1 PLACENTA PREVIA
Pengertian
Artinya placenta previa ialah placenta yang ada di depan jalan lahir (prae= didepan;
vias=jalan). Jadi yang dimaksud ialah placenta yang implantasinya tidak normal
ialah rendah sekali hingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum
Implantasi plasenta yang normal ialah pada dinding depan atau dinding belakang
rahim di daerah fundus uteri.
Epidemiologi
Insidens plasenta previa sekitar 1 dari 500 kelahiran hidup dan yang terjadi pada
trimester II (16-20 minggu) sekitar 5%. Sekitar 90% kejadian plasenta previa ini
ditindaklanjuti dengan terminasi per abdominam.
Berdasarkan data kelahiran di Amerika Serikat pada tahun 2001, kejadian
plasenta previa adalah 1 dari 305 persalinan (Martin and co workers, 2002). Sekitar
93.000 persalinan di Nova Scotia, Crane dkk (1999) menemukan insidens 0,33 %
(1 dari 300). Di Parkland Hospital, insidennya adalah 0,26 % (1 dari 390) untuk
lebih dari 169.000 persalinan selama 12 tahun terakhir.
ETIOLOGI
Penyebab pasti plasenta previa masih belum bisa dipastikan. Beberapa hipotesis
menyatakan bahwa kondisi berikut berkaitan dengan terjadinya plasenta previa :
adanya jaringan parut pada endometrium (uterus), seperti pada bekas operasi
cesar atau aborsi.
Riwayat kehamilan yang berjarak dekat
Wanita yang berumur kurang dari 20tahun mempunyai resiko paling tinggi.
Resiko akan meningkat pada wanita diatas 30tahun.
plasenta yang besar seperti pada kehamilan kembar (gemelli) atau
erythroblastosis.
bentuk uterus yang abnormal
pembentukan plasenta yang abnormal
kemungkinan pada wanita yang merokok atau menggunakan cocain
PATOFISIOLOGI
Plasenta previa terjadi akibat gangguan implantasi karena vaskularisasi
endometrium yang abnormal yang terkait dengan atropi dan scaring akibat trauma
atau inflamasi. Hal ini menyebabkan implantasi embrio pada segmen bawah rahim.
Perumbuhan plasenta menyebabkan plasenta menutupi cervix. Normalnya plasenta
berimplantasi di fundus uteri dan aliran darah di fundus lebih baik dari segmen
bawah uterus. Adanya implantasi abnormal dapat diakibatkan jaringan parut / skar
pada uterus dan kerusakan pada uterus. Vaskularisasi yang berkurang atau
perubahan atropi pada desidua akibat persalinan yang lampau dapat menyebabkan
plasenta previa, dimana plasenta yang letaknya normal akan memperluas
permukaannya sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan
lahir.
Penatalaksanaan
Penanganan Pasif
Cara Persalinan
1. Persalinan Pervaginam
2. Persalinan perabdominan, dengan seksio sesarea.
Referensi
Pengertian
Pada jenis terbuka, darah keluar dari ostium uteri, umumnya hanya sebagian dari
plasenta yang terlepas dan komplikasi yang diakibatkan umumnya tidak berat.
Kadang-kadang, plasenta tidak lepas semua namun darah yang keluar terperangkap
dibalik selaput ketuban (relativelly concealed)
Etiologi
Faktor pencetus :
Patofisiologi
Oleh karena didalam uterus masih terdapat produk konsepsi maka uterus tak
mampu berkontraksi untuk menekan pembuluh yang pecah tersebut. Darah dapat
merembes ke pinggiran membran dan keluar dari uterus maka terjadilah perdarahan
yang keluar ( revealed hemorrhage)
1. Terjadi efusi darah dibelakang plasenta dengan tepi yang masih utuh
2. Plasenta dapat terlepas secara keseluruhan sementara selaput ketuban masih
menempel dengan baik pada dinding uterus
3. Darah dapat mencapai cavum uteri bila terdapat robekan selaput ketuban
4. Kepala janin umumnya sangat menekan SBR sehingga darah sulit keluar
5. Bekuan darah dapat masuk kedalam miometrium sehingga menyebabkan
uterus couvellair
Gejala klinik tergantung pada luas plasenta yang terlepas dan jenis pelepasan
plasenta (concealed atau revealed)
30% kasus, daerah yang terlepas tidak terlalu besar dan tidak memberikasn gejala
dan diagnosa ditegakkan secara retrospektif setelah anak lahir dengan
terlihatnya hematoma retroplasenta
Bila lepasnya plasenta mengenai daerah luas, terjadi nyeri abdomen dan uterus yang
tegang disertai dengan :
Bila separasi plasenta terjadi dibagian tepi, iritabilitas uterus minimal, dan tidak
terdapat tanda-tanda uterus tegang atau gawat janin. Perdarahan yang terjadi
biasanya tidak terlampau banyak ( 50 – 150 cc) dan berwarna kehitaman.
Penatalaksanaan
2. Terapi Ekspektatif
Pada umumnya bila berdasarkan gejala klinis sudah diduga adanya
solusio plasenta maka tidak pada tempatnya untuk melakukan satu tindakan
ekspektatif.
3. Persalinan Pervaginam
Indikasi persalinan pervaginam adalah bila derajat separasi tidak
terlampau luas dan atau kondisi ibu dan atau anak baik dan atau persalinan
akan segera berakhir.
a. Setelah diagnosa solusio plasenta ditegakkan maka segera lakukan
amniotomi dengan tujuan untuk :
b. Segera menurunkan tekanan intrauterin untuk menghentikan perdarahan
dan mencegah komplikasi lebih lanjut (masuknya thromboplastin
kedalam sirkukasi ibu yang menyebabkan DIC)
c. Merangsang persalinan ( pada janin imature, tindakan ini tak terbukti
dapat merangsang persalinan oleh karena amnion yang utuh lebih efektif
dalam membuka servik)
Referensi
1.3 ABORTUS
Pengertian
1. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-
faktor mekanis atau medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor
alamiah.
e. Missed abortion adalah keadaan dimana janin sudah mati tetapi tetap
berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.
Etiologi
a. Kelainan kromosom
3. Faktor maternal
Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan abortus meliputi:
Patofisiologi
bentuknya, janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus,
maserasi atau fetus papi raseus. Pada abortus imminens peristiwa terjadinya
perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi
masih dalam uterus dan tanpa adanya dilatasi serviks. Diagnosis abortus imminens
ditentukan karena pada wanita hamil terjadi perdarahan melalui ostium uteri
eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar sebesar
tuanya kehamilan, serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif. Pada
beberapa wanita hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid yang
semestinya datang jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini disebaban oleh
penembusan villi korialis kedalam desidua, pada saat implantasi ovum. Perdarahan
implantasi biasanya sedikit, warnanya merah dan cepat berhenti mules-mules.
Referensi
1. WHO dkk. 2016. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan dasar dan rujukan. Jakarta: USAID KEMENKES RI
Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya
adalah:
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati , tetapi
terlambat dikeluarkan.
2. Imunoselektif dari tropoblast.
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah.
4. Paritas tinggi.Kekurangan protein.Infeksi virus dan faktor kromosom yang
belum jelas
Patofisiologi
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.
2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit
trophoblast
Teori missed abortion
Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredaran
darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya
terbentuklah gelembung-gelembung.
Teori neoplasma dari Park
Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang
abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi
sehigga timbul gelembung.
Studi dari Hertig
Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa
semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau
tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya
sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan
trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan
cairan.
Tanda gejala
Adanya tanda-tanda kehamilan disertai perdarahan. Perdarahan ini
biasintermitten sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga
menyebabkan syokatau kematian. Karena perdarahan ini maka umumnya
penderita mola hidatidosa masuk rumah sakit dalam keadaan anemia.
Hiperemesis gravidarum.
Tanda-tanda pre eklampsia pada trimesteer I.
Tanda-tanda tirotoksikosis.
Kista lutein unilateral / bilateral.
Umumnya uterus lebih besar dari usia keehamilan.
Tidak dirasakan adanya tanda-tanda gerakan janin, balotemen negative
kecuali pada mola parsial.
Amenore
Pengeluaran gelembung mola
Penatalaksanaan
Penanganan
1. Perbaikan Keadaan Umum
Koreksi dehidrasi
Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 gr% atau kurang)
Bila ada gejala pre eklampsia dan hiperemesis gravidarum, diobati
sesuai dengan protokol penanganan di bagian obstetri & ginekologi.
Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis, dikonsul ke bagian penyakit
dalam.
2. Kuretase
Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan
darah rutin, kadar beta HCG dan foto toraks) kecuali bila jaringan mola
sudah keluar spontan.
Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan
laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.
Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan pasang
infus dengan tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc dektrose 5%.
Kuretase dilakukan 2 kali dengan intervval minimal 1 minggu.
Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA.
3. Histerektomi
Syarat melakukan histerektomi adalah :
umur ibu 35 tahun atau lebih.
Sudah memiliki anak hidup 3 orang atau lebih.
4. Pemeriksaan Tindak Lanjut
Lama pengawasan 1-2 tahun
Selama pengawasan, pasien dianjurkan unntuk memakai kontrasepsi
kondom, pil kombinasi atau diafragma. Pemeriksaan fisik dilakukan
setiap kali pasien datang untuk kontrol.
Pemeriksaan kadar beta HCG dilakukan seetiap minggu sampai
ditemukan kadarnya yang normal 3 kali berturut-turut.
Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan settiap bulan sampai ditemukan
kadarnya yang normal 6 kali berturut-turut.
Bila telah terjadi remisi spontan (kadaar beta HCG, pemeriksaan
fisik, dan foto toraks semuanya normal) setelah 1 tahun maka pasien
tersebut dapat berhenti menggunakan kontrasepsi dan dapat hamil
kembali.
Bila selama masa observasi, kadar beta HCG tetap atau meningkat
dan pada pemeriksaan foto toraks ditemukan adanya tanda-tanda
metastasis maka pasien harus dievaluasi dan dimulai pemberian
kemoterapi.
Referensi
1. Cunningham, F. Gary [et.al..]. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC
2. Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP – SP
3. Varney, helen. 2006. Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta : EGC
Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar rahim (uterus).
Hampir 95% kehamilan ektopik terjadi di berbagai segmen tuba Falopii, dengan
5% sisanya terdapat di ovarium, rongga peritoneum atau di dalam serviks. Apabila
terjadi ruptur di lokasi implantasi kehamilan, maka akan terjadi keadaan perdarahan
masif dan nyeri abdomen akut yang disebut kehamilan ektopik terganggu.
Ketegangan abdomen ─
Faktor Predisposisi
Patofisiologi
Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah
dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan
embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi
tuba itu. Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal ini yaitu :
Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya
pada kehamilan muda. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma
koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam
rongga perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan
kematian.
a. Abortus Tuba
Perjalanan Lebih Lanjut dari Abortus Tuba
Terjadi pada 65% kasus dan umumnya terjadi implantasi didaerah fimbriae dan
ampula.
Berulangnya perdarahan kecil pada tuba menyebabkan lepasnya dan yang diikuti
dengan kematian ovum.
b. Ruptur Tuba
Perjalanan Lebih Lanjut Ruptur Tuba
Terjadi pada 35% kasus dan seringkali terjadi pada kasus kehamilan ektopik
dengan implantasi didaerah isthmus.
Pada keadaan ini trofoblast menembus lebih dalam dan seringkali merusak
lapisan serosa tuba, ruptura dapat berlangsung secara akut atau gradual .
Bila ruptur terjadi pada sisi mesenterik tuba maka dapat terjadi hematoma
ligamentum latum.
Pada kehamilan ektopik pars interstitisialis, ruptura dapat terjadi pada usia
kehamilan yang lebih “tua” dan menyebabkan perdarahan yang jauh lebih
banyak.
Penatalaksanaan
a. Tatalaksana Umum
Restorasi cairan tubuh dengan cairan kristaloid NaCl 0,9% atau Ringer Laktat
(500 mL dalam 15 menit pertama) atau 2 L dalam 2 jam pertama.
Segera rujuk ibu ke rumah sakit.
b. Tatalaksana Khusus
Segera uji silang darah dan persiapan laparotomi (lihat lampiran A.20).
Saat laparotomi, lakukan eksplorasi kedua ovarium dan tuba fallopii:
o Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi (eksisi
bagian tuba yang mengandung hasil konsepsi)
o Jika terjadi kerusakan ringan pada tuba, usahakan melakukan
salpingostomi untuk mempertahankan tuba (hasil konsepsi dikeluarkan,
tuba dipertahankan)
Sebelum memulangkan pasien, berikan konseling untuk penggunaan
kontrasepsi. Jadwalkan kunjungan ulang setelah 4 minggu. Atasi
anemia dengan pemberian tablet besi sulfas ferosus 60 mg/hari selama 6
bulan.
Etiologi
Referensi
WHO dkk. 2016. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar
dan rujukan. Jakarta: USAID KEMENKES RI
Taber Ben-Zoin. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. EGC.
Jakarta