berada pada tingkat industrialisasi negara-negara, namun setiap negara di dunia tidak
memiliki kemajuan industri yang setara, secara tidak langsung kondisi tersebutlah yang
berkontribusi terhadap kesenjangan dari satu negara dengan negara lain. Setidaknya di dalam
ekonomi politik internasional, terdapat tiga pandangan yang berbeda mengenai keterkaitan
antara pembangunan, industrialisasi dan kesenjangan ekonomi tersebut. Dua pandangan
pertama yaitu liberalisme dan marxisme berangkat dari teori dualisme ekonomi, berada pada
posisi bahwa ketimpangan negara maju dan berkembang di dalam ekonomi dunia
menempatakan negara maju sebagai kontributor dari pembangunan negara berkembang.
Sedangkan pandangan terakhir Underdevelompent kontras dengan dua pandangan
sebelumnya berada pada posisi bahwa ekonomi dunia yang sekarang adalah penghambat atau
penghancur dari kepentingan-kepentingan negara berkembang[1]. Dalam tiga prespektif
tersebut, keterkaitan antara pembangunan dan industrialisasi akan dibahas lebih jauh dengan
melihat hubungan antara negara maju dan berkembang dalam kerangka ketergantungan.
Secara sederhana ketimpangan dapat dilihat bila ada si miskin dan si kaya. Pada era
kekinian, isu kesetaraan mendapatkan perhatian internasional ketika kesenjangan ekonomi
antara satu negara lainnya. Pemisahan antara negara dunia pertama dan dunia ketiga, Utara
dan Selatan, juga core dan periphery, adalah gambaran kesenjangan di dalam ekonomi dunia.
Isu-isu tersebut memunculkan sejumlah perdebatan di antara para pengamat hubungan
internasional mengenai penyebab utama yang mendasari terjadinya ketimpangan tersebut.
Robert Gilpin dalam tulisannya the Issue of Dependency and Economic Development,
menyoroti fenomena ini dalam tiga perspektif utama, yakni: (1) perspektif liberalisme; (2)
perspektif Marxisme klasik; dan yang terakhir dari sudut pandang (3) underdevelopment.