Anda di halaman 1dari 68

Hanifa Rahma, M.Si.

, Ap
DIFUSI DAN DISOLUSI 2017
DIFUSI
si didefinisikan sebagai proses transfer massa molekul tunggal suatu senyawa yang terjadi karena gerakan mole
k dan dikaitkan dengan gaya dorong seperti gradien konsentrasi.

si didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan spontan partikel terlarut yang merupakan akibat langsung dari
k brownian.

sion may be defined as the spontaneous transference of a component from a region in the system which has a h
mical potential into a region where its chemical potential is lower. Although such a gradient in chemical potential
des the driving force for diffusion, the laws that describe this phenomenon are usually expressed, more
eniently, in terms of concentration gradients.
ekul zat akan mengalir dari daerah berkonsentrasi tinggi ke rendah sampai sistem mencapai kesetimbangannya.
es seperti ini disebut proses difusi pasif.

oh : difusi obat melewati membran biologis dibutuhkan agar obat dapat diabsorpsi ke dalam tubuh dan dielimina
tubuh, dan mencapai tempat kerjanya dalam sel tertentu.
DIFUSI MELALUI BARIER NON
PORUS
Difusi molekuler atau permeasi
melalui medium tidak berpori
bergantung pada kelarutan molekul
yang berpenetrasi dalam membran
bahan.
Koefisien difusi kecil
DIFUSI MELEWATI BARIER
PORUS
Proses pergerakan melalui pori dan
saluran melibatkan lewatnya bahan
melalui pori-pori membran yang berisi
pelarut.
Dipengaruhi oleh ukuran relatif
molekul yang berpenetrasi serta
diameter dan bentuk pori-pori.
Koefisien difusi melewati solven
biasanya besar.
Merupakan fungsi dari porositas dan
tortuositas.
DIFUSI MELEWATI MATRIX
Bergantung pada ukuran dan bentuk
molekul yang berdifusi.
Difusi dapat terjadi melewati atau
diantara matrix.
Koefisien difusi melewati solven
biasanya besar.
Suatu fungsi dari porositas dan
ortuositas.
HUKUM FICK PERTAMA
kum Fick pertama menyatakan tentang aliran suatu zat melintasi suatu perinta
ngan luas tertentu selama waktu tertentu pula.
ka sejumlah M zat melintasi suatu penampang melintang dengan luas S dalam wakt
aka aliran yang terjadi dirumuskan sebagai berikut:

J=
.
aliran (g.cm-2.detik-1) Jumlah obat terpenetrasi per detik per satuan luas
massa benda (g atau mol)
luas perintang (cm2)
waktu (detik)
HUKUM FICK PERTAMA
an yang terjadi berbanding lurus dengan perbedaan konsentrasi sehin
samaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

J = -D
oefisien difusi (cm2.detik-1)
perubahan konsentrasi (g.cm-3)
perubahan jarak pergerakan tegak lurus terhadap permukaan perintang (cm)

da negatif menunjukkan bahwa difusi terjadi dalam arah menurun untuk konsen
yang berdifusi.
ga D dipengaruhi oleh suhu, tekanan, sifat pelarut dan sifat kimia dari zat-zat y
difusi.
C1 C1 dC/dX=0 C2
dC/dX

C2

x x
0 h 0 h

C1 > C 2 C1 = C 2
HUKUM FICK KEDUA
m Fick kedua menjelaskan tentang perubahan konsentrasi yang terjadi pada satu
am suatu sistem. Fick menyatakan bahwa perubahan konsentrasi terhadap w
suatu daerah di dalam suatu sistem berbanding lurus dengan perubahan konsen
satu titik di dalam sistem tersebut. Dengan demikian, persamaan di atas d
kan menjadi:

k mempelajari proses difusi diperlukan suatu kondisi atau keadaan tunak (ste
.
m pertama Fick menerangkan aliran pada kondisi tersebut sedangkan hu
anya menerangkan perubahan konsentrasi per satuan waktu pada setiap j
tu. Keadaan semacam itu bukan kondisi tunak.
HUKUM FICK KEDUA
Penelitian tentang difusi suatu zat dilakukan dengan menggunakan bejana
donor (kompartemen donor) dan bejana reseptor (kompartemen reseptor)
yang saling berhubungan.
Diantara keduanya dipasang perintang berupa membran. Pada
kompartemen donor dimasukkan larutan zat yang akan berdifusi sedangkan
dalam kompartemen reseptor hanya terisi bahan pelarut.
Pada saat percobaan berlangsung, larutan pada kompartemen reseptor
diambil dan segera digantikan dengan pelarut segar.
Perlakuan semacam itu dilakukan secara kontinu untuk menjaga konsentrasi
dalam kompartemen reseptor tetap rendah. Kondisi ini dikenal sebagai sink-
condition.
ada saat difusi berlangsung, konsentrasi dalam kompartemen donor akan menuru
ebaliknya pada kompartemen reseptor, konsentrasi meningkat.
ka situasi semacam ini dibiarkan terus, maka suatu saat akan terjadi keseimbanga
al itu sangat tergantung dari kecepatan perpindahan partikel dan kondisi perintang
ada situasi demikian, konsentrasi di dalam kedua bejana menjadi konstan meskip
elum tentu sama besar.
ondisi ini dapat diartikan sebagai dC/dt = NOL.
eskipun demikian, konsentrasi pada setiap waktu tersebut tidak benar-ben
onstan, namun agak variatif sehingga harga dC/dt tidak mutlak NOL.
ondisi semacam ini dikenal sebagai kuasi stasioner
ari skema tersebut, dua kompartemen
pisahkan dengan perintang berupa membran
eluas S dan ketebalan h diantara keduanya
aka hukum Fick pertama dapat dirumuskan
ebagai berikut:

J=
.

luas penampang melintang membran


: ketebalan membran
-C2 : perbedaan konsentrasi pada
mpartemen donor dan kompartemen reseptor
sentrasi C1 dan C2 pada membran umumnya tidak diketahui. Akan tetapi nilai
at diperoleh dengan cara mengalikan harga koefisien partisi dengan konsentras
uk kompartemen donor dan konsentrasi Cr untuk kompartemen reseptor. Den
mikian, persamaan di atas dapat dituliskan sebagai berikut:
. .
=
.
koefisien partisi
: konsentrasi donor
konsentrasi reseptor

kondisi sink dipertahankan, maka Cr dapat dianggap = 0, maka rumus di atas


njadi:
. . .
=
.
gambar tersebut tampak adanya waktu tunggu
um kondisi tunak (steady state) tercapai. Hal ini
k dari kurva lengkung pada awal proses dan
waktu tertentu kurva berubah menjadi lurus.
saat inilah kondisi tunak tercapai. Perpotongan
a kurva linier kondisi tunak dengan sumbu x
njukkan waktu tunda (lag time) tL yang besarnya
h:

tL =

me (tL) adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu
ran untuk memantapkan perbedaan konsentrasi
sama di dalam membran yang memisahkan
artemen donor dari kompartemen reseptor.
yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah
aga agar konsentrasi zat pada kompartemen
r tetap konstan, kondisi sink pada kompartemen
ptor, menghindari terjadinya penguapan dan
a kompartemen tetap diaduk kontinu.
https://www.youtube.com/watch?v=Q00RrSOt5tg
https://www.youtube.com/watch?v=-F-EXVXSAOE
https://www.youtube.com/watch?v=kh8Blhzy2W4
DISOLUSI Hanifa Rahma, M.Si., Ap
cepatan disolusi adalah suatu ukuran yang menyatakan banyaknya suatu zat y
pat terlarut dalam pelarut tertentu setiap satuan waktu. Suatu hubungan yang um
enggambarkan proses disolusi zat padat telah dikembangkan oleh Noyes
hitney dalam bentuk persamaan berikut:

/dt : kecepatan disolusi


koefisien difusi
luas permukaan zat
: kelarutan zat padat dalam media disolusi
konsentrasi zat dalam larutan pada waktu t
tebal lapisan difusi
m teori disolusi atau perpindahan massa,
msikan bahwa selama proses disolusi
gsung pada permukaan padatan terbentuk
lapisan difusi air atau lapisan tipis cairan yang
an dengan ketebalan h.
onsentrasi zat terlarut di dalam larutan (C) lebih
daripada kelarutan zat tersebut (Cs) sehingga
diabaikan, maka harga (Cs-C) dianggap sama
an Cs. Jadi, persamaan kecepatan disolusi dapat
erhanakan menjadi:
. .
=
FAKTOR-FAKTOR FISIOLOGI
D (Koefisien difusi)  menurun dengan adanya bahan yang dapat
meningkatkan viskositas cairan GI
Makanan pada GIT menurunkan laju disolusi dengan menurunkan laju difusi
molekul zat aktif.
Surfaktan pada gastric juice garam empedu  mempengaruhi wettability
zat aktif  mempengaruhi kelarutan dgn cara membentuk misel
Peningkatan motilitas GIT  meningkatkan kecepatan disolusi 
menurunkan tebal lapisan difusi.
Rendahnya nilai C (konsentrasi zat aktif pada cairan GI)  meningkatkan
disolusi  disolusi terjadi pada kondisi sink
Drug factors affecting
dissolution rate

The form of
Particle size The wettability The solubility the drug (sal
or a free form
LUAS PERMUKAAN DA
UKURAN PARTIKE
ngkatan A (luas permukaan efektif yg kontak dgn cairan GI)  meningkatkan
patan disolusi
akin kecil partikel luas permukaan >>>  kecepatan disolusi >>>
oh : griseofulvin (sukar larut)  penurunan ukuran partikel 10 μm (specific surfac
= 0.4 m2 g−1) menjadi 2.7 μm (specific surface area = 1.5 m2 g−1)  peningkatan z
yg di absorbsi 2x lipat
ktif yang sukar larut  micronized  luas permukaan >>>
LUAS PERMUKAAN DA
UKURAN PARTIKE
brp zat aktif yg hidrofob  micronized, penurunan ukuran partikel  agregasi 
oh : aspirin, fenasetin, fenobarbital  agar tidak terjadi agregasi dan ukuran tetap
milling dengan wetting agent
ng dengan wetting agent  meningkatkan ukuran partikel
toh : Polysorbate 80 pada suspensi fines fenasetin (ukuran < 75µm)  meningkat
orpsi dibandingkan dengan suspensi tanpa polysorbate 80.
isilin G dan eritromisin  tidak stabil pada cairan GI  degradasi << pd solid state
ukuran partikel  peningkatan degradasi  menurunkan jumlah zat aktif yang
sorpsi.
KELARUTAN PADA LAPISA
DIFUSI (C
pelarut sangat berpengaruh terhadap kelarutan zat-zat yang bersifat asam atau basa lema
uk asam lemah:

= K . S . Cs (1 + )
(H+) kecil atau pH tinggi maka kelarutan zat meningkat. Dengan demikian, kecepatan diso
meningkat.
uk basa lemah:
= K . S . Cs (1 + )
(H+) besar atau pH rendah maka kelarutan zat meningkat. Dengan demikian, kecepatan
lusi juga meningkat.
okonazol  bersifat basa lemah sensitif terhadap pH lambung.
mberian ketokonazol 2 jam setelah pemberian simetidin (H2 bloker)  menurunkan absorps
SUHU - VISKOSITAS
ngkatnya suhu umumnya memperbesar
VISKOSITAS
utan (Cs) zat yang bersifat endotermik serta
perbesar harga koefisien difusi zat. Menurut Turunnya viskositas pelarut akan memperb
ein, koefisien difusi dapat dinyatakan melalui kecepatan disolusi suatu zat sesuai de
maan berikut:
persamaan Einstein.
Peningkatan suhu dan penurunan visko
. akan memperbesar kecepatan disolusi.
D=
ŋ
fisien difusi
stanta Boltzman
u
ari molekul
kositas pelarut
GADUKAN
epatan pengadukan akan mempengaruhi tebal lapisan difusi (h). Jika pengadukan
angsung cepat, maka tebal lapisan difusi akan cepat berkurang sehingga kecepata
usi meningkat.
MORFISME
rutan suatu zat dipengaruhi pula oleh adanya polimorfisme. Struktur internal zat
ainan dapat memberikan tingkat kelarutan yang berbeda juga. Kristal meta
mnya lebih mudah larut daripada bentuk stabilnya sehingga kecepatan disolu
ar.
T PERMUKAAN ZAT
a umumnya zat-zat yang digunakan sebagai bahan obat bersifat hidrofob. D
nya surfaktan di dalam pelarut, tegangan permukaan antar partikel zat dengan p
n menurun sehingga zat mudah terbasahi dan kecepatan disolusinya meningkat.

n faktor-faktor di atas, kecepatan disolusi suatu zat aktif dari sediaannya dipen
oleh faktor formulasi dan teknik pembuatan sediaan.
PENENTUAN KECEPATAN
DISOLUSI
Metode Suspensi
Serbuk zat padat ditambahkan ke dalam pelarut tanpa pengontrolan eksak
terhadap luas permukaan partikelnya. Sampel diambil pada waktu-waktu
tertentu dan jumlah zat yang terlarut ditentukan dengan cara yang sesuai.
Alat uji disolusi tipe dayung (alat tipe 2)

Metode Permukaan Konstan


Zat diletakkan dalam suatu wadah yang diketahui luasnya sehingga variable
perbedaan luas permukaan efektif dapat diabaikan. Umumnya zat diubah
menjadi tablet terlebih dahulu kemudian ditentukan seperti pada metode
suspensi.
nentuan kecepatan disolusi suatu zat aktif dapat dilakukan pada beberapa tah
mbuatan suatu sediaan obat, antara lain:
Tahap Pra Fromulasi
da tahap ini penentuan kecepatan disolusi dilakukan terhadap bahan baku ob
ngan tujuan untuk memilih sumber bahan baku dan memperoleh informasi tenta
han baku tersebut.
Tahap Formulasi
da tahap ini penentuan kecepatan disolusi dilakukan untuk memilih formula sedia
baik.
Tahap Produksi
da tahap ini kecepatan disolusi dilakukan untuk mengendalikan kualitas sedia
at yang diproduksi.
PPM Berapa mg zat yang harus ditimbang
untuk membuat larutan 1000 ppm
40 menggunakan labu ukur 50 ml?
60 Bagaimana cara membuat larutan dengan
konsentrasi tsb dari larutan induk dengan
90 konsentrasi 1000 ppm ?
120 Labu ukur yang tersedia adalah labu ukur
10 ml
150
180
200
CONTOH KURVA BAKU
PPM ABSORBAN
Kurva Baku
4.04 0.267 0,8

6.06 0.331 0,7


0,6
9.09 0.424 0,5

Absorban
y = 0,03x + 0,1495
12.12 0.518 0,4 R² = 0,9997
0,3
15.15 0.607 0,2

18.18 0.693 0,1


0
20.2 0.753 0 5 10 15 20
Konsentrasi (ppm)

Persamaan regresi ?
Kurva Baku
0,7
PPM Absorbansi y = 0,0094x - 0,0331
0,6 R² = 0,9927
10 0.063 0,5
20 0.163 0,4
30 0.253
0,3
40 0.33
50 0.44 0,2
60 0.503 0,1
70 0.653 0
0 20 40 60 80

m 2,5 gram mengandung 25mg zat A dalam media 100 ml.


gambilan sampel sebanyak 5ml.
s permukaan membran =2.5341 cm2
m 2,5 gram mengandung 25mg zat A dalam media 100 ml.
gambilan sampel sebanyak 5ml.
s permukaan membran =2.5341 cm2
0.0094x - 0.0331
0.9927

Ct (Kadar
Co (Kadar Ct (Kadar
Setelah fluks (µg
u Kadar dlm Faktor Setelah % Kadar
absorbansi Faktor permuk
) (ppm) 100ml) Koreksi (µg) Faktor Terdifusi
Koreksi) memb
(µg) Koreksi) (µg)
(mg)

1407.446
25 0.0992 14.0745 8 70.3723 1407.4468 1.4074 56.2979 555.
2351.063
.5 0.1879 23.5106 8 121.0718 2421.4362 2.4214 96.8574 955.
https://www.youtube.com/watch?v=Irypxn8P1hw
https://www.youtube.com/watch?v=obpr507FW6A
https://www.youtube.com/watch?v=xopTJNESVcw
https://www.youtube.com/watch?v=bzei6KSXudw
https://www.youtube.com/watch?v=T61HAidmR7o
https://www.youtube.com/watch?v=UxjVAg32TE0&t=6s

Anda mungkin juga menyukai