Di susun oleh :
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul
“Bimbingan Untuk Anak Tuna Cakap” tepat pada waktunya. Makalah ini diajukan guna
memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan di Sekolah Dasar. Disusun dengan hasil yang
diperoleh dari pemikiran dan pengolahan sumber informasi yang kami dapat melalui
internet maupun dari sumber referensi buku-buku. Atas tersusunnya makalah ini, maka
kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dra. Sehati Kaban M.Pd, selaku dosen mata kuliah Bimbingan di Sekolah
Dasar yang telah memberi tugas dan membimbing kami.
2. Orang tua kami yang selalu mendukung dan membimbing kami, baik secara
material dan non material.
3. Teman-teman yang telah membantu dalam menyusun makalah ini.
4. Dan semua pihak yang telah membantu dalam menyusun makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, Oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah
ini. Semoga makalah ini bermanfaaat bagi pembaca dan bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Murid Tuna Cakap Belajar ……. ................................................ 3
2.2 Jenis-Jenis Tuna Cakap Belajar…… ............................................................. 6
2.3 Karakteristik Murid Tuna Cakap Belajar….. ................................................ 9
2.4 Identifikasi Ketuna-cakapan Belajar…… ..................................................... 11
2.5 Faktor-faktor yang Menimbulkan Ketunacakapan Belajar….. ...................... 13
2.6 Teknik Membantu Anak Tuna Cakap Belajar dan Pencegahannya….. ......... 16
2.7 Cara Menilai (Mengevaluasi) Murid Tuna Cakap Belajar............................. 17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3. Tujuan
Untuk mengetahui:
a. Definisi Tuna Cakap Belajar
b. Identifikasi tuna cakap belajar
c. Karakteristik anak tuna cakap belajar
d. Jenis-jenis tuna cakap belajar
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi anak tuna cakap belajar
2
BAB II
PEMBAHASAN
Secara esensial kedua istilah tersebut dapat dikatakan “identik”. Meskipun jika
dilihat dari faktor yang menimbulkan ketunacakapan belajar cenderung lebih bersifat
internal (faktor yang berasal dari dalam diri anak). Namun karena sama-sama
menunjukkan ketidakmampuan di dalam belajar, maka kedua istilah tersebut cenderung
sama. Tuna cakap belajar (berkesulitan belajar) sebagai terjemahan dari learning
disabiliteis.
Dan dalam uraian berikutnya akan merujuk kepada pembahasan tentang learning
disabiliteis. Istilah yang digunakan untuk menyebut murid berkesulitan belajar (tuna
cakap belajar) cukup beragam. Keragaman istilah ini disebabkan oleh sudut pandang ahli
yang berbeda beda, seperti dikemukakan berikut ini.
a. Kelompok ahli pendidikan menyebutnya dengan istilah educationally
handicapped. Digunakan istilah ini karena murid murid diinjau mengalami
kesulitan dalam mengikuti proses pendidikan, sehingga mereka memerlukan
layanan pendidikan secara khusus sesuai dengan bentuk dan derajat
kesulitannya. Layanan pendidikan khusus yang dimaksud tidak hanya
berkaitan dengan kesulitan yang dihadapinya tetapi juga dalam strategi atau
pendekatan bantuannya. (Hallahan dan Kauffman, 1991).
3
penyimpangan. Penyimpangan perkembangan otak biasanya tidak
menimbulkan kelainan struktural, akan tetapi penyimpangan tersebut dapat
menimbulkan gangguan fungsi pada otak.
Sebelum dikemukakan pengertian tuna cakap belajar terlebih dahulu marilah kita
simak gambar dan ilustrasi berikut ini.
Jika anda perhatikan gambar 9.1 diatas yaitu tentang sampel tulisan tangan
seorang murid, barangkali anda berpikir bahwa tulisan itu dibuat oleh seorang murid
berusia sekitar 6 tahun yang belum memiliki kemampuan koordinasi yang baik.
Kenyataannya, tulisan tadi adalah tulisan anak bernama Tomi yang berusia 10 tahun
berasal dari keluarga menengah dan orang tuanya berpendidikan tinggi. Dalam riwayat
hidupnya tidak ada bukti bahwa Tomi mengalami kelainan kelahiran atau gangguan lain
pada masa kanak-kanak yang dapat mempengaruhi kemampuan menulisnya.
Kemampuan membaca Tomi pun tidak lebih dari kemampuan menulisnya, kemampuan
membaca dia seperti kemampuan membaca anak berusia 6 tahun.
4
Apakah Tomi termasuk seorang anak yang mengalami terbelakang mental ?
jawabannya tidak. Dalam kenyataanya, Tomi menunjukan kemampuan yang cemerlang
dalam matematika dan dia memiliki skor tinggi, yakni 120, dalam tes intelegensi. Apakah
Tomi mengalami ketidakstabilan emosi yang akan menganggu kemampuan
membacanya? Mungkin ya, akan tetapi dia termasuk anak yang disukai guru dan teman-
temannya. Orang tuanya melaporkan bahwa Tomi mampu bergaul dengan orang lain
tanpa mengalami dan menunjukan simptom atau gejala-gejala adanya gangguan.
Kasus di atas menunjukan bahwa Tomi bukan seorang murid terbelakang mental,
bukan juga mengalami gangguan emosional, dan bukanjuga murid yang cacat fisik. Tomi
dalah seorang yang mengalami tuna cakap belajar, dia adalah seorang learning disabled.
5
Definisi-definisi yang dikemukakan para ahli di atas menunjukan bahwa learnig
disabilities tidak digolongkan ke dalam salah satu keluar biasaan, didefinisikan sebagai
gangguan perseptual, konseptual, memori, maupun ekspresif di dalam proses belajar.
Kendatipun gangguan ini bisa terjadi di dalam berbagai tingkatan kecerdasan, namun
“tuna cakap belajar”, lebih terkait dengan tingkat kecerdasan normal atau bahkan diatas
normal. Murid-murid yang berkesulitan belajarmemiliki ketidakteraturan dalam proses
fungsi mental dan fisik yang bisa menghambat alur belajar yang norma;, menyebabkan
keterlambatan dalam kemampuan perseptual-motorik tertentu atau kemampuan
berbahasa. Umumnya masalah ini tampak ketika murid mulai mempelajari mata-mata
pelajaran dasar seperti menulis, membaca, berhitung, dan mengeja.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar atau learning
disabilities merupakan isilah generik yang merujuk kepada keragaman kelompok yang
mengalami gangguan dimana gangguan tersebut diwujudkan dalam kesulitan-kesulitan
yang signifikan yang dapat menimbulkan gangguan proses belajar.
Sekalipun simptom seperti itu bisa mulai tampak pada usia taman kanak-kanak
tapi untuk anak tertentu mungkin belum tampak pada saat anak memasuki sekolah dasar.
Anak-anak yang mengalami ketakberfungsianotak minimal mungkin menampakan
berbagai simptom. Mereka mungkin menghadapi kesulitan untuk mengikuti kegiatan
kelas seperti membaca, mengeja, dan berhitung; kesulitan dalam memahami konsep
konkrit maupun abstrak; performanya cenderung kacau atau tak beraturan tinggi dalam
bidang tertentu dan rendah dalam bidang lainnya. Mereka sering menunjukan gejala
kurang mampu memusatkan perhatian, ketidakstabilan emosi, frustasi, dan sikap
permusuhan. Beberapa symptom spesifik dari ketidakberfungsian otak minimal ialah :
6
1) Kelemahan dalam persepsi dan pembentukan konsep
a) Kelemahan dalam membedakan ukuran
b) Kelemahan tilikan ruang
c) Kelemahan orientasi waktu
d) Kelemahan dalam memperkirakan jarak
e) Kelemahan membedakan bagian-keseluruhan
f) Kelemahan memahami keutuhan
2) Gangguan bicara dan komunikasi
a) Kelemahan membedakan stimulus auditif
b) Perkembangan bahasa yang lamban
c) Seringkali kehilangan pendengaran
d) Seringkali berbicara tak teratur
3) Gangguan fungsi motorik
a) Seringkali gemetar atau menunjukan kekakuan gerak
b) Hiperaktivitas
c) Hipoaktivitas
4) Prestasi dan penyesuaian akademik
a) Ketakcakapan membaca
b) Ketakcakapan berhitung
c) Ketakcakapan mengeja
d) Ketakcakapan menulis, menggambar
e) Kelambanan menyesuaikan pekerjaan
f) Kebimbangan memahami intruksi
5) Karakteristik emosional
a) Implusif
b) Eksplosif
c) Kelemahan kendali emosi dan dorongan
d) Toleransi rendah terhadap frustasi
6) Gangguan proses berpikir
a) Ketakcakapan berpikir abstrak
b) Umumnya berpikir konkret
7
c) Kesulitan membentuk konsep
d) Seringkali berpikirnya tak terorganisasi
e) Keterbatasan tentang memori
f) Seringkali berpikir austistik
b. Aphasia
Aphasia menunjuk kepada suatu kondisi dimana anak gagal menguasai ucapan-
ucapan bahasa yang bermakna pada usia sekitar 3 tahun-an. Ketakcakapan bicara ini tidak
dapat dijelaskan karena faktor ketulian, keterbelakangan mental, gangguan organ bicara,
atau faktor lingkungan.
Aphasia tampak dalam berbagai bentuk dalam symptom yang cukup kompleks.
Secara garis besar symptom aphasia digolongkan ke dalam tiga karakteristik berikut ini.
1. Receptive aphasia
a) Tidak dapat mengidentifikasi apa yang didengar
b) Tidak dapat melacak arah
c) Kemiskinan kosakata
d) Tidak dapat memahami apa yang terjadi dalam gambar
e) Tidak dapat memahami apa yang dia baca
2. Expressive aphasia
a) Jarang bicara di kelas
b) Kesulitan dalam melakukan peniruan
c) Banyak pembicaraan yang tidak sejalan dengan ide
d) Jarang menampilkan gesture (gerak tangan)
e) Ketakcakapan menggambar dan menulis
3. Inner Aphasia
a) Tidak mampu melakukan asosiasi; oleh karena itu sulit berpikir abstrak
b) Memberikan respon yang tak layak atas panggilan/sahutan
c) Lamban merespon
c. Dyslexia
Dyslexsia, ketakcakapan membaca adalah jenis lain gangguan belajar. Semula
istilah dyslexia ini digunakan didalam dunia medis tetapi saat ini digunakan dalam dunia
8
pendidikan untuk mengidentifikasi anak kercerdasan normal yang kesulitan berkompetisi
dengan temannya disekolah. Symptom yang sering ditampilkan anak dyslexia ialah :
1) Kelemahan orientasi kanan-kiri
2) Kecenderungan membaca kata bergerak mundur, seperti “dia” dibaca “aid”
3) Kelemahan keterampilan jari
4) Kesulitan dalam berhitung, kesalahan hitung
5) Kelemahan memori
6) Kesulitan auditif
7) Kelemahan memori visual tidak mampu memvisualkan kembali objek, kata, atau
huruf
8) Dalam membaca keras tidak mampu mengkonversikan symbol visual ke dalam
symbol auditif yang sejalan dengan bunyi kata secara benar. Kata yang diucapkan
tidak sesuai dengan apa yang dilihatnya.
a. Aspek Kognitif
Yaitu murid yang menunjukkan karakteristik kesulitan dalam masalah-masalah
khusus, seperti : Kemampuan membaca, menulis, bicara, mendengarkan, berpikir dan
matematis. Semuanya merupakan penekanan terhadap aspek akademik atau kognitif.
Penekanan seperti ini merefleksikan keyakinan bahwa masalah murid tuna cakap belajar
lebih banyak berkaitan dengan orientasi akademik dan bukan disebabkan oleh tingkat
kecerdasan yang rendah.
9
Kasus kesulitan membaca (dyslexia) yang sering ditemukan di sekolah merupakan
contoh klasik dari kekurang berfungsian aspek kogtnitif anak yang mengalami tuna cakap
belajar. Namun dilain pihak, tidak jarang mereka menunjukkan kemampuan berhitung
atau matematika yang cukup tinggi. Kasus tersebut membuktikan bahwa anak tuna cakap
belajar memiliki kemampuan kognitif yang normal, akan tetapi kemampuan tersebut
tidak berfungsi secara optimal sehingga terjadi keterbelakangan akademik (academic
retardation), yakni terjadinya kesenjangan antara apa yang mestinya dilakukan dengan
apa yang dicapainya secara nyata.
b. Aspek Bahasa
Yaitu murid yang menunjukkan karakteristik kesulitan dalam mengekspresikan
diri, baik secara lisan (verbal) maupun tertulis. Dengan kata lain, murid yang mengalami
tuna cakap belajar dalam aspek bahasa, cenderung mengalami kesulitan dalam menerima
dan memahami bahasa (bahasa reseptif) serta dalam mengekspresikan diri secara verbal
(bahasa ekspresif).
Didalam proses belajar, kemampuan berbahasa merupakan alat untuk memahami
dan menyatakan pikiran. Sehingga aspek kemampuan bahasa dapat dikatakan tidak dapat
dipidahkan dari aspek kognitif, karena proses berbahasa pada hakikatnya adalah proses
kognitif.
c. Aspek Motorik
Masalah motorik merupakan salah satu masalah yang dikaitkan dengan murid
tuna cakap belajar yang berhubugan dengan kesulitan dalam keterampilan motorik-
perseptual (perceptual-motor problem), yang diperlukan untuk mengembangkan
keterampilan meniru rancangan atau pola. Kemampuan motorik ini diperlukan untuk
menggambar, menulis, atau menggunakan gunting, serta sangat diperlukan koordinasi
yang baik; antara tangan dengan mata, yang dalam banyak hal koordinasi tersebut kurang
dimiliki murid yang mengalami tuna cakap belajar.
Untuk lebih jelasnya, salah satu contoh murid yang mengalami tuna cakap belajar
dikarenakan gangguan perseptual-motor, dapat disimak dalam gambar berikut.
10
d. Aspek Sosial dan Emosi
Dua karakteristik yang sering diangkat sebagai karakteristik sosial-emosional
murid tuna cakap belajar ialah kelabilan emosional dan ke-implusif-an. Kelabilan
emosional ditunjukkan oleh sering berubahnya suasana hati dan tempramen, sementara
ke-implusif-an merujuk kepada lemahnya pengendalian terhadap dorongan tersebut.
Karakteristik anak yang mengalami tuna cakap belajar tidak akan berlaku
universal bagi seluruh anak tersebut karena setiap ketuna-cakapan belajar anak yang
spesifik memiliki gejala dan karakteristik tersendiri seperti yang telah dibahas pada
bagian sebelumnya,yaitu tentang jenis-jenis tuna cakap belajar.
Berikut merupakan prosedur lain yang diperlukan dalam menilai seorang murid
yang diduga memiliki tuna cakap belajar yang khusus (kantor pendidikan Amerika, 1977)
11
a. Penambahan anggota tim. Setiap tim berasal dari berbagai disiplin ilmu harus
meliputi (1) guru tetap, dan (2) seorang ahli yang mampu melakukan ujian diagnostik
(ahli psikologi dan guru ahli remedial)
b. Kriteria untuk menentukan ketunacakapan belajar yang khusus
1) Seorang anak dikatakan mengalami tuna cakap belajar jika murid tidak mampu
mencapai prestasi sesuai usia dan tingkat kecakapan dalam satu atau lebih bidang:
a) Ekspresi lisan e) Membaca pemahaman
b) Mendengarkan pemahaman f) Perhitungan matematis, atau
c) Ekspresi tulisan g) Berpikir matematis
d) Keterampilan membaca dasar
2) Seorang murid tidak diidentifikasikan mengalami tuna cakap belajar jika
kesenjangan antara kecakapan dengan prestasi disebabkan oleh:
a) Hambatan visual, pendengaran, atau motorik
b) Keterbelakangan mental
c) Gangguan emosional
d) Ketakberuntungan lingkungan, cultural atau ekonomis
c. Observasi
1) Guru melakukan pengamatan terhadap kegiatan belajar murid di kelas
2) Mengamati murid dalam suatu lingkungan yang cocok bagi murid sesuai dengan
usianya
d. Laporan tertulis
1) Tim mempersiapkan laporan tertulis hasil evaluasi
2) Dalam laporan itu harus meliputi laporan berikut;
a) Tuna cakap belajar khusus apa yang dialami murid
b) Dasar yang digunakan untuk menentukan jenis ketuna-cakapan
c) Perilaku-perilaku yang relevan yang tercatat selama dilakukan pengamatan
d) Hubungan antara perilaku tersebut dengan keberfungsian belajar murid
e) Temuan-temuan medis yang relevan dengan pendidikan
f) Kesenjangan antara prestasi dan kecakapan yang tak dapat diatasi tanpa
pendidikan dan layanan khusus
12
2.5. Faktor-faktor yang Menimbulkan Ketunacakapan Belajar
Setelah diidentifikasi serta dapat diketahui jenis dan karakteristik dari murid yang
mengalami tuna cakap belajar, maka langkah berikutnya seorang guru mampu
mengdiagnosis lebih lanjut dengan cara memahami faktor-faktor yang menimbulkan
ketunacakapan belajar muridnya.
Jerome Rosner (1993) melihat bahwa hal-hal yang paling umum, yang secara
langsung berkaitan dengan masalah kesulitan khususnya dalam ketunacakapan belajar
murid di tingkat sekolah dasar ialah keterlambatan di dalam perkembangan keterampilan
perceptual dan kecakapan dasar berbahasa.
Selanjutnya, kephart (1967) mengelompokan penyebab kenunacakapan belajar
kedalam kategori utama yaitu :
a. Kerusakan Otak
Kerusakan otak berarti terjadinya kerusakan syaraf seperti dalam satu kasus
encephalitis, meningitis, dan toksik. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan gangguan
fungsi otakyang diperlukan untuk proses belajar pada anak dan remaja. Demikian
pula pada anak-anak yang mengalami minimal brain dysfunction pada saat lahir akan
menjadi masalah besar pada saat anak mengalami proses belajar.
b. Faktor Gangguan Emosional
Gangguan emosional terjadi karena adanya trauma emosional yang
berkepanjangan sehingga mengganggu hubungan fungsional system urat syaraf.
Dalam kondisi seperti ini perilaku-perilaku yang terjadi seringkali seperti perilaku
pada kasus kerusakan otak. Namun demikian tidak semua trauma emosional
menimbulkan gangguan belajar.
c. Faktor “pengalaman”
Faktor pengalaman mencakup faktor-faktor seperti kesenjangan perkembangan
dengan kemiskinan pengalaman-lingkungan. Kondisi ini biasanya dialami oleh anak-
anak yang terbatas memperoleh rangsangan lingkungan yang layak atau tidak pernah
memperoleh kesempatan menangani peralatan atau mainan tertentu dimana
kesempatan semacam itu dapat mempermudah anak dalam mengembangkan
keterampilan manipulatif dalam penggunaan alat tulis seperti pensil atau ballpoint.
Kemiskinan lain seperti kurangnya rangsangan auditif menyebabkan anak kurang
13
memiliki perbendaharaan bahasa yang diperlukan untuk berpikir logis dan bernalar.
Biasanya kemiskinan pengalaman ini berkaitan erat dengan kondisi social ekonomi
orangtua, sehingga seringkali juga berkaitan erat dengan masalah kekurangan gizi
yang pada akhirnya dapat mengganggu optimalisasi perkembangan dan keberfungsian
otak.
Faktor-faktor penyebab yang diuraikan di atas, menggambarkan suatu urutan
tahapan yang berkulminasi pada kondisi yang menimbulkan kegagalan belajar. Dalam
perfektif yang lebih luas, faktor yang menimbulkan tuna cakap belajar pada murid,
dapat digambarkan seperti berikut.
PENYEBAB ASAL
TATARAN
I Bawaan lahir Diperoleh
HASIL
IV Keragaman Gaya Belajar
Fisiologis Psikologis
14
Bagan di atas menelusuri tahapan dalam tuna cakap belajar yang diklasifikasikan
ke dalam empat tataran, yaitu dari mulai penyebab sa,pai hasil. Penjelasannya dapat
diuraikan sebagai berikut :
Tataran I menunjukkan penyebab asal, baik yang terjasi pada saat kelahiran (baru
lahir) maupun setelah lahir (diperoleh). Hasil dari tataran I ini terwujud dalam,
Tataran II yang cenderung berupa kerusakan otak, ketidakseimbangan kimiawi,
hamabatan emosional, kesenjangan, kematangan, dan / atau kemiskinan pengalaman
yang dapat menimbulkan kesulitan dalam presepsi, pembentukan konsep, memori dan
proses lainnya sebagaimana tampak dalam Tataran III. Kesulitan-kesulitan yang
terjadi pada tataran III menghasilakan berbagai gaya belajar sebagaimana tampak
pada Tataran IV. Jika ditilik dari proses tersebut, maka ketunacakapan belajar dapat
disebabkan oleh faktor ganda.
Dengan menilik factor –faktor di atas, faktor pada tataran I dan II lebih banyak
menyangkut aspek medis, biologis, atau sosiologis sehingga bidang medis akan lebih
banyak terlibat dalam menangani maslah ini. Sedangkan pada tataran III akan lebih
banyak melibatkan guru dan ahli pendidikan. Untuk kepentingan layanan pendidikan
dan psikologis di dalam diagnosis dan remedial, keragaman gaya belajar seperti
tampak pada tatan IV harus menjadi focus utama penyembuhan.
Gaya belajar seperti tampak pada tataran IV merupakan hal baru tetapi merupakan
dimensi yang sangat penting dalam memahami ketunacakapan belajar murid.
Sebagai contoh, seorang murid yang mempunyai gaya belajar auditif tentu tidak
akan efektif mencerna informasi yang disajikan melalui rangsangan visual. Dengan
demikian dpaat dikatakan bahwa kekeliruan dalam gaya penyajian dapat
menimbulkan kelambanan atau kegagalan yang dialaminya dalam belajar pada saat
ini. Oleh karena itu bagi para guru, seyogyanya memahami benar faktor-faktor yang
dapat menimbulkan kesulitan pada muridnya, lebih-lebih terhadap murid yang
mengalami tuna cakap belajar, serta mampu melakukan analisis tugas dan perilaku
anak sebagai dasar pengembangan program pengajaran yang sepadan dengan gaya
belajar dan gaya kognitif anak.
15
2.6. Teknik Membantu Anak Tuna Cakap Belajar dan Pencegahannya
Cartwright (1984), mengemukakan secara rinci tentang cara mengajar murid yang
mengalami tuna cakap belajar adalah sebagai berikut :
16
2.7. Cara Menilai (Mengevaluasi) Murid Tuna Cakap Belajar
Terdapat tiga dasar layanan bimbingan yang dapat dikembangkan secara terpadu
dengan proses pembelajaran dalam upaya membantu murid tuna cakap belajar. Jerome
Rosner (1993) menggolongkan pola tersebut ke dalam layanan Remediasi,
Kompensasi, dan Prevensi.
17
mencapai tujuan tersebut layanan yang bersifat kompensasi ini hendaknya
memperhatikan patokan atau rambu-rambu berikut;
1) Pahami dan pastikan bahwa murid memiliki pengetahuan factual yang
diperlukan dalam mempelajari bahan ajaran,
2) Batasi jumlah informasi baru kepada hal-hal yang tercantum pada bahan atau
unit ajaran, dan sampaikan sedikit demi sedikit; jika perlu gunakan system
jembatan keledai,
3) Sajikan informasi secara jelas tentang apa yang harus murid pelajari,
4) Nyatakan secara ekspilisit bahwa informasi yang diajakrkan berkaitan dengan
informasi yang telah dimiliki murid,
5) Jika murid sudah mampu menguasai unit-unit kecil perkenalkan di kepada unit-
unit yang lebih besar
6) Sipakan pengalaman ulanh untuk meperkuat informasi baru dalam ingatan
murid
7) Lakukan drill dan latihan yang paling efektif, jika perlu minta murid
mengatakan dan menuliskan apa yang dia liahat dan dengar.
18
Tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam mengambil keputusan (faktor-faktor
prognostic) untuk melakukan treatment yaitu :
1) Kasus yang mungkin terjadi baik menyangkut aspek kelemahan Bahasa atau
ketrampilan perseptual
2) Usia murid dan kelemahan dalam prestasi belajarnya disekolah
3) Tersedianya sumber-sumber emosi, fisik, waktu dan enegi yang diperlukan
dalam program remedial.
c. Prevensi, langkah pertama dalam prevensi adalah mengidentifikasi murid sebelum ia
mengalamai kesulitan atau ketunacakapan belajar di sekolah. Langkah-langkah ini
dilaksanakan melalui tes atau pemeriksaan terhadap aspek-aspek pribadi murid yaitu
sebagai berikut;
1) Kesehatan, untuk mengetahui kesehatan mrid perlu keterangan dari dokter
anak (pediatrician) yang menjelaskan tentang kondisi kesehatan murid tersebut.
2) Perkembangan, yang diperlu dipahami yaitu menyangkut aspek-aspek social,
bahsa, motor, dan tingkah laku adaptif.
3) Penglihatan dan Pendengaran, untuk mengetahui kesehatan penglihatan
murid bisa memeriksakan murid ke dokter ahli mata sdangkan untuk
mengetahui kondisi pendengarannya dapat diperoleh keterangan dari dokter
ahli telinga (THT).
4) Keterampilan dan Perseptual, untuk mengetahui keterampilan perseptual ini
dapat dilakukan pemeriksaaan disamping dari ahli kesehatan juga melalui tes
psikologis tentang keterampilan perseptual, penglihatan, dan pendengaran.
5) Usia Pra Sekolah, semakin berkembangnya zaman banyak anak yang masuk
sekolah sebelum usia lima tahun. Dalam hal ini oerlu dipilih secara hati-hati
apakah akan mengalami resiko atau tidak.
6) Usia Masuk TK, menurut aturan anak tidak boleh masuk sekolah sebelum usia
lima tahun. Pada kenyataannya mungkin saja ditemukan anak yang berusia
lima tahun sudah menampilkan perkembangan yang baik dalam perilaku social,
Bahasa, dan penyesuaian dirinya. Namaun anak seperti ini relative masih
sangat sedikit.
19
BAB III
PENUTUPAN
3.1 KESIMPULAN
Pengertian tentang murid kerkesulitan belajar (tuna cakap belajar), dijelaskan oleh
Canadian Assosiation for Children and Adults with Learning Disabilities (1981) adalah
mereka yang tidak mampu mengikuti pelajaran disekolah meskipun kecerdasannya
termasuk normal, sedikit di atas normal, atau sedikit dibawah normal.
3.2 SARAN
20
DAFTAR PUSTAKA
21