Oleh Klp 1 :
PROGRAM EKSTENSI
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Seiring berjalannya waktu, teori LMX telah menjadi lebih prespektif dibandingkan
deskriptif, dan dyad telah terpisah ditekankan dengan membedakan hubungan.
Penyulingant eori dapat menjadi keuntungan jika mereka menjadi lebih tepat, lebih hemat,
dan komprehensif. sayangnya, revisiteori LMX Masih memiliki sejumlah kelemahan
konseptual yang membatasi penggunaannya. Versi awal dari teori ini tidak memadai
menjelaskan bagaimana hubungan dyadic berkembang seiring waktu,bagaimana
hubungan dyadic berbeda dari pemimpin saling mempengaruhi, dan bagaimana
hubungan yang dibedakan mempengaruhi kinerja keseluruhan oleh unit kerja pemimpin
itu
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami jenis pertukaran pemimpin
2. Mengetahui dan memahami Teori atribusi beserta pemamparannya
3. Mengetahui dan memahami Teori Kepemimpinan Implisit beserta
pemamparannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Dasar pemikiran dari teori ini adalah bahwa para pemimpin mengembangkan
hubungan pertukaran yang terpisah dengan masing-masing bawahan seperti dua pihak
yang sama-sama mendefinisikan peran dari bawahan. Hubungan pertukara itu biasanya
mengambil satu dari dua bentuk berbeda. Menurut teori tersebut, kebanyakan pemimpin
membuat hubungan pertukaran yang khusus denegan sejumlah kecil bawahan yang
dipercaya yang berfungsi sebagai asisten, letnan, atau penasehat. Graen dan Cashsman
(1975)
Dalam sebuah revisi dari teori LMX, pengembangan hubungan dalam Dyadic
pemimpin-bawahan telah mejelaskan dalam model siklus hidup yang memiliki tiga
kemungkinan tahapan (Graen & Scandure, 1978; Graen & Uhl-Bien, 1991). Hubungan itu
dimulai dengan sebuah tahapan awal dimana pemmpin dan bawahan saling mengevakuasi
motif dan sikap sumber daya masing-masing, dan sumber daya yang akan dipertukarkan,
dan dibangunnya harapan peran bersama.
a).Pengukuran LMX
Cara dimana LMX didefinisikan amatlah beragam dari studi yang satu ke studi lainnya.
Kualitas hubungan pertukaran biasanya diasumsikan melibatkan hal-hal seperti saling
mempercayai, rasa hormat, kasih sayang dukungan dan kesetiaann namun, terkadang LMX
didefinisikan meliputi aspek hubungan yang lainnya (misalnya menegosiasikan ruang
gerak, pengaruh yang bertambah, nilai-nilai bersama) atau sifat individual dari pemimpin
atau bawahan (Schriesheim, castro & Colgiser 1999).
Sebagian besar penelititan mengenai teori LMX, sejak studi-studi awal tahun 1970-an telah
menguji bagiamana LMX berhubungan dengan variabel lainnya.penelitian ini meliputi
sejumlah besar lapangan survei, sejumlah eksperimen, laboratorium, dan dua buah
eksperimen lapangan. Tambah lagi beberapa studi telah menggunakan pengamatan dan
analisis pola komunikasi didalam hubungan LMX yang tinggi terhadap yang rendah
(Fairhurst, 1993; Kramer 1995).
Cukup banyak badan penelitian yang kini menguji hubungan LMX dan hasil seperti
kepuasan dan kinerja bawahan. Badan penelitian ini menemukan bahwa hubungan
pertukaran yang menurun yang mendukung biasanya berkorelasi dengan kejelasan yang
kebih besar, kepuasan yang lebh tinggi, komitmen organisatoris yang lebih kuat, dan
kinerja bawahan yang lebih baik. Dalam sebuah eksperimen lapangan yang lebuh langka
(Graen, Novak & Sammerkamp, 1982; Scandura & Graen 1984), para pemimpin yang
terlatih untuk mengembangkan hubungan pertukaran Yang mendukung dengan para
bawahan mereka memiliki perolehan berikutnya dalam kinerja sasaran dan kepuasan
bawahan mereka. Untuk menggabungkan hasil dari penelitian mengenai hasil, teori ang
telah direvisi ( Graen & Uhl-Bien, 1995) menyertakan saran bahwa pemimpin bahwa
berusaha membuat hubungan pertukaran yang khusus dengan semua bawahan jika
mungkin, bukan hanya dengan beberapa orang yang disukai.
Seiring berjalannya waktu, teori LMX telah menjadi lebih prespektif dibandingkan
deskriptif, dan dyad telah terpisah ditekankan dengan membedakan hubungan.
Penyulingant eori dapat menjadi keuntungan jika mereka menjadi lebih tepat, lebih hemat,
dan komprehensif. sayangnya, revisiteori LMX Masih memiliki sejumlah kelemahan
konseptual yang membatasi penggunaannya. Versi awal dari teori ini tidak memadai
menjelaskan bagaimana hubungan dyadic berkembang seiring waktu,bagaimana
hubungan dyadic berbeda dari pemimpin saling mempengaruhi, dan bagaimana hubungan
yang dibedakan mempengaruhi kinerja keseluruhan oleh unit kerja pemimpin itu.( Dienesh
& Liden 1986; schrieshein et al 1999;vecchio & gobdel 1984). Revisi dari teori itu telah
berupaya untuk memperbaiki sebagian kekurangan ini, tetapi dibutuhkan perbaikan
tambahan.
Teori ini akan ditingkatkan dengan sebuah gambaran jelas mengenai cara hubungan dyadic
berbeda dari seorang pemimpin itu saling mempengaruhi dan mempengaruhi kinerja
kelompok secara keseluruhan. Barang kali terdapat titik diluar hal ini dimana perbedaan
yang meningkat dari hubungan dyadic mulai menciptakan perasaan penolakan diantara
para anggota pertukaran - rendah ( McClane,1991;Yukl,1899 ).
Teori LMX telah hampir ekslusif hanya mengenai hubungan dyadic vertikal. Graen dan
Uhl –Bien (1995) ,mengusulkan agar teori itu dapat diperluas hinga jenis hubugnan dyadic
lainnya, seperti hubungan dengan rekan sejawat atau para anggota dari jaringan informal
seseorang. Sparrowe dan Liden (1997) menyatakan hubungan dyadic berkembang didalam
konteks sosial yang lebih luas. Namun, hanya terdapat sedikit penelitian mengenai proses
pertukaran dalam hubungan dyadic non hierarkis.
Teori atribusi dari Harold Kelley adalah teori atribusi yang paling terkenal diantara
teori atribusi lainnya. Teori atribusi diperkenalkan oleh Fritz Heider (1958) pertama kali
mengenai atribusi kausalitas. Atribusi merupakan proses menyimpulkan motif, maksud,
dan karakterisik orang lain dengan melihat pada perilakunya yang tampak. Hal ini
dikemukakan oleh Baron dan Byrne, 1979:56. Atribusi merupakan salah satu proses
pembentukan kesan. Dimana proses pembentukan kesan ini dapat dilihat berdasarkan
Stereotip, Implict personality Theory, dan Atribusi. Secara garis besar ada dua macam
atribusi, yaitu atribusi kausalitas dan atribusi kejujuran. Heider mengemukakan bahwa
apabila kita mengamati perilaku sosial, maka yang pertama kali harus kita lakukan adalah
menentukan terlebih dahulu apa yang menyebabkannya, yakni faktor situasional atau
personal. Dalam teori atribusi lazim disebut kausalitas eksternal dan internal (Jones and
Nisbett, 1972).
Teori Atribusi Harold Kelley (1972-1973)
Teori Atribusi yang berkembang pada tahun 1960-an dan 1970-an memandang
individu sebagai psikologi amatir yang mencoba memahami sebab-sebab yang terjadi pada
berbagai peristiwa yang dihadapinya. Ia mencoba menemukan apa yang menyebabkan apa,
atau apa yang mendorong siapa melakukan apa. Respon yang kita berikan pada suatu
peristiwa bergantung pada interpretasi kita tentang peristiwa itu. Teori Atribusi yang
dikemukakan oleh Harold Kelley menyatakan bahwa kita menyimpulkan kausalitas
internal maupun eksternal dengan memperhatikan tiga hal, yaitu :
Menurut Teori Kelley ini, apabila ketiga hal itu tinggi, maka seseorang akan melakukan
atribusi kausalitas eksternal.
3.1.2Aplikasi Teori
Seorang mahasiswa, sebut saja namanya Rudi, bertengkar dengan seorang dosen di
kampusnya, begitu pula dengan mahasiswa yang lain. Hal ini menunjukkan konsensus
yang tinggi. Rudi pernah juga bertengkar dengan dosen itu sebelumnya. Hal ini
menunjukkan bahwa konsistensi yang tinggi. Kemudian Rudi tidak bertengkar dengan
dosen yang lain, Rudi hanya bertengkar dengan dosen itu saja. Dalam hal ini maka kita
akan menyimpulkan bahwa Rudi marah kepada dosen itu karena ulah dosen, bukan karena
watak Rudi yang pemarah. Ini sebagai salah satu contoh atribusi kausalitas eksternal yang
merupakan proses pembentukan kesan berdasarkan kesimpulan yang kita tafsirkan atas
kejadian yang terjadi.
Atribusi adalah sebuah teori yang membahas tentang upaya-upaya yang dilakukan
untuk memahami penyebab-penyebab perilaku kita dan orang lain. Definisi formalnya,
atribusi berarti upaya untuk memahami penyebab di balik perilaku orang lain, dan dalam
beberapa kasus juga penyebab di balik perilaku kita sendiri
Sementara menurut Weiner (Weiner, 1980, 1992) attribution theory is probably the
most influential contemporary theory with implications for academic motivation. Artinya
Atribusi adalah teori kontemporer yang paling berpengaruh dengan implikasi untuk
motivasi akademik. Hal ini dapat diartikan bahwa teori ini mencakup modifikasi perilaku
dalam arti bahwa ia menekankan gagasan bahwa peserta didik sangat termotivasi dengan
hasil yang menyenangkan untuk dapat merasa baik tentang diri mereka sendiri.
Teori yang dikembangkan oleh Bernard Weiner ini merupakan gabungan dari dua
bidang minat utama dalam teori psikologi yakni motivasi dan penelitian atribusi. Teori
yang diawali dengan motivasi, seperti halnya teori belajar dikembangkan terutama dari
pandangan stimulus-respons yang cukup popular dari pertengahan 1930-an sampai
1950-an.
Hubungan antara kepercayaan, pada reaksi afektif dan tingkah laku. Penyebab
keberhasilan dan kegagalan menurut persepsi menyebabkan pengharapan untuk terjadinya
tindakan yang akan datang dan menimbulkan emosi tertentu. Tindakan yang menyusul
dipengaruhi baik oleh perasaan individu maupun hasil tindakan yang diharapkan terjadi.
Menurut teori atribusi, keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat dianalisis dalam tiga
karakteristik, yakni :
1. Penyebab keberhasilan atau kegagalan mungkin internal atau eksternal. Artinya, kita
mungkin berhasil atau gagal karena factor-faktor yang kami percaya memiliki asal
usul mereka di dalam diri kita atau karena factor yang berasal di lingkungan kita.
2. Penyebab keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat berupa stabil atau tidak stabil.
Maksudnya, jika kita percaya penyebab stabil maka hasilnya mungkin akan sama
jika melakukan perilaku yang sama pada kesempatan lain.
3. Penyebab keberhasilan atau kegagalan dapat berupa dikontrol atau tidak terkendali.
Faktor terkendali adalah salah satu yang kami yakin kami dapat mengubah diri kita
sendiri jika kita ingin melakukannya. Adapun factor tak terkendali adalah salah satu
yang kita tidak percaya kita dengan mudah dapat mengubahnya.
Merupakan faktor internal yang dapat dikontrol, yakni kita dapat mengendalikan usaha
dengan mencoba lebih keras. Demikian juga factor eksternal dapat dikontrol , misalnya
seseorang gagal dalam suatu lembaga pelatihan , namun dapat berhasil jika dapat
mengambil pelatihan yang lebih mudah. Atau dapat disebut sebagai factor tidak terkendali
apabila kalkulus dianggap sulit kareba bersifat abstrak, akan tetap abstrak, tidak akan
terpengaruh terhadap apa yang kita lakukan.
Menurut Weiner, factor paling penting yang mempengaruhi atribusi ada empat factor yakni
antara lain :
1. Ability yakni kemampuan, adalah factor internal dan relative stabil dimana peserta didik
tidak banyak latihan control langsung.
2. Task difficulty yakni kesulitan tugas dan stabil merupakan factor eksternal yang sebgaian
besar di luar pembelajaran control.
3. Effort yakni upaya, adalah factor internal dan tidak stabil dimana peserta didik dapat
latihan banyak control.
4. Luck yakni factor eksternal dan tidak stabil dimana peserta didik latihan control sangat
kecil.
Untuk memahami seseorang dalam kaitannya dengan suatu kejadian, Weiner menunjuk
dua dimensi yaitu :
a. Dimensi internal-eksternal sebagai sumber kausalitas
b. Dimensi stabil-tidak stabil sebagai sifat kausalitas
INTERNAL EKSTERNAL
KEBETULAN
(CHANCE)
KESEMPATAN
(OPORTUNITY)