RINITIS MEDIKAMENTOSA
DISUSUN OLEH :
Grace Erdiana
406162069
PEMBIMBING :
dr. Ardhian Noor Wicaksono, Sp. THT-KL
dr. Siti Nurhikmah, Sp. THT-KL, M. Kes
1
BAB 2
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Ruslan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 31 Desember 1953
Usia : 64 Tahun
Alamat : Gabus 3/8
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai pabrik
Status Pernikahan : Sudah menikah
Tangga Pemeriksaan : 10 November 2017
B. RIWAYAT MEDIS
Keluhan Utama
Hidung kanan dan kiri sering tersumbat terutama saat pagi dan malam hari.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli THT RSUD RAA Soewondo pada tanggal 10
November 2017 dengan keluhan hidung kanan dan kiri sering tersumbat
terutama saat pagi dan malam hari. Keluhan sudah dirasakan pasien sejak
kurang lebih selama 1 tahun. Sebelum berobat ke poli THT, pasien sering
membeli obat tetes hidung otripin untuk mengobati keluhannya. Ketika
obat tetes hidung digunakan, keluhan pasien menjadi hilang, hidung sudah
tidak tersumbat. Pasien sudah menggunakan obat otripin selama kurang
lebih satu tahun.
Tidak ada nyeri pada hidung maupun di daerah sekitar hidung. Hidung
tidak terasa gatal, bersin sesekali saja, tidak ada batuk maupun sakit saat
menelan. Namun pasien merasakan mulut dan bibirnya kering. Demam (-
), gangguan pada telinga (-), nyeri gigi (-).
2
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat HT (+) sejak 10 tahun yang lalu
Riwayat DM (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat keganasan (-)
Riwayat trauma (-)
C. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 160/90 mmHG
Nadi : 105 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,8°C
Berat badan : 83 kg
D. STATUS LOKALIS
Telinga
Telinga Kanan Telinga Kiri
Inspeksi
Aurikula Bentuk (N) Bentuk (N)
Peradangan (-) Peradangan (-)
Sikatrik (-) Sikatrik (-)
3
Fistel preaurikular (-) Fistel preaurikular (-)
Fistel retroaurikular (-) Fistel retroaurikular (-)
Abses retroaurikular (-) Abses retroaurikular (-)
Meatus Auricula Lapang Lapang
Eksterna Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Palpasi
Nyeri tarik (-) Nyeri tarik (-)
Nyeri tekan tragus (-) Nyeri tekan tragus (-)
Nyeri tekan mastoid (-) Nyeri tekan mastoid (-)
Hidung
Hidung Kanan Hidung Kiri
Inspeksi
Hidung Luar Bentuk (N) Bentuk (N)
Frog nose (-) Frog nose (-)
Ragaden (-) Ragaden (-)
Depresi tulang hidung (-) Depresi tulang hidung (-)
4
Udara pernafasan (+) Udara pernafasan (+)
Palpasi
Hidung & Sinus Nyeri tekan hidung (-) Nyeri tekan hidung (-)
paranasal Nyeri tekan sinus paranasal Nyeri tekan sinus paranasal
(-) (-)
Rhinoskopi Anterior
Vestibulum Nasi Furunkel (-) Furunkel (-)
Laserasi (-) Laserasi (-)
Bekuan darah (-) Bekuan darah (-)
Cavum Nasi Lapang Lapang
Sekret (+) minimal, bening Sekret (+) minimal, bening
Konka nasi inferior Konka nasi inferior
hipertrofi hipertrofi
Meatus nasi inferior (N) Meatus nasi inferior (N)
Meatus nasi media (N) Meatus nasi media (N)
Septum nasi (N)
Mukosa merah muda Mukosa merah muda
Benda asing (-) Benda asing (-)
Massa tumor (-) Massa tumor (-)
Tenggorok
5
Konka nasi superior dan media kanan kiri eutrofi
Meatus nasi superior kanan kiri (N)
Post nasal drip ( - / - )
Nasofaring (N)
Massa tumor (-)
E. RESUME
Telah diperiksa seorang laki-laki berusia 64 tahun dengan keluhan hidung kanan
dan kiri tersumbat pasien sejak kurang lebih selama 1 tahun. Sebelumnya pasien
belum pernah berobat ke dokter, pasien sering membeli obat tetes hidung otripin
untuk mengobati keluhannya, setelah digunakan keluhan pasien menjadi hilang,
hidung tidak tersumbat lagi. Pasien sudah menggunakan obat otripin selama kurang
lebih satu tahun. Tidak ada nyeri pada hidung maupun di daerah sekitar hidung.
Hidung tidak terasa gatal, bersin sesekali saja, tidak ada batuk maupun sakit saat
menelan. Demam (-), gangguan pada telinga (-), nyeri gigi (-). Pasien diketahui
mempunyai riwayat tekanan darah tinggi sudah sejak 10 tahun yang lalu. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan nadi 105 x/menit dan tekanan darah 160/90 mmHG.
Pada pemeriksaan status lokalis, ditemukan Konka nasi inferior dextra dan sinistra
hipertrofi, pada cavum nasi dextra dan sinistra terdapat sekret bening.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja : Rinitis medikamentosa
Diagnosis banding : -
G. RENCANA TERAPI
Nasal toilet
Cetirizine 2 x 10 mg
Zinc 2 x 20 mg
H. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sanationam : dubia
6
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan
atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os
nasalis), prosesus frontalis os maksila dan prosesus nasalis os frontal, sedangkan
kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di
bagian bawah hidung, yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang
kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago alar mayor,
beberapa pasang kartilago alar minor dan tepi anterior kartilago septum.
7
Gambar 2. Kerangka tulang hidung anterolateral dan inferior
8
Gambar 3. Dinding lateral hidung
9
merupakan cabang dari A. Oftalmika, sedangkan A. Oftalmika berasal dari A.
Karotis interna.
10
membuka ke rongga sinusoid vena yang besar yang dindingnya dilapisi oleh
jaringan elastik dan otot polos. Pada bagian ujungnya sinusoid ini mempunyai
sfingter otot. Selanjutnya sinusoid akan mengalirkan darahnya ke pleksus vena
yang lebih dalam lalu ke venula. Dengan susunan demikian mukosa hidung
menyerupai suatu jaringan kavernosus yang erektil, yang mudah mengembang dan
mengerut. Vasodilatasi dan vasokontriksi pembuluh darah ini dipengaruhi oleh
saraf otonom.
11
3.4 Fisiologi Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi
atas mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa
olfaktorius). Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan
permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu (pseudostratified columnar
epithalium) yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel-sel goblet.2
Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan
kadang-kadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa. Dalam keadaan
normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut
lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh
kelenjar mukosa dan sel-sel goblet.
Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting.
Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong
ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk
membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang
masuk ke dalam rongga hidung.
Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul
dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat
disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat-
obatan. Di bawah epitel terdapat tunika propria yang banyak mengandung
pembuluh darah, kelenjar mukosa dan jaringan limfoid.
Mukosa sinus paranasal berhubungan dengan mukosa rongga hidung di
daerah ostium. Mukosa sinus menyerupai mukosa rongga hidung, hanya lebih tipis
dan pembuluh darahnya juga lebih sedikit. Sel-sel goblet dan kelenjar juga lebih
sedikit dan terutama ditemukan dekat ostium. Palut lendir di dalam sinus
dibersihkan oleh silia dengan gerakan menyerupai spiral ke arah ostium. Mukosa
penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian
atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia
(pseusostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga
macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa
penghidu berwarna coklat kekuningan.
12
Fungsi hidung ialah untuk jalan napas, alat pengatur kelembaban udara (air
conditioning), penyaring udara, sebagai indra penghidu, untuk resonansi suara,
turut membantu proses bicara dan refleks nasal.
1. Sebagai jalan nafas
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi
konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga
aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara
masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti
udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian
akan melaui nares anterior dan sebagian lain kembali ke belakang
membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring. Pada
musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini
sedikit, sedangkan pada musim dingin terjadi sebaliknya.
13
silia. Faktor lain ialah enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis
bakteri, yang disebut lysozyme.
4. Indra penghidu
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian
atas septum. Partikel bau dapat dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi
dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat.
Silia/reseptor berdiri diatas tonjolan mukosa yang dinamakan
vesikel olfaktorius dan masuk ke dalam lapisan sel-sel reseptor olfaktoria.
Diantara sel-sel reseptor (neuron) terdapat banyak kelenjar Bowman
penghasil mukus (mengandung air, mukopolisakarida, antibodi, enzim,
garam-garam dan protein pengikat bau (G-protein)).
Sel-sel reseptor satu-satunya neuron sistem saraf pusat yang dapat
berganti secara reguler yakni 4-8 minggu. Kecepatan aliran udara pada saat
inspirasi sebesar 250 ml/det. Inspirasi dalam menyebabkan molekul udara
lebih banyak menyentuh mukosa olfaktorius dan sensasi bau tercium. Syarat
zat-zat yang dapat menyebabkan perangsangan penghidu :
a. Harus mudah menguap mudah masuk ke liang hidung
b. Sedikit larut dalam air mudah melalui mukus
c. Mudah larut dalam lemak sel-sel rambut olfaktoria dan ujung luar
sel-sel olfaktoria terdiri dari zat lemak
Sensasi penghidu diperantarai oleh stimulasi sel reseptor olfaktorius
oleh zat - zat kimia yang mudah menguap. Untuk dapat menstimulasi
reseptor olfaktorius, molekul yang terdapat dalam udara harus mengalir
melalui rongga hidung dengan arus udara yang cukup turbulen dan
bersentuhan dengan reseptor. Faktor-faktor yang menentukan efektivitas
stimulasi bau meliputi durasi, volume dan kecepatan menghirup. Tiap sel
reseptor olfaktorius merupakan neuron bipolar sensorik utama.
Zat-zat yang ikut dalam udara inspirasi akan larut dalam lapisan
mukus yang berada pada permukaan membran. Molekul bau yang larut
dalam mukus akan terikat oleh protein spesifik (G-PCR). G-protein ini akan
terstimulasi dan mengaktivasi enzim adenyl siklase. Aktivasi enzim adenyl
14
siklase mempercepat konversi ATP kepada cAMP. Aksi cAMP akan
membuka saluran ion Ca++, sehingga ion Ca++ masuk ke dalam silia
menyebabkan membran semakin positif, terjadi depolarisasi hingga
menghasilkan aksi potensial. Aksi potensial pada akson-akson sel reseptor
menghantar sinyal listrik ke glomeruli (bulbus olfaktorius). Di dalam
glomerulus, akson mengadakan kontak dengan dendrit sel-sel mitral. Akson
sel-sel mitral kemudiannya menghantar sinyal ke korteks piriformis sistem
limbik (area 34 dan 28), medial amigdala dan korteks enthoris (berhubungan
dengan memori) untuk mengidentifikasi bau.
5. Proses Bicara
Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah,
bibir dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal rongga mulut
tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran darah.
6. Resonansi Suara
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau
hilang, sehingga terdengar suara sengau (rinolalia).
7. Refleks Nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh: iritasi mukosa
hidung menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.
15
3.5.2 Etiologi
Penyalahgunaan obat vasokonstriksi hidung topikal merupakan penyebab sebagian
besar terjadinya rinitis medikamentosa. Ada 2 kelas dekongestan nasal yaitu amina
simpatomimetik dan imidazolines. Pemakaian vasokontriktor topikal yang berulang
dan waktu lama akan menyebabkan terjadinya fase dilatasi ulang (rebound
dilatation) setelah vasokontriksi, sehingga timbul obstruksi. Bila pemakaian obat
diteruskan maka akan terjadi dilatasi dan kongesti jaringan, pertambahan mukosa
jaringan dan rangsangan sel-sel mukoid sehingga sumbatan akan menetap.4,5
Selain vasokontriktor topikal, obat-obatan yang dapat menyebabkan edema
mukosa diantaranya adalah obat anti hipertensi, psikosedatif, aspirin, derivat ergot,
pil kontrasepsi , dan anti cholinesterasi.5
16
Thioridazine
Dekongestan Imidazolines
– Simpatomimetik :
Amfetamin Klonidin
Benzedrine Naphazolin
Kafein Oxymetazolin
Ephedrin Xylometazolin
Mescalin
Phenylephrin
Phenylpropanolamin
Pseudoephedrin
3.5.3 Patofisiologi
Mukosa hidung merupakan organ yang amat peka terhadap rangsangan atau iritan
sehingga harus berhati hati dalam mengkonsumsi obat vasokonstriksi topikal dari
golongan simptomatik yang dapat mengakibatkan terganggunya siklus nasal dan
akan berfungsi kembali dengan menghentikan pemakaian obat. Pemakaian
vasokonstriktor topikal yang berulang dalam waktu lama, akan mengakibatkan
terjadinya fase dilatasi berulang (rebound dilatation) setelah vasokonstriksi,
sehingga menimbulkan terjadinya obstruksi atau penyumbatan. Dengan adanya
gejala obstruksi hidung ini menyebabkan pasien lebih sering dan lebih banyak lagi
memakai obat tersebut sehingga efek vasokonstriksi berkurang, pH hidung berubah
dan aktivitas silia terganggu, sedangkan efek balik akan menyebabkan obstruksi
hidung lebih hebat dari keluhan sebelumnya.2
17
Bila pemakaian obat diteruskan akan menyebabkan dilatasi dan kongesti
jaringan. Kemudian terjadi pertambahan mukosa jaringan dan rangsangan sel–sel
mukoid, sehingga sumbatan akan menetap dengan produksi sekret yang
berlebihan.2
Gejala terbatas pada hidung dan terdiri dari kongesti hidung kronis tanpa rinore
signifikan atau bersin dan keluhan lain berupa: 6,7
Gejala tidak berubah berdasarkan musim atau saat pasien di dalam ruangan
atau di luar ruangan.
Tidak ada alergen tertentu yang teridentifikasi.
Pasien dengan rinitis medikamentosa sering mendengkur, sleep apnea, dan
sering bernapas dengan mulut sehingga mengakibatkan sakit tenggorokan
dan mulut kering.
3.5.6 Diagnosis
18
3.5.7 Penatalaksanaan
1. Farmakologi 9
Kortikosteroid nasal
Membantu mengurangi peradangan lokal tanpa efek sistemik dan
mengurangi keluhan hidung tersumbat lebih cepat. Contoh kortikosteroid
nasal yang tersedia adalah budesonide, fluticasone, triamnicolone.
Diberikan selama minimal 2 minggu untuk memperbaiki fisiologi hidung.
Dekongestan oral
Obat yang dipilih biasanya mengandung pseudoefedrin yang bekerja
dengan merangsang reseptor alfa-adrenergik otot polos vaskular. Hal ini
menyebabkan konstriksi pada pembuluh darah arteriol di dalam mukosa
hidung dan mengurangi aliran darah ke area yang membesar.
2. Non farmakologi 2
Pembedahan dilakukan jika terdapat polip atau deviasi septum
Menghentikan penggunaan obat tetes atau semprot vasokonstriktor hidung.
3.5.8 Komplikasi
19
BAB 4
ANALISIS KASUS
TEORI KASUS
Definisi
Rinitis medikamentosa adalah Pasien datang dengan keluhan
suatu kondisi yang ditandai hidung tersumbat sejak 1 tahun
dengan hidung tersumbat tanpa yang lalu
rinorrhea atau bersin.
Etiologi
Penggunaan Vasokonstriksi Pasien sudah menggunakan
hidung topikal dalam jangka obat tetes hidung otripin untuk
waktu lama (> 6 hari) mengobati keluhannya selama
merupakan penyebab sebagian kurang lebih 1 tahun
besar terjadinya rinitis
medikamentosa.
Manifestasi Klinis
Gejala terbatas pada hidung dan Keluhan pasien:
terdiri dari kongesti hidung kronis Hidung sering tersumbat
tanpa rinore Mulut dan bibir terasa kering
Bersin sesekali
Pemeriksaan Fisik
Konka edema (hipertrofi) Konka nasi dextra dan sinistra
Mukosa hidung terlihat inferior hipertrofi
kemerahan Sekret (+) minimal, warna
sekret hidung yang minimal bening
Penatalaksanaan
Kortikosteroid nasal Nasal toilet
Dekongestan oral Cetirizine 2 x 10 mg
Pembedahan Zinc 2 x 20 mg
20
BAB 5
KESIMPULAN
. Gejala dari penyakit terbatas hidung tersumbat secara terus menerus tetapi
tanpa mengeluarkan sekret. Pada penegakan rinitis medikamentosa harus
ditemukan riwayat penggunaan obat vasokonstriksi topikal (dekongestan) jangka
Panjang, dan pada pemeriksaan fisik hidung didapatkan konka hipertrofi, mukosa
hidung kemerahan, dan sekret yang minimal.
21
DAFTAR PUSTAKA
22