Anda di halaman 1dari 23

1.

1 PLACENTA PREVIA

Pengertian

Artinya placenta previa ialah placenta yang ada di depan jalan lahir (prae= didepan;
vias=jalan). Jadi yang dimaksud ialah placenta yang implantasinya tidak normal
ialah rendah sekali hingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum

Implantasi plasenta yang normal ialah pada dinding depan atau dinding belakang
rahim di daerah fundus uteri.

Plasenta previa dibagi menjadi 3

1. Placenta praevia totalis : seluruh ostium tertutup oleh placenta


2. Placenta praevia lateralis : hanya sebagian dari ostium tertutup oleh placenta
3. Placenta praevia marginalis : hanya pada pinggir ostium terdapat jaringan
placenta

Epidemiologi
Insidens plasenta previa sekitar 1 dari 500 kelahiran hidup dan yang terjadi pada
trimester II (16-20 minggu) sekitar 5%. Sekitar 90% kejadian plasenta previa ini
ditindaklanjuti dengan terminasi per abdominam.
Berdasarkan data kelahiran di Amerika Serikat pada tahun 2001, kejadian
plasenta previa adalah 1 dari 305 persalinan (Martin and co workers, 2002). Sekitar
93.000 persalinan di Nova Scotia, Crane dkk (1999) menemukan insidens 0,33 %
(1 dari 300). Di Parkland Hospital, insidennya adalah 0,26 % (1 dari 390) untuk
lebih dari 169.000 persalinan selama 12 tahun terakhir.
ETIOLOGI
Penyebab pasti plasenta previa masih belum bisa dipastikan. Beberapa hipotesis
menyatakan bahwa kondisi berikut berkaitan dengan terjadinya plasenta previa :
 adanya jaringan parut pada endometrium (uterus), seperti pada bekas operasi
cesar atau aborsi.
 Riwayat kehamilan yang berjarak dekat
 Wanita yang berumur kurang dari 20tahun mempunyai resiko paling tinggi.
Resiko akan meningkat pada wanita diatas 30tahun.
 plasenta yang besar seperti pada kehamilan kembar (gemelli) atau
erythroblastosis.
 bentuk uterus yang abnormal
 pembentukan plasenta yang abnormal
 kemungkinan pada wanita yang merokok atau menggunakan cocain

PATOFISIOLOGI
Plasenta previa terjadi akibat gangguan implantasi karena vaskularisasi
endometrium yang abnormal yang terkait dengan atropi dan scaring akibat trauma
atau inflamasi. Hal ini menyebabkan implantasi embrio pada segmen bawah rahim.
Perumbuhan plasenta menyebabkan plasenta menutupi cervix. Normalnya plasenta
berimplantasi di fundus uteri dan aliran darah di fundus lebih baik dari segmen
bawah uterus. Adanya implantasi abnormal dapat diakibatkan jaringan parut / skar
pada uterus dan kerusakan pada uterus. Vaskularisasi yang berkurang atau
perubahan atropi pada desidua akibat persalinan yang lampau dapat menyebabkan
plasenta previa, dimana plasenta yang letaknya normal akan memperluas
permukaannya sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan
lahir.

Tanda dan Gejala


 perdarahan bercak pada timester pertama dan kedua
 perdarahan pervaginam pada usia kehamilan 27-32 minggu tanpa disertai
nyeri (“Sentinel bleed”), dengan warna darah merah terang, jumlahnya
bervariasi dari perdarahan sedikit sampai banyak. Hal ini dapat dipicu akibat
hubungan seksual atau kontraksi uterus.
 Abdomen lemas, tidak nyeri tekan

Penatalaksanaan
Penanganan Pasif

1. Perhatian – Tiap-tiap perdarahan triwulan ketiga yang lebih dari show


(perdarahan inisial), harus dikirim ke rumah sakit tanpa dilakukan
manipulasi apapun. Baik rektal apalagi vaginal (Eastmon).
2. Apabila pada penilaian baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup belum
inpartu, kehamilan belum cukup 37 minggu atau berat badan janin dibawah
2500 gr, maka kehamilan dapat dipertahankan, istirahat dan pemberian
obat-obatan seperti spasmolitika, progestin atau progesterone, observasi
dengan teliti.
3. Sambil mengawasi periksa golongan darah dan menyiapkan donor transfusi
darah, bila memungkinkan kehamilan dipertahakan setua mungkin supaya
janin terhindar dari prematuritas.
4. Harus diingat bahwa bila dijumpai ibu hamil tersangka plasenta previa rujuk
segera ke rumah sakit dimana tedapat fasilitas operasi dan transfusi darah.
5. Bila kekurangan darah, berikanlah transfusi darah dan obat-obatan penambah
darah.

Cara Persalinan
1. Persalinan Pervaginam
2. Persalinan perabdominan, dengan seksio sesarea.
Referensi

1. Cunningham, Gary et al. Williams Obstetrics 22nd Edition. United States :


McGraw-Hill Company. 2005. p 820
2. Saifuddin, Abdul. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2002.
3. Wiknjosastro, H. Perdarahan Ante partum. Ilmu Kebidanan Edisi ke-
3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002. p 365-
376.
4. Sarwono, P. 1997. Ilmu Kebidanan Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
5. Sastrawinata Sulaeman. 1981. Obstetri Patologi. Bandung : Elstar Offset.

1.2 SOLUTIO PLACENTA

Pengertian

Solutio Placenta adalah Pelepasan sebagian atau seluruh placenta yang


berimplantasi antara minggu 22 dan lahirnya anak.

Terdapat 2 jenis perdarahan yang terjadi :

1. Jenis perdarahan tersembunyi (concealed) : 20%


2. Jenis perdarahan keluar (revealed) : 80%

Pada jenis tersembunyi, perdarahan terperangkap dalam cavum uteri [hematoma


retroplasenta] dan seluruh bagian plasenta dapat terlepas, komplikasi yang
diakibatkan biasanya sangat berat dan 10% disertai dengan Disseminated
Intravascular Coagulation.

Pada jenis terbuka, darah keluar dari ostium uteri, umumnya hanya sebagian dari
plasenta yang terlepas dan komplikasi yang diakibatkan umumnya tidak berat.

Kadang-kadang, plasenta tidak lepas semua namun darah yang keluar terperangkap
dibalik selaput ketuban (relativelly concealed)

30% perdarahan antepartum disebabkan oleh solusio plasenta.

Etiologi

Penyebab utama tidak jelas.


Terdapat beberapa faktor resiko antara lain

 Peningkatan usia dan paritas


 Preeklampsia
 Hipertensi kronis
 KPD preterm
 Kehamilan kembar
 Hidramnion
 Merokok
 Pencandu alkohol
 Trombofilia
 Pengguna cocain
 Riwayat solusio plasenta
 Mioma uteri

Faktor pencetus :

1. Versi luar atau versi dalam


2. Kecelakaan
3. Trauma abdomen
4. Amniotomi ( dekompresi mendadak )
5. Lilitan talipusat – Tali pusat pendek

Patofisiologi

Solusio plasenta diawali dengan terjadinya perdarahan kedalam desidua


basalis. Desidua terkelupas dan tersisa sebuah lapisan tipis yang melekat pada
miometrium.

Hematoma pada desidua akan menyebabkan separasi dan plasenta tertekan


oleh hematoma desidua yang terjadi.
Pada awalnya kejadian ini tak memberikan gejala apapun. Namun beberapa
saat kemudian, arteri spiralis desidua pecah sehingga menyebabkan terjadinya
hematoma retroplasenta yang menjadi semakin bertambah luas. Daerah plasenta
yang terkelupas menjadi semakin luas sampai mendekati tepi plasenta.

Oleh karena didalam uterus masih terdapat produk konsepsi maka uterus tak
mampu berkontraksi untuk menekan pembuluh yang pecah tersebut. Darah dapat
merembes ke pinggiran membran dan keluar dari uterus maka terjadilah perdarahan
yang keluar ( revealed hemorrhage)

Perdarahan tersembunyi ( concealed hemorrhage)

1. Terjadi efusi darah dibelakang plasenta dengan tepi yang masih utuh
2. Plasenta dapat terlepas secara keseluruhan sementara selaput ketuban masih
menempel dengan baik pada dinding uterus
3. Darah dapat mencapai cavum uteri bila terdapat robekan selaput ketuban
4. Kepala janin umumnya sangat menekan SBR sehingga darah sulit keluar
5. Bekuan darah dapat masuk kedalam miometrium sehingga menyebabkan
uterus couvellair

Tanda dan Gejala

Gejala klinik tergantung pada luas plasenta yang terlepas dan jenis pelepasan
plasenta (concealed atau revealed)

30% kasus, daerah yang terlepas tidak terlalu besar dan tidak memberikasn gejala
dan diagnosa ditegakkan secara retrospektif setelah anak lahir dengan
terlihatnya hematoma retroplasenta

Bila lepasnya plasenta mengenai daerah luas, terjadi nyeri abdomen dan uterus yang
tegang disertai dengan :

 Gawat janin (50% penderita)


 Janin mati ( 15%)
 Tetania uteri
 DIC- Disseminated Intravascular Coagulation
 Renjatan hipovolemik
 Perdarahan pervaginam ( 80% penderita)
 Uterus yang tegang (2/3 penderita)
 Kontraksi uterus abnormal (1/3 penderita

Bila separasi plasenta terjadi dibagian tepi, iritabilitas uterus minimal, dan tidak
terdapat tanda-tanda uterus tegang atau gawat janin. Perdarahan yang terjadi
biasanya tidak terlampau banyak ( 50 – 150 cc) dan berwarna kehitaman.

Penatalaksanaan

1. Tindakan gawat darurat


Bila keadaan umum pasien menurun secara progresif atau separasi
plasenta bertambah luas yang manifestasinya adalah :
a. Perdarahan bertambah banyak
b. Uterus tegang dan atau fundus uteri semakin meninggi
c. Gawat janin

maka hal tersebut menunjukkan keadaan gawat-darurat dan tindakan


yang harus segera diambil adalah memasang infus dan mempersiapkan
tranfusi.

2. Terapi Ekspektatif
Pada umumnya bila berdasarkan gejala klinis sudah diduga adanya
solusio plasenta maka tidak pada tempatnya untuk melakukan satu tindakan
ekspektatif.
3. Persalinan Pervaginam
Indikasi persalinan pervaginam adalah bila derajat separasi tidak
terlampau luas dan atau kondisi ibu dan atau anak baik dan atau persalinan
akan segera berakhir.
a. Setelah diagnosa solusio plasenta ditegakkan maka segera lakukan
amniotomi dengan tujuan untuk :
b. Segera menurunkan tekanan intrauterin untuk menghentikan perdarahan
dan mencegah komplikasi lebih lanjut (masuknya thromboplastin
kedalam sirkukasi ibu yang menyebabkan DIC)
c. Merangsang persalinan ( pada janin imature, tindakan ini tak terbukti
dapat merangsang persalinan oleh karena amnion yang utuh lebih efektif
dalam membuka servik)

Induksi persalinan dengan infuse oksitosin dilakukan bila amniotomi


tidak segera diikuti dengan tanda-tanda persalinan.

Referensi

1. Sastrawinata Sulaeman. 1981. Obstetri Patologi. Bandung : Elstar Offset.


2. Cunningham FG et al : Obstetrical Hemorrhage in “ Williams Obstetrics” ,
22nd ed, McGraw-Hill, 2005

1.3 ABORTUS

Pengertian

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia


kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. (Mansjoer
Arif, 1999)

Abortus imminens adalah pengeluaran secret pervaginam yang tampak pada


paruh pertama kehamilan. (Williams Obstetri,1995)

Abortus imminens adalah keadaan dimana perdarahan berasal dari intra


uteri yang timbul sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu, dengan atau tanpa
kolik uterus, tanpa hasil pengeluaran hasil konsepsi dan tanpa dilatasi serviks. (Ben-
zion Taber, 1992)

Abortus imminens adalah keguguran yang membakat dan akan terjadi


keluarnya fetus yang maih dapat dicegah. (Mochtar Rustam, 1998)
Abortus dapat dibagi atas dua golongan;

1. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-
faktor mekanis atau medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor
alamiah.

Abortus ini dapat dibagi menjadi;

a. Abortus imminens adalah keguguran membakat dan akan terjadi,


keluarnya fetus masih dapat dicegah.

b. Abortus insipiens adalah abortus yang sedang berlangsung dengan


ostium sudah terbuka dan ketuban sudah teraba. Kehamilan sudah tidak
dapat dipertahankan lagi.

c. Abortus inkompletus adalah hanya sebagian dari hasil konsepsi yang


dikeluarkan yang tertinggal adalah desidua dan plasenta.

d. Abortus kompletus adalah seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua


dan fetus), sehingga rongga rahim kosong

e. Missed abortion adalah keadaan dimana janin sudah mati tetapi tetap
berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.

f. Abortus habitualis adalah keadaan dimana penderita mengalami


keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.

2. Abortus provokatus (induced abortion) adalah abortus yang disengaja baik


dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat.

a. Abortusmedisinalis (abortus therapeutika) adalah abortus karena


tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat
membahayakan jiwa ibu (berdasarkan aindikasi medis)

b. Abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-


tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
(Mochtar Rustam, 1998)

Etiologi

Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu:


1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus pada
kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini
adalah:

a. Kelainan kromosom

b. Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna

c. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus obat-obatan, tembakau dan


alkohol.

2. Kelainan pada plasenta.

3. Faktor maternal

4. Kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi servik (untuk abortus pada


trimester kedua), retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.
(Mansjoer Arief, 1999)

Tanda dan Gejala

Tanda-Tanda Terjadinya Abortus Secara Umum


1. Terjadi kontraksi uterus/ rahim
2. Terjadi perdarahan uterus/ rahim
3. Dilatasi serviks (pelebaran mulut rahim)
4. Ditemukan sebagian atau seluruh hasil konsepsi/ pembuahan
Tanda dan Gejala Secara Khusus
Tanda dan gejala pada abortus Imminen :
a. Terdapat keterlambatan dating bulan
b. Terdapat perdarahan, disertai sakit perut atau mules
c. Pada pemeriksaan dijumpai besarnya rahim sama dengan umur
kehamilan dan terjadi kontraksi otot rahim
d. Hasil periksa dalam terdapat perdarahan dari kanalis servikalis, dan
kanalis servikalis masih tertutup, dapat dirasakan kontraksi otot rahim
e. Hasil pemeriksaan tes kehamilan masih positif
Tanda dan gejala pada abortus Insipien :
a. Perdarahan lebih banyak
b. Perut mules atau sakit lebih hebat
c. Pada pemariksaan dijumpai perdarahan lebih banyak, kanalis
servikalis terbuka dan jaringan atau hasil konsepsi dapat diraba
Tanda dan gejala abortus Inkomplit :
a. Perdarahan memanjang, sampai terjadi keadaan anemis
b. Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat
c. Terjadi infeksi ditandai dengan suhu tinggi
d. Dapat terjadi degenerasi ganas (kario karsinoma)

Tanda dan gejala abortus Kompletus :


a. Uterus telah mengecil
b. Perdarahan sedikit
c. Canalis servikalis telah tertutup

Tanda dan gejala Missed Abortion :


a. Rahim tidak membesar, malahan mengecil karena absorbsi air ketuban dan
maserasi janin
b. Buah dada mengecil kembali

Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan abortus meliputi:

1. Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk


tanda-tanda vital.

2. Pemeriksaan tanda-tanda syok(akral dingin, pucat,takikardi,tekanan sistolik


<90mmHg). Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap pikirkan
kemungkinan tersebut saat penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi
ibu karena kondisinya dapat memburuk dengan cepat.

3. Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dukungan abortus dengan komplikasi,


berikan kombinasi anti biotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam :
1. Ampicillin 2 g IV/IM kemudian berikan 1 g setiap per 6 jam

2. Gentamicin 5mg/kgBB IV setiap 24 jam

3. Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam

4. Segera rujuk ibu ke rumah sakit

5. Setiap ibu abortus perlu mendapat dukungan emosional dan konseling


kontrasepsi pasca keguguran

Patofisiologi

Pada awal abortus terjadi perdarahan desidua basalis, diikuti nekrosis


jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda
asing dalam uterus, kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing
tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, Villi korialis belum menembus
desidua secara dalam. Jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya pada
kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta
tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan
lebih dari 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dulu dari pada plasenta. Hasil
konsepsi keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion atau benda
kecil yang tidak jelas

bentuknya, janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus,
maserasi atau fetus papi raseus. Pada abortus imminens peristiwa terjadinya
perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi
masih dalam uterus dan tanpa adanya dilatasi serviks. Diagnosis abortus imminens
ditentukan karena pada wanita hamil terjadi perdarahan melalui ostium uteri
eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar sebesar
tuanya kehamilan, serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif. Pada
beberapa wanita hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid yang
semestinya datang jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini disebaban oleh
penembusan villi korialis kedalam desidua, pada saat implantasi ovum. Perdarahan
implantasi biasanya sedikit, warnanya merah dan cepat berhenti mules-mules.

Referensi
1. WHO dkk. 2016. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan dasar dan rujukan. Jakarta: USAID KEMENKES RI

2. Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:


Fakultas Kedokteran Univ Indonesia.

3. Cunningham, F G,dkk., 2005. Obstetri Williams Volume I. Jakarta :


EGC

4. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetry Jilid I. EGC: Jakarta.

1.4 MOLA HIDATIDOSA


Definisi
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh
berganda berupa gelembung - gelembung kecil yang mengandung banyak
cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut
juga hamil anggur atau mata ikan.
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus
korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan
tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus,
gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur.
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi
sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio
mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan
sejumlah besar human chorionic gonadotropin(hCG)

Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya
adalah:
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati , tetapi
terlambat dikeluarkan.
2. Imunoselektif dari tropoblast.
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah.
4. Paritas tinggi.Kekurangan protein.Infeksi virus dan faktor kromosom yang
belum jelas

Patofisiologi
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.
2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit
trophoblast
Teori missed abortion
Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredaran
darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya
terbentuklah gelembung-gelembung.
 Teori neoplasma dari Park
Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang
abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi
sehigga timbul gelembung.
 Studi dari Hertig
Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa
semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau
tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya
sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan
trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan
cairan.

Tanda gejala
 Adanya tanda-tanda kehamilan disertai perdarahan. Perdarahan ini
biasintermitten sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga
menyebabkan syokatau kematian. Karena perdarahan ini maka umumnya
penderita mola hidatidosa masuk rumah sakit dalam keadaan anemia.
 Hiperemesis gravidarum.
 Tanda-tanda pre eklampsia pada trimesteer I.
 Tanda-tanda tirotoksikosis.
 Kista lutein unilateral / bilateral.
 Umumnya uterus lebih besar dari usia keehamilan.
 Tidak dirasakan adanya tanda-tanda gerakan janin, balotemen negative
kecuali pada mola parsial.
 Amenore
 Pengeluaran gelembung mola

Penatalaksanaan
Penanganan
1. Perbaikan Keadaan Umum
 Koreksi dehidrasi
 Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 gr% atau kurang)
 Bila ada gejala pre eklampsia dan hiperemesis gravidarum, diobati
sesuai dengan protokol penanganan di bagian obstetri & ginekologi.
 Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis, dikonsul ke bagian penyakit
dalam.
2. Kuretase
Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan
darah rutin, kadar beta HCG dan foto toraks) kecuali bila jaringan mola
sudah keluar spontan.
 Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan
laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.
 Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan pasang
infus dengan tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc dektrose 5%.
 Kuretase dilakukan 2 kali dengan intervval minimal 1 minggu.
 Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA.
3. Histerektomi
Syarat melakukan histerektomi adalah :
 umur ibu 35 tahun atau lebih.
 Sudah memiliki anak hidup 3 orang atau lebih.
4. Pemeriksaan Tindak Lanjut
 Lama pengawasan 1-2 tahun
 Selama pengawasan, pasien dianjurkan unntuk memakai kontrasepsi
kondom, pil kombinasi atau diafragma. Pemeriksaan fisik dilakukan
setiap kali pasien datang untuk kontrol.
 Pemeriksaan kadar beta HCG dilakukan seetiap minggu sampai
ditemukan kadarnya yang normal 3 kali berturut-turut.
 Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan settiap bulan sampai ditemukan
kadarnya yang normal 6 kali berturut-turut.
 Bila telah terjadi remisi spontan (kadaar beta HCG, pemeriksaan
fisik, dan foto toraks semuanya normal) setelah 1 tahun maka pasien
tersebut dapat berhenti menggunakan kontrasepsi dan dapat hamil
kembali.
 Bila selama masa observasi, kadar beta HCG tetap atau meningkat
dan pada pemeriksaan foto toraks ditemukan adanya tanda-tanda
metastasis maka pasien harus dievaluasi dan dimulai pemberian
kemoterapi.
Referensi
1. Cunningham, F. Gary [et.al..]. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC
2. Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP – SP
3. Varney, helen. 2006. Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta : EGC

1.5 KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar rahim (uterus).
Hampir 95% kehamilan ektopik terjadi di berbagai segmen tuba Falopii, dengan
5% sisanya terdapat di ovarium, rongga peritoneum atau di dalam serviks. Apabila
terjadi ruptur di lokasi implantasi kehamilan, maka akan terjadi keadaan perdarahan
masif dan nyeri abdomen akut yang disebut kehamilan ektopik terganggu.

Tanda dan Gejala


Pada minggu-minggu awal, kehamilan ektopik memiliki tanda-tanda seperti
kehamilan pada umumnya, yaitu terlambat haid, mual dan muntah, mudah lelah,
dan perabaan keras pada payudara.
a. Gejala
Nyeri ─ Nyeri panggul atau abdomen hampir selalu terdapat.
 Nyeri dapat bersifat unilateral atau bilateral ; terlokalisir atau
menyebar.
 Nyeri subdiafragma atau nyeri bahu tergantung ada atau tidaknya
perdarahan intra-abdominal.
Perdarahan ─ Perdarahan uterus abnormal (biasanya berupa bercak
perdarahan ) terjadi pada 75% kasus yang merupakan akibat dari lepasnya
sebagian desidua.
Amenorea ─ Amenorea sekunder tidak selalu terdapat dan 50% penderita
KE mengeluhkan adanya spotting pada saat haid yang dinanti sehingga tak
jarang dugaan kehamilan hampir tidak ada.
Sinkope ─ Pusing, pandangan berkunang-kunang dan atau sinkope terjadi
pada 1/3 sampai ½ kasus KET.
“Desidual cast”─ 5 – 10% kasus kehamilan
ektopik mengeluarkan ”desidual cast”yang sangat menyerupai hasil
konsepsi.
b. Tanda

Ketegangan abdomen ─

 Rasa tegang abdomen yang menyeluruh atau terlokalisir terdapat


pada 80% kasus kehamilan ektopik terganggu

 Nyeri goyang servik (dan ketegangan pada adneksa) terdapat pada


75% kasus kehamilan ektopik.

Masa adneksa ─ Massa unilateral pada adneksa dapat diraba pada ⅓


sampai ½ kasus KE. Kadang-kadang dapat ditemukan adanya masa pada
cavum Douglassi (hematocele)

Perubahan pada uterus ─ Terdapat perubahan-perubahan yang umumnya


terjadi pada kehamilan normal seperti ada riwayat terlambat haid dan gejala
kehamilan muda

Apabila seorang wanita dengan kehamilan ektopik mengalami gejala diatas,


maka dikatakan bahwa wanita tersebut mengalami Kehamilan Ektopik Terganggu.
Apabila anda merasa hamil dan mengalami gejala-gejala seperti ini maka segera
temui dokter anda. Hal ini sangat penting karena kehamilan ektopik dapat
mengancam nyawa apabila ruptur (pecah) dan menyebabkan perdarahan di dalam.

Faktor Predisposisi

 Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya


 Riwayat operasi di daerah tuba dan/atau tubektomi
 Riwayat penggunaan AKDR
 Infertilitas
 Riwayat inseminasi buatan atau teknologi bantuan reproduktif (assisted
reproductive technology/ART)
 Riwayat infeksi saluran kemih dan pelvic inflammatory disease/PID
 Merokok
 Riwayat abortus sebelumnya
 Riwayat promiskuitas
 Riwayat seksio sesarea sebelumnya

Patofisiologi

Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah
dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan
embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi
tuba itu. Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal ini yaitu :

1. Kemungkinan “tubal abortion”, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke


ujung distal (fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi
pada kehamilan ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga
peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari
dinding tuba.
2. Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat
dari distensi berlebihan tuba.
3. Faktor abortus ke dalam lumen tuba.

Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya
pada kehamilan muda. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma
koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam
rongga perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan
kematian.

a. Abortus Tuba
Perjalanan Lebih Lanjut dari Abortus Tuba

Terjadi pada 65% kasus dan umumnya terjadi implantasi didaerah fimbriae dan
ampula.

Berulangnya perdarahan kecil pada tuba menyebabkan lepasnya dan yang diikuti
dengan kematian ovum.

Perjalanan selanjutnya adalah :

1. Absorbsi lengkap secara spontan.


2. Absorbsi lengkap secara spontan melalui ostium tubae menunju cavum
peritoneum.
3. Abosrbsi sebagian sehingga terdapat konsepsi yang terbungkus bekuan darah
yang menyebabkan distensi tuba.
4. Pembentukan “tubal blood mole”.

b. Ruptur Tuba
Perjalanan Lebih Lanjut Ruptur Tuba

Terjadi pada 35% kasus dan seringkali terjadi pada kasus kehamilan ektopik
dengan implantasi didaerah isthmus.

Ruptura pars ampularis umumnya terjadi pada kehamilan 6 – 10 minggu ,


namun ruptura pada pars isthmica dapat berlangsung pada usia kehamilan
yang lebih awal.

Pada keadaan ini trofoblast menembus lebih dalam dan seringkali merusak
lapisan serosa tuba, ruptura dapat berlangsung secara akut atau gradual .

Bila ruptur terjadi pada sisi mesenterik tuba maka dapat terjadi hematoma
ligamentum latum.

Pada kehamilan ektopik pars interstitisialis, ruptura dapat terjadi pada usia
kehamilan yang lebih “tua” dan menyebabkan perdarahan yang jauh lebih
banyak.

Penatalaksanaan

a. Tatalaksana Umum

 Restorasi cairan tubuh dengan cairan kristaloid NaCl 0,9% atau Ringer Laktat
(500 mL dalam 15 menit pertama) atau 2 L dalam 2 jam pertama.
 Segera rujuk ibu ke rumah sakit.

b. Tatalaksana Khusus

 Segera uji silang darah dan persiapan laparotomi (lihat lampiran A.20).
 Saat laparotomi, lakukan eksplorasi kedua ovarium dan tuba fallopii:
o Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi (eksisi
bagian tuba yang mengandung hasil konsepsi)
o Jika terjadi kerusakan ringan pada tuba, usahakan melakukan
salpingostomi untuk mempertahankan tuba (hasil konsepsi dikeluarkan,
tuba dipertahankan)
 Sebelum memulangkan pasien, berikan konseling untuk penggunaan
kontrasepsi. Jadwalkan kunjungan ulang setelah 4 minggu. Atasi
anemia dengan pemberian tablet besi sulfas ferosus 60 mg/hari selama 6
bulan.

Etiologi

Semua faktor yang menghambat migrasi embrio ke kavum uteri menyebabkan


seorang ibu semakin rentan untuk menderita kehamilan ektopik, yaitu :
a.Faktor dalam lumen tuba:
-Endosalpingitis, menyebabkan terjadinya penyempitan lumen tuba
-Hipoplasia uteri, dengan lumen tuba menyempit dan berkelok-kelok
-Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna
b.Faktor pada dinding tuba:
-Endometriosis, sehingga memudahkan terjadinya implantasi di tuba
-Divertikel tuba kongenital, menyebabkan retensi ovum.
c.Faktor di luar dinding tuba:
-Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba
-Tumor yang menekan dinding tuba
- Pelvic Inflammatory Disease (PID)
d.Faktor lain:
-Hamil saat berusia lebih dari 35 tahun
-Fertilisasi in vitro
-Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
-Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
-Infertilitas
-Mioma uteri
-Hidrosalping (Rachimhadhi, 2005).

Referensi
WHO dkk. 2016. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar
dan rujukan. Jakarta: USAID KEMENKES RI

Mochtar, R. Sinopsis Obstetri ed 2. EGC. Jakarta. 1998

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. ” Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal”. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Rachimhadhi, T. Kehamilan Ektopik, dalam : Wiknjosastro, H. Ilmu Kebidanan.


FKUI. Jakarta. 2002

Rustam. M, MPH, Sinopsis Obstetri, Jilid 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC.


Hal.226-235.

Taber Ben-Zoin. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. EGC.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai