown to be an


eMedicine Journal, February 6 2002, Volume 3, Number 2
independent risk factor for development of CCA in © Copyright 2002, eMedicine.com, Inc.
Gambar 1. Perbandingan fraksi anak dan dewasa
patients with PSC.
Pada masa awal perinatal cairan tubuh menurun secara mendadak sekitar 5%
 Patients with UC and PSC are at increased risk of developing dari berat badan lahir, mungkin lebih. Hal ini disebut penurunan berat badan
MANAJEMEN CAIRAN DAN ELEKTROLIT PERIOPERATIP fisiologis yang terjadi pada saat-saat bayi mengadakan penyesuaian terhadap
colorectal cancer or dysplasia. PADA PASIEN BEDAH ANAK lingkungannya sesudah lahir dan rnemantapkan minum peroral. Setelah itu
cairan tubuh adalah 0,60 X BB (Kg).
o Chronically active disease may be a risk factor, whereas
PENDAHULUAN Cairan tubuh terdiri dari dua bagian besar:
folate may have a protective effect. Manajemen cairan dan elektrolit merupakan hal yang sangat penting dalam Cairan intrasel
penanganan kasus kasus bedah anak. Pada pasien anak, gangguan cairan Cairan ekstrasel terdiri dari cairan plasma (intravaskular) dan cairan interstitial. 1,2
 Posttransplant patients are subject to a wide array of complications tubuh, elektrolit dan keseimbangan asam-basa lebih sering ditemukan dan acap Tabel 1. Komposisi cairan tubuh pada anak.2,3
kali gangguan ini lebih serius dari pada orang dewasa. Beberapa hal yang Tabel 2. Komposisi elektrolit dalam cairan tubuh anak. 3,4
secondary to chronic immunosuppression.
menyebabkan anak lebih rentan terhadap gangguan tersebut adalah: MANAJEMEN TERAPI CAIRAN PERIOPERATIF
o Acute cellular and chronic ductopenic rejection 1. Sebelum operasi (preoperatif)
1. Kecepatan "turn over" air, elektrolit, asam-basa dan makanan per KgBB
compared to a non-PSC control group. pada bayi
o Chronic ductopenic rejection adversely affected patient adalah tiga kali orang dewasa.
2. Fungsi ginjal, terutama pada beberapa bulan pertama masih belum
and graft survival. sempurna sehingga kemampuan untuk mengkoreksi gangguan hidrasi dan

Gamaliel sps 10
I.I. Operasi emergency 1.5 emesis dan intake yang kurang. lskemi dari usus dapat menyebabkan kebocoran 60 mL/Kg etiologi lain selain syok hipovolernik harus dipertimbangkan (sepsis).
kapiler dan menimbulkan syok. 6 Fase II.
Manajemen cairan dan elektrolit pada anak yang harus mengalami operasi Dilakukan koreksi berdasarkan perhitungan cairan maintenance dan defisitnya.
emergensi merupakan suatu hal yang amat penting. Waktu yang tersedia untuk Pemberian cairan dan elektrolit preoperatif pada kasus bedah anak merupakan Setengahnya diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 18 jam berikutnya.
mempersiapkan pasien sangat terbatas, umumnya pasien emergensi bedah suatu hal yang unik. Beberapa disiplin ilmu dan pusat Rumah Sakit (RS)  Bila anak dalam keadaan isonatremi (130-150 mEq/L),
anak datang dalam keadaan gangguan cairan dan elektrolit. Perlu melakukannya dengan berbagai cara. kekurangan natrium dapat dikoreksi dengan cara memberikan
dipertimbangkan penyakitnya sendiri akan bertambah berat dengan penundaan Dextrose 5% dalam NaCI 0,45%.Kalium (20 mEq/L KCI) dapat
waktu, sedangkan melakukan operasi sebelum perbaikan umum juga ditambahkan bila produksi urin sudah 1-2 cc/kg BB/jam.
mempunyai resiko operasi yang besar. Kebutuhan Cairan Pemeliharaan (Maintenance)  Bila anak dalam keadaan hiponatremi (< 130 mEq/L.defisit dari
Natrium ini harus diperhitungkan dan ditambahkan pada cairan
Untuk melakukan manajemen yang baik maka sebaiknya kita menentukan rehidrasi.Kadar Natrium dikembalikan ke 130 mEq/L dan diberikan
Tabel 5, Kebutuhan cairan berdasarkan berat badan ( Kg)
dahulu status hidrasi pasien. koreksi selama 24 jam.
Selain hal tersebut yang harus kita perhatikan adalah 2 kadar elektrolit didalam
darah yaitu Na+ dan K+ karena kedua elektrolit tersebut merupakan kation utama
Tabel 3. Penemuan klinis pasien dehidrasi Cara koreksi nya:
dalam cairan tubuh. Kebutuban Na + adalah 1-3 mEq/100 cc sedangkan
kebutuhan Kalium 2 mEq/100 cc.
* Indikator terbaik dari status hidrasi
Pemberian cairan yang selama ini dipergunakan di RSHS adalah pemberian Kekurangan Na+ = Na+ yang diinginkan – Na+ sekarang x distribusi volume x BB
50% dari cairan dehidrasi ditambah cairan maintenance diberikan dalam 2-6
Dari pemeriksaan klinis tersebut kita dapat memperkirakan status hidrasi jam dengan menggunakan cairan Ringer Lactat (RL) yang susunannya mirip
pasien untuk kemudian memperkirakan besar defisit cairan tubuhnya. dengan plasma darah, diberikan dalam 2-6 jam karena diharapkan perfusi (Kg)
jaringan telah baik kembali. 1
Tabel 4. Perkiraan defisit cairan Cara yang hampir sama dipergunakan oleh Divisi Bedah Anak di Children Sebagai contoh:
Hospital Iowa, University of Iowa Hospital and Clinics. Mereka membagi Na + = 123 mEq/L, BB = 10 Kg maka defisit dari Na
Setelah menentukan status hidrasi penting pula mengetahui penyebab dari pemberian cairan dan elektrolit preoperatif dalam 2 bagian : 6 adalah = (130-123)X0,6XI0 Kg = 42 mEq Na +.
dehidrasi tersebut, karena manajemen terapi cairan yang baik hanya dapat
Fase 1.
dilakukan apabila kita tahu secara pasti, misalnya pada kasus luka bakar yang
Merupakan manajemen emergensi. Bila anak datang dalam keadaan dehidrasi Koreksi Na+ dapat dilakukan dengan pemberian 5% Dextrose + NaCI 0,9% atau
berat (derajat 2 dan 3) dapat menyebabkan kehilangan cairan yang berat
berat/syok diberikan bolus 20 mL/kg dari Ringer Lactat atau Normal Saline
sehingga memerlukan manajemen penggantian cairan yang sangat agresif atau
secara intravena atau intraosseus. Setelah itu dilakukan penilaian respon dari
pada kasus obstruksi dari saluran pencernaan dimana keadaan ini sering disertai NaCI 0,45%. Yang perlu diingat adalah tidak boleh melakukan koreksi Natrium
terapi tersebut. Bila tidak ada perubahan dalam status hidrasi setelah pemberian

lebih cepat dari 0,5 mEq/L/jam


Sedangkan bila ditemukan keadaan hipokalemi (< 2,5 mEq/L) dilakukan koreksi
dengan KCI
Departemen Bedah Anak Virtual Naval Hospital di San Antonio melakukan
koreksi cairan dan clektrolit dalam 3 Fase :
Fase I : Fase emergensi, koreksi dilakukan secara cepat
rnenggunakan larutan RL atau Normal Saline selama 1-
2 jam pertama sebanyak 10-20 cc/kgBB.
Fase II : Mengganti ½ defisit dan maintenance cairan 24 jam
dalam 8 jam.
Fase III : Memberikan sisa kebutuhan cairan 24 jam dalam 14-16 jam dan
melakukan koreksi K+ bila didapatkan kadar K+ yang rendah. Koreksi K+ baru
dilakukan pada fase ini karena diharapkan pemberian cairan pada 2 fase yang
pertama telah mengembalikan perfusi cairan ke jaringan dan pasien telah
menghasilkan diuresis yang baik yaitu 1-2 cc/Kg/BB/ Jam.

Gamaliel sps 11
Sebagai contoh: dehidrasi yang terjadi setelah 7 hari rasio defisit ECF/ICF 50%/50%. Cairan dan elektrolit yang harus diberikan pada pasien ini adalah :
 maintenance adalah 3 mEq/100 cc
 maintenance adalah 2 mEg/ l00 cc
 ½ defisit diberikan pada hari pertama.
Maka :
Fase I (I jam pertama) 20 cc Normal Saline = 200 cc ( 200 cc cairan, 31 mEq
Na+)
Fase II (jam ke 2-8) kita mengganti 7 kebutuhan total 24 jam selama 7 jam atau
900 cc/7jam = 129 cc/jam.
Kita ingin memenuhi kebutuhan Na yang masih kurang yaitu 46 mEq dan ini bisa
kita
dapatkan dengan memberikan 1/3 Normal Saline dan D 5%.
Fase III (jam ke 9-24) setelah diuresis baik selain kita berikan sisa cairan
kebutuhan dalam 24 jam yaitu 900 cc dengan cairan D 5% dan 1/3 Normal
Saline selama 16 jam. Kita tambahkan K + sesuai kebutuhan maksimal 40 mEq/L
K+ yang diberikan pada hari pertama ini adalah ½ dari kebutuhan.

2. Anak yang sama, narnun kadar Na+ nya rendah yaitu 120 mEq/L
1. Anak usia 1 tahun, selama 4 hari mengalami penurunan BB sebanyak 1 Keadaan ini dinamakan dehidrasi isonatremi
defisit Na+ = Na+ yang diinginkan - Na+ sekarang X 0,6 X BB (Kg)
= (135-120) X 0.6 X 10
= 90 mEq

Kebutuhan cairan dan etektrolit pada pasien ini :

Fase I ( 1 jam pertama) Bolus NS 20 cc/kg BB = 200 cc cairan, 31 mEq Na+


Fase II ( Jam ke 2-8)
Sama seperti kasus pertama kita akan mengganti ½ kebutuhan cairan dan
defisit Na+ maka cairan yang diberikan adalah D 5 % dan 2/3 NS.
Kg (Dari defisit cairan total = 10 Kg-9 Kg = I liter.
Fase ke III (jam ke 9-24) diberikan 900 cc cairan D 5 % dan 2/3 NS selama 16
Kg menjadi 9 Kg). Kadar K+ dan Na + normal. defisit cairan ECF = 60% X I liter = 600 cc
jam. Selain itu kebutuhan dan defisit K+ seperti juga soal nomer 1 diberikan pada
Diperkirakan dehidrasi baru berlangsung (< 2 hari) rasio defisit ECF/ICF = defisit cairan ICF = 40% X I liter = 400 cc
fase ini dengan jumlah yang sama.
75%/25%. ECF Na+ = 60% X 140 mEq/L = 84 mEq.
dehidrasi sedang (2-7 hari) rasio defisit ECF/ICF = 60 %/40°/o . ICF K+ = 40% X 150 mEq/L = 60 mEq
1.2 Operasi elektif
Berbeda dengan operasi emergensi, pada operasi elektif kita banyak mempunyai
waktu untuk melakukan manajemen cairan dan etektrolit dengan baik sehingga
pasien berada dalam keadaan optimal saat operasi.
Perhitungan kebutuhan cairan dan elektrolit harus mempertimbangkan beberapa
aspek lain misalnya bila ditemukan febris > 37°C maka tiap kenaikan l°C
kebutuhan cairan ditambah 12 %. Selain itu juga penting untuk mengetahui
komposisi kehilangan cairan tubuh yang dapat mempengaruhi keseimbangan
elektrolit.

Gamaliel sps 12
Hal 75-79.
Tabel 6. Komposisi elektrolit yang hilang. Komposisi Cairan yang sering digunakan dalam terapi cairan dan elektrolit 6. Departement of Pediatrics, Virtual Naval Hospital. Electrolyte and Fluid
Abnormalities. In Pediatric Emergency Manual. San Antonio 2001 : 1 - 13

Penggantian kehilangan cairan gastrointestinal.


Cairan gaster : 4,5 % NS, 20-40 mEq/L KCI.
Cairan gaster dan duodenum : Ringer Lactat, 20-40 mEq/L KCI.
lleostomy : Ringer Lactat.
diarrhea : 4,5 % Normal Saline, KCI atau RL dan KCI.

2. Selama operasi (Intraoperatif)

Referat Bedah Anak


10 April 2002
dr. Lili K. Djoewaeny

OBSTRUKSI INTESTINAL PADA NEONATUS

Defek anatomi kongenital, kelainan metabolik, dan fisiologi abnormal dapat


menimbulkan keadaan obstruksi intestinal pada bayi usia sampai 1 bulan.
Manifestasi klinik utama dari obstruksi usus pada neonatal adalah muntah yang
bersifat bilious, juga distensi abdomen dan kegagalan pengeluaran mekonium
dalam 24 jam. Gejala tersebut pada bayi baru lahir harus diduga oleh karena
obstruksi mekanik sampai dibuktikan penyebab yang lain.
Pemunculan gejala klinik dapat bervariasi. Muntah yang terjadi biasanya bilious
Sesungguhnya manajemen pemberian cairan selama operasi merupakan walaupun bisa saja tidak demikian, akan tetapi kehilangan sekresi gaster,
tanggung jawab anestesi. Walaupun demikian ahli bedah sebaiknya mengerti pankreas empedu dan usus mungkin akan menyebabkan kehilangan cairan dan
juga manajemen pemberian cairan intraoperatif. Selama operasi biasanya elektrolit sehingga menyebabkan hipovolemi, dehidrasi dan gangguan
DAFTAR PUSTAKA
diberikan cairan dextrose 5% dalam NaCI 0,225 % dengan kebutuhan keseimbangan asam-basa. Selain itu dapat pula menyebabkan isi muntahan
1. Marks JF : Abnormalities of fluids, electrolytes, and calcium. Levin DL.ed.
maintenance dan ditambah 2 cc/kg BB/jam untuk operasi berat. 2.5 masuk ke paru-paru menyebabkan sumbatan jalan nafas dan aspirasi pneumoni.
Essentials of
Pediatric Care. Churchill Livingstone 1997; 2nd Edition; 543-547. Derajat distensi abdomen tergantung letak obstruksi. Obstruksi bagian distal
3. Sesudah operasi (Pasca operatif) 2. Swenson O, Sherman JO, Fisher JH : Fluids and Electrolytes. J Pediatric biasanya perut menjadi distensi, sedangkan bagian proksimal tidak demikian.
Pada prinsipnya cairan, elektrolit dan nutrisi paling baik diberikan peroral karena Surgery 4 : Obstruksi parsial mungkin manifestasi klinik minimal, atau bahkan tidak
fisiologis dan tubuh sendiri yang melakukan seleksi terhadap apa yang 346-349,1988. ditemukan kelainan. Bila distensi sangat hebat bisa menekan diafragma dan
dibutuhkan melalui absorbsi didalam usus. Belum ada campuran cairan, 3. Sacher Peter. The Pediatric Surgery Handbook. Pediatric Surgical mengganggu pernafasan. Walaupun usus waktu lahir steril, tetapi segera setelah
elektrolit dan nutrisi parenteral yang betul-betul dapat memenuhi kebutuhan Departement, Zurich itu bayi dapat menelan bakteri, dimana bakteri tersebut akan berproliferasi, jika
tubuh. Oleh karena itu bila keadaan pasien sudah memungkinkan secepatnya Switzerland, 2000.2nd Edition : 1-3. ada obstruksi dan akan menyebar melalui defek mukosa usus, hal ini bisa
diberikan peroral. Akan tetapi tidak selamanya pasien bedah anak 4. Ellsburry, Dan L. Dehydration . e-Medicine Journal, January 2002, Vol 3 menyebabkan sepsis.
memungkinkan secepatnya diberikan cairan dan nutrisi peroral. Misalnya pada (I ) : 2-6. Perlu pula diperhatikan cadangan glikogen, neonatus mempunyai cadangan
pasien yang menyebabkan ususnya belum dapat berfungsi untuk itu misalnya 5. Ismael, Chaerul. Suroto Hamzah, Emilia, dkk, Buku Saku Terapi Cairan, glikogen sedikit dan cepat habis dan akan habis dalam 72 jam, bayi menjadi
pasien dengan Necrotizing Enterocolitis, Gastroschizis, enterostomi didaerah Enteral dan hipotermi, hal ini memperburuk keadaan bayi.
jejenum atau post reseksi usus karena trauma, perforasi demam typhoid, atresia Parenteral. Kelompok studi Terapi Cairan Parenteral. RS Hasan Sadikin Berbagai macam pemeriksaan penunjang dapat dilakukan, terutama foto polos
usus yang direseksi dan dianastomose, operasi by pass usus.5.6 Bandung, 1997. abdomen, “barium enema”, dan serial “ upper gastrointestinal (GI) contrast”. Jika

Gamaliel sps 13
gejala klinik spesifik tidak ada, maka dimulai dengan pemeriksaan foto polos dilihat adanya gambaran usus di dinding abdomen atau dapat melihat adanya
abdomen, baru “barium enema” dan kemudian serial “upper GI contras”. Tetapi gerak peristaltik usus. Bising usus mula mula meningkat tetapi pada fase paralitik
jika gejala jelas seperti pada “necrotizing enterocolitis” photo polos abdomen akan melemah atau hilang.
memberikan informasi adanya pneumatosis intestinal, sedangkan penyakit Pemeriksaan colok dubur pada bayi prematur dengan obstruksi intestinal distal
Hirschsprung dan malrotasi mempunyai gambaran abnormalitas dengan “barium dari ampula Vateri, biasanya rektum berisi mukus dari pada mekonium yang
enema”. Sedangkan serial “ upper GI contrast” akan memberikan makna yang mengandung empedu. Mekonium normal di rektum dapat diduga intestinal
jelas pada malrotasi atau obstruksi usus bagian proksimal atau obstruksi parsial. bagian proksimal paten, meskipun obstruksi bisa kemudian terjadi.
Kelainan kongenital pada saluran gastrointestinal biasanya berhubungan
dengan kelainan lain, ditemukan kurang dari 10 % pasien. Sepertiga pasen Pemeriksaan penunjang
dengan anomali gastrointestinal mempunyai kelainan kromoson trisomy 21, dan Foto polos abdomen adalah pemeriksaan penunjang yang pertama kali
20 % mempunyai kelainan jantung bawaan. Cacat bawaan lain yang harus dicari dilakukan, pada atresia jejunoileal menunjukkan distensi “loop” intestinal bagian
termasuk malrotasi dan “THE VACTERL” (VERTEBRAL, ANAL, CARDIAC, proksimal dengan hilangnya udara di bagian distal usus halus dan kolon. Pada
TRACHEAL, ESOPHAGEA, RENAL DAN LIMB). neonatal gambaran haustrae normal tidak terlihat, maka sulit membedakan
Ketika obstruksi intestinal ditegakkan maka segera lakukan penilaian keadaan dengan usus halus tanpa kontras. Obstruksi karena adanya membran mukosa
umum penderita, berikan koreksi cairan dan elektrolit, dekompresi dengan yang tidak lengkap akan sulit di diagnosa. Jika terdapat gambaran udara yang
pemasangan NGT atau pemasangan rectal tube dan irigasi isi kolon bila perlu. multipel mungkin lesi atresia juga multipel.
Pemberian antibiotik, oksigen, dan pengaturan suhu lingkungan untuk Serial “upper GI contrast” sebaiknya tidak dilakukan bila obstruksi di proksimal
mencegah hipotermi. dan pembedahan sudah direncanakan.
Pemeriksaan laboratorium carian aspirat lambung yang mengandung 25 mL
Penyebab obstruksi intestinal pada neonatus : empedu saat lahir mendukung adanya obstruksi intestinal.

1. Atresia atau Stenosis intestinal Terapi


Atresia atau stenosis intestinal bisa terjadi pada seluruh lokasi, lesi bisa di Untuk semua tipe adalah operatif, strategi operasi adalah mengembalikan
jejunum, ilium dan colon. Stenosis jika terjadi penyempitan lumen karena faktor kontinuitas usus (fisiologi usus) dengan mempertahankan panjang dan anatomi
usus itu sendiri atau kompresi dari luar. Bentuk lesi atresia bergatung dari normal sebisa mungkin.
kelainan embriogenesis. Survival rate setelah operasi pada obstruksi intestinal tanpa komplikasi adalah
Tipe I atresia terdapat diafragma / membran / web intraluminal, bisa lengkap 100 %, insidensi bocor anastomose atau striktur sekitar 10 – 15 %.
atau “fenestrated” gambar tipe atresia intestinal
Tipe II atresia berupa ujung buntu yang dipisahkan oleh tangkai firbrosa 2. Obstruksi Duodenum Kongenital
Tipe IIIa atresia berupa ujung buntu yang dipisahkan oleh defek mesentrium 90 % atau lebih obstruksi jejunoileal kongenital karena atresia komplit, dan Obstruksi duodenum kongenital bisa disebabkan karena atresia murni, membran
Tipe IIIb atresia biasanya atresia jejunum bagian proksimal dengan “gap” sisanya karena stenosis atau membran intraluminal terbuka, kadang kadang intraluminal, stenosis dan pankreas anular. Tidak seperti obstruksi jejunoileal,
mesenterium dimana usus bagian distal diperdarahi oleh atreri ileocolica, colica eksentrik, berukuran kecil mungkin hanya beberapa milimeter. obstruksi karena anomali duodenum dibagi menjadi membran intraluminal, atau
kanan, atau mesenterika inferior (dikenal dengan deformitas “apple peel” atau Lesi tunggal umumnya di distal ilium, tetapi bisa di semua tempat, dan distribusi stenosis dan atresia lengkap. Atresia mungkin dengan atau tanpa otot. Membran
“christmas tree”) antara jejunum dan ilium hampir sama. mungkin terbuka atau tidak. Obstruksi duodenum biasanya duodenum ascenden
Tipe IV atresia berupa atresia intestinal multipel pada level dekat ampula Vateri (tipe klasik) dan pada umumnya karena obstruksi
Presentasi klinik membran mukosa. Jaringan pankreas dapat menyebabkan obstruksi duodenum
Insidensi atresia sekitar 1 : 300 kelahiran sampai 1 : 20 000 kelahiran. Riwayat jika kelenjar pankreas yang mengelilingi duodenum menetap, dimana pada saat
polihidramion harus ditanyakan, karena berhubungan dengan absorpsi normal pembedahan diperlukan kehati-hatian karena jangan sampai merusak sistem
cairan amnion. Setelah lahir bayi akan muntah bilious, abdomen menjadi distensi bilier dan saluran pankreas. Obstruksi sebelum melewati ampula Vateri biasanya
dan kegagalan keluarnya mekonium. muntahan tidak berisi empedu. Membran periampular, yang menutup distal
Derajat distensi tergantung lokasi obstruksi, usia post partum, dan efisiensi lumen duodenum menunjukkan “wind-sock deformity”.
dekompresi bagian proksimal. Lebih distal obstruksi dan usia post partum lebih
tua distensi lebih hebat dari pada obstruksi bagian proksimal. Obstruksi
duodenum atau jejunum proksimal bisanya muntah lebih signifikan, tetapi
distensi mungkin minimal. Pada distensi abdomen yang hebat mungkin dapat

Gamaliel sps 14
Terdapat 2 variasi umum pada laki-laki anus imperforata letak rendah dengan
Presentasi klinik fistula perineal dan agenesis anorektal letak tinggi dengan fistula rekto-prostatik-
Insidensi obstruksi duodenum kongenital sekitar 1 : 10 000 sampai 1 : 40 000 uretra. Pada perempuan umumya ”rectal pouch” rendah biasanya mempunyai
kelahiran, 20 – 40 % mempunyai kromosom trisomy 21. Riwayat polihidramnion fistula ke perianal atau vestibulum vagina.
harus ditanyakan. Otot – otot striata yang bertanggung jawab terhadap kontinensia tinja, dan
Karakteristik obstruksi duodenum kongenital adalah intoleransi makanan dan berada dalam kontrol volunter, secara anatomi membentuk “funnel-shaped”
muntah bilious pada 24 – 48 jam pertama, sebagai catatan obstruksi pr oksimal terdiri atas levator ani di cranial, sphincter eksterna di caudal serta puborektal,
dari ampula Vateri muntah non bilious. dan beberapa otot lain.
Pemeriksaan fisik pada obstruksi duodenum yang belum ditangani adalah Pembagian MAR klasik adalah membangi antara letak tinggi dan letak rendah,
mungkin terlihat gerakan peristaltik gaster di dinding abdomen, dan lambung sedangkan yang intermediet dikatagorikan ke dalam letak tinggi. Letak rendah
mungkin teraba. Usus halus menjadi kolaps dan tidak ada udara, bila ditemukan atau tinggi adalah bergantung pada letak ujung rectal pouch terhadap garis
harus berfikir diagnosis lain. Obstruksi parsial karena membran yang terbuka pubococcygeal, jika berada di atas disebut letak tinggi, jika melewati batas
mungkin memberi gejala yang tidak jelas dan diagnosa menjadi terlambat. bawah tulang ischium dianggap letak rendah. Korelasi anatomi yang lebih
penting adalah dengan otot-otot striata, karena kontinen tinja berhubungan erat
Pemeriksaan penunjang dengan kompetensi otot-otot tersebut.
Foto polos abdomen memberi gambaran klasik adanya gelembung udara ganda 70 % penderita MAR biasanya mempunyai cacat bawaan lain, jadi harus dicari
“double bubble”, dimana udara mengisi gaster dan duodenum. Jika obstruksi kelaian VACTREL . Penting mencari kelainan vertebra, terutama lesi setinggi
total usus halus dan kolon tidak menunjukkan gambaran udara dalam lumen sacrum, bisa displasia atau agenesis, hal ini untuk prognosis fungsi dari saraf
usus. Jika obstruksi parsial distal dari obstruksi masih dapat melihat adanya otonom sacrum yang ikut mengatur kontinen tinja dan fungsi urologi.
udara dalam lumen dan harus segera diikuti dengan serial “upper GI contrast”. Abnormalitas sacrum sering didapatkan pada MAR letak tinggi. Pemerriksaan
MRI akan membantu mengenali kelaian otot-otot striata dan kelainan sacrum.
Terapi
Pembedahan segera dilakukan segera setelah evaluasi jantung dan problem
gambaran atresia duodenum medis lain teratasi, explorasi bedah memudahkan kesulitan diagnosis
gambar E menunjukkan “wind sock deformity” membedakan antara obstruksi duodenum karena atresia atau stenosis dengan Table ANATOMIC CLASSIFICATION OF ANORECTAL MALFORMATIONS
malrotasi yang disertai obstruksi duodenum karena “Ladd band”.
Tujuan prosedur operasi adalah koreksi kontinuitas duodenum tanpa Female Male
mengorbankan panjang dan area absorpsi usus, dan menghindari cedera pada High High
pankreas atau ampula Vateri. Bisa diatasi dengan duodenoduedenostomy atau Anorectal agenesis Anorectal agenesis
duodenojejunostomy. With rectovaginal fistula With rectoprostatic urethral fistula *
Membran mukosa bisa dieksisi dengan pendekatan duodenotomy, kemudian Without fistula Without fistula
penjahitan transversal duodenotomy. Paling sulit jika membran membentuk Rectal atresia Rectal atresia
“wind sock” karena antara yang distensi dan yang tidak distensi mungkin hanya Intermediate Intermediate
beberapa senti meter ke distal dari pangkal membran. Caranya dengan memakai Rectovestibular fistula Rectobulbar urethral fistula
NGT dimasukkan dan kemudian didorong kearah web, sehingga pangkalnya Rectovaginal fistula Anal agenesis without fistula
akan teridentifikasi, yang dieksisi hanya bagian antagonis dari ampula Vateri. Anal agenesis without fistula
Post operasi umumnya memerlukan nutrisi parenteral sampai “enteral feeding” Low Low
ditoleransi. Angka kematian meningkat bila ada trisomy 21 dan kelainan jantung. Anovestibular fistula* Anocutaneous fistula*
Anocutaneous fistula*# Anal stenosis**
3. Malformasi Anorektal ( Anus Imperforata ) Anal stenosis** Rare malformations
Anus imperforata atau atresia ani terjadi karena gangguan embriogenesis saat Cloacal malformations§
usia 8 minggu. Banyak klasifikasi dibuat untuk menerangkan kelainan anatomi Rare malformations
pada malformasi anorektal. Salah satunya oleh Wingspread International * Relatively common lesion (Modified from Templeton JM,
Classification tahun 1984. # Includes fistulas occurring at the O’Neill JA. Anorectal malformations.
gambar anular pankreas dan potongan melintangnya

Gamaliel sps 15
posterior In: Welch KJ, Randolph JG, Ravitch vestibulum vagina. Jika fistula cukup besar untuk pengeluaran mekonium, bisa Prosedur pull-through dilakukan saat usia 9 dan 18 bulan atau berat bayi 10 kg.
junction of the labia minora, often MM, et al. eds. Pediatric surgery, ed saja gejala obstruksi ringan atau bahkan tidak ada. Akan tetapi dalam beberapa Berbagai macam pendekatan tetapi tidak ada yang lebih unggul dan semuanya
called 4. Chicago, Year Book, 1986:1022) minggu atau bula bisa obstruksi total karena perubahan bentuk tinja. Mekonium mempunyai tujuan yang sama yaitu :
fourchette fistulas or vulvar fistulas. atau udara mungkin melewati fistula ke uretra atau kandung kencing (MAR letak  Menempatkan “rectal pouch” pada perineum
**Previously called covered anus. tinggi). Adanya “skin bridge” berupa “bucket-handle” di area anus petunjuk  Eliminasi obstruksi rektum
§ Previously called rectocloacal fistulas. kearah letak rendah. Sedangkan jika tidak ada bentuk kulit anus yang normal,  Menempatkan “pulled-through” pada posisi senormal mungkin di otot-otot
Entry of tidak ada kontraksi sphincter eksternal dengan rangsang kutaneus, dan bentuk striata
the rectal fistula into the cloaca may be pantat yang “flat bottom appereance” mengarah ke MAR letak tinggi. Perlu  Menutup fistula “rectourinary”
high or dibedakan antara atresia anorectal dengan fistula di perineum dengan anterior Tetapi pendekatan posterosagital anorectoplasty ( Pena ) memberikan lapang
intermediate, depending on the length ani, ini penting untuk terapi definitif. pandang yang lebih bebas dari tehnik lain seperti pendekatan sacroperineal dari
of the cloacal canal. Stephen dan Smith atau diseksi endorektal dari Rehbein, keduanya merupakan
Pemeriksaan penunjang tehnik “blind pull through” rektum ke perineum tanpa visualisasi langsung otot-
Pertama kali diagnosis MAR ditegakkan adalah penentuan letak tingi atau otot striata.
rendah, kemudian mencari fistula dan cacat bawaan lain. Angka kematian berkisar 11 – 35 %, untuk kejadian bocor atau striktur dengan
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah foto polos abdomen, radiografi tehnik posterosagital anorectoplasty sekitar 5 -–10 %.
klasik adalah diperkenalkan oleh Wangensteen-Rice invertogram, dibuat foto Prognosis ikut ditentukan oleh cacat pada sacrum dan fungsi otot-otot striata.
lateral pelvis setelah 12 – 24 jam lahir dengan posisi kepala dibawah. Udara
yang yang tertelan akan menjadi kontras dan mengisi “rectal pouch” dan 4. Ileus Mekonium
perineum diberi label radio opak. Kemudian dinilai letak ujung “rectal pouch” Istilah ileus mekonium merujuk pada obstruksi usus halus karena mekonium
terhadap “pubococcygeal line“ dan ischium. Penilaian ini tergantung dari tehnik yang abnormal. Obstruksi biasanya pada usus halus bagian distal. Kasus ileus
radiografi dan pengalaman yang membaca foto tersebut. Pengisisan rektum mekonium ini jarang, terdapat 2 bentuk klinik yaitu simpel atau komplikata. 10 %
dengan udara yang kurang, dan kolaps di bagian kaudal “pouch” sangat sampai 33 % mempunyai riwayat keluarga dengan “Cystic Fibrosis”.
berpengaruh dan biasanya karena kesalahan tehnik posisi. Penderita dengan “cystic fibrosis” mempunyai kelainan dimana terdapat defek
Ultrasonografi daerah perineum ditujukan untuk melihat anatomis di daerah transport elektrolit di epitel yang mengakibatkan impermiabel terhadap ion klorida
tersebut, tetapi bayi harus saat tidak menangis. defek tersebut dapat terjadi pada epitel di kelenjar keringat, dan saluran nafas
Bayi dengan MAR dan fistula ke kandung kencing atau uretra mungkin perlu juga di pankreas, usus atau hati. Keadaan ini menyebabkan kegagalan
pemeriksaan “cystourethrogram”. Post operatif colostomy, dapat dilakukan reabsorpsi ion klorida, hal ini jelas dibuktikan dengan test stimulasi beta
pemeriksaan “barium enema” pada colostomy distal. Atau dengan endoskopi jika adrenergik pada kelenjar keringat (+ jika Kandungan NaCl 60 mEq/L). Jika
orificium uretra dan fistula cukup besar. mengenai pankreas maka kemungkinan adanya kegagalan dalam eksresi enzim
Penilaian fungsi dan anatomis otot-otot striata dengan CT-scan atau MRI, pankreas, dan bila mengenai usus maka kemungkinan yang terjadi adalah
sekaligus mencari kelainan vertebra sakrum. kegagalan pada sistem absorpsi dan sekresi. Ileus mekonium diduga terjadi
karena kegagalan sekresi enzim proteinase sehingga terjadi perubahan pada
Terapi kekentalan dan kandungan protein mekonium. Mekonium menjadi lebih kental
gambar malformasi anorektal pada laki-laki dan garis pubococcygeal Dibedakan letak tinggi dan letak rendah dan padat sehingga akhirnya menyumbat usus halus terutama di proksimal
Presentasi klinik Letak rendah valvula ileocaecal. Ileum terminal terisi oleh mekonium nonbilious dan eksresi
Insidensi, 1 : 5 000 kelahiran, laki-laki lebih banyak, letak tinggi laki-laki 2 kali dari Tidak memerlukan diversi kolostomi, pada beberapa kasus hanya perlu dilatasi usus. Kolon menjadi kecil karena tidak terpakai, namun struktur masih normal.
perempuan. 95 % MAR letak rendah pada laki-laki merupakan membran yang fistula atau membuka membran yang menutupi anus. Tetapi jika lebih komplek Konsistensi mekonium bervariasi, merupakan campuran mekonium, udara dan
tipis atau fistula pada garis perineal atau scrotum. 90 –95 % MAR letak rendah mungkin perlu anoplasty, umumnya dilakukan “cutback anoplasty” atau material yang kasar. Otot di usus proksimal obstruksi menjadi tebal dan secara
pada perempuan mempunyai fistula ke vestibulum atau perineal. Pemeriksan terkadang dengan mobilisasi dan transposisi fistula di anterior dan menempatkan mikroskopik sel-sel goblet dimukosa menjadi prominen dan epitel mukosa besar-
fisik dan colok dubur saat lahir memegang peranan penting dalam mengetahui di sphincter eksterna serta rekonstruksi perineum. Transfer anoplasty adalah besar.
adanya MAR sedini mungkin. Jika tidak diperhatikan biasanya bayi datang dengan mendesign neoanus di tengah-tengah sphincter eksterna dan Komplikasi inutero bisa terjadi pada kira-kira 1/3 sampai ½ kasus dimana terjadi
dengan gejala obstruksi intestinal. Abdomen distensi dan muntah bilious muncul memisahkan dari introitus vagina. kebocoran mekonium ( perforasi ), vovulus, atau atresia. Bentuk klasik perforasi
jika obstruksi total, tetapi butuh waktu 24 jam atau lebih untuk mengetahui lokasi Letak tinggi adalah peritonitis mekonium steril dan pembentukan kista semu kalsifikasi
obstruksi dibagian distal. Tidak adanya mekonium menunjukan obstruksi total. Jika evaluasi sudah lengkap, perlu kolostomi diversi. Tujuannya untuk (“cacified pseudocyst”).
Pada MAR letak rendah mekonium bisa keluar lewat fistula di perineum atau mengeluarkan feces dan menghindari kontaminasi feces ke fistula urinary.

Gamaliel sps 16
Presentasi klinik Non operatif Anomali lain yang menyertai bisa adanya hernia diafragmatika, atresia
Setelah lahir bayi menunjukan gejala obstruksi intestinal, dengan perut kembung Dengan irigasi dan evakuasi mekonium. Pemeriksaan kontras pada ileus duodenum paling sering, omphalocele, gastroshizis dan lainya.
dan muntah bilious, biasanya mulai hari pertama kehidupan. Pada pemeriksaan mekonium simpel dapat pula sebagai terapeutik, beberapa penulis menganjurkan
fisik akan ditemukan suatu abdomen yang distensi, teraba loop usus yang terisi kontras yang larut dalam air dan ditambahkan kedalamnya dengan acetylcystein, Presentasi klinik
mekonium seperti adonan. Pemeriksaan colok dubur ditemukan lendir yang sebagai enema. Material tersebut dapat refluks kedalam ileum terminal dan Tidak semua malrotasi menyebabkan kelainan, gejala obstruksi intestinal muncul
putih atau abu-abu tanpa warna khas empedu, tetapi hal ini masih belum melarutkan mekonium yang abnormal tersebut, serta melebarkan kolon. Enema sesuai dengan kelainan yang ada. Bisa distensi atau tidak, bisa dengan gejala
menyingkirkan kemungkinan lain yang menyebabkan obstruksi usus di bagian diulang lagi dibawah fluoroskopi. Komplikasinya adalah perforasi usus. strangulasi atau peritonitis atau sepsis. Umumnya karakteristik pada anak usia
proksimal. Jika terbentuk “pseudocyst” mungkin akan teraba massa intra Operatif bulan pertama mengalami distensi abdomen, muntah bilious, berak berdarah
abdomen. Gambaran peritonitis dan sepsis bisa ditemukan tergantung berat dan Dilakukan eksplorasi, dan pemberian acetylcystein langsung pada ilium yang padahal pernah mengalami episode pengeluaran mekonium yang normal saat
ringannya penyakit ini. obstruksi, dan mekonium langsung dievakuasi. Pengelolaan operatif tergantung post partum.
temuan operasi. Volvulus mid gut menjadi penting karena puntiran ini akan menyebabkan
gangguan suplai darah dari arteri mesenterika superior, letaknya sangat dekat.
Sehingga jika terjadi strangulata akan banyak usus yang hilang.
5. “Meconium Plug Syndrome” Obstruksi duodenum tidak saja karena volvulus tetapi bisa karena band yang
Sindroma ini adalah karena adanya obstruksi kolon distal atau rektum karena melekat dari caecum dan kolon proksimal menyilang duodenum ke posterior
mekonium. Bayi menjadi cepat kembung dan gagal untuk mengeluarkan kuadran kanan atas abdomen.
mekonium, muntah bilious. Colok dubur bisa dilakukan sekaligus sebagai terapi.
Tetapi pemeriksaan dengan kontras dapat menyingkirkan kemungkinan lain Pemeriksaan penunjang
seperti “cystic fibrotik” dan penyakit Hirschsprung. Secara anatomi dan fungsi Foto polos abdomen, mungkin ditemukan adanya perubahan posisi distribusi
kolon dan rektum normal. udara kolon, atau adanya udara di gaster dan duodenum yang distensi tanpa
adanya gambaran udara mengisi usus lainya.
6. Malrotasi Foto radiografi dengan kontras, gambaran klasik adalah caecum ada di kuadran
Embriologi atas, kecuali rotasi tidak sempurna dan caecum sangat mudah bergerak.
Rotasi dan fiksasi intestinal pertama kali dikemukakan oleh Prof. Mall, 1898, dari Malrotasi duodenum sering kali “coiled” ke kanan garis tengah memberikan
Johns Hopkins. Pertumbuhan usus dengan cepat terjadi setelah minggu ke - 5 gambaran “croksrew”. Jika kontras tiba-tiba berhenti bisa diduga adanya
kehamilan. Mengakibatkan herniasi pertumbuhan mid gut di cincin umbilikus. volvulus. Duodenum yang berada di sebelah kanan dari garis tengah, merupakan
mekonium yang abnormal menyebabkan obstruksi Selama fase ekstracoelomic perkembangan usus, segmen proksimal salah satu kriteria malrotasi. Harus diingat volvulus tidak selalu menyebabkan
duodenojejunal bergerak, dimana usus yang berada dibawah arteri mesenterika obstruksi.
superior dari kanan ke kiri. Bagian ke empat duodenum terfiksir oleh ligamentum
Treizt. Segmen jejunoileal terjadi perpanjangan, sedangkan bagian distal mid Terapi
Pemeriksaan penunjang gut, akan menjadi caecum, dan kolon kanan, bergerak dari kiri ke kanan di Operatif segera dilakukan tanpa menunggu pemeriksaan kontras jika malrotasi
Foto polos abdomen untuk ileus mekonium yang tidak mempunyai komplikasi, depan arteri mesenterika superior. Normalnya usus akan mengantung pada sudah ditegakkan. “Ladd procedure” dapat dilakukan yaitu dengan melakukan
memberikan gambaran kalsifikasi samar-samar seperti gelas pecah tanpa “air retroperitoneal. Proses elongasi ekstracoelomic, rotasi, reduksi usus eksplorasi, derotasi volvulus, pemisahan band mesenterium, memisahkan
fluid level”, hal ini karena viskositas mekonium yang kental seperti ter. Multi loop ekstracoelom, dan fiksasi ke retroperitoneal selesai pada usia 12 minggu mesenterium duodenojejunum dari mesenterium cecocolica ( mulai dari dasar
intestin yang distensi dapat ditemukan, dan kadang kadang seperti gambaran kehamilan. mesenterium ) dan appendiktomi.
gelembung sabun ditemukan juga hal ini terjadi bila mekonium tercampur dengan Karena operasi ini memerlukan waktu yang lama maka perlu penanganan post
udara. Pada pemeriksaan radiografi dengan kontras akan melihat adanya mikro Malrotasi operatif yang serius, fungsi usus bisa baru kembali dalam jangka 2 – 7 hari, “
kolon. Malrotasi merujuk pada kegagalan rotasi dan fiksasi. Lebih spesifik, non rotasi Second look “ diperlukan jika dalam 12 jam – 24 jam terjadi perubahan klinis
Pada ileus mekonium yang mengalami komplikasi, foto polos abdomen bisa merujuk pada pemanjangan usus pada aksis srteri mesenterika superior tanpa kearah buruk, bisa karena infark mid gut.
ditemukan adanya “scatered calcifications” juga mengindikasikan peritonitis adanya rotasi. Inkomplit rotasi jika terdapat rotasi tetapi tidak sempurna. Kedua
mekonium. kelainan ini bisa menyebabkan volvulus mid gut. Obstruksi duodenum, dan 7. “Necrotizing Enterocolitis”
Ultrasonografi dapat menilai adanya kista yang cukup besar dengan gambaran hernia interna (“reverse rotation”) terjadi pada rotasi yang tidak sempurna. Pneumatosis intestinalis biasanya menjadi petanda NEC, tetapi juga pada infant
“air fluid level” Fiksasi yang tidak sempurna jika gagal turunnya caecum dan fiksasi dilaporkan akibat gastroenteritis akibat rotavirus, obstruksi menetap, dan respon
mesenterium. Hernia interna dan volvulus caecum akibat fiksasi tidak sempurna. feeding susu sapi atau susu kedelai. Pada anak dan infant lebih tua dilaporkan
Terapi oleh karena infeksi rotavirus, penyakit paru kronik, dan terapi steroid.

Gamaliel sps 17
Komposisi gas intramural : 30 % hidrogen yang mungkin akibat fermentasi Abdominal radiographs showing distention with mild ileus
makanan oleh bakteri Terapi
Faktor resiko : STAGE II (DEFINITE) Puasa 7 – 14 hari, antibiotik, aspirasi NGT teratur, dan nutrisi intravena.
Prematur, asfiksia, polisitemia, sindroma distres pernafasan, anomali jantung, Any one or more historical factors Bayi discreening dari sepsis
mengalami kateterisasi umbilikus dan enteral feeding. Above signs and symptoms, plus Pemeriksaan abdomen dan X-ray dibuat untuk menilai progressivitas
Adanya gas intramural atau di vena porta, dan “rectal bleeding” merupakan Persistent occult or gross gastrointestinal bleeding Indikasi bedah :
tanda pathognomonic ( walaupun gejala muncul hanya sebentar ) Marked abdominal distention Klinis makin memburuk, tidak ada perbaikan, dilatasi loop yang menetap pada x-
Patogenesis : karena kerusakan mukosa usus, karena berbagai sebab. Abdominal radiographs showing significant intestinal distention ray, peritonitis, dan pneumoperitoneum. Beberapa merujuk adanya pneumatosis
with: vena porta.
Ileus Kosloske berpendapat, intervensi bedah dilakukan bila ada gas di vena porta,
Small bowel separation (edema in bowel wall or peritoneal fluid) pneumoperitoneum, dan pada paracentesis ditemukan posistif,
Pneumatosis intestinalis sedang trombositopenia dan klinis yang memburuk merupakan
Portal vein gas indikator buruk. Indikator baik adalah pneumatosis berat.
Survival rate NEC baik terapi klasik maupun operatif sekitar 60 – 80 %.
STAGE III (ADVANCED)
Any one or more historical factors
Above signs and symptoms, plus
Deterioration of vital signs 8. Penyakit Hirschsprung
Evidence of septic shock Merupakan penyakit kongenital, dimana tidak terdapat ganglion parasimpatis
Marked gastrointestinal hemorrhage pada dinding kolon. Rectum selalu terkena dan sebagian besar mempunyai
Abdominal radiographs showing pneumoperitoneum in addition to kelainan pada rektum dan sigmoid. Dapat mengenai segmen yang lebih panjang
findings listed for stage II sampai seluruh kolon, tetapi jarang sampai usus halus. Keadaan aganglion ini
mengakibatkan peristaltik usus terhambat, akibatnya terjadi obstruksi
(Bell MJ, Kosloske A, Benton C, et al. Neonatal necrotizing enterocolitis in fungsional.diduga heriditer.
infancy: prevention of perforation. J Pediatr Surg 1973;8:6013) Insidensi sekitar 1 dari 8000 kelahiran hidup. Lebih banyak pada kulit putih, laki-
laki dibanding perempuan 4 : 1.
Presentasi klinik Secara embriologis penyakit Hirschsprung karena terhentinya migrasi bakal
Bayi yang mengalami NEC menunjukan gejala distensi abdomen, muntah bilious ganglion yang berasal dari neuroblast, normalnya sel-sel tersebut berada di
dan adanya darah yang keluar bersama tinja. Tidak ada peneriksaan fisik yang rektum saat usia 12 minggu kehamilan.
signifikan, perut yang cembung dengan nyeri tekan yang paling umum Panjangnya intestinal yang terkena bervariasi, 80 % sampai 90 % mengenai
STAGING NECROTIZING ENTEROCOLITIS ( BEL. ET AL. ) : ditemukan, sedangkan adanya perabaan loop intestinal yang menebal dan rektosigmoid. Seluruh kolon yang terkena dengan zona transisional di ileum
menetap sangat individual dan tidak selalu ditemukan. Massa yang terfiksir intra terminal sekitar 10 % dari seluruh kasus.
STAGE I (SUSPECTED) abdomen dan dinding abdomen yang eritrema, edema dan atau krepitasi Hirschsprung’s disease merupakan kelainan kongenital heriditer yang
Any one or more historical factors producing perinatal stress mengindikasikan adanya perforasi, usus yang nekrosis atau abses. Baradikardi, menyebabkan obstruksi partial
Systemic manifestations distres pernafasan, oliguria, hipoksemia, asidosis, trombositopenia dan
Temperature instability temperatur yang tidak stabil menunjukan sepsis. Presentasi klinik
Lethargy Adanya riwayat mekonium terlambat ( lebih dari 24 jam ) pada bayi baru lahir
Apnea Pemeriksaan penunjang disertai distensi abdomen dan muntah bilious merupakan gejala klinik yang
Bradycardia Karena sulit menegakkan diagnosa secara klinik, foto polos abdomen sangat tipikal untuk penyakit Hirschsprung. Hampir lebih dari sepertiga kasus obstruksi
Gastrointestinal manifestations membantu, pneumatosis intestinal atau gas di vena porta merupakan temuan intestinal adalah karena penyakit ini.
Poor feeding yang khas. Penebalan dinding usus, dan asites bisa ditemukan. Pneumatosis Pemeriksaan inspeksi daerah perineum dan pemeriksaan colok dubur penting
Increasing pregavage residuals umumnya di kuadran kanan bawah, kira-kira daerah ileocaecal. dilakukan karena dapat membedakan dengan kasus imperforasi anus. Pada
Emesis (may be bilious or test positive for occult blood) Beberapa peneliti melakukan pemeriksaan radionuklida dengan technitium 99, penyakit Hirschsprung mungkin didapatkan tinja yang menyemprot keluar saat
Mild abdominal distention untuk membedakan antara nekrosis trans-mural dengan cedera usus yang colok dubur.
Occult blood in stool (no fissure) reversible.

Gamaliel sps 18
Pemeriksaan penunjang atresia accident during fetal of birth; vomiting, Meconium Abdominal film; Decompression
Pemeriksaan “barium enema” sangat membantu menegakkan diagnosis penyakit life in 1 per 3,000 abdominal ileus distention, air-fluid
ini, dimana terdapat gambaran kolon yang menyempit disertai pelebaran pada distention levels, sweat test,
daerah transisional. Namun perlu diingat gambaran penyempitan kolon kiri bisa live births "ground-glass" sign
juga disebabkan dengan apa yang disebut “ small left colon syndrome ”
Pemeriksaan manometri anorektal dapat dilakukan dan lebih banyak dipakai Meconium ileusGenetic, occurs in 15% Immediately after Necrotizing Abdominal film; Nasogastric suction,
pada anak yang lebih besar. of newborns with cystic ileus distention, IV fluids, nutrition,
Pemeriksaan histopatologi dari “transanal suction biopsy” merupakan birth; abdominal distention pneumatosis, antibiotics for 10
pemeriksaan penunjang yang dapat menegakkan diagnosa penyakit ini, dan fibrosis, and in days.
biopsi juga dapat dipakai untuk membedakan dengan penyakit “neruronal bilious vomiting air in the portal When perforated,
intestinal dysplasia”, karena kedua penyakit ini memberikan presentasi klinik 1 per 5,000 to 10,000 immediate surgery
yang mirip. Biopsi diambil dari rektum paling tidak sekitar 2-3 cm diatas linea live births
dentata. Pengelolaan dan manajemen post operasi
Necrotizing Cause unknown in 10
Terapi to 12 days after birth,
Begitu diagnosis ditegakkan, intervensi harus segera dilakukan. ileus 2.4 per 1,000 live births Type of obstruction Treatment management
Irigasi kolon dilakukan untuk dekompresi adekuat dan mengurangi resiko distention, vomiting, bloody
enterokolitis. Diversi kolostomi dapat dilakukan untuk dekompresi yang adekuat. Duodenal atresia Diamond- shaped duodeno - duodenostomy
Lokasi kolostomi tergantung level segemen yang terkena. “Definitive pull-through stools
procedures” normalnya dilakukan saat usia 6 sampai 12 bulan. Beberapa
prosedur yang umum dilakukan adalah prosedur dari Swenson, modifikasi Prosedur diagnostik dan manajemen preoperative :
operasi Duhamel, dan modifikasi Soave. 10 % - 20 % penderita post pull-through
mengalami enterokolitis, dan ini memperburuk prognosis. Penyulit lain yang Type of obstruction Diagnostic procedure Preoperative
dapat terjadi adalah bocor dan striktur anastomose. management
and findings interval before Malrotation volvulus Ladd's procedure; with may require a second la
Resume surgery

Penyebab obstruksi intestinal pada neonatus dengan gejala muntah Duodenal Abdominal film, Nasogastric
bilious : suction,
atresia "double-bubble sign " IV fluids; 24 to 48
Type of obstruction Cause and incidence hours Jejunoileal atresia Resection(s) and anastomosis(es)
Age of onset and presentations
Malrotation Upper GI spiral sign Nasogastric
Duodenal atresia Embryogenic; occurs in Few hours after suction,
birth; billious with on ultrasound; abnormal IV fluid; STAT
1 per 5,000 live births; surgery
vomiting, no distention volvulus location of the superior for symptomatic Meconium ileus Enterostomy if complicated ; Gastrografin ene
25% have Down syndrome patients fluids
mesenteric vessels within days for
Malrotation with Incomplete bowel rotation At 3 to 7 days; other
volvulus occurring during 7th to 12th bilious vomiting,
weeks of gestation rapid deterioration Jejunoileal Air-fluid levels on nasogastric suction,
with volvulus atresia abdominal film IV fluids; 12 to 24
hours
Jejunoileal Mesenteric vascular Within 24 hours

Gamaliel sps 19
Necrotizing ileus Resection of necrotic bowel andenterostomy Congenital duodenal Bilious vomiting Gastric Medical conditions Variable Sepsis
distention Plain radiograph Meconium Plug Syndrome
obstruction Trisomy 21 Associated with bilious
Upper GI study Hypothyroidism
vomiting and ileus
Imperforate anus Failure to pass Others
meconium Abdominal
distention Evaluate for VATER syndrome
Prognosis : Bilious vomiting (late) Nonpatent
anus and cardiac anomalies
Type of obstruction Prognosis Daftar Pustaka
Necrotizing enterocolitis High-risk, premature 1. Tracy, F. Thomas Jr ; Neonatal Bowel Obstruction in The Practise of
Duodenal atresia Good unless associated with infant Abdominal General Surgery; WB Saunders; Philadelphia; 2002; p. 911 – 916
serious anomalies distention Plain radiograph 2. Breuer, K. Christoper et al.; Anomalies of Bowel Rotation, Malrotation, and
Bilious vomiting Guaiac-positive stool Midgut Volvulus in The Practise of General Surgery; WB Saunders;
Malrotation with volvulus Good without bowel resection, Contrast studies contraindicated Philadelphia; 2002; p. 918 – 912
difficult with short-gut syndrome 3. Dillon, peter W; Cilley, Robert E; Newborn Surgical Emergencies,
after bowel resection Meconium ileusBilious vomiting Abdominal distention Plain Gastrointestinal anomalies, abdominal wall defects in Pediatric Clinics of
radiograph North America; vol. 4, No. 6, Dec. 1993; p. 1293 – 1307
Jejunoileal atresia Good unless excessive loss of Cystic fibrosis Acholic 4. Touloukian, Robert J ; Intestinal atresia and stenosis in Pediatric Surgery,
bowel meconium Barium enema 2nd Ed. ; WB Saunders; Philadelphia ;1993 ; p.305 – 317
5. Groff, Diller,III ; Malrotation in Pediatric Surgery, 2 nd Ed. ; WB Saunders;
Meconium ileus Depends on the systemic problems Malrotation Full-term, healthy Philadelphia;1993; p.320 – 330
infant No 6. Ismael, Chairul; obstruksi Pada Neonatus; Ropanasuri, Volume 12 No.3,
Necrotizing ileus 25% need surgery(65% survival abdominal distention Plain radiograph Juli 1983.
rate) 75% can be treated Bilious vomiting 7. Abhyankar,A; Corkery, J.J.; Lander A.D; Postoperative Pneumatosis
medically (95% survival rate) Upper GI study Intestinalis in Infants Does Not Automatically Preclude Enteral Feeding;
Journal of Pediatric Surgery, Vol.36, No.12 ; Dec. 2001; p. 1820 – 1822
Barium enema 8. Kimura, Ken ; Bilious Vomiting in Newborn :Rapid Diagnosis of Intestinal
IV = intravenous; GI = gastrointestinal. Obstruction ; American Family Physician. May 2000.
Hirschsprung disease Bilious vomiting Abdominal 9. Oldham, Keith T; Gastrointestinal Disoders, Neonatal Intestinal
distention Barium enema Obstruction ; in greenfild Nyhus Surgery Principle and Practice; CD-R ;
Delayed passage of Trisomy 21 Lippincot Raven Pub.;
NEONATAL INTESTINAL OBSTRUCTION Suction rectal biopsy
meconium
Physical Family history
Examination
Diagnosis History Uncommon causes of
Relevant Studies Neonatal obstruction Variable Incarcerated
Intestinal atresia or hernia Variable
stenosis Bilious vomiting Abdominal (intussusception, Mass
distention Plain radiograph Meckel diverticulum
Acholic meconium duplications)
Barium enema

Gamaliel sps 20
FOTO POLOS ABDOMEN BANDUNG
TEGAK
LEFT LATERAL DUCUBITUS ABSTRAK
DATAR Penanganan operasi pada ambigous genital harus
BARIUM ENEMA dilakukan seawal mungkin (neonatus), segera setelah
SERIAL UPPER GI CONTRAS diagnosis tegak untuk meminimalkan pengaruh
USG psikologis pada orangtua maupun penderita. Tindakan
OBSTRUKSI INTESTINAL PADA NEONATUS CT-SCAN - MRI operasi pada ambigous genital meliputi klitoroplasti,
BIOPSI  HISTOPATOLOGI labioplasti dan vaginoplasti dengan tujuan memperbaiki
KEADAAN GAWAT BISA DARURAT bentuk kosmetik dan sensibel yang baik maupun fungsi
PRESENTASI KLINIK TERGANTUNG genital agar menjadi normal atau mendekati normal.
LETAK OBSTRUKSI : TINGGI- RENDAH YANG DIPERHATIKAN : Tehnik operasi harus memperhatikan : 1. Perdarahan
SIFAT OBSTRUKSI : TOTAL – PARSIAL DISTRIBUSI UDARA yang minimal dan preservasi neurovaskuler untuk suplai
ANATOMI – FUNGSIONAL AIR FLUID LEVEL ke glans, 2. Membentuk klitoris normal dengan
PNEUMATOSIS INTESTINAL / UDARA DI VENA PORTA mengurangi ukuran glans dan panjang korpus
GEJALA UMUM UDARA BEBAS / UJUNG RECTAL POUCH kavernosa, 3. Membentuk labia minora dan labia
MUNTAH : BILIOUS ATAU NON BILIOUS GAMBARAN KALSIFIKASI mayora yang menutupi klitoris, 4. Membentuk vagina
DISTENSI ABDOMEN : TERGANTUNG LETAK OBSTRUKSI PENEBALAN DINDING USUS dengan lumen yang adekuat untuk fungsi seksual
KEGAGALAN KELUARNYA MEKONIUM : > 24 JAM - TIDAK SAMA SEKALI dikemudian hari.
DENGAN KONTRAS : Telah dilakukan operasi klitoroplasti dan labioplasti pada dua kasus
ANAMNESA PENYEMPITAN KOLON
(anak usia 2 dan 5 tahun) dengan diagnosis Female Pseudohermaprodite
RIWAYAT KEHAMILAN PELEBARAN KOLON
LAHIR PREMATUR UJUNG KONTRAS (gender perempuan) dengan hasil baik dan tidak didapatkan komplikasi.
POLIHIDRAMNION Kata kunci : ambigous genital, klitoroplasti
PEMAKAIAN OBAT-OBAT TERTENTU PENYEBAB OBSTRUKSI :
RIWAYAT PENYAKIT HERIDITER ATRESIA DAN STENOSIS INTESTINAL
ATRESIA / STENOSIS DUODENUM, ANULAR PANKREAS PENDAHULUAN
PEMERIKSAAN FISIK MALROTASI, VOLVULUS
KEADAAN UMUM : SEPSIS, STATUS HIDRASI NEC
TERGANTUNG PENYEBAB MECONIUM ILEUS / MECONIUM PLUG SYNDROME Bayi yang lahir dengan kelainan ambigous genital harus segera ditentukan
ABDOMEN : PENYAKIT HIRSCHSPRUNG
MALFORMASI ANOREKTAL jenis kelaminnya (gender), untuk meminimalkan trauma psikis dari penderita
DISTENSI SELURUH
ATAU KUADRAN ATAS DENGAN BAGIAN LAIN TIDAK maupun orangtua. Walaupun angka kejadiannya jarang, pengelolaan ambigous
GAMBARAN USUS DI DINDING ABDOMEN genital lebih kompleks karena memerlukan kerjasama tim ahli (Endokrinologi,
GAMBARAN PERISTALTIK USUS
PERINEUM : Pediatri Sosial, Bedah Anak, Radiologi dan Psikiatri). Pembagian ambigous
ANUS KLITOROPLASTI PADA
genital berdasarkan adanya gonad yang simetris/asimetris dan kromosom
COLOK DUBUR FEMALE PSEUDOHERMAPHRODITE
CACAT KONGENITAL LAIN : marker, adalah:
VACTERL DJENI BIJANTORO, BUSTANUL A. NAWAS, CHAIRUL ISMAEL
SUB-BAGIAN BEDAH ANAK, BAGIAN BEDAH FK-UNPAD/RSUP dr 1. Female Pseudohermaphrodit (gonad simetris dan kromatin pos/flouresen Y
PEMERIKSAAN PENUNJANG HASAN SADIKIN neg)

Gamaliel sps 21
2. Male Pseudohermaphrodit (gonad simetris dan kromatin neg/flouresen Y sel tidak mengandung kromosom seks Y, yaitu 47,XX dan 46,XX. Penderita testis/ovarium ditempat normal atau ektopik , HCG < 2 mIU/ml, hormon
pos) dikelola oleh tim yang terdiri ahli anak( endokrinologi dan pediatri sosial), ahli testosteron 275 ng/dl dan sitogenetik ditemukan sebagian besar populasi sel
3. True hermaphrodit (gonad asimetris dan kromatin pos/flouresen Y neg) bedah anak dan ahli jiwa, disimpulkan sebagai Female Pseudohermaphrodit tidak mengandung kromosom seks Y, yaitu 46,XX. Penderita disimpulkan
4. Mixed gonadal dysgenesis (gonad asimetris dan kromatin neg/flouresen Y (gender perempuan). sebagai Female Pseudohermaphrodite (gender perempuan).
pos)
PROSEDUR OPERASI
Penderita ambigous genital yang sudah ditentukan jenis kelaminnya Insisi dilakukan melingkar 2mm distal korona glans, kemudian
sebagai perempuan, tindakan operasinya meliputi klitoroplasti, labioplasti dan “degloving” batang penis sampai pangkal dan kulit dorsal penis diinsisi pada
vaginoplasti. Operasi klitoroplasti bertujuan untuk kosmetik dengan mengurangi garis tengah( Byar’s flaps) secukupnya (0,5-1cm dari dinding abdomen) untuk
penonjolan dari phalus dan glans yang besar dengan melakukan reseksi korpus menempatkan glans pada mons pubis seperti posisi klitoris yang normal. Insisi
kavernosa atau kombinasi reduksi dan reseksi korpus kavernosa maupun glans, paralel menembus fasia Buck pada dorsal korpus daerah bundel neurovaskuler
sehingga ukurannya seperti klitoris yang normal. Hal penting lain yang harus dipreservasi secara hati-hati dengan mikrodeseksi dari basis glans sampai
diperhatikan adalah preservasi sensasi, mengeliminasi kemungkinan terjadinya bifurkasio korpus kavernosa, sehingga terpisah dari korpus kavernosa dan
ereksi korporal kemudian hari. Vaginoplasti bertujuan membentuk kosmetik direseksi pada batas ini. Basis glans dideepitelisasi, kemudian glans di
dengan lumen yang adekuat dimana nantinya dapat digunakan untuk reaproksimasi dengan sisa korpus dengan jahitan satu-satu menggunakan
berhubungan seks saat dewasa, dan untuk mengeluarkan sekret dari uterus. benang non absorbsi 4-0. Glans yang sudah dideepitelisasi difiksasi pada
daerah mons pubis. Kulit dorsal penis dibuat flap menjadi labia minora yang
LAPORAN KASUS akan menutupi neoklitoris.
KASUS 2
KASUS 1 Pasca operasi penderita dirawat selama 4 hari dengan hasil
Seorang anak umur 5 luka operasi baik, kemudian dipulangkan untuk kontrol di poliklinik bedah
Seorang anak umur 2 tahun dengan keluhan utama kelamin ganda.
tahun dengan keluhan utama kelamin ganda. Anak ke 1 dari seorang ibu 30 anak.
Anak ke 2 dari seorang ibu 24 tahun, kehamilan cukup bulan dan berat badan
tahun, kehamilan cukup bulan dan berat badan lahir 2,9 kg. Sejak lahir GAMBAR.
lahir 3,2 kg. Sejak lahir didapatkan alat kelamin ganda, alat kelamin laki-laki sejak
didapatkan alat kelamin ganda, alat kelamin laki-laki yang makin membesar
usia 4 bulan dirasa makin besar. Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal,
sesuai dengan umur pertumbuhan. Selama ini anak diperlakukan sebagai anak
inguinal tidak ditemukan massa (testis/ovarium), status lokalis genital ditemukan
perempuan. Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal, inguinal tidak
penis panjang 2,5 cm diameter 1 cm, muara orifisium urethra eksterna distal dari
ditemukan massa (testis/ovarium), status lokalis genital ditemukan penis panjang
penis dan didapatkan lubang vagina. Pemeriksaan laboratorium darah dalam
3,5 cm diameter 1,5 cm, muara orifisium urethra eksterna distal dari penis dan
batas normal, pada USG tidak ditemukan gambaran testis pada intra abdomen
didapatkan lubang vagina. Pemeriksaan laboratorium darah dalam batas normal,
maupun inguinal kiri dan kanan, CT scan ditemukan uterus yang kecil dan tidak
pada USG tidak ditemukan gambaran testis pada intra abdomen maupun
ditemukan testis/ovarium ditempat normal atau ektopik , HCG < 2 mIu/ml,
inguinal kiri dan kanan, CT scan ditemukan uterus yang kecil dan tidak ditemukan
hormon testosteron 272 ng/dl dan sitogenetik ditemukan sebagian besar populasi

Gamaliel sps 22
DISKUSI
Tipe dari kelainan
ambigous genital dan
penentuan gender akan
menentukan tidakan operasi
maupun saat operasi yang
ideal untuk mendapatkan hasil yang optimal. Jika didapatkan vagina atau vagina
masuk dalam sinus urogenital dan didistal dari spingter eksterna, operasi reseksi
klitoris atau dikombinasi dengan vaginoplasti dilakukan pada usia antara 3-6
bulan. Pada dua laporan kasus ini penderita didapatkan vagina dan penis (2,5x1
cm dan 3,5x1,5 cm), yang idealnya dioperasi pada usia 3-6 bulan, tetapi
kurangnya informasi dan masalah dana dari orangtua penderita, sehingga
penderita baru dibawa berobat pada usia 2 dan 5 tahun. Orang tua penderita
mengalami tekanan dalam memperlakukan dan mendidik anaknya, walaupun
selama ini anak diperlakukan sebagai anak perampuan.
Operasi klitoroplasti penderita ini hasilnya secara kosmetik baik,
dimana klitoris tertutup labia minora seperti klitoris yang normal, diproksimal dari
orifisium urethra eksterna.
Tehnik klitoroplasti harus dapat digunakan untuk berbagai ukuran Reseksi korpus kavernosus saja kadang kurang memuaskan
glans, preservasi neurovaskuler dari glans yang baik agar sensasinya tetap hasilnya karena dengan mengurangi panjang dari batang penis saja glans masih
normal, mencegah terjadinya priapismus dan penampilan kosmetik yang tetap besar, sehingga secara kosmetik kurang memuaskan. Hutson dan kawan-
memuaskan. Prosedur operasi harus aman untuk dikerjakan pada neonatus, kawan menggunakan tehnik Girth reduction clitoroplasty untuk mengurangi
sehingga pengaruh psikologi terhadap anak dan orangtuanya akan lebih baik. besarnya glans. Tehnik ini dikerjakan dengan melakukan pembelahan (bivalved)
korpus kavernosus dan glans pada bidang koronal, mengurangi 50% korporal
bagian ventral sampai basis korpus.

Gamaliel sps 23
DAFTAR PUSTAKA
1. Donahoe PK, Schnitzer JJ: Ambiguous genetalia. In O’Neill JA,
editor: Pediatric Surgery, 5th, Chicago, 1998, Mosby-Year
Book.
2. Sheldon CA: Intersex State. In Oldham KT, editor: Surgery of
Infants and Children, Philadelphia, 1997, Lippincott-Raven.
3. Aaronson IA: Sexual differentiation and intersexuality. In
Belman AB, editor: Clinical Pediatric Urology, 4 th, London,
2002, Martin Dunitz.
4. Donahoe PK, Powel DM: Treatment of Intersex Abnormalities.
In Ashcraft KW, editor: Pediatric Surgery, 2th, Philadelphia,
1993, WB Saunders.
5. Nonomura K, Kakizaki H: Vaginoplasty with the labioscrotal
flap: a new flap vaginoplasty. In Thuroff JW, editor:
Reconstructive Surgery of the Lower urinary tract in Children,
Oxford, 1995, Isis Medical Media.
6. Hutson JM, Voigt RW, Luthra JM (1991) Girth-reduction
clitoroplastyp-a new technique: experience with 37 patients. J
Pediatr Surg 6: 336-340.

UNDESCENSUS TESTIS
(CRYPTORCHISMUS)

Pendahuluan
Undescensus adalah suatu keadaan dimana testis berhenti di suatu tempat pada
jalur descensus yang normal antara renal dan daerah scrotum. Sedangkan

Gamaliel sps 24
Ektopik testis adalah kelainan letak testis di luar canalis inguinalis dan scrotum, processus vaginalis turun ke scrotum bersama testicle dan kadang –kadang Studi histologi memperlihatkan tidak ada kerusakan epitelium germinativum
menjadi tunika dari gonad. Setelah gonad mencapai scrotum, gubernakulum
dapat di perineum, femoralis maupun di dasar penis. Retraktil testis atau yo-yo dalam 2 th pertama kehidupan pada undescensus testis. Selama th ke 3 terjadi
menjadi struktur yang tidak teridentifikasi. Banyak aspek perkembangan
testis bukanlah suatu undescensus tetapi terjadi penarikan kedalam canalis embriologi dan morfologi testicle yang belum diketahui. penurunan kandungan spermatogonia pada undescensus testis dimana pada
inguinalis oleh reflek cremaster yang hiperaktif, tetapi dapat diturunkan ke dalam testis yang normal terjadi peningkatan baik spermatogonia maupun diameter dari
Mekanisme Turunnya testis
scrotum dengan sedikit manipulasi. Bila dengan pemeriksaan yang seksama kita tubulus yang berlanjut sampai usia 15 th. 14% pada undescensus testis tidak ada
Menurut Hurtles (1984), turunnya testis ke dalam scrotum disebabkan karena:
gagal menemukan testis di dalam canalis inguinalis atau perineum kemungkinan spermatogonia. Penelitian juga menunjukan 52,7% terjadi penurunan
1. Adanya traksi dari gubernakulum dan atau m. Cremaster
testis secara kongenital absent atau mengalami atropi karena terjadi torsi, atau spermatogonia pada testis yang kontralateral. Penelitian secara mikroskop
2. Pertumbuhan differensial dari dinding tubuh yang berhubungan
dapat juga testis terletak di rongga peritoneum berbatasan dengan ring interna. elektron terjadi degenerasi epitelium germinal mulai dari th ke 2 kehidupan,
dengan gubernakulum yang immobile.
meskipun perubahan struktural dari sel leydig sudah terjadi pada tahun pertama,
3. Tekanan intra abdomen yang mendorong testis keluar melalui
Insidensi hal ini mungkin berhubungan dengan suhu abdominal yang meningkat 1,5-20+F
canalis inguinalis yang ditandai dengan membengkaknya
Undescensus Testis 21% terjadi pada bayi prematur, pada bayi yang cukup umur dibanding dengan suhu di dalam scrotum.
gubernakulum.
insidensi 2,7%. Pada anak-anak usia 1 th terdapat 1% Undescensus testis. Testis Peningkatan insidensi dari degenerasi maligna pada undescensus testis
4. Perkembangan dan maturasi dari epididimis
biasanya dapat turun secara spontan dalam tahun pertama kehidupan. merupakan refleksi lainnya bahwa abnormalitas sudah mulai terjadi dari awal.
Undescensus Testis lebih sering mengenai testis sebelah kanan, 10-15% terjadi Secara praktis setiap undescensus testis berhubungan dengan patensi dari
Kegagalan turunnya testis dapat disebabkan karena: processus vaginalis dan beberapa pasien disertai dengan hernia.
bilateral
1. Kegagalan hormonal, gonadotropin yang inadekuat atau sekresi
Diagnosis
testosteron yang inadekuat Diagnosis dari undescensus testis mulai dari tidak ditemukannya 1 atau ke 2
Embriologi
testis di dalam scrotum. Bila sebelumnya ke 2 orang tua penderita mengetahui
2. Disgenesis testis
Testis berasal dari mesonepric ridge di kiri dan kanan, dan turun bawah menuju terdapat ke 2 testis di dalam scrotum kemudian menghilang kemungkinan terjadi
3. Kelainan antomi, misalnya: abnormal gubernakulum, obstruksi ascending testis karena retraktil. Disis lain bila terdapat riwayat bengkak dan
ke rongga retroperitoneal. Dan dalam keadaan normal, testis bergerak ke
nyeri kemungkinan terjadi torsion dan teestis menjadi atropi. Bila testis tidak
canalis inguinalis, obstruksi scrotum.
scrotum pada bulan ketujuh dan delapan dari kehidupan fetus oleh pernah turun hemiscrotum menjadi kecil dan halus. Pemeriksaan tidak boleh
tergesa-gesa dan harus gentle dan anak harus relax, dapat pada posis :
gubernakulum. Gubernakulum ke superior berhubungan dengan ujung proximal
- Supine
Patologi
vas deferen dan ke bagian distal diyakini terbagi menjadi beberapa ekor - Anak dalam posisi sit up, pada testis
Ada bukti bahwa penurunan testis di bawah pengaruh endokrin. Dari penelitian retraktil dapat kembali masuk ke dalam
memanjang ke m. dartos dan fascia di scrotum, fascia colles di perineum dan
scrotum.
bahwa androgen yang dihasilkan oleh sel leydig bertanggung jawab terhadap
tuberkulum pubikum dan crest, ligamentum inguinale dan fascia pada trigonum - Berdiri, anak disuruh mengedan atau batuk,
descensus testis yang normal. Pada Undescensus testis unilateral testis lebih bila testis teraba di dalam canalis inguinalis
femoral.
tetapi tidak dapat dibawa turun ke dalam
kecil dari kontralateral dan memiliki struktur yang abnormal.
Testis turun melalui cincin inguinal externa menuju ke scrotum pada bulan ke scrotum dapat dibuat diagnosis suatu
delapan dan sembilan dari kehamilan. Secara normal testis mengikuti extensi Marshall dan Shermeta juga mengamati struktur yang abnormal ini mempunyai undescensus testis.
dari scrotum, tetapi kadang-kadang mengikuti salah satu dari ekor gubernakulum Pemeriksaan lain palpasi di daerah canalis femoral, perineum untuk menemukan
peranan dalam infertilitas. Penyebab tersering dari Undescensus testis unilateral
menuju lokasi ektopik di perineal, suprapubik atau daerah femoral. Saat itu ektopik testis. Lokalisasi preoperatif dari testis yang tidak teraba dapat ditentukan
gubernakulum membengkak dan memendek, dan menyebabkan testis turun dari adanya defek pada testis itu sendiri sehingga tidak mampu merespon stimulasi dengan USG dan CT scan. Pada USG testis yang berada di inguinal dapat
canalis inguinalis ke dalam scrotum, dengan pengaruh gonadotropin ibu dan dengan mudah di identifikasi tetapi yang terletak lebih dalam biasanya sulit,
dari endokrin atau terjadi blok mekanisme terhadap prosesus descensus.
testosteron dari testis. Dengan makin membesarnya rongga peritoneum, dengan CT scan dapat memperlihatkan testis yang terletak di abdominal. Pda

Gamaliel sps 25
pemeriksaan X-Ray dengan menggunakan venograpi percutaneus dapat
memperlihatkan visualisasi dari plexus pampiniform. Teknik lainnya dengan
laparoskopi untuk menentukan lokasi secara tepat di dalam intra abdomen, juga
berguna untuk identifikasi undifferentiated gonad dan sisa ductus mullerian.
Bila ke 2 testis tidak dapat di palpasi sangat berguna untuk menentukan fungsi
dari testis sebelum explorasi, dapat dikerjakan dengan HCG stimulation test.
Level serum testosteron ditentukan sebelum dan sesudah pemberian HCG
sejumlah 2000 unit/hari selama 4 hari. Jika terdapat gonad yang responsif terjadi
peningkatan testosteron plasma yang dramatis setelah stimulasi yang
merupakan alasan kuat untuk explorasi retroperitoneal dengan membuka rongga
peritoneum untuk menemukan testis.

Pengobatan
Dilaporkan dari uji klinik di Perancis 109 laki-laki dengan unilateral undescensus
testis dan 44 dengan bilateral undescensus testis usia antara 6 bln-5 th, mendapat
3 injeksi dari HCG setiap minggu selama 3 minggu masing-masing dosis berkisar
dari 500-1500 unit , terjadi penurunan ke dalam scrotum pada 12,4% terjadi
perbaikan pada 15,6%, tetapi 72% tidak ada perubahan. Hasil terbaik pada testis
yang terletak di canalis inguinalis, hanya 4% dari abdominal testis yang berhasil.
Dari penelitian ini diperlihatkan angka keberhasilan yang terbatas pada
pengobatan HCG pada anak.
Pemberian hormonal terapi pre operatif dapat meningkatkan ukuran testis dan
meningkatkan aliran darah sehingga hasil operasi menjadi lebih baik.

Jenis uretroplasty

Gamaliel sps 26

Anda mungkin juga menyukai