Anda di halaman 1dari 58

PENDEKATAN TRADISONAL UNTUK

PERUMUSAN TEORI AKUNTANSI

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Akuntansi yang dibina

DRS. Dr. H. Afrizal, SE, M.Si.,Ak.CA.

CITRA DWI RAHMADIANTY

C1CO15012

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JAMBI
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, serta shalawat dan
salam dihaturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah
memberikan petunjuk, pertolongan, dan keteladanan perilaku untuk menyadari
pentingnya ilmu bagi kehidupan ini. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Pendekatan Tradisonal Untuk Perumusan Teori Akuntansi” untuk
memenuhi tugas mata kuliah Teori Akuntansi, dengan harapan dapat bermanfaat
dalam menambah ilmu dan wawasan kita terhadap ilmu pengetahuan dalam hal ini
kaitannya dengan Teori Akuntansi.
Dalam membuat makalah ini,dengan keterbatasan ilmu pengetahuan yang
penyusun miliki, penyusun berusaha mencari sumber data dari berbagai sumber
informasi, dari buku, internet dan media lainnya. Sebagai manusia biasa, penyusun
sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penyusun berharap akan adanya masukan yang membangun sehingga makalah ini
dapat bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun pengguna makalah ini.
Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu, yang sangat membantu
dalam pembuatan makalah ini. Terimakasih kepada bapak DRS. Dr. H. Afrizal, SE,
M.Si.,Ak.CA selaku dosen pengampu matakuliah teori akuntansi dan dosen
pembimbing akademik penulis atas bimbingan dan ilmu pengetahuannya.
Jika dalam penulisan makala ini terdapat kebenaran, penyusun berharap
insyaallah penyusun diberikan dua pahala oleh Allah SWT. Namun jika terdapat
keterbatasan dan kesalahan, penyusun meminta maaf dan mengharapkan saran serta
perbaikan, sehingga bisa membawa mamfaat. Akhirulkalam penyusun mengucapkan
semoga Allah SWT membimbing kita semua dalam naungan kasih dan sayang-Nya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

Jambi, 31 Januari 2018


PENYUSUN,

Citra Dwi Rahmadianty


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan, dan peringkasan transaksi dan
kejadian yang bersifat keuangan dengan cara yang berdaya guna dan dalam bentuk
satuan uang, dan penginterpretasian hasil proses tersebut. Pada perkembangan saat
ini, akuntansi didefinisi dengan mengacu pada konsep informasi bahwa akuntansi
adalah aktivitas jasa. Fungsinya adalah menyediakan informasi kuantitatif, terutama
yang bersifat keuangan tentang entitas ekonomik yang diperkirakan bermanfaat
dalam pembuatan keputusan-keputusan ekonomik, dalam membuat pilihan diantara
alternatif tindakan yang ada.
Definisi ini merujuk akuntansi sebagai suatu “seni” maupun sebagai “aktivitas
jasa” dan secara tidak langsung menyatakan bahwa akuntansi mencakup sekumpulan
teknik yang dianggap bermanfaat untuk suatu bidang tertentu. Para akuntan memiliki
pandangan yang berbeda-beda tentang proses akuntansi dalam menguraikan
perbedaan teori-teori akuntansi. Sebelum menguji pendekatan¬-pendekatan
tradisional dalam perumusan teori akuntansi, akan lebih baik apabila dilakukan
pengujian terhadap beberapa pandangan yang telah membentuk perkembangan
akuntansi keuangan. Pandangan-pandangan tersebut adalah akuntansi sebagai bahasa,
akuntansi sebagai catatan peristiwa yang lalu, akuntansi sebagai realitas ekonomi saat
ini, akuntansi sebagai sistem informasi, akuntansi sebagai komoditas, dan akhirnya,
akuntansi sebagai sebuah ideologi.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam menyusun makalah ini kami menggunakan rumusan masalah sebagai
lingkup pembahasan kami, antara lain:
a. Apa hakikat dari akuntansi?
b. Apa saja metodologi perumusan teori akuntansi?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui hakikat dari akuntansi
b. Untuk mengetahui metodologi perumusan teori akuntansi
BAB II

PEMBAHASAN

Introduction

Various approaches have applied over time to the formulation of an accounting


formulation theory. Some of these approaches are known as “traditional” approaches,
because they are characterized by the absence of a vigorous process of verification in
the attempt to develop an accounting theory. Traditional approaches constitute
conventional research rather than new streams of research that rely on traditional
reasoning to formulate a conceptual accounting framework. Among these approaches
we may distinguish:

1. the non-theoretical approaches;


2. the deductive approach;
3. the inductive approach;
4. the ethical approach;
5. the sociological approach, and
6. the economic approach.

In this assignment, each of these approaches is examined in terms of its


contribution to the accounting formulation theory and in terms of its relative
advantages for accounting the differences theory construction and verification the
nature of an accounting formulation theory and methodologies for the formulation of
an accounting theory.

2.1 The nature of accounting: various images


The Committee on Terminology of the American Institute of Certified Public
Accountants originally defined accounting as follows:

Accounting is the art of recording classifying and summarizing in a


significant manner and in terms of money transactions and events which are in
part at least of a financial character and interpreting the results thereof.1

More recently, accounting has been defined with reference to the concept of
information:

Accounting is a service activity. Its function is to provide quantitative


information, primarily financial in nature, about economic decisions, in
making reasoned choices among courses of action.2

These definitions refer to accounting as either an “art” or a “service activity”


and imply that accounting encompasses a body of techniques that is deemed useful
for certain fields. The Handbook of Accounting identifies the following fields in
which accounting is useful: financial reporting; tax determination and planning;
independent audits: date processing and information systems; cost and management
accounting national income accounting and management consulting.3

Accountants draw on different images of the accounting process to elaborate


different theories of accounting.4 Before examining the traditional approaches to the
accounting formulation theory, it would be useful to examine some of the images that
have shaped developments in financial accounting.

2.1.1 Accounting as an ideology:

Ideologies are world views which, despite their partial and possible crucial
insights, prevent us from understanding the society in which we live and the
possibility of changing it. They are world views correspond to the standpoint
of classes…5

Accounting has been perceived as an ideological phenomenon- as a means of


sustaining and legitimizing the current social, economic and political arrangements.
Karl Marx maintained that accounting perpetrates a form of false consciousness and
provides a means for mystifying rather than revealing the true nature of the social
relationships that form productive endeavor.6 Accounting has also been perceived as
a myth, symbol, and ritual that permits the creation of a symbolic order within which
social agents can interact. Both perceptions are also embodied in the prevalent view
of accounting as an instrument of economic rationality and as a tool of a capitalistic
system.

The perception of accounting as an instrument of economic rationality is best


exemplified by Weber, who defines the formal rationality of economic action as “the
extent of quantitative calculation or accounting which is technically possible and
which is actually applied”. 7 The same point is emphasized well by Heilbroner when
he states that:

Capitalist practice turns the unit of money in a tool of rational cost-profit


calculations, of which the towering monument is double-entry bookkeeping
primarily the product of the evolution of economic rationality; the cost-profit
calculus, in turn reacts on that rationality by crystallizing and defining
numerically, it powerfully propels the logic of enterprise.8

2.1.2 Accounting as a language:

Accounting has been perceived as the Ianguage of business. It is one means of


communicating information about a business.
The perception of accounting as a language is emphasized in most popular
accounting textbooks. For example, Ijiri contends that:

As the language of business, accounting has many things in common with


other languages. The various business activities of a firm are reported in
accounting statements using accounting language, just as news events are
reported in newspapers in the English language. To express an event in
accounting not only does one nm the risk of being misunderstood but also
risks a penalty for misrepresentation, lying or perjury. Comparability of
statements is essential to the effective functioning of a language whether it is
in English or in Accounting. At the same time, language has to be flexible to
adapt to a changing environment.9

What makes accounting a language? To answer this question, let us look at the
potential parallels between accounting and language. 1-lawes defines a language as
follows:

Man’s symbols are not randomly arranged signs which lead to the
conceptualization of isolated and discrete referents. Rather, man’s symbols are
arranged in a systematic or patterned fashion with certain rules governing
their usage. This arrangement of symbols is called a language, and the rules
which influence the patterning and usage of the symbols constitute the
grammar of the language.10

This definition and others indicate that there are two components of a language,
namely symbols and grammatical rules. Thus, the recognition of accounting as a
language rests on the identification of these two components as the two levels of
accounting it may be argued as follows:
1. The symbols or lexical characteristics of a language are the “meaningful”
units or words identifiable in any language. These symbols are linguistic
objects used to identify particular concepts. Symbolic representations do exist
in accounting. Fur example, McDonald identifies numerals and words and
debits and credits as the only symbols accepted and unique to the accounting
discipline.”11
2. The grammatical rules of a language refer to the syntactic arrangements in
any give language. In accounting, grammatical rules refer to the general set of
procedures used that are followed to create all financial data for the business.
Jam establishes the following parallel between grammatical rules and
accounting rules:

The CPA (the expert in accounting) certifies the correctness of the


application of rules as does an accomplished speaker of a language for
the grammatical correctness, of the sentence. Accounting rules
formalize the inherent structure of a natural language.12

Given the existence of these identified components, symbols and grammatical rules
accounting may be defined a priori as a language.

2.1.3 Accounting as a historical record

Generally, accounting has been viewed as a means of providing the history’


of’ an organization and its transactions with its environment. For either the owner or
the shareholders of a company, accounting records provide a history of the manager’s
stewardship of the owner’s resources. The stewardship concept is basically a feature
of the principal agent relationship, whereby the agent is assumed to safeguard the
resources of the principal. The measuring of the stewardship concept ha evolved over
time. Birnberg distinguishes between four periods:
1. The pure custodial period.
2. The traditional custodial period.
3. The asset-utilization period.
4. The open-ended period.13

The first two periods refer to the need for the agent to return the resources intact to
the principal by performing minimal tasks to fulfill the custodial function. In these
two periods, the disclosure of balance sheet data is considered to be adequate. The
third period refers to the need for the agent to provide initiative and insight in using
the assets to conform to agreed plans. In addition to the balance sheet, this period
requires the acquisition of performance-evaluation data on the effectiveness of the use
of the assets. Finally, the open-ended period differs from the asset-utilization period
by providing more flexibility in the use of the assets and allowing the agent to chart
the course of asset utilization. Birnberg elaborates on this last concept as follows: –

This involves not only the initial direction, but also ascertaining the critical
point in time when such directions must be changed. Like strategic control,
the stewardship function requires that a significant degree of responsibility be
assumed by the servant. The task force is probably characterized by a lack of
structure and a significant amount of uncertainty.14

2.1.4 Accounting as current economic reality

Accounting has also been viewed as a means of reflecting current economic


reality. The central thesis of advocates of this view is that both balance sheets and
income statements should be based on a valuation basis that is more reflective of
economic reality than historical costs. The method considered to be most reflective of
economic reality focuses on current and future prices rather than on historical prices.
The main objective of this image of accounting is the determination of true income, a
concept that reflects the change in the wealth of the firm over a period of time. Which
methods best measure the economic values of assets and liabilities and the related
measurement of income is a theoretical and empirical question that has generated the
most prolific debate in the accounting literature. In Chapters 12-14 we will elaborate
on the relative advantages and limitations of some ‘of the asset-valuation methods
proposed.

2.1.5 Accounting as an information system

Accounting has always been viewed as an information system. It is assumed to be a


process that links an information source or transmitter (usually the accountant), a
channel of communication, and a set of receivers (external users). Basically; when
considered as a process of communication, accounting can best be defined as “the
process of encoding observations in the language of the accounting system, of
manipulating the signs and the statements of the system and decoding and
transmitting the result”. This view of accounting has important conceptual and
empirical overtones. First, it assumes that the accounting system is the only formal
measurement system in the organization. Second, it raises the possibility of designing
an optimal accounting system capable of providing useful information (to the user).
The behavior of the sender is important in terms of both the reaction to the
information and the use made of the information. Both behaviors are the subject of
conceptual and empirical research in the field of behavioral accounting. The
superiority of the image of accounting as an information system is stated as follows:

Alternative accounting systems need no longer be justified in terms of their


ability to generate “true income” or on the faithfulness with which they
represent history. As long as the different users find the information useful,
the utility of the system can be established.

2.1.6 Accounting as a commodity


Accounting is also viewed as a commodity that results from an economic activity. It
exists because specialized information is in demand and accountants are willing and
capable of producing it. As a public commodity, accounting provides ideal ground for
regulation, making an impact on public policy and monitoring of all types of
contracts between the organization and its environment. The choice of accounting
information and/or accounting technique then may have an impact on the welfare of
various groups in society As a result; there is a market to accounting information with
its derived demand and supply. This image of accounting as a commodity is having
and will continue to have a profound impact on accounting thought and research. For
example:

The emergence of the image of accounting as a commodity again provides a striking


example of the manner in which accounting thought reflects its social content. It has
arisen in an era of mushrooming regulation and increasing concern with the public
interest in a situation of scarce resources and many competing demands. It has
provided the rationale for accounting policies which seek to aid the allocation of
resources in the service of the public interest.

2.1.7 Accounting as mythology

Accounting may be viewed as a mythology or symbolic ritual. Accounting


creates myths that create myths that are an easy way to understand the world
economy and explain complex phenomena. Through accounting, a complex economic
phenomenon is translated for the user in an easier and understandable way, thus
creating more myth than reality. As a result, the collection of accounting information
becomes an expected ritual and is intended to show that intelligent choices have been
made and that there is a commitment to systematically implement the accounting
information on decisions. A symbolic use of accounting information becomes an
appropriate managerial behavior. As stated by Martha Feldman and James March:

Information gathering provides a ritual assurance that a correct attitude in


decision-making has been made. With such performance scenarios,
information becomes not just a basis for action. Information is a presentation
of competence and inauguration of social value. Orders from information and
information sources increase competence and inspire confidence. The belief
that more information will show a better decision raises a belief that owning
the information itself is good and that a person or organization with more
information is better off than someone or organization with little information.
So leveraging and using information in organizations is a performance part for
a decision maker or an organization that is trying to make smart decisions in a
situation where verification of intelligence is highly procedural and
normative. A good decision maker is someone who makes decisions in the
way that good decision-makers do, and decision makers and organizations
standardize their legitimacy with the use of their information.18

2.1.8 Accounting as rationale

Accounting may be viewed as rationale. It may be used to attach meanings to


events and therefore provide a justification for their future occumence. Given the
imprecision and uncer. tainty surrounding most accounting numbers, accounting may
be used as a way of legit imizing their issuance
.Accounting, therefore, provides a shield of guarantee
or a certification of authority to these numbers and provides a rationale for actions to
be based on them, Basically, these are not numbers picked from a hat; they are the
legitimate product or accounting to be used tojustify particular decisions taken.
Rationalization of actions becomes a primary usage of accounting reports. Because
organizational decisions, once made. need to be justified, legitimized, and
rationalized, accounting providesa useful means of action.The development of the
accounting craft followed the need to comoborate organizational actions. This
development was characterized by two tendencies: the increasing institutionalization
of the craft and the growing objectification and abstraction of accounting knowledge,
which provided bases on which one might seek formally to implicate roles that
accounting served.24 The type of rationale that may be provided by accounting
depends on the location of organizational uncertainty Based on a framework
introduced by J Thompson and A.A.Tuden. Burchell nd his associates introduced a
framework outlining the various of rational ization en by of uncertainties. 25 The roles
of accounting practice may (shown in Exhibit 4.1): answer machines providing
structured solutions problems learning machines providing assistance rather than
answer; ammunition machines providing arguments for given positions; machines
providing legitimacy and justification to actions that already have been decided upon.

2.1.9 Accounting as imagery

Accounting may be viewed as imagery. It contributes to a creation of a picture or


an image of an organization. It acts as a picture of the organization through a
selective choice of events and accounts impinging on the organization. The
consequence is the creation of a sense of importance attributed to accounting and of a
particular conception of organiza tional reality.26 A second consequence is that the
image created through selective interpre- tation and representation ofevents in turn
creates a stable and certain environmentandbasis for decision making.
Uncertainty of Objectives

Low High

Answer Ammunition

Low

Machines Machines

Answer Rationalization

High

Machines Machines

Uncertainty Of Cause And Effect

Exhibit 4.1 Uncertainty, decision-making, and the roles of accpounting practice

28
Accounting has also been viewed as financial map-making." The complex
phenomena are mapped into financial statements.The better the representation of
facts, the better the map. The selection of what be represented may. however, rob
the map of its neutrality. As to stated by David Solomons:

Cartographers represent different facts in different ways and match the scale
of their maps to their purpose. Every map represents a selection of a small
portion of available data, for no map could show physical, political,
demographic, climato logical, geological, vegetational and numerous kinds of
data and still be intelligible. The need to be selective in the daua that one
represents does not normally rob the map of its neutrality. although it could.29

2.1.10 Accounting as experimentation

Accounting may be viewed as experimentation. It is flexible enough to


accommodate various situations, adopt new solutions to new problems, and aaapt to
the most complex case. Firms can experiment through the use of different accounting
data, techniques, reports, or disclosure to fit their particular environment and to adapt
to changing circum- stances rather than being constrained or fixated by the same
conventional approaches. Accounting is experimentation mostly when it is voluntary,
innovative, and tentative. It enables one to investigate responses to various
accounting options in terms of their usefulness to various constituencies and to
ascertain the impact of unleaming previous responses and establishing different
behavioral repertoires. As an experiment, accounting allows itself to go through trial
and error phases towards a search for the most contingent olution to a given
environment and a desired response and behavioral repertoire.

The success of accounting as experimentation rests on the likely response of


individuals to data. L A. Boland and GLA, Newman identified the possible responses
ofthree types of individuals to data, depending upon the theories that the individuals
hold conceming what knowledge is and how they should respond to the data: the
30
three types of individuals are the a priorist, the skepticist. and the pessimist. The
response of each one determines the success of accounting as experimentation. These
responses have been adequately described as follows:

An a priorist would form his tastes and beliefs independently of the data
available and would not modify them when new data were revealed. A skeprieist
would have extremely volatile and unstable infonnation unless data were
constantly confirming his prior beliefs. A positivist. on the other hand. would
view data with some objec be willing to modify his tastes or beliefs when new
facts come to light."31

2.1.11 Accounting as distortion

Because accounting is used to control or influence the actions of bothintemal and


extemal users it becomes an ideal target to thoseseekingto manipulate the nature of
the message to be viewed by the user. Four groups of people may affect or be affected
by accounting messages: those subjects whose behavior provides data for accounting
messages. accountants who prepare the data, accountants who examine the data, and
recipients of the data."32 Each of these groups may then be tempted to engage in
dysfunctional rather than normal behavior when it is involved with an accounting
message. The dysfunctional behavior involves sending a dishonest or distorted
message, that is,"one that managements expect to be interpreted in a manner
inconsistent with their actual beliefs about the unob- servable attributes of their
decisions”.33 The incentives to manipulate the message to be received by the internal
or extemal user stem from the need to ensure or believe that certain messages will
yield particular behavior by the intermal or extemal user. This dysfunctional behavior
of manipulating data has been labeled as noise. "34 The methods used to distort the
information system may be classified in the following six broad categories:
smoothing. biasing, focusing, gaming, filtering, and illegal acts."35

Smoothing involves the process of altering the natural or preplanned flow of data
without altering the actual activities of the organization. Biasing involves the process
of selecting the signal most likely to be acceptable and favorable by the sender.
Focusing involves the process of either enhancing or degrading certain aspects of the
information set. Gaming involves the process of selecting activities by the sender so
as to cause the desired message to be sent. Filtering involves the process of selecting
certain favorable aspects of the infor- mation set as worthy of communication through
overcollection, overrepresentation, aggre- gation, withholding, or delaying. Illegal
acts involves the process of falsifying dala and hence violating a private or public law
All these information manipulation methods and behavior are caused by the sender in
either he analyvability of the situation or the measurability and verifi held b data.
Exhibit 4,2 illustrates it ability of

High Low

H Biasing
I Very Little Gaming
G Smoothing
H Illegal Acts
(1) (2)

(3) (4)
Biasing
Falsifying
L Filtering
Filtering
O Focusing
Focusing
w
Gaming
Smoothing
Illegal Acts

Belief In Analyzability
Exibit 4.2 Possible information-manipulation behaviour

2.2 THEORY CONSTRUCTION AND VERIFICATION


Although accounting is a set of techniques that can be used in specified fields,
it is practiced within an implicit theoretical framework composed of principles and
practices that have been accepted by’ the profession because of their alleged
usefulness and their logic. These “generally accepted accounting principles” guide the
accounting profession in the choice of accounting formulation theory and in the
preparation of financial statements in a way considered to be good accounting
practice. In response to changing environments, values, and information needs,
generally accepted accounting principles are subject to constant reexamination and
critical analysis, which describes the principles as follows:

Present generally’ accepted accounting principles are the result of an


evolutionary process that can be expected to continue in the future. Changes
may occur at any level of generally accepted accounting principles. Generally
accepted accounting principles change in response to changes in the economic
and social conditions, to new knowledge and technology; and to demands of
users for more serviceable financial information. The dynamic nature of
financial accounting — its ability to change in response to changed conditions
— enables it to maintain and increase the usefulness of the information it
provides.38

The process of accounting formulation theory construction should be


completed by theory verification or theory validation. Machlup defines this process as
follows:

Verification in research and analysis may refer to many things, including the
correctness of mathematical and logical arguments, the applicability of
formulas and equations, the trustworthiness of reports, the authenticity of
documents, the genuineness and paraphrases, the accuracy of historical and
statistical accounts, the corroboration of reported events, the completeness in
the enumeration of circumstances in a concrete situation, the reproducibility
of experiments, the explanatory or predictive value of generalizations.39

Accounting formulation theory therefore, should be the result of both a


process of theory construction and a process of theory verification. A given
accounting theory should explain and predict accounting phenomena: when such
phenomena occur, they should be regarded as verification of the theory. If a given
theory is unable to produce the expected results, it is replaced by a “better” theory.

Scientific theories provide certain “expectations” or “predictions” about


phenomena and, when these expectations occur, they are said to “confirm” the theory.
When unexpected results occur, they are considered to be anomalies which eventually
require a modification of the theory or the construction of a new theory. The purpose
of the accounting formulation theory or the modified theory is to make the
unexpected expected, to convert the anomalous occurrence into an expected and
explained occurrence.

To date, this line of thinking has not been strictly’ followed in accounting.
Instead, two approaches have been used. In the traditional approach to accounting
formulation theory construction, accounting practice and verification are considered
synonymous; in the new approaches to accounting theory construction, attempts are
made to logically or empirically verify the theory In this chapter, we will elaborate on
the nature and contribution of the traditional approaches to accounting theory
construction.

2.3 THE NATURE OF AN ACCOUNTING FORMULATION THEORY

The primary objective of accounting formulation theory is to provide a basis


for the prediction and explanation of accounting behavior and events. A theory is
defined as “a set ‘of interrelated constructs (concepts), definitions, and propositions
that present a systematic view of phenomena: by specifying relations among variables
with the purpose of explaining and predicting the phenomena.

It must be recognized at the outset that no comprehensive theory of accounting


exists at the present time. Instead, different theories have been and continue to be
proposed in the literature. Many of these theories arise from the rise of different
approaches to the construction of an accounting theory or from the attempt to develop
theories of a middle range, rather than one single comprehensive theory. Accounting
theories of a middle range result from differences in the way researchers perceive
both the “users” of accounting data and the “environments” in which the users and
preparers of accounting data are supposed to behave. These divergences led the
American Accounting Association’s Committee on Concepts and Standards (or
External Financial Reports) to conclude that:

1. No single governing theory of financial accounting is rich enough to


encompass the full range of user-environment specifications effectively;
hence,
2. there exists in the financial accounting literature not a theory of financial
accounting, but a collection of theories which can be arrayed over the
differences in user-environment specifications.

Hendriksen therefore defines accounting theory as “a set of broad principles that


(1) provides a general frame of reference by which accounting practice can be
evaluated and (2) guides the development of new practices and procedures”. This
definition allows us to perceive accounting theory as providing a coherent set of
logically-derived principles that serve as a frame of reference for evaluating and
developing accounting practices.

McDonald argues that a theory must have three elements: (1) encoding of
phenomena to symbolic representation, (2) manipulation or combination according to
rules, and (3) translation back to real-world phenomena. Each of these theory
components is found in accounting. First, accounting employs symbolic
representations or symbols; “debit”, “credit”, and a whole terminology are proper and
unique to accounting. Second, accounting employs translation rules; encoding
(symbolic representations of economic events and transactions) is a process of
translation into and out of symbols. Third, accounting employs rules of manipulation;
techniques for the determination of profit may be considered as rules for the
manipulation of accounting symbols.

2.4 METHODOLOGIES FOR THE ACCOUNTING FORMULATION


THEORY

We have now established that an accounting theory’ is possible if(1) it


constitutes a frame ~f reference, as suggested by Hendriksen, and (2) it includes three
elements: encoding of phenomena to symbolic representation; manipulation or
combination according to rules; and translation back to real-world phenomena, as
suggested by McDonald.

As in any other discipline, a methodology is required for the formulation of an


accounting theory. The divergence of opinions, approaches, and values between
accounting practice and accounting research has led to the use of two methodologies
One is descriptive; the other normative.

In the professional world of accounting, the belief is widely held that


accounting is a art that cannot be formalized and that the methodology traditionally
used in the formulation of an accounting theory is an attempt to justify what is by
codifying accounting practices. Such a theory is labeled descriptive accounting or a
descriptive theory of accounting.
The descriptive accounting approach has been criticized by proponents of a
normative methodology. Normative accounting formulation theory attempts to justify
what ought to be, rather that what is. Such a theory is labeled normative accounting or
a normative accounting formulation theory.

Among the descriptive accounting formulation theory are Grady’s “Inventory


of Generally Accepted Accounting Principles for Business Enterprises”, Accounting
Principle Board Statement No. 4, and the works of Skinner and Ijiri. Ijiri’s book
differs from the other attempts to formulate a theory, in that it is ‘not only a
descriptive but also an analytic examination of accounting through (1) a mathematical
inquiry to examine the logical structure, (2) an economic inquiry to examine what is
measured, and (3) a behavioral inquiry to examine how accounting is practiced and
used. A distinction is -made between two different orientations. One, called
operational accounting is aimed at providing useful information for management and
investor decisions, especially’ decisions concerning resource allocation; the other,
called equity accounting, is aimed at reconciling the equities or shareholders and
other interested party’s inside or outside an organization to achieve an equitable
distribution of the proceeds or benefits from operations.

2.5 APPROACHES TO THE ACCOUNTING FORMULATION THEORY

Although there is no single comprehensive theory of accounting, various


accounting theories of a middle range have resulted from the use of different
approaches. For the sake of clarity we will limit our discussion in this chapter to the
traditional approaches to the formulation of an accounting theory. These traditional
approaches have reached a higher level of acceptance and exposure than the new
approaches, which will be presented in Chapters 4, 10, and 11. The traditional
approaches are:

1. Nontheoretical, practical, or pragmatic (informal).


2. Theoretical.
a. deductive;
b. inductive;
c. ethical;
d. sociological;
e. economic;
f. eclectic.

We will examine each of these approaches in the following sections.

2.5.1 Nontheoretical approaches

The nontheoretical approaches are a pragmatic (or practical) approach and


authoritarian approach.

The pragmatic approach consists of the construction of a theory characterized


by its conformity to real-world practices that is useful in terms of suggesting practice
solutions. According to this approach, accounting techniques and principles should be
chosen on the basis of their usefulness to users of accounting information and the;
relevance to decision-making process. Usefulness, or utility, means “that property
which fits something to serve or to facilitate its intended purposes”.52

The authoritarian approach to the accounting formulation theory, which is


employed primarily by professional organizations, consists of issuing pronouncement
for the regulation of accounting practices.

Because the authoritarian approach also attempts to provide practical


solutions, it is easily identified with the pragmatic approach. Both approaches assume
that accounting theory’ and the resulting accounting techniques must be predicated on
the basis of the ultimate uses of financial reports, if accounting is to have a useful
function, In other worlds, a theory without practical consequences is a bad theory.53

The pragmatic and authoritarian approaches have been largely’ unsuccessful


in kaching satisfactory conclusions in their attempts to construct an accounting
theory. For instance, Skinner claims that:

In essence, the pragmatic approach to the development of accounting


principles has been followed by accounting authority in the past, and attempts
to reduce conflicting practices have until recently been extremely cautious and
tentative. It is apparent on the basis of experience that this approach will
never, by’ itself, come close to solving the problem of conflicts in accepted
accounting principles.54

Utility is cited as a main objective of accounting various writers in the


literature, including Fremgen and Prince.55 Mueller also argues that accounting
principles should be developed through a pragmatic approach.56 The practical
attempts should not be discarded simply because they are basically non-theoretical.
Practical approaches are necessary to any theory’ with an operational utility In fact,
pragmatic considerations permeate the field of accounting through the generally
accepted standard of relevance.57

The theory of accounts approach rationalizes the choice of accounting techniques


on the basis of the maintenance of the accounting equations, namely the balance sheet
equation and the accounting profit equation.

The balance sheet equaticrn is usually stated as:

Assets = Liabilities + Owner’s Equity

The accounting profit equation is usually stated as:


Accounting Profit = Revenues — Costs

These two equations in the theory of accounts approach led to the


development of two positions within the standards-setting bodies, namely, a balance-
sheet-oriented position and a profit-oriented position. In any case, the theory of
accounts approach, like the pragmatic and authoritarian approaches, suffers from the
absence of theoretical foundation.

2.5.2 Deductive approach

The deductive approach to the construction of any theory begins with basic
propositions and proceeds to derive logical conclusions about the subject under
consideration. Applied to accounting, the deductive approach begins with basic
accounting propositions or premises and proceeds to derive by logical means
accounting principles development of accounting techniques. This approach moves
from the general (basic propositions about the accounting environment) to the
particular second). If we at this propositions about the accounting consist of both
objectives and postulates, the steps used to derive the deductive approach will
include:

1. Specifying the objectives of financial statements.


2. Selecting the “postulates” of accounting.
3. Deriving the “principles” of accounting.
4. Developing the “techniques” of accounting.

Proper testing of the resulting theory’ is also necessary. According to Popper,


the festing of deductive theories could be carried out along four lines:

First, there is the logical comparison of the conclusions among themselves, by


which the internal consistency of the system is tested. Secondly there is the
investigation of the logical form of the theory with the object of determining
whether it has the character of an empirical or scientific theory; or it is, for
example, tautological. Thirdly, there is the comparison with other theories,
chiefly with the aim of determining whether the theory would constitute a
scientific advance should it survive our various tests, and finally, there is the
testing of the theory by way of empirical applications of the conclusions
which can be derived from it.59

The last step is necessary to determine how the theory stands up to the
demands of practice. If its predictions are acceptable then the accounting formulation
theory is said to be verified or corroborated for the time being. If the predictions are
not acceptable, then the theory is said to be falsified.

2.5.3 Inductive approach

The inductive approach to the construction of a theory begins with


observations and measurements and moves toward generalized conclusions. Applied
to accounting, the inductive approach begins with observations about the financial
information of business enterprises and proceeds to construct generalizations and
principles of accounting from these observations on the basis of recurring
relationship. Inductive arguments are said to lead from the particular (accounting
information depicting recurring relationships) to the general (postulates and principles
of accounting). The inductive approach to a theory involves four stages:

1. Recording all observations.


2. Analysis and classification of these observations to detect recurring
relationships ( likes and similanties )
3. Inductive derivation eneraliaatfons and principles of accounting from
observations that depict recurring relationships
4. Testing the generaIizations..
Unlike the deductive approach of the propositions does not depend on other
propositions, but must be empirically verified. In induction, the truth of the
propositions depends on the observation of sufficient instances of recurring
relationships.

Similarly, we may state that accounting propositions that result from inductive
inference imply special accounting techniques only with more or less high
probability; whereas the accounting propositions that result from deductive inference
lead to specific accounting techniques with certainty

This type of inductive reasoning to derive goals implicit in the behavior of an


existing system is not intended to be pro-establishment to promote the
maintenance of the status quo. The purpose of such exercise is to highlight
where changes are most needed and where they are feasible. Changes
suggested as a result of such a study have a much better chance of being
actually implemented. Good assumptions in normative models or goals
advocated in policy discussions are often stated purely on the basis of one’s
conviction and preference, rather than on the basis of inductive study of the
existing system. This may perhaps be the most crucial reason why so many
normative models or policy proposals are not implemented in the real world.63

It is interesting to note that although the deductive approach starts with general
propositions, the formulation of the propositions is often accomplished by induct
reasoning, conditioned by the author’s knowledge of and experience with accounting
practice. In other words, the general propositions are formulated through an inductive
process, but the principles and techniques are derived by a deductive process. ln
suggests that inductive logic may presuppose deductive logic. It is not surprising,
therefore, that inductive theorists sometimes interpose deductive reasoning and that
deductive theorists sometimes interpose inductive reasoning. It is also interesting to
note that when Littleton, an inductive theorist, and Paton, adeductive theorist,
collaborate, the results are of a hybrid nature, indicating a compromise between the
two approaches.

2.5.4 Ethical approach

The basic core of the ethical approach consists of the concepts of fairness,
justice, equity and truth. Such concepts are D.R. Scott’s main criteria for the
formulation of an accounting theory.65 Scott equates “justice” with equitable
treatment of all interested parties, “truth” with true and accurate accounting
statements without misrepresentation, and “fairness” with fair, unbiased, and
impartial presentation. Accountants since Scott have considered these three concepts
to be equivalent. in contrast, perceives only justice and fairness as ethical norms and
views truth as a value statement.66 The “fairness” concept has become implicitly
ethical; in general, the “fairness” concept implies that accounting statements have not
been subject to undue influence or bias. “Fairness” generally implies that the
preparers of accounting information have acted in good faith and employed ethical
business practices and sound accounting judgment. “Fairness” is a value statement
that is variously applied in accounting. Patillo ranks “fairness” as a basic standard to
be used in the evaluation of other standards, because it is the only standard that
implies “ethical considerations”.67 Spacek goes one step further in asserting the
primacy of the “fairness” concept:

A discussion of assets, liabilities, revenue, and costs is premature and


meaningless until the basic principles that will result in a fair presentation of
the facts in the form of financial accounting and financial reporting are
determined. This fairness of accounting and reporting must be for and to
people, and these people represent the various segments of our society.
Whatever it may connote, fairness has become one of the basic objectives of
accounting. The Committee on Auditing Procedures refers to the criteria of fairness
of presentation” as (1) conformity with generally accepted accounting principles, (2)
disclosure, (3) consistency, and (4) comparability.69 In an unqualified report, the
auditor not only states compliance with generally accepted accounting principles and
generally -accepted auditing standards but also expresses an opinion with the words
“present fairly”. Thus, the conventional auditor’s report reads as follows:

In our opinion, these consolidated financial statements present fairly the


financial position of the company as of June 30, 1998, and the results of its
operations and the changes in financial position for the year then ended in
accordance with generally accepted accounting principles applied on a basis
consistent with that of the preceding year.

2.5.5 Sociological approach

The sociological approach to the formulation of an accounting formulation


theory emphasizes the social effects of accounting techniques. It is an ethical
approach that centers on a broader concept of’ fairness, social welfare. According to
the sociological approach, a given accounting principle or technique is evaluated for
acceptance on the basis of its reporting effects on all groups in society Also implicit
in this approach is the expectation that accounting data will be useful in making
social welfare judgments. To accomplish its objectives, the sociological approach
assumes the existence of “established social values” that may be used as criteria for
the determination of accounting theory.70 It may be difficult to identify a strict
application of the sociological approach to accounting theory construction, due to the
problems associated with determining acceptable “social values” for all people and
with identifying the information needs of those who make welfare judgments.
Bedford says the plays the role of a lubricant, facilitating the functioning of
society in an operational sense. Specifically, measured income is used as a computed
amount to accomplish objectives necessary for the operation of society-

The sociological approach to the formulation of an accounting formulation


theory has centralized to the evolution of a new accounting sub discipline, known as
socioeconomic accounting. The main objective of socioeconomic accounting is to
encourage the business entities the function in a free market system to account for the
impact of their private production activities on the social environment through
measurement, internalization, and disclosure in their financial statements. Over the
years, interest in this sub discipline has increased as a result of the social
responsibility trend espoused by organizations, the government, and the public.

2.5.6 Economic approach

The economic approach to the formulation of an accounting theory


emphasizes controlling the behavior of macroeconomic indicators that result from the
adoption of various accounting techniques. While the ethical approach focuse on a
concept of “fairness” and the sociological approach on a concept of “social welfare”,
the economic’ approach focuses on a concept of “general economic welfare”.
According to the approach, the choice of different accounting techniques depends on
their impact on the national economic good. Sweden is the usual example of a
country that aligns its accounting policies with other macroeconomic policies. More
explicitly the choice of accounting techniques will depend on the particular economic
situation. For example, the last in, first out (LIFO) method will be a more attractive
accounting technique during periods of continuing inflation than the first in, first out
(FIFO) or average cost methods, because LJFO is assumed to produce a lower annual
net income assuming higher, more inflated costs for the goods sold.
The government contested the use of the deferral method on the basis that the
incentive effect of an instrument of fiscal policy. The economic approach and the
concepts of “economic consequences” and “economic reality” have been revived
since the creation of the Financial Accounting Standards Board. Most of the
questions examined during the short life of the Board have been the subject of a
critical examination in terms of the economic consequences of possible
recommendations. Some examples are accounting for research and development, self-
insurance and catastrophe reserves, development-stage companies, foreign currency
fluctuations, leases, the restructuring of troubled debt, inflation accounting and
accounting in the petroleum industry. –

2.6 THE ECLECTIC APPROACH TO THE ACCOUNTING FORMULATION


THEORY

In general, the formulation of an accounting formulation theory and the


development of accounting principles have followed an eclectic approach, or a
combination of’ approaches, rather one o the- approaches presented result of
numerous attempts by individuals and professional and governmental organizations
to participate in the establishment of concepts and principles in accounting. This
eclectic approach has given rise to the new approaches being debated in the literature:
the regulatory approaches, the behavioral approaches, and the event, predictive, and
positive approaches.
2.1 HAKIKAT AKUNTANSI BERBAGAI GAMBARAN
committee on Terminology dari American Institute of Certified Public
Accountants pada awalnya mendefinisikan akuntansi sebagai berikut :

akuntansi adalah seni pencatatan, pengklasifikasian, dan pengikhtisaran,


dengan aturan baku dan dalam satuan uang, transaksi dan peristiwa yang
paling tidak sebagian darinya, memiliki karakter keuabgan, dan selanjutnya
interpretasi atas hasilnya.1

belakangan ini, akuntansi telah didefinisikan dengan referensi pada suatu konsep
informasi:

akuntansi merupakan aktivitas jasa. Fungsinya adalah menyediakan informasi


kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan, mengenai entitas ekonomi yang
dimaksudkan untuk dapat memberikan manfaat dalam pengambilan
keputusan, dan dalam membuat pilihan logis di antara serangkaian tindakan.2

definisi-definisi diatas mengacu kepada akuntansi baik sebagai “seni” maupun


sebagai suatu “aktivitas pelayanan” dan secara tidak langsung menyatakan bahwa
akuntansi mencakup sekumpulan teknik yang dianggap berguna bagi bidang-bidang
tertentu. The Handbook of Accounting menunjukkan bidang-bidang berikut di mana
akuntansi dapat memberikan kegunaannya: pelaporan keuangan; perhitungan dan
perencanaan perpajakan; audit independen; pemrosesan data dan sIstem informasi;
akuntansi biaya dan akuntansi manajemen; akuntansi pendapatan nasional; serta
konsultasi manajemen.3

Para akuntan menggunakan gambaran yang berbeda-beda dari suatu proses akuntansi
dalam menguraikan teori akuntansi yang juga berbeda-beda.4

2.1.1 Akuntansi Sebagai Ideologi


Ideologi merupakan pandangan umum yang terlepas dari wawasannya yang
parsial dan mungkin penting, mencegah kita untuk memahami masyarakat di
mana kita tinggal dan kemungkinan untuk mengubahnya. Hal-hal tersebut
merupakan pandangan umum yang berhubungan dengan titik pandang dari
kelas-kelas...5

Akuntansi dipandang sebagai suatu fenomena ideology (ideology)-sebagai


suatu sarana untuk mempertahankan dan melegitimasi aturan aturan social, ekonomi,
dan politik yang berlaku saat ini. Karl Marx tetap menganggap bahwa akuntansi
memberikan suatu bentuk kesadaran yang salah dan merupakan sarana untuk
membingungkan dan bukannya mengungkapkan hakikat yang sebenarnya dari
hubungan social yang membentuk suatu usaha yang produktif.6 Akuntansi juga telah
dianggap sebagai suatu mitos, symbol, dan ritual yang memungkinkan penciptaan
aturan-aturan simbolis yang mana di dalamnya agen-agen social dapat saling
berinteraksi. Kedua persepsi tersebut juga tercantum juga tertanam dalam pandangan
umum yang melihat akuntansi sebagai instrument dari rasionalitas ekonomi dan
sebagai alat system kapitalis.

Persepsi akuntansi sebagai instrument rasionalitas ekonomi digambarkan


dengan sangat baik oleh Weber, yang mendefinisikan rasionalitas formal dari suatu
tindakan ekonomi sebagai “tingkat sampai sejauh mana perhitungan kuantitatif atau
akuntansi mungkin dilakukan secara teknis dan secara nyata dapat diterapkan.”7 Hal
yang sama juga ditekankan dengan baik oleh Heilbroner ketika ia menyatakan bahwa:

Praktik kapitalis mengubah satuan uang menhadi suatu alat perhitungan


biaya-laba yang rasional yang monument utamanya adalah pembukuan
pencatatan berpasangan (double-entry bookkeeping) … terutama produk dari
evolusi rasionalitas ekonomi; kalkulus biaya-laba, yang selanjutnya bereaksi
terhadap rasionalitas itu sendiri:; melalui pengkristalan dan pendefinisian
secara numeric, dan dengan kuat mendorong logika mengenai perusahaan.8
2.1.2 Akuntansi Sebagai Bahasa

Akuntansi dipandang sebagai suatu bahasa (language) bisnis. Akuntansi


adalah satu alat mengomunikasikan informasi suatu bisnis.

Persepsi akuntansi sebagai suatu bahasa ditekankan dalam banyak buku teks
akuntansi yang paling terkenal. Sebagai contoh, Ijiri berpendapat bahwa:

Sebagai bahasa bisnis, akuntansi memiliki banyak hal yang sama dengan bahasa
lain. Berbagai aktivitas bisnis sebuah perusahaan dilaporkan dalam laporan
akuntansi menggunakan bahasa akuntansi, seperti halnya berita yang dilaporkan
dalam surat kabar dengan bahasa inggris. Dalam menunjukkan suatu peristiwa
dalam akuntansi, seseorang tidak hanya berhadapan dengan risiko tidak
dimengerti tetapi juga risiko menerima hukuman untuk kesalahan penyajian,
kebohongan, atau sumpah palsu. Komparabilitas dari laporan menjadi satu hal
yang penting dalam menjalankan fungsi suatu bahasa secara efektif entah bahasa
inggris maupun bahasa Akuntansi. Pada waktu yang sama, bahasa juga harus
fleksibel untuk dapat beradaptasi terhadap lingkungan yang berubah.9
Persepsi akuntansi sebagai bahasa ini juga diakui oleh profesi akuntansi, yang
menerbitkan bulletin terminology akuntansi. Hal ini juga diakui dalam literature
empiris, yang mencoba untuk mengukur komunikasi dari konsep akuntansi.

Apa yang menjadikan akuntansi sebagai suatu bahasa? Untuk menjawab pertanyaan
ini, mari lihat persamaan potensial antara akuntansi dengan bahasa. Hawes
mendefinisikan bahasa sebagai berikut:

Simbol manusia bukanlah tanda-tanda yang disusun secara acak yang


mengarah kepada konseptualisasi referensi yang terisolasi dan terpisah.
Simbol manusia disusun dalam suatu tata cara sistematis atau terpola dengan
aturan khusus yang mengatur penggunaan simbol membentuk tata bahasa dari
bahasa tertentu.10

Definisi ini dan definisi lainnya menunjukkan bahwa terdapat dua komponen dari
bahasa, yaitu symbol dan aturan tata bahasa. Jadi, pengakuan akuntansi sebagai
bahasa terletak pada identifikasi dari kedua komponen tersebut sebagai dua tingkat
dalam akuntansi. Hal itu mungkin dapat dibuktikan sebagai berikut:

1. Symbol atau karakter leksikal (symbol or lexical characteristicI) dari suatu


bahasa adalah unit-unit atau kata-kata “yang memiliki arti” dan dapat
diidentifikasikan dalam bahasa mana pun. Symbol-simbol ini merupakan
objek linguistic yang digunakan untuk mengidentifikasi konsep-konsep
tertentu. Penyajian secara simbolik memang ada di akuntansi. Sebagai contoh,
McDonald mengidentifikasi angka dan kata secara debit dan kredit sebagai
satu-satunya simbol yang diterima dan unik dalam disiplin ilmu akuntansi.11
2. Aturan tata bahasa (grammatical rules) dari suatu bahasa mengacu pada
peraturan sintaksis pada bahasa apapun. Dalam akuntansi, aturan tata bahasa
mengacu pada sekelompok prosedur umumnya yang digunakan dan diikuti
untuk menciptakan seluruh data keuangan bisnis. Jain membuat persamaan
berikut antara aturan tata bahasa dengan aturan akuntansi:
CPA (ahli dalam akuntansi) mensertifikasi kebenaran dari penerapan
aturan sama halnya dengan ahli bahasa untuk kebenaran tata bahasa
dari kalimat. Aturan-aturan akuntansi merumuskan struktur inheren
dari suatu bahasa baku.12

Dengan adanya komponen-komponen yang teridentifikasi di atas, simbol dan aturan


tata bahasa akuntansi dapat didefinisikan sebagai bentuk awal (a priori) dari suatu
bahasa.
2.1.3 Akuntansi Sebagai Catatan Historis

Umumnya, akuntansi telah dipandang sebagai suatu sarana penyediaan sejarah/


historis (history) suatu organisasi dan transaksi-transaksinya dengan lingkungannya.
Baik bagi pemilik maupun pemegang saham perusahaan, pencatatan akuntansi
menyediakan suatu sejarah kepengurusan manajer terhadap sumber daya pemilik.
Konsep kepengurusan pada dasarnya adalah suatu fitur dari hubungan principal-agen,
di mana agen diasumsikan menjaga sumber daya dari principal. Pengukuran konsep
kepengurusan ini telah berevolusi dari waktu ke waktu. Birnberg membedakannya
menjadi empat periode:

1. Periode pemeliharaan murni (pure custodial period).


2. Periode pemeluiharaan tradisional ( traditional custodial period).
3. Periode utilisasi aktiva (asset-utilization period).
4. Periode terbuka (open-ended period).13

Dua periode pertama mengacu pada kebutuhan agen untuk mengembalikan


sumber daya secara utuh kepada principal dengan melakukan pekerjaan secara
minimal guna memenuhi fungsi pemeliharaan. Dalam dua periode ini, pengungkapan
data neraca dianggap sudah memadai. Periode ketiga mengacu pada kebutuhan agen
untuk memberikan inisiatif dan wawasan dalam menggunakan aktiva untuk
melakukan rencana yang telah disetujui. Sebagai tambahan selain neraca, periode ini
membutuhkan diperolehnya data evaluasi kinerja atas efektivitas penggunaan aktiva.
Terakhir, periode terbuka berbeda dari periode utilisasi aktiva dengan memberikan
fleksibilitas yang lebih tinggi dalam penggunaan aktiva dan memperbolehkan agen
untuk memetakan arah dari utilisasi aktiva. Birnberg menguraikan konsep terakhir ini
sebagai berikut:

Hal ini mencakup tidak hanya arah awal, tetapi juga menentukan tutik waktu
kritis yang menentukian kapan aturan tersebut harus diubah. Seperti pengendalian
strategis, fungsi kepengurusan membutuhkan adanya suatu tingkat tanggungjawab
signifikan yang dijalankan oleh si pelayan. Gugus tugas ini mungkin memiliki
ciri-ciri struktur yang lemah dan sejumlah ketidakpastian yang signifikan. Hal ini
menunjukkan bahwa kita mungkin menemukan system pelaporan kita terjepit
oleh komunikasi. Kebutuhan akan detail di satu sisi dan risiko kompleksitas yang
berlebihan di sisi lain.14

2.1.4 Akuntansi Sebagai Realitas Ekonomi Masa Kini

Akuntansi juga telah dipandang sebagai suatu sarana untuk mencerminkan


realitas ekonomi masa kini (current ecpnomic reality). Tesis utama dari pandangan
ini adalah bahwa baik neraca maupun laporan laba rugi harus didasarkan pada suatu
basis penilaian yang lebih mencerminkan kenyataan ekonomi daripada biaya historis.
Metode yang dianggap paling mencerminkan kenyataan ekonomi berfokus pada
harga masa kini dan masa depan, bukannya pada harga historis. Tujuan utama dari
gambaran akuntansi ini adalah penentuan laba yang sebenarnya, suatu konsep yang
mencerminkan perubahan kesejahteraan perusahaan pada suatu periode waktu.
Metode mana yang paling baik dalam mengukur nilai ekonomis aktiva dan kewajiban
serta pengukuran laba yang terkait adalah pertanyaan teoritis dan empiris yang telah
menimbulkan perdebatan yang paling sering terjadi dalam literature akuntansi.

2.1.5 Akuntansi Sebagai Sistem Informasi

Akuntansi selalu dipandang sebagai suatu sistem informasi (information


system). Akuntansi diasumsikan menjadi suatu proses yang menghubungkan sumber
informasi atau pemancar (biasanya si akuntan), saluran komunikasi, dan serangkaian
penerima (pengguna eksternal). Pada dasarnya, ketika dianggap sebagai suatu proses
komunikasi, akuntansi paling baik didefinisikan sebagai “proses pengkodean
observasi dalam bahasa sistem akuntansi, manipulasi tanda-tanda dan pelaporan
sistem dan penerjemahan serta pengiriman hasilnya.”15 Pandangan akuntansi ini
memiliki konsep penting dan tambahan empiris. Pertama, mengasumsikan bahwa
sistem akuntansi adalah satu-satunya sistem pengukuran formal yang ada
diorganisasi. Kedua, memperbesar kemungkinan perancangan suatu sistem akuntansi
yang optimal dan mampu menyediakan informasi yang berguna (kepada pengguna).
Perilaku pengirim adalah hal yang penting baik dari segi reaksi terhadap informasi
maupun kegunaan dari informasi yang dibuat. Kedua perilaku tersebut merupakan
subjek dari riset yang bersifat konseptual dan empiris di bidang akuntansi perilaku.
Keunggulan gambaran akuntansi sebagai suatu sistem informasi dinyatakan sebagai
berikut:

Sistem akuntansi alternative tidak perlu lagi dijustifikasi dalam hal


kemampuannya untuk menunjukkan “laba yang sebenarnya” maupun
ketepatannya dalam menyajikan sejarah. Selama para pengguna yang berbeda-
beda memperoleh manfaat dari informasi tersebut, maka kegunaan dari sistem
dapat ditentukan.16

2.1.6 Akuntansi Sebagai Komoditas

Akuntansi juga dipandang sebagai suatu komoditas (commodity) yang


merupakan hasil dari suatu aktivitas akonomi. Akuntansi ada karena terdapat
permintaan akan informasi khusus dan akuntan mau dan mampu untuk
menghahsilkannya. Sebagai suatu komoditas public, akuntansi menyediakan dasar
ideal untuk regulasi, memberikan dampak kepada kebijakan public dan mengawasi
seluruh jenis kontrak antara organisasi dengan lingkungannya. Plilhan informasi
akuntansi dan/atau teknik akuntansi selanjutnya mungkin memiliki dampak pada
kesdejahteraan dari berbagai kelompok di masyarakat. Sebagai hasilnya, terdapat
suatu pasar untuk informasi akuntansi yang mendorong adanya permintaan dan
penyediaan. Gambaran akuntansi sebagai suatu komoditas ini telah dan akan terus
memberikan dampak secara mendalam di pemikiran dan riset akuntansi. Sebagai
contoh:
Munculnya gambaran akuntansi sebagai suatu komoditas sekali lagi
menyediakan suatu contoh langsung mengenai cara di mana pemikiran
akuntansi mencerminkan isi sosialnya. Akuntansi telah bangkit dalam suatu
era menjamurnya regulasi dan meningkatnya kepedulian terhadap kepentingan
public dalam situasi sumber daya yang langka dan banyak permintaan yang
saling bersaing. Hal ini telah memberikan pemikiran bagi kebijakan akuntansi
yang mencoba ubr\tuk membantu pengalokasian dari sumber daya dalam
melayani kepentingan public.17

2.1.7 Akuntansi Sebagai Mitos

Akuntansi mungkin dapat dipandang sebagai mitos (mythology) atau ritual


simbolis. Akuntansi menciptakan mitos yang menciptakan mitos yang merupakan
cara mudah memahami dunia ekonomi dan menjelaskan fenomena kompleks. Melalui
akuntansi, suatu fenomena ekonomi kompleks ditierjemahkan bagi para pengguna
dengan cara yang lebih mudah dan dapat dimengerti, sehingga menciptakan lebih
banyak mitos daripada kenyataan. Sebagai akibatnya, pengumpulan informasi
akuntansi menjadi suatu ritual yang diharapkan dan dimaksudkan untuk menunjukkan
bahwa telah dibuat pilihan-pilihan yang cerdas dan bahwa terdapat suatu komitmen
untuk melakukan penerapan secara sistematis dari informasi akuntansi terhadap
keputusan-keputusan. Suatu penggunaan informasi akuntansi secara simbolis menjadi
sebuah perilaku manajerial yang tepat. Seperti yang dinyatakan oleh Martha Feldman
dan James March:

Pengumpulan informasi menyediakan suatu jaminan yang bersifat ritual


bahwa telah dilakukan sikap yang benar dalam pengambilan keputusan.
Dengan skenario kinerja tersebut, informasi tidak hanya menjadi sekadar
dasar untuk tindakan. Informasi adalah suatu penyajian kompetensi dan
pengukuhan dari nilai social. Perintah dari informasi dan sumber informasi
meningkatkan kompetensi dan menginspirasi keyakinan. Kepercayaan bahwa
informasi yang lebih banyak akan menunjukkan keputusan yang lebih baik
menimbulkan suatu keyakinan bahwa memiliki informasi itu sendiri, adalah
baik dan bahwa seseorang atau organisasi dengan lebih banyak informasi
adalah lebih baik jika dibandingkan dengan seseorang atau organisasi dengan
sedikit informasi. Jadi pengumpilan dan penggunaan informasi dalam
organisasi merupakan bagian kinerja bagi seorang pengambil keputusan atau
suatu organisasi yang sedang mencoba membuat keputusan yang cerdas dalam
suatu situasi di mana verifikasi dari kecerdasan sangatlah prosedural dan
normatif. Seorang pengambil keputusan yang baik adalah seseorang yang
membuat keputusan dengan cara seperti yang dilakukan oleh seorang
pengambil keputusan yang baik, dan para pengambil keputusan dan organisasi
membakukan legitimasi mereka dengan penggunaan informasi mereka.18

Beberapa penulis telah melihat terlalu jauh dengan mengklaim bahwa mereka
melihat akuntansi sebagai sarana utama bagi praktik-praktik sihir.19 Seperti ilmu sihir,
akuntansi mencakup sistem nilai yang mengatur tingkah laku manusia dan
menjelaskan kepada manusia ketika terjadi sesuatu yang salah atau benar. Pandangan
ini sama dengan pandangan Graham Clevery yang menyatakan bahwa seluruh
rutinitas akuntansi dan anggaran adalah sejenis upacara keagamaan-seperti tarian
hujan.20 Atas pandangan dari kondisi akuntansi yang menyedihkan ini, telah muncul
tuntutan-tuntutan untuk melakukan studi dan pemahaman atas gambaran dari
akuntansi seperti ini. Trevor Gambling menyatakan:

Tidak diragukan bahwa kelompok masyarakat lain menggunakan alat yang


lain untuk mendapatkan hasil akhir yang sama, sehingga suatu studi atas apa
yang mungkin disebut “antropologi dari akuntan” akan memungkinkan kita
untuk memahami peran yang dimainkan oleh akuntansi dalam masyarakat kita
dan bahkan mungkin memberikan wawasan kepada cara-cara yang lebih tidak
merugikan untuk meraih hasil yang sama. Sebagaimana adanya, akuntansi
bukanlah masalah supernatural, tetapi terlihat seperti mempunyai aktivitas
politik, walaupun ditulis dengan p dalam huruf kecil! Hal ini mungkin terlihat
sebagai suatu kesimpulan yang aneh, terutama bagi para pembaca yang bukan
akuntan profesional. Ada yang mungkin beranggapan bahwa akuntansi
hanyalah masalah ketelitian analisis dan menyeimbangkan buku hingga ke sen
terakhir. Memang benar, tetapi dipandang dari situasi seorang akuntan yang
lebih senior, akuntansi adalah juga masalah tentang menilai sejauh mana dapat
ditekan untuk mengakomodasi kompromi “politik” antara para kolaborator
perusahaan-dan masih tetap dalam kondisi “benar dan wajar.” Pendeknya
akuntan adalah salah seorang yang memungkinkan suatu masyarakat industry
modern dengan demoralisasi nyata dapat berjalan, dengan memastikan bahwa
model dan datanya dapat dianggap sebagai suatu “kebenaran.” Aura
kekaguman dan sedikit kebencian yang dirasakan oleh nonakuntan terhadap
profesi yang menarik ini sangat dapat dimengerti.21

Demikian pula, G.J. Haines, Jr., memandang informasi sebagai suatu


penyajian kenyataan simbolis yang digunakan oleh setiap individu pengambil
keputusan untuk sampai pada suatu keputusan ekonomi.22 Pada dasarnya, akuntansi
mengubah data menjadi informasi melalui pengolahan dan permintaan data dengan
simbol-simbol yang relevan bagi para pengambil keputusan. Akan tetapi, penyajian
simbolis mungkin dapat menjadi suatu penyajian yang lengkap ataupun tidak lengkap
dari selera dan keyakinan pengambil keputusan dengan konsekuensi berikut ini:

Jika penyajian lengkap, maka pengambil keputusan telah dengan baik


menuangkan seluruh persepsinya dan akan bersedia mendelegasikan masalah
pilihannya ke model. Jika tidak lengkap, pengambil keputusan tidak akan mau
mendelegasikan pilihannya ke model, tetapi model tersebut mungkin masih
berguna baginya untuk memprediksi perubahan dalam kegunaannya yang
terjadi akibat berbagai alternatif yang ada. Suatu model yang tidak lengkap
adalah tetap informasi berdasarkan definisi yang telah digunakan untuk esai
ini, walaupun informasi tersebut bukanlah informasi yang sempurna, karena ia
adalah suatu penyajian simbolis yang dapat digunakan oleh seorang individu
sebagai bantuan bagi keputusan ekonomi.23

2.1.8 Akuntansi Sebagai Alasan Logis

Akuntansi mungkin dapat dipandang sebagai suatu alas an logis (rationale).


Akuntansi mungkin digunakan untuk melekatkan makna terhadap peristiwa dan
karenanya menyediakan suatu justifikasi bagi kejadian mereka dimasa mendatang.
Dengan adanya ketidaktepatan dan ketidakpastian yang melingkupi kebanyakan
angka akuntansi, akuntansi mungkin digunakan sebagai suatu cara untuk
melegitimasi pemunculannya. Oleh sebab itu, akuntansi menjadi suatu perisai
jaminan atau sertifikasi otoritas terhadap angka tersebut dan menyediakan suatu
alasan pemikiran atas tindakan yang berdasar pada angka tersebut. Pada dasarnya,
angka tersebut bukanlah angka imajiner, angka tersebut adalah produk sah dari
akuntansi digunakan untuk menjustifikasi pengambilan keputusan tertentu.
Rasionalisasi tindakan menjadi penggunaan utama dari laporan-laporan akuntansi.
Karena keputusan organisasi, sekali dilakukan, perlu untuk dijustifikasi, dilegitimasi,
dan dirasionalisasikan, akuntansi menjadi suatu sarana tindakan yang berguna.
Pengembangan dari keahlian akuntansi mengikuti kebutuhan untuk menguatkan
tindakan organisasi. Perkembangan ini ditandai oleh dua kecenderungan:
meningkatnya pelembagaan keahlian serta tumbuhnya penentuan tujuan dan abstraksi
dari ilmu akuntansi, yang menyediakan dasar bagi seseorang untuk mencoba secara
formal mengimplikasikan peran yang dijalankan oleh akuntansi.24 Jenis alasan
pemikiran yang mungkin disediakan oleh akuntansi bergantung pada lokasi dari
ketidakpastian organisasi. Berdasarkan atas kerangka berfikir yang diperkenalkan
oleh J.D. Thompson dan A.A. Tuden, S. Burchell dan rekan-rekannya
memperkenalkan suatu kerangka pemikiran yang menggarisbawahi berbagai bentuk
rasionalisasi yang diambil oleh akuntansi dalam menghadapi ketidakpastian.25 Peran
praktik akuntansi mungkin menjadi (seperti yang ditunjukkan dalam tampilan 4.1):
mesin penjawab yang menyediakan solusi terstruktur untuk masalah terstruktur;
mesin pembelajaran yang memberikan bantuan dan bukannya jawaban; mesin
amunisi yang memberikan argumentasi untuk posisi-posisi yang ada; mesin
rasionalisasi yang memberikan legitimasi dan justifikasi terhadap tindakan-tindakan
yang telah diputuskan.

2.1.9 Akuntansi Sebagai Perumpamaan

Akuntansi mungkin dipandang sebagai perumpamaan (imagery). Akuntansi


memberikan kontribusi terhadap penciptaan suatu gambaran atau citra dari organisasi.
Akuntansi bertindak sebagai suatu gambaran organisasi melalui peristiwa yang telah
diseleksi dan transaksi yang terjadi di organisasi. Konsekuensinya adalah timbul
perasaan akan pentingnya akuntansi dan konsepsi tertentu mengenai realitas
organisasi. Konsekuensi kedua adalah bahwa gambaran yang diciptakan dari
interprestasi terseleksi dan penyajian beberapa peristiwa selanjutnya menciptakan
suatu lingkungan yang stabil dan pasti serta menjadi dasar dari pengambilan
keputusan. Argumentasinya adalah sebagai berikut :

Interprestasi terdeteksi dan penyajian peristiwa-peristiwa tersebut memaksakan


adanya pembatasan dan karenanya tingkat kepastian yang diyakini dala dunia
dimana organisasi berada yang pada dasarnya terbuka dan tidak pasti.
Pembatasan ddan keepastian relative memungkinkan beberapa pekerjaan dapat
dilakukan, keputusan-keputusan dapat dibuat, interaksi-interaksi dapat terjadi dan
hasil-hasi dapat dievaluasi. Hal-hal tersebut meningkatkan jenis pembelajaran
dan menyediakan suatu landasan yang stabil untuk menginterprestasikan
peristiwa-peristiwa “eksternal.”27

2.1.10 Akuntansi Sebagai Percobaan


Akuntansi dapat dipandang sebagai percobaan (experimentation). Akuntansi
cukup fleksibel untuk mengakomodasi berbagai situasi, mengadaptasi solusi-solusi
baru untuk masalah baru, dan beradaptasi terhadap kasus-kasus yang paling
kompleks. Perusahaan-perusahaan dapat melakukan percobaan melalui pemakaian
data, teknik, laporan, atau pengungkapan akuntansi yang berbeda agar sesuai dengan
lingkungan tertentu yang mereka miliki dan untuk beradaptasi dengan kondisi yang
berubah, dan bukannya terhambat atau terpaku kepada pendekatan konvensional yang
sama. Akuntansi memungkinkan seseorang untuk menginvestigasi respons-respon
yang diberikan terhadap berbagai opsi-opsi akuntansi dilihat dari kegunaannya
terhadap berbagai unsure penyusun dan untuk memastikan dampak dari respon
sebelumnya yang belum dipelajari dan menentukan serangkaian tindakan yang
berbeda-beda. Sebagai percobaan, akuntansi membiarkan dirinya melalui tahap
percobaan dan kesalahan menuju pencarian solusi yang paling kontinjen untuk situasi
yang ada serta berbagai respons dan perilaku yang diharapkan.
Kesuksesan akuntansi sebagai percobaan terletak pada berbagai respons yang
mungkin diberikan oleh para individu terhadap data. LA. Boland dan G.A. Newman
mengidentifikasi tanggapan yang mungkin dari tiga jenis individu terhadap data,
tergantung pada teori-teori yang dianut oleh individu mempertimbangkan
pengetahuan yang ada dan bagaimana mereka seharusnya merespons data tersebut,
tiga jenis individu tadi adalah seorang apriori, seorang skeptic, dan seorang
pestimitis.30 Respon untuk setiap orang menentukan kesuksesan akuntansi sebagai
percobaan. Respon-respon ini telah dideskripsikan dengan baik sebagai beikut :
Seorang yang bersikap apriori akan membentuk selera dan keyakinannya
secara independen terhadap data yang tersedia dan tidak akan
memodifikasinya ketika data yang baru diungkapkan. Seorang yang bersikap
skeptis akan memiliki informasi yang berubah-ubah secara ekstrem dan tidak
stabil kecuali data yang ia terima secara konstan memastikan keyakinan
sebelumnya. Sedangkan orang yang bersifat positif akan memandang data
dengan objektif dan bersedia untuk memodifikasi selera dan keyakinannya
ketika ada fakta-fakta baru yang muncul ke permukaan.31
2.1.11 akuntansi sebagai distorsi

Karena akuntansi digunakan untuk mengendalikan atau memengaruhi tindakan-


tindakan baik dari pengguna internal maupun eksternal, akuntansi menjadi sasaran
ideal bagi pihak-pihak yang mencoba untuk memanipulasi arti dari pesan yang akan
dilihat oleh pengguna. Terdapat empat kelompok yang mungkin memengaruhi atau
dipengaruhi oleh pesan-pesan akuntansi : subjek yang perilakunya memberikan data
bagi pesan-pesan akuntansi, akuntan yang menyiapkan data, akuntan yang memeriksa
data, dan penerima data.32 Masing-masing kelompok tersebut mungkin selanjutnya
tergoda untuk melakukan perilaku disfungsional mencakup pengiriman suatu pesan
yang tidak jujur atau terdistorsi, yaitu “suatu hal yang diharapkan oleh manajemen
untuk diinterprestasikan dengan cara-cara yang tidak konsiste dengan keyakinan
akrual mereka mengenai atribut-atribut yang belum diteliti dari keputusan mereka”. 33
Insentif untuk memanipulasi pesan yang diterima oleh pengguna internal atau
eksternal berasal dari adanya kebutuhan untuk memastikan atau meyakinkan bahwa
pesan tertentu akan menciptakan perilaku tertentu dari pengguna internal atau
eksternal. Tindakan disfungsional berupa manipulasi data ini disebut sebagai
gangguan suara.34 Metode yang digunakan untuk mendistorsi sistem informasi dapat
diklarifikasikan menjadi enam kategori besar berikut ini : perataan atau penghalusan,
pembiasan, pemfokusan, permainan, penyaringan, dan tindakan illegal.35
Perataan atau penghalusan (smoothing) mencakup proses pengubahan arus data
alami atau terencana tanpa mengubah aktivitas actual dari organisasi. Pembiasan
(biasing) mencakup proses pemilihan tanda-tanda yang memilki kemungkinan paling
besar untuk diterima dan dipilih oleh pengirim. Pemfokusan mencakup proses baik
penguatan ataupun pelemahan aspek-aspek tertentu dari sekumpulan informasi.
Permainan (gaming) mencakup proses penyeleksian aktivitas-aktivitas oleh pengirim
sehingga menyebabkan terkirimnya pesan. Penyaringan (filtering) mecakup proses
pemilihan aspek-aspek tertentu yang menguntungkan dari seragkaian informasi yang
sama berharganya dari komunikasi melalui pengumpulan, penyajian, agregasi,
penahana, atau penundaan. Tindakan illegal (illegal act) mencakup proses pemalsuan
data dan akibatnya melanggar hokum privat atau publik.

2.2 PENYTUSUNAN DAN VERIFIKASI TEORI

Walaupun akuntansi adalah kumpulan teknik-teknik yang dapat digunakan di


area-area khusus, akuntansi dipraktikan dalam suatu kerangka teoritis implisit yang
terdiri atas prinsip dan praktik yang telah diterima oleh profesi karena dugaan
kegunaan logika. “Prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum” ini memandu
profesi akuntansi dalam memilih teknik akuntansi dan pembuatan laporan keuangan
dengan cara yang dianggap sebagai praktik akuntansi yang baik. Sebagai respon
terhadap lingkungan, nilai, dan kebutuhan informasi yang berubah, prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum menjadi subjek dari pemeriksaan ulang dan analisis
kritis konstan. Hal ini tercermin dalam APB Statement No.4, yang menggambarkan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
“Prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum saat ini adalah hasil dari suatu
proses yang dievolusi yang dapat diharapkan akan terus berlanjut dimasa
mendatang. Perubahan-perubahan dapat terjadi pada tingkat manapun dari
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum…. Prinsip-prinsip akuntansi yang
berlaku umum berubah sebagai respon terhadap perubahan kondisi ekonomi dan
sosial, terhadap pengetahuan dan teknologi baru, dan terhadap permintaan dari
para pengguna akan informasi keuangan yang lebih tepat melayani. Hakikat
dinamis dari keuangan-kemampuannya untuk berubah sebagai respon dari
kondisi yang berubah-memungkinkannya untuk memelihara dan meningkatkan
kegunaan dari informasi yang diberikan”.
2.3 HAKIKAT TEORI AKUNTANSI
Tujuan utama dari teori akuntansi adalah memberikan basis bagi peramalan dan
penjelasan perilaku dasar peristiwa akuntansi. Harus diakuki sejak awal bahwa
tidak ada teori akuntansi komprehensif yang berlaku pada saat ini. Teori
akuntansi ditingkat menengah berasal dari perbedaan cara penelitian melihat
antara “pengguna” data akuntansi dan “lingkungan” dimana para pengguna dan
pembuat dari data akuntansi seharusnya berperilaku. Perbedaan opini ini
memancing Komite Konsep dan Standar (Committee on Concept and Standar)
dan laporan keuangan Eksternal (External Fincial Report) dari American
Accounting Association untuk menyimpulkan bahwa:
1. Tidak ada satupun teori yang mengatur tentang akuntansi keuangan yang
cukup kaya untuk mencakup secara menyeluruh spesifikasi lingkungan pengguna
dengan efektif, sehingga,
2. Dicantumkan dalam literatur akuntansi keungan bukan sebagai teori
akuntansi keuangan melainkan kumpulan teori-teori yang dapat mengatasi
perbedaan-perbedaan yang terjadi dalam spetifikasi linkungan pengguna.
Ada dua pengecualian yang petut menjadi perhatian kita tentanng teori akuntansi:
1. E.S. Hendriksen menggunakan defenisi dari teori yang dapat diterapkan
dalam akuntansi. Teori akuntansi sebagai “serangkaian prinsip-prisip yang luas
yang (1) memberikan suatu kerangka referensi umum dimana praktik akuntansi
dapat dievaluasi dan (2) memandu perkembangan dari praktik dan prosedur baru.
2. McDonald berpendapat bahwa suatu teori harus memilki tiga elemen: (1)
pengodean fenomena kedalam suatu penyajian simbolis, (2) manipulasi atau
kombinasi yang mematuhi aturan tertentu, dan (3) penerjemahan kembali
kefenomena dunia nyata.

2.4 METODOLOGI DALAM PENYUSUNAN TEORI AKUNTANSI


Seperti dalam ilmu yang lain, dibutuhkan suatu metodologi untuk merumuskan
suatu teori akuntansi. Perbedaan opini, pendekatan dan nilai diantara praktik
akuntansi dan riset akuntansi mengarah pada penggunaan dua metodologi satu
bersifat deskriptif dan yang lainnya berifat normatif.

Dalam dunia akuntansi profesional, ada kepercayaan umum bahwa akuntansi


adalah suatu teori akuntansi yang tidak dapat diformulasikan dan bahwa metodologi
yang digunakan dalam formulasi suatu teori akuntansi secara tradisional adalah usaha
untuk menjustikasikan apa yang terjadi dengan mengoditifakasi praktik-praktik
akuntansi. Teori seperti ini dinamakan akuntansi deskriptif.

Pendekatan akuntansi deskriptif dikritik oleh para pendukung dari metodologi


normatif. Teori akuntansi normatif berusaha untuk menjustifikasikan apa yang terjadi
seharusnya terjadi, bukan apa yang terjadi. Teori seperti ini disebut akuntansi
normatif.

2.5 PENDEKATAN UNTUK PERUMUSAN TEORI AKUNTANSI

Walaupun tidak terdapat teori akuntansi komprehensif tunggal, sebagai teori


akuntansi tingkat menengah telah dihasilkan dari penggunaan berbagai pendekatan
yang berbeda. Untuk kepentingan kejelasan, pendekatan tradisional tersebut adalah:

1. Nonteoritis, praktis, atau pragmatis (informal)


2. Teoritis.
a. Deduktif
b. Induktif
c. Etis
d. Sosiologi
e. Ekonomi
f. Selektif
2.5.1 Pendekatan Nonteoritis

Pendekatan nonteoritis adalah suatu pendekatan pragmatis (atau praktis) dan


pendekatan kekuasaan.

Pendekatan pragmatis terdiri atas penyusunan suatu teori yang ditandai oleh
kesamaannya dengan praktik dunia nyata yang berguna dalam artian memberikan
solusi yang sifatnya praktis.

Pendekatan kekuasaan untuk perumusan suatu teori akuntansi, yang terutama


dipergunakan oleh organisasi profesional, terdiri atas penerbitan pernyataan sebagai
regulasi dari praktik-praktik akuntansi.

Pendekatan teori akun merasionalisasikan pilihan dari tenik-teknik akuntansi


yang berdasarkan atas pemeliharaan akuntansi, yaitu persamaan neraca dan
persamaan laba akuntansi.

Persamaan neraca biasanya dinyatakan sebagai berikut:


Aktiva= Kewajiban + Ekuitas Pemilik
Persamaan Laba Akuntansi biasanya dinyatakan sebagai:
Laba Akuntansi = Pendapatan – Biaya

Dua persamaan dalam pendekatan teori akun ini mengarah kepada


berkembangnya dua posisi terdapat dalam badan penyusun standar, yaitu, posisi yng
berorientasi pada neraca dan posisi beorientasi pada laba. Dalam kasus manapun,
pendekatan teori akun, seperti juga pendekatan pragmatis dan kekuasaan, tidak
memiliki fondasi teoritis.

2.5.2 Pendekatan Deduktif


Pendekatan deduktif dalam penyusunan teori mana pun diawali dengan dalil
dasar dan diterapkan dengan pengambilan keputusan logis mengenai subjek yang
dipertimbangkan. Diterapkan akuntansi, pendekatan deduktif dimulai dengan dalil
akuntansi dasar atau premis dan dilanjutkan dengan menurunkan prinsip-prinsip
akuntansi memulai cara-cara logis yang dipakai sebagai pedoman dan dasar bagi
pengembangan teknik-teknik akuntansi. Langka yang digunakan untuk memperoleh
pendekatan deduktif meliputi:

1. Menentukan tujuan dari laporan keuangan


2. Memilih “postulat” dari akuntansi
3. Menghasilkan “prinsip” dari akuntansi
4. Mengembangkan “teknik” dari akuntansi

2.5.3 Pendekatan Induktif

Pendekatan induktif dalam penyusunan dari suatu teori diawali dengan observasi
dan pengukuran serta berlanjut pada kesimpulan umum. Dalam penerapannya dalam
akuntansi, pendekatan induktif diawali dengan observasi mengenai informasi
keuangan dari perusahaan bisnis dan dilanjutkan dengan menyusun generalisasi dan
prinsip-prinsip akuntansi dari observasi tersebut berdasarkan kepada hubungan yang
berulang kembali. Argumentasi induktif dikatakan didahului oleh kondisi khusus
(informasi yang menggambarkan hubungan yang berulang kali) ke umum (rumus dan
prinsip dari akuntansi). Pendekatan induktif untuk suatu teori mencakup empat tahap:

1. Memcatat seluruh observasi;


2. Menganalisis dan mengklasifikasi observasi ini untuk mendeteksi adanya
hubungan berulang kembali (“seperti” likes dan “kesamaan” similiarities);
3. Penurunan induktif dari generalisasi dan prinsip akuntansi dan observasi yang
menggambarkan hubungan berukang;
4. Menguji generalisasi.
2.5.4 Pendekatan Etis

Inti dasar dari pendekatan etis terdiri dari konsep kewajaran (fairness), keadilan
(justice), ekuitas, (equity) dan kenyataan (truth). Konsep tersebut merupakan criteria
utama dari D.R. Scott untuk perumusan teori akuntansi. Scott menyamakan
“keadilan” dengan perlakuan yang sama kepada seluruh pihak yang berkepentingan,
“kenyataan” dengan laporan akuntansi yang benar dan akurat tanpa kesalahan
penyajian, dan kewajaran dengan jujur, tidak bisa, dan penyajian yang tidak
memihak. Akuntan sejak zaman scott telah menganggap bahwa ketiga konsep ini
adalah sama. Sebaliknya, Yu, hanya menerima keadilan dan kewajaran sebagai norma
dan melihat kenyataan sebagai suatu pernyataan nilai. Arti bahwa laporan akuntansi
tidak menjadi subject dari pengaruh yang tidak sepantasnya atau bias. “kewajaran”
secara umum mengandung arti bahwa pembuat informasi akuntansi telah bertindak
dalam keyakinan yang baik dan menggunakan praktik bisnis yang etis dan
pertimbangan akuntansi yang baik. “kewajaran” adalah suatu pernyataan nilai yang
dipakai dalam akuntansi secara beraneka ragam.
Suatu diskusi mengenai aktiva, kewajiban, pendapatan, dan biaya adalah hal
yang premature dan tdak berarti hingga prinsip dasar yang akan menghasilkan
suatu penyajian yang wajar dari fakta dalam bentuk akuntansi keuangan
ditentukan. Kewajaran dari akuntansi dan laporan ini harus untuk dan kepada
orang, dan orang-orang ini mewakili berbagai segmen dalam komunitas kita.

Kami telah mengaudit neraca konsolidasi XYZ per 30 juni 1998, dan laporan
kosolodasi dari laba rugi, laba dtahan, dan perubahan dalam posisi keungan
untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut. Kami melaksanakan audit
berdasarkan standar audit yang berlaku umum, dan oleh karenanya, mencakup
penyajian dan prosedur lan yang kami anggap perlu sesuai dengan kondisi
yang terjadi.
Menurut opini kami, laporan keuangan konsolidasi telah menyajikan
secara wajar posisi keuangan perusahaan pada tanggal 30 Juni 1998, hasil
usaha dan perubahan dalam posisi keuangan untuk tahun yang berakhir pada
tanggal tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan
diterapkan secara konsisten dengan sebelumnya.

2.5.5 Pendekatan Sosiologi


Pendekatan sosiologi bagi perumusan teori akuntansi menekankan pengaruh
social dari akuntansi. Hal ini merupakan pendekatan etis yang berpusat pada suatu
konsep dari kewajaran lebih luas, kesejahteraan sosiologi, prinsip atau teknik
akuntansi yang ada dievaluasi untuk penerimaan dari dasar pengaruh laporannya
terhadap seluruh kelompok dalam komunitas. Juga tersirat dalam pendekatan ini
adalah adanya ekspektasi bahwa data akuntansi akan berguna dalam pembuatan
pertimbangan kesejahteraan social. Untuk mencapai tujuan pendekatan sosiologi
mengasumsikan keberadaan dari “nilai social baku” yang mungkin digunakan sebagai
criteria untuk menentukan teori akuntansi. Mungkin sulit untuk mengidentifikasi
penerapan yang jelas dari pendekatan sosiologi terhadap penyusunan teori akuntansi,
karena ada masalah yang berhubungan dengan menentukan nilai-nilai social yang
dapat diterima oleh orang dan dalam mengidentifikasikan kebutuhan informasi dari
mereka yang membuat pertimbangan kesejahteraan. Akan tetapi, kita dapat
mengidentifikasi kasus-kasus dimana akuntansi diharapkan untuk melayani suatu
peran social yang berguna. Belkaoui dan Beams dan Fertig, yang antara lain mengacu
kepada perlunya “penginternalisasian” biaya social dan keuntungan social dari
pribadi perusahaan bisnis. Ladd dan Littleton dan Zimmerman membuat beberapa
pernyataan bahwa akuntansi seharunya melayani kepentingan publik dan berevolusi
sebagai antisipasi dari input publik kepemilikan minoritas, dan bahkan prselisihan
diantara kelpmpok. Bedford bergerak selangkah lebih maju lagi dengan berargumen
bahwa maksimalisisasi keadaan social akan berhubungan dengan pengukuran
determinasi pendapatan yang terbaik bagi komunitas.
2.5.6 Pendekatan Ekonomi

Pendekatan ekonomi dalam merumuskan suatu teori akuntansi menekankan pada


pengendalian perilaku indicator-indikator makroekonomi yang dihasilkan oleh adopsi
dai berbagai teknik akuntansi. Ketika pendekatan etiks berfokus pada suatu konsep
kewajaran dan pendekatan sosiologi pada suatu konsep “kesejahteraan social”,
pendekatan ekonomi berfokus pada suatu konsep dari “kesejahteraan ekonomi
umum” berdasarkan pada pendekatan, pilihan dari teknik akuntansi yang berbeda
akan tergantung pada pengaruh mereka pada suatu ekonomi nasional. Swedia adalah
contoh yang biasa dari suatu negara yang menyamakan arah kebijakan akuntansinya
dengan kebijakan ekonomi makri. Secara lebih aksplisit lagi, pilihan teknis akuntansi
akan bergantun pada sistuasi ekonomi khusus.
Criteria umum dipakai dalam pendekatan ekonomi makro adalah secara awal,
bahwa kebijakan dan teknik akuntansi seharusnya mencerminkan “kenyataan
ekonomi” dan yang kedua, bahwa pilihan teknik akuntansi seharunya bergantung
pada “konsekuensi ekonomi”. “kenyataan ekonomi dan “konsekuensi ekonomi”
adalah istilah tepat yang digunakan untuk beragumentasi demi kepentingan
pendekatan ekonomi makro.
Hingga sebelum dibentuknya Financial Accounting Standart Board, pendekatan
ekonomi dan konsep dari “konsekuensi ekonomi” tidak banyak dipakai dalam
akuntansi. Badan professional diharapkan untuk menyelesaikan kontroversi
penyusunan standar apapun dalam konteks dari akuntansi tradisional. Hanya sedikit
orang yang peduli dengan konsekuensi ekonomi dari kebijakan akuntansi. Pada suatu
kasus, perlakuan akuntansi dari kredit pajak investasi menimbulkan suatu perdebatan
diantara Accounting Principle Boards, perwakilan industry, dan administrasi dari
presiden Kennedy, Johnson, dan Nixon. Pemerintah menentang penggunaan metode
penangguhan tersebut atas dasar pemikiran bahwa ia akan mencairkan pengaruh
insentif dari suatu alat kebijakan pajak.
Pendekatan ekonomi dan konsep dari “konsekuensi ekonomi” dan “kenyataan
ekonomi” telah dihidupkan kembali sejak Financial Accounting Standart Boards.
Hamper seluruh pertanyaan yang telah diperiksa selama masa hidup yang singkat
dari dewan telah menjadi subjek dari suatu pemeriksaan kritis dilihat dari segi
konsekuensi ekonomi dari rekomendasi yang mungkin. Beberapa contoh lain
akuntansi untuk penelitian dan pengembangan, asuransi sendiri dan cadangan
bencana alam, perusahaan dalam tahap perkembangan, fluktuasi mata uang asing,
sewa guna usaha, restrukturisasi dari utang bermasalah, akuntansi inflasi dan
akuntansi dalam industry minyak.

2.6 Pendekatan Selektif Untuk Perumusan Teori Akuntansi

Secara umum, perumusan suatu teori akuntansi dan pemgembangan prinsip-


prinsip akuntansi mengikuti pendekatan selektif, atau kombinasi dari berbagai
pendekatan, dan bukannya hanya dari pendekatan yang disajikana disini. Pendekatan
selektif adalah terutama merupakan akibat dari berbagai usaha oleh individu dan
operasional serta organisasi pemerintahan untuk berpartisipasi dalam pematangan
konsep dan prinsip dalam akuntansi. Pendekatan selektif ini telah memberikan
peningkatan kepada pendekatan baru yang sedang diperdebatkan dalam literature:
pendekatan perarutan, pendekatan perilaku, serta pendekatan kejadian, prediksi, dan
posesif.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Conclusions:

The traditional-approach to the accounting formulation theory has employed


either a normative or a descriptive methodology, a theoretical or a non-theoretical
approach, a deductive or an inductive line of reasoning, and has focused on a concept
of “fairness”, “social welfare”, or “economic welfare”. Whatever approach is chosen,
it is important to remember that an accounting theory must be confirmed to be
accepted.

Pendekatan tradisonal terhadap perumusan suatu teori akuntansi telah


menggunakan metodologi norma atau metodologi deskriptif, suatu pendekatan
teoritis atau nonteoritis, suatu bentuk alasan deduktif atau induktif, dan telah berfokus
pada suatu konsep “kewajaran”, “kesejahteraan social”, atau “kesejahteraan eknomi”.
Pendekatan tradisional telah berubah secara perlahan menjadi pendekatan selektif dan
digantikan oleh pendekatan-pendekatan yang lebih baru. Apapun pendekatan yang
dipilih, penting untik diingat bahwa suatu teori akuntansi harus dikonfirmasikan
untuk dapat diterima
DAFTAR PUSTAKA

Belkaoui, Ahmad Riahi. 2004. Accounting Theory. Fifth edition. London: Thomson
Learning.

Belkaoui, Ahmad Riahi. 2006. Accounting Theory.


Edisi ke 5. Terjemahan oleh: Ali Akbar Yulianto, Risnawati Dermauli. Jakarta:
Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai