Anda di halaman 1dari 24

BIMBINGAN DI SEKOLAH DASAR

BIMBINGAN UNTUK ANAK TUNA CAKAP


BELAJAR

Dosen pengampu : Dra. Sehati kaban M.Pd

Di susun oleh :

1. Anisa Djogi Mulyo (1815155304)


2. Irfan Wahyudi (1815151357)
3. Sheila Lutfhia Moonaliza (1815154824)
Kelas G
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul
“Bimbingan Untuk Anak Tuna Cakap” tepat pada waktunya. Makalah ini diajukan guna
memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan di Sekolah Dasar. Disusun dengan hasil yang
diperoleh dari pemikiran dan pengolahan sumber informasi yang kami dapat melalui
internet maupun dari sumber referensi buku-buku. Atas tersusunnya makalah ini, maka
kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Sehati Kaban M.Pd, selaku dosen mata kuliah Bimbingan di Sekolah
Dasar yang telah memberi tugas dan membimbing kami.
2. Orang tua kami yang selalu mendukung dan membimbing kami, baik secara
material dan non material.
3. Teman-teman yang telah membantu dalam menyusun makalah ini.
4. Dan semua pihak yang telah membantu dalam menyusun makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, Oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah
ini. Semoga makalah ini bermanfaaat bagi pembaca dan bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Murid Tuna Cakap Belajar ……. ................................................ 3
2.2 Jenis-Jenis Tuna Cakap Belajar…… ............................................................. 6
2.3 Karakteristik Murid Tuna Cakap Belajar….. ................................................ 9
2.4 Identifikasi Ketuna-cakapan Belajar…… ..................................................... 11
2.5 Faktor-faktor yang Menimbulkan Ketunacakapan Belajar….. ...................... 13
2.6 Teknik Membantu Anak Tuna Cakap Belajar dan Pencegahannya….. ......... 16
2.7 Cara Menilai (Mengevaluasi) Murid Tuna Cakap Belajar............................. 17

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 20
3.2 Saran ............. ........................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA……….. .............................................................................. 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Setiap anak memiliki kemampuan atau kelebihan yang berbeda-beda, begitu pula
dengan kekurangan atau ketidak mampuannya yang menjadi masalah bagi siswa salah
satunya adalah anank tuna cakap belajar. Jangankan anak berbakat atau berpotensi, anak
tuna cakap belajar pun membutuhkan atau lebih membutuhkan seseorang yang dapat
memahami serta menghargai kekurangan dan ketidak mampuannya, atau orang yang
mampu memecahkan masalahnya itu. Karena sifat dasar anak berbeda-beda, baik
tempramennya, gaya, sikap maupun emosinya. Begitu juga dengan anak tuna cakap
belajar akan berbeda dengan anak normal lainnya dan begitu jelas.
Berbagai observasi menunjukan bahwa cara berpikir anak tuna cakap belajar
berbeda dengan cara berpikir anak normal pada umumnya. Karena adanya keterlambatan
dalam berpikir atau menerima materi/stimulus/rangsangan dari orang lain, khususnya saat
belajar. Kita menyadari bahwa kurang adanya perhatian terhadap kebutuhan anak yang
memiliki masalah (anak tuna cakap belajar) dalam cara berpikir atau merealisasikan
sesuatu dan kesempatan. Kesempatan yang sepadan dan selaras dengan kebutuhan atau
ketidak mampuan mereka.
Dengan itu, kita sebagai calon pendidik dan pembimbing sekaligus orang tua
mereka, harus mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada anak didik kita yang
mempunyai kelemahan atau ketidak mampuan dalam berpikir (anak tuna cakap belajar),
dan bagai mana cara kita untuk mengetahui anak tersebut, Untuk itu kita akan membahas
tentang cara mengetahui anak tuna cakap belajar dan cara membimbingnya.

1.2. Rumusan Masalah


a. Apakah Definisi Tuna Cakap Belajar?
b. Bagaimanakah identifikasi tuna cakap belajar?
c. Bagaimanakah karakteristik anak tuna cakap belajar?
d. Apa sajakah jenis-jenis tuna cakap belajar?
e. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi anak tuna cakap belajar?

1
1.3. Tujuan
Untuk mengetahui:
a. Definisi Tuna Cakap Belajar
b. Identifikasi tuna cakap belajar
c. Karakteristik anak tuna cakap belajar
d. Jenis-jenis tuna cakap belajar
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi anak tuna cakap belajar

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Murid Tuna Cakap Belajar

Pengertian tentang murid tuna cakap belajar nampaknya cenderung belum


memasyarakat, karena istilah yang sudah lazim digunakan dalam pendidikan di Indonesia
adalah murid yang mengalami kesulitan belajar dengan sebutan anak “berkesulitan
belajar”.

Secara esensial kedua istilah tersebut dapat dikatakan “identik”. Meskipun jika
dilihat dari faktor yang menimbulkan ketunacakapan belajar cenderung lebih bersifat
internal (faktor yang berasal dari dalam diri anak). Namun karena sama-sama
menunjukkan ketidakmampuan di dalam belajar, maka kedua istilah tersebut cenderung
sama. Tuna cakap belajar (berkesulitan belajar) sebagai terjemahan dari learning
disabiliteis.

Dan dalam uraian berikutnya akan merujuk kepada pembahasan tentang learning
disabiliteis. Istilah yang digunakan untuk menyebut murid berkesulitan belajar (tuna
cakap belajar) cukup beragam. Keragaman istilah ini disebabkan oleh sudut pandang ahli
yang berbeda beda, seperti dikemukakan berikut ini.
a. Kelompok ahli pendidikan menyebutnya dengan istilah educationally
handicapped. Digunakan istilah ini karena murid murid diinjau mengalami
kesulitan dalam mengikuti proses pendidikan, sehingga mereka memerlukan
layanan pendidikan secara khusus sesuai dengan bentuk dan derajat
kesulitannya. Layanan pendidikan khusus yang dimaksud tidak hanya
berkaitan dengan kesulitan yang dihadapinya tetapi juga dalam strategi atau
pendekatan bantuannya. (Hallahan dan Kauffman, 1991).

b. Bidang medis menyebutnya brain injured, minimal brain dyshfunction,


alasannya karena dari hasil deteksi secara medis anak-anak tuna cakap belajar
mengalami penyimpangan dalam perkembangan otaknya, yang diakibatkan
adanya masalah pada saat persalinan atau memang sejak lahir mengalami

3
penyimpangan. Penyimpangan perkembangan otak biasanya tidak
menimbulkan kelainan struktural, akan tetapi penyimpangan tersebut dapat
menimbulkan gangguan fungsi pada otak.

c. Kelompok ahli psikolinguistik menggunakan istilah language disorders,


karena anak-anak tuna cakap belajar cenderung mengalami gangguan dalam
berbahasa. Gangguan bahasa yang dimaksud meliputi berbahasa ekspresif
yaitu kemampuan mengemukakan
ide atau perasaan secara lisan, dan
berbahasa reseptif yaitu
kemampuan menangkap ide atau
menangkap perasaan orang lain
yang disampaikan secara lisan.

Persoalannya sekarang siapakan murid


tuna belajar itu ? tampaknya sebagian pendidik
(guru) yang setiap harinya berkecimpung
dalam proses pembelajaran, cenderung belum
memahami benar siapa sebenarnya murid yang
mengalami tuna cakap belajar (berkesulitan belajar).

Sebelum dikemukakan pengertian tuna cakap belajar terlebih dahulu marilah kita
simak gambar dan ilustrasi berikut ini.

Jika anda perhatikan gambar 9.1 diatas yaitu tentang sampel tulisan tangan
seorang murid, barangkali anda berpikir bahwa tulisan itu dibuat oleh seorang murid
berusia sekitar 6 tahun yang belum memiliki kemampuan koordinasi yang baik.
Kenyataannya, tulisan tadi adalah tulisan anak bernama Tomi yang berusia 10 tahun
berasal dari keluarga menengah dan orang tuanya berpendidikan tinggi. Dalam riwayat
hidupnya tidak ada bukti bahwa Tomi mengalami kelainan kelahiran atau gangguan lain
pada masa kanak-kanak yang dapat mempengaruhi kemampuan menulisnya.
Kemampuan membaca Tomi pun tidak lebih dari kemampuan menulisnya, kemampuan
membaca dia seperti kemampuan membaca anak berusia 6 tahun.

4
Apakah Tomi termasuk seorang anak yang mengalami terbelakang mental ?
jawabannya tidak. Dalam kenyataanya, Tomi menunjukan kemampuan yang cemerlang
dalam matematika dan dia memiliki skor tinggi, yakni 120, dalam tes intelegensi. Apakah
Tomi mengalami ketidakstabilan emosi yang akan menganggu kemampuan
membacanya? Mungkin ya, akan tetapi dia termasuk anak yang disukai guru dan teman-
temannya. Orang tuanya melaporkan bahwa Tomi mampu bergaul dengan orang lain
tanpa mengalami dan menunjukan simptom atau gejala-gejala adanya gangguan.

Kasus di atas menunjukan bahwa Tomi bukan seorang murid terbelakang mental,
bukan juga mengalami gangguan emosional, dan bukanjuga murid yang cacat fisik. Tomi
dalah seorang yang mengalami tuna cakap belajar, dia adalah seorang learning disabled.

Dibawah ini dikemukakan beberapa definisi tentang learning disabilities yang


dikemukakan oleh para ahli. Samuel Krik (1971), mengemukakan definisi learning
disabilities adalah murid yang tidah digolongkan kepada kategori dibawah normal
(keluarbiasaan), namun mereka mengalami kelemahan dalam berbicara perseptual-
motorik (berbahasa), persepsi visual dan auditory. Dengan kata lain adalah mereka yang
mengalami kelemahan dalam kemampuan perseptual-motorik tertentu. Sehingga pada
saat mulai mempelajari mata-mata pelajaran dasar, cenderung mengalami kesulitan dalam
membaca, menulis, mengeja, dan berhitung.

Adapun pengertian tentang murid kerkesulitan belajar (tuna cakap belajar),


dijelaskan oleh Canadian Assosiation for Children and Adults with Learning Disabilities
(1981) adalah mereka yang tidak mampu mengikuti pelajaran disekolah meskipun
kecerdasannya termasuk normal, sedikit di atas normal, atau sedikit dibawah normal.
Keadaan ini terjadi sebagai akibat disfungsi minimal otak (DMO) yang terjadi karena
penyimpangan perkembangan otak yang dapat berwujud dalam berbagai kombinasi
gejala gangguan seperti : gangguan persepsi, pembentukan konsep, bahasa, ingatan,
kontrol, perhatian atau gangguan motorik keadaan ini tidak disebabkan oleh gangguan
primer pada penglihatan, pendengaran, cacat motorik atau gangguan emosional, retardasi
mental, atau akibat lingkungan (Cartwright, dkk, 1984).

5
Definisi-definisi yang dikemukakan para ahli di atas menunjukan bahwa learnig
disabilities tidak digolongkan ke dalam salah satu keluar biasaan, didefinisikan sebagai
gangguan perseptual, konseptual, memori, maupun ekspresif di dalam proses belajar.
Kendatipun gangguan ini bisa terjadi di dalam berbagai tingkatan kecerdasan, namun
“tuna cakap belajar”, lebih terkait dengan tingkat kecerdasan normal atau bahkan diatas
normal. Murid-murid yang berkesulitan belajarmemiliki ketidakteraturan dalam proses
fungsi mental dan fisik yang bisa menghambat alur belajar yang norma;, menyebabkan
keterlambatan dalam kemampuan perseptual-motorik tertentu atau kemampuan
berbahasa. Umumnya masalah ini tampak ketika murid mulai mempelajari mata-mata
pelajaran dasar seperti menulis, membaca, berhitung, dan mengeja.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar atau learning
disabilities merupakan isilah generik yang merujuk kepada keragaman kelompok yang
mengalami gangguan dimana gangguan tersebut diwujudkan dalam kesulitan-kesulitan
yang signifikan yang dapat menimbulkan gangguan proses belajar.

2.2. Jenis-Jenis Tuna Cakap Belajar


a. Minimal Brain Dysfunction.
Minimal Brain Dysfunction adalah ketidakberfungsian minimal otak, digunakan
untuk merujuk suatu kondisi gangguan syaraf minimal pada murid. Ketakberfungsian ini
bisa termanifestasi dalam berbagai kombinasi kesulitan seperti: persepsi, knseptualisasi,
bahasa, memori, pengendalian perhatian, impulse (dorongan), atau fungsi motorik.

Sekalipun simptom seperti itu bisa mulai tampak pada usia taman kanak-kanak
tapi untuk anak tertentu mungkin belum tampak pada saat anak memasuki sekolah dasar.
Anak-anak yang mengalami ketakberfungsianotak minimal mungkin menampakan
berbagai simptom. Mereka mungkin menghadapi kesulitan untuk mengikuti kegiatan
kelas seperti membaca, mengeja, dan berhitung; kesulitan dalam memahami konsep
konkrit maupun abstrak; performanya cenderung kacau atau tak beraturan tinggi dalam
bidang tertentu dan rendah dalam bidang lainnya. Mereka sering menunjukan gejala
kurang mampu memusatkan perhatian, ketidakstabilan emosi, frustasi, dan sikap
permusuhan. Beberapa symptom spesifik dari ketidakberfungsian otak minimal ialah :

6
1) Kelemahan dalam persepsi dan pembentukan konsep
a) Kelemahan dalam membedakan ukuran
b) Kelemahan tilikan ruang
c) Kelemahan orientasi waktu
d) Kelemahan dalam memperkirakan jarak
e) Kelemahan membedakan bagian-keseluruhan
f) Kelemahan memahami keutuhan
2) Gangguan bicara dan komunikasi
a) Kelemahan membedakan stimulus auditif
b) Perkembangan bahasa yang lamban
c) Seringkali kehilangan pendengaran
d) Seringkali berbicara tak teratur
3) Gangguan fungsi motorik
a) Seringkali gemetar atau menunjukan kekakuan gerak
b) Hiperaktivitas
c) Hipoaktivitas
4) Prestasi dan penyesuaian akademik
a) Ketakcakapan membaca
b) Ketakcakapan berhitung
c) Ketakcakapan mengeja
d) Ketakcakapan menulis, menggambar
e) Kelambanan menyesuaikan pekerjaan
f) Kebimbangan memahami intruksi
5) Karakteristik emosional
a) Implusif
b) Eksplosif
c) Kelemahan kendali emosi dan dorongan
d) Toleransi rendah terhadap frustasi
6) Gangguan proses berpikir
a) Ketakcakapan berpikir abstrak
b) Umumnya berpikir konkret

7
c) Kesulitan membentuk konsep
d) Seringkali berpikirnya tak terorganisasi
e) Keterbatasan tentang memori
f) Seringkali berpikir austistik

b. Aphasia
Aphasia menunjuk kepada suatu kondisi dimana anak gagal menguasai ucapan-
ucapan bahasa yang bermakna pada usia sekitar 3 tahun-an. Ketakcakapan bicara ini tidak
dapat dijelaskan karena faktor ketulian, keterbelakangan mental, gangguan organ bicara,
atau faktor lingkungan.

Aphasia tampak dalam berbagai bentuk dalam symptom yang cukup kompleks.
Secara garis besar symptom aphasia digolongkan ke dalam tiga karakteristik berikut ini.
1. Receptive aphasia
a) Tidak dapat mengidentifikasi apa yang didengar
b) Tidak dapat melacak arah
c) Kemiskinan kosakata
d) Tidak dapat memahami apa yang terjadi dalam gambar
e) Tidak dapat memahami apa yang dia baca
2. Expressive aphasia
a) Jarang bicara di kelas
b) Kesulitan dalam melakukan peniruan
c) Banyak pembicaraan yang tidak sejalan dengan ide
d) Jarang menampilkan gesture (gerak tangan)
e) Ketakcakapan menggambar dan menulis
3. Inner Aphasia
a) Tidak mampu melakukan asosiasi; oleh karena itu sulit berpikir abstrak
b) Memberikan respon yang tak layak atas panggilan/sahutan
c) Lamban merespon

c. Dyslexia
Dyslexsia, ketakcakapan membaca adalah jenis lain gangguan belajar. Semula
istilah dyslexia ini digunakan didalam dunia medis tetapi saat ini digunakan dalam dunia

8
pendidikan untuk mengidentifikasi anak kercerdasan normal yang kesulitan berkompetisi
dengan temannya disekolah. Symptom yang sering ditampilkan anak dyslexia ialah :
1) Kelemahan orientasi kanan-kiri
2) Kecenderungan membaca kata bergerak mundur, seperti “dia” dibaca “aid”
3) Kelemahan keterampilan jari
4) Kesulitan dalam berhitung, kesalahan hitung
5) Kelemahan memori
6) Kesulitan auditif
7) Kelemahan memori visual tidak mampu memvisualkan kembali objek, kata, atau
huruf
8) Dalam membaca keras tidak mampu mengkonversikan symbol visual ke dalam
symbol auditif yang sejalan dengan bunyi kata secara benar. Kata yang diucapkan
tidak sesuai dengan apa yang dilihatnya.

d. Kelemahan Peseptual atau Perseptual-Motorik


Kelemahan perseptual dan perseptual-motorik sebenarnya merujuk kepada
masalah yang sama. Persepsi dapat diidentifikasi tanpa mengaitkan dengan aspek
motorik. Persepsi itu sendiri membedakan stimulus sensoris, yang pada gilirannya harus
diorganisasikan ke dalam pola-pola yang bermakna.

2.3. Karakteristik Murid Tuna Cakap Belajar


Karakteristik tuna cakap belajar yang ditemukan pada murid, kecenderungan
menunjukkan kesulitan dalam hal-hal berikut.

a. Aspek Kognitif
Yaitu murid yang menunjukkan karakteristik kesulitan dalam masalah-masalah
khusus, seperti : Kemampuan membaca, menulis, bicara, mendengarkan, berpikir dan
matematis. Semuanya merupakan penekanan terhadap aspek akademik atau kognitif.
Penekanan seperti ini merefleksikan keyakinan bahwa masalah murid tuna cakap belajar
lebih banyak berkaitan dengan orientasi akademik dan bukan disebabkan oleh tingkat
kecerdasan yang rendah.

9
Kasus kesulitan membaca (dyslexia) yang sering ditemukan di sekolah merupakan
contoh klasik dari kekurang berfungsian aspek kogtnitif anak yang mengalami tuna cakap
belajar. Namun dilain pihak, tidak jarang mereka menunjukkan kemampuan berhitung
atau matematika yang cukup tinggi. Kasus tersebut membuktikan bahwa anak tuna cakap
belajar memiliki kemampuan kognitif yang normal, akan tetapi kemampuan tersebut
tidak berfungsi secara optimal sehingga terjadi keterbelakangan akademik (academic
retardation), yakni terjadinya kesenjangan antara apa yang mestinya dilakukan dengan
apa yang dicapainya secara nyata.

b. Aspek Bahasa
Yaitu murid yang menunjukkan karakteristik kesulitan dalam mengekspresikan
diri, baik secara lisan (verbal) maupun tertulis. Dengan kata lain, murid yang mengalami
tuna cakap belajar dalam aspek bahasa, cenderung mengalami kesulitan dalam menerima
dan memahami bahasa (bahasa reseptif) serta dalam mengekspresikan diri secara verbal
(bahasa ekspresif).
Didalam proses belajar, kemampuan berbahasa merupakan alat untuk memahami
dan menyatakan pikiran. Sehingga aspek kemampuan bahasa dapat dikatakan tidak dapat
dipidahkan dari aspek kognitif, karena proses berbahasa pada hakikatnya adalah proses
kognitif.

c. Aspek Motorik
Masalah motorik merupakan salah satu masalah yang dikaitkan dengan murid
tuna cakap belajar yang berhubugan dengan kesulitan dalam keterampilan motorik-
perseptual (perceptual-motor problem), yang diperlukan untuk mengembangkan
keterampilan meniru rancangan atau pola. Kemampuan motorik ini diperlukan untuk
menggambar, menulis, atau menggunakan gunting, serta sangat diperlukan koordinasi
yang baik; antara tangan dengan mata, yang dalam banyak hal koordinasi tersebut kurang
dimiliki murid yang mengalami tuna cakap belajar.
Untuk lebih jelasnya, salah satu contoh murid yang mengalami tuna cakap belajar
dikarenakan gangguan perseptual-motor, dapat disimak dalam gambar berikut.

10
d. Aspek Sosial dan Emosi
Dua karakteristik yang sering diangkat sebagai karakteristik sosial-emosional
murid tuna cakap belajar ialah kelabilan emosional dan ke-implusif-an. Kelabilan
emosional ditunjukkan oleh sering berubahnya suasana hati dan tempramen, sementara
ke-implusif-an merujuk kepada lemahnya pengendalian terhadap dorongan tersebut.
Karakteristik anak yang mengalami tuna cakap belajar tidak akan berlaku
universal bagi seluruh anak tersebut karena setiap ketuna-cakapan belajar anak yang
spesifik memiliki gejala dan karakteristik tersendiri seperti yang telah dibahas pada
bagian sebelumnya,yaitu tentang jenis-jenis tuna cakap belajar.

2.4. Identifikasi Ketuna-cakapan Belajar


Prosedur identifikasi dan metode pengajaran yang digunakan untuk murid yang
mengalami tuna cakap belajar, memiliki prinsip-prinsip dasar evaluasi yang perlu
dipahami para guru. Prinsip-prinsip dasar tersebut adalah sebagai berikut :
a. Tes atau teknik evaluasi lain harus diberikan dalam bahasa anak, dapat difahami oleh
anak.
b. Tidak ada prosedur tunggal yang bisa digunakan untuk menentukan program
pendidikan yang layak bagi anak berkesulitan belajar.
c. Evaluasi harus dilakukan oleh tim dari berbagai disiplin, setidak-tidaknya terdiri atas
seorang guru atau ahli yang lain yang mengetahui masalah berkesulitan belajar.

Berikut merupakan prosedur lain yang diperlukan dalam menilai seorang murid
yang diduga memiliki tuna cakap belajar yang khusus (kantor pendidikan Amerika, 1977)

11
a. Penambahan anggota tim. Setiap tim berasal dari berbagai disiplin ilmu harus
meliputi (1) guru tetap, dan (2) seorang ahli yang mampu melakukan ujian diagnostik
(ahli psikologi dan guru ahli remedial)
b. Kriteria untuk menentukan ketunacakapan belajar yang khusus
1) Seorang anak dikatakan mengalami tuna cakap belajar jika murid tidak mampu
mencapai prestasi sesuai usia dan tingkat kecakapan dalam satu atau lebih bidang:
a) Ekspresi lisan e) Membaca pemahaman
b) Mendengarkan pemahaman f) Perhitungan matematis, atau
c) Ekspresi tulisan g) Berpikir matematis
d) Keterampilan membaca dasar
2) Seorang murid tidak diidentifikasikan mengalami tuna cakap belajar jika
kesenjangan antara kecakapan dengan prestasi disebabkan oleh:
a) Hambatan visual, pendengaran, atau motorik
b) Keterbelakangan mental
c) Gangguan emosional
d) Ketakberuntungan lingkungan, cultural atau ekonomis
c. Observasi
1) Guru melakukan pengamatan terhadap kegiatan belajar murid di kelas
2) Mengamati murid dalam suatu lingkungan yang cocok bagi murid sesuai dengan
usianya
d. Laporan tertulis
1) Tim mempersiapkan laporan tertulis hasil evaluasi
2) Dalam laporan itu harus meliputi laporan berikut;
a) Tuna cakap belajar khusus apa yang dialami murid
b) Dasar yang digunakan untuk menentukan jenis ketuna-cakapan
c) Perilaku-perilaku yang relevan yang tercatat selama dilakukan pengamatan
d) Hubungan antara perilaku tersebut dengan keberfungsian belajar murid
e) Temuan-temuan medis yang relevan dengan pendidikan
f) Kesenjangan antara prestasi dan kecakapan yang tak dapat diatasi tanpa
pendidikan dan layanan khusus

12
2.5. Faktor-faktor yang Menimbulkan Ketunacakapan Belajar
Setelah diidentifikasi serta dapat diketahui jenis dan karakteristik dari murid yang
mengalami tuna cakap belajar, maka langkah berikutnya seorang guru mampu
mengdiagnosis lebih lanjut dengan cara memahami faktor-faktor yang menimbulkan
ketunacakapan belajar muridnya.
Jerome Rosner (1993) melihat bahwa hal-hal yang paling umum, yang secara
langsung berkaitan dengan masalah kesulitan khususnya dalam ketunacakapan belajar
murid di tingkat sekolah dasar ialah keterlambatan di dalam perkembangan keterampilan
perceptual dan kecakapan dasar berbahasa.
Selanjutnya, kephart (1967) mengelompokan penyebab kenunacakapan belajar
kedalam kategori utama yaitu :
a. Kerusakan Otak
Kerusakan otak berarti terjadinya kerusakan syaraf seperti dalam satu kasus
encephalitis, meningitis, dan toksik. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan gangguan
fungsi otakyang diperlukan untuk proses belajar pada anak dan remaja. Demikian
pula pada anak-anak yang mengalami minimal brain dysfunction pada saat lahir akan
menjadi masalah besar pada saat anak mengalami proses belajar.
b. Faktor Gangguan Emosional
Gangguan emosional terjadi karena adanya trauma emosional yang
berkepanjangan sehingga mengganggu hubungan fungsional system urat syaraf.
Dalam kondisi seperti ini perilaku-perilaku yang terjadi seringkali seperti perilaku
pada kasus kerusakan otak. Namun demikian tidak semua trauma emosional
menimbulkan gangguan belajar.
c. Faktor “pengalaman”
Faktor pengalaman mencakup faktor-faktor seperti kesenjangan perkembangan
dengan kemiskinan pengalaman-lingkungan. Kondisi ini biasanya dialami oleh anak-
anak yang terbatas memperoleh rangsangan lingkungan yang layak atau tidak pernah
memperoleh kesempatan menangani peralatan atau mainan tertentu dimana
kesempatan semacam itu dapat mempermudah anak dalam mengembangkan
keterampilan manipulatif dalam penggunaan alat tulis seperti pensil atau ballpoint.
Kemiskinan lain seperti kurangnya rangsangan auditif menyebabkan anak kurang

13
memiliki perbendaharaan bahasa yang diperlukan untuk berpikir logis dan bernalar.
Biasanya kemiskinan pengalaman ini berkaitan erat dengan kondisi social ekonomi
orangtua, sehingga seringkali juga berkaitan erat dengan masalah kekurangan gizi
yang pada akhirnya dapat mengganggu optimalisasi perkembangan dan keberfungsian
otak.
Faktor-faktor penyebab yang diuraikan di atas, menggambarkan suatu urutan
tahapan yang berkulminasi pada kondisi yang menimbulkan kegagalan belajar. Dalam
perfektif yang lebih luas, faktor yang menimbulkan tuna cakap belajar pada murid,
dapat digambarkan seperti berikut.
PENYEBAB ASAL
TATARAN
I Bawaan lahir Diperoleh

II Kerusakan otak ↔ Ketidak seimbangan kimiawi ↔ Hambatan emosional ↔ Kesenjangan


Kematangan ↔ Kemiskinan pengalaman

III Ketidak Berfungsian dalam :

Persepsi Pembentukan Konsep Memori Proses Lain

HASIL
IV Keragaman Gaya Belajar

Fisiologis Psikologis

Visual vs. Auditif


Kinestetik vs. Auditif/Visual
Verbal vs. Performan
Bahasa vs. Nonbahasa
Aktif vs. Lemah
Kooperatis vs. Menghindar
Kombinasi berbagai gaya

Hirearki penyebab kesulitan belajar


(Diterjemahkan dari Bush, Wilma Jo & Waugh, Kenneth W. 1971, H. 36)

14
Bagan di atas menelusuri tahapan dalam tuna cakap belajar yang diklasifikasikan
ke dalam empat tataran, yaitu dari mulai penyebab sa,pai hasil. Penjelasannya dapat
diuraikan sebagai berikut :
Tataran I menunjukkan penyebab asal, baik yang terjasi pada saat kelahiran (baru
lahir) maupun setelah lahir (diperoleh). Hasil dari tataran I ini terwujud dalam,
Tataran II yang cenderung berupa kerusakan otak, ketidakseimbangan kimiawi,
hamabatan emosional, kesenjangan, kematangan, dan / atau kemiskinan pengalaman
yang dapat menimbulkan kesulitan dalam presepsi, pembentukan konsep, memori dan
proses lainnya sebagaimana tampak dalam Tataran III. Kesulitan-kesulitan yang
terjadi pada tataran III menghasilakan berbagai gaya belajar sebagaimana tampak
pada Tataran IV. Jika ditilik dari proses tersebut, maka ketunacakapan belajar dapat
disebabkan oleh faktor ganda.
Dengan menilik factor –faktor di atas, faktor pada tataran I dan II lebih banyak
menyangkut aspek medis, biologis, atau sosiologis sehingga bidang medis akan lebih
banyak terlibat dalam menangani maslah ini. Sedangkan pada tataran III akan lebih
banyak melibatkan guru dan ahli pendidikan. Untuk kepentingan layanan pendidikan
dan psikologis di dalam diagnosis dan remedial, keragaman gaya belajar seperti
tampak pada tatan IV harus menjadi focus utama penyembuhan.
Gaya belajar seperti tampak pada tataran IV merupakan hal baru tetapi merupakan
dimensi yang sangat penting dalam memahami ketunacakapan belajar murid.
Sebagai contoh, seorang murid yang mempunyai gaya belajar auditif tentu tidak
akan efektif mencerna informasi yang disajikan melalui rangsangan visual. Dengan
demikian dpaat dikatakan bahwa kekeliruan dalam gaya penyajian dapat
menimbulkan kelambanan atau kegagalan yang dialaminya dalam belajar pada saat
ini. Oleh karena itu bagi para guru, seyogyanya memahami benar faktor-faktor yang
dapat menimbulkan kesulitan pada muridnya, lebih-lebih terhadap murid yang
mengalami tuna cakap belajar, serta mampu melakukan analisis tugas dan perilaku
anak sebagai dasar pengembangan program pengajaran yang sepadan dengan gaya
belajar dan gaya kognitif anak.

15
2.6. Teknik Membantu Anak Tuna Cakap Belajar dan Pencegahannya

Cartwright (1984), mengemukakan secara rinci tentang cara mengajar murid yang
mengalami tuna cakap belajar adalah sebagai berikut :

a. Bagi murid yang memiliki masalah pendengaran dan penglihatan


1) Guru duduk seperti murid di depan kelas.
2) Memberikan tugas kelompok dengan dibantu oleh temannya untuk memberikan
penjelasan tentang petunjuk bagi semua tugas yang diberikan.
3) Guru memberikan petunjuk secara tertulis dan lisan untuk semua tugas yang
diberikan.
b. Bagi murid yang memiliki masalah pendengaran
1) Menggunakan alat-alat visual seperti : peta, slide, gambar-gambar, dan grafik
pada saat proses pembelajaran
2) Merangkum materi pokok dari setiap mata pelajaran di akhir proses pembelajaran.
3) Memberikan rancangan tertulis bagi setiap pokok bahasan pelajaran.
4) Membantu murid untuk mengingat pelajaran dengan teknik mnemonic (teknik
untuk memperkuat daya ingat murid terhadap pelajaran yang telah diberikan.
5) Menggunakan tape recorder pada saat guru sedang mengajar (menjelaskan)
c. Bagi murid yang memiliki masalaha visual (penglihatan) dan motor (gerak)
1) Mengunakan bahan-bahan bacaan yang sesuai dengan tingkat kelas murid
2) Memberikan kesempatan kepada murid untuk merekam penjelasan guru, diskusi,
dan petunjuk, dari pada harus mencatatnya.
3) Memberikan tugas-tugas secara tertulis yang sederhana
4) Mencoba memberikan tes lisan
5) Memberikan tes tulisan yang beragam, seperti menjodohkan, pilihan ganda, salah
benar, dan isian singkat.
6) Memberikan tugas-tugas yang bervariasi dengan melalui: contoh (model),
diagram, tape recorder, slide, dan penyajian secara lisan.
7) Memberikan rancangan tertulis tentang tugasa membaca secara ringkas.

16
2.7. Cara Menilai (Mengevaluasi) Murid Tuna Cakap Belajar

Cartwright (1984), mengemukakan secara rinci tentang cara menilai (mengevaluasi)


murid yang mengalami tuna cakap belajar adalah sebagai berikut :

 Menyusun ilustrasi dari setiap pokok bahasan yang diteskan


 Mempersiapkan glosari atau kata-kata khusus dan definisi dari setiap konsep
yang diajarkan.
 Membuat kartun atau gambar yang menjelaskan tentang gagasan dari setiap
pokok bahasan/sub pokok bahasan.
 Membuat rangkaian gambar yang berhubungan dengan gagasan ynag beragam
dalam setiap sub pokok bahasan
 Membuat majalah dinding
 Menulis atau merekam berita mengenai satu hal yang berkaitan dengan pelajaran
 Mewawancarai seseorang yang memahamai topik-topik pelajaran.
 Mempelajari informasi baru dari jurnal, yang sesuai dengan materi pelajaran.
 Mempersiapkan proposal penelitian.
 Mempersiapkan slide, filmstrip, atau penyajian videotape bagi kelompok.

Terdapat tiga dasar layanan bimbingan yang dapat dikembangkan secara terpadu
dengan proses pembelajaran dalam upaya membantu murid tuna cakap belajar. Jerome
Rosner (1993) menggolongkan pola tersebut ke dalam layanan Remediasi,
Kompensasi, dan Prevensi.

a. Layanan Remediasi, terfokus kepada upaya menyembuhkan, mengurangi, atau jika


mungkin menghilangkan kesulitan. Dalam layanan ini murid dibantu untuk mengatasi
kekuragan dalam ketrampilan perseptual maupun kecakapan dasar berbahasa,
sehingga dia dilengkapi dengan ketrampilan yang dapat menjadikannya mampu
memperoleh kemajuan dalam kondisi pembelajaran normal dan tidak perlu
menyiapkan kondisi sekolah khusus.
b. Layanan Kompensasi, yaitu mengembangkan komisi pembelajaran khusus luar
kondisi yang normal atau baku yang memungkinkan murid memperoleh kemajuan
yang memuaskan dalam keadaan kekurangteramapilan perseptual dan Bahasa. Untuk

17
mencapai tujuan tersebut layanan yang bersifat kompensasi ini hendaknya
memperhatikan patokan atau rambu-rambu berikut;
1) Pahami dan pastikan bahwa murid memiliki pengetahuan factual yang
diperlukan dalam mempelajari bahan ajaran,
2) Batasi jumlah informasi baru kepada hal-hal yang tercantum pada bahan atau
unit ajaran, dan sampaikan sedikit demi sedikit; jika perlu gunakan system
jembatan keledai,
3) Sajikan informasi secara jelas tentang apa yang harus murid pelajari,
4) Nyatakan secara ekspilisit bahwa informasi yang diajakrkan berkaitan dengan
informasi yang telah dimiliki murid,
5) Jika murid sudah mampu menguasai unit-unit kecil perkenalkan di kepada unit-
unit yang lebih besar
6) Sipakan pengalaman ulanh untuk meperkuat informasi baru dalam ingatan
murid
7) Lakukan drill dan latihan yang paling efektif, jika perlu minta murid
mengatakan dan menuliskan apa yang dia liahat dan dengar.

Selanjutnya Jerome Rosner (1993), mengemukakan petunjuk pengambilan


keputusan dalam melakukan treatmen sebagai berikut;

Pertama, mengidentifikasi kasus utama perkembangan kemampuan-


kemampuan pokok belajar murid. Yang temasuk kepada kemampuan pokok belajar
murid yaitu :
1) Keterampilan-keterampilan perseptual, yang dapat diidentifikasi melalui
system “coding” dalam bentuk bacaan, tulisan, ejaan, dan hitungan.
2) Bahasa, yang berkaitan dengan upaya murid dalam memperoleh informasi.

Kedua, mengidentifikasi dan menilai kemampuan pokok belajar murid baik


dalam hal ketrampilan perseptual maupun Bahasa.

Ketiga, memberikan remediasi terhadap kelemahan-kelemahan melalui proses


pembelajaran.

18
Tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam mengambil keputusan (faktor-faktor
prognostic) untuk melakukan treatment yaitu :
1) Kasus yang mungkin terjadi baik menyangkut aspek kelemahan Bahasa atau
ketrampilan perseptual
2) Usia murid dan kelemahan dalam prestasi belajarnya disekolah
3) Tersedianya sumber-sumber emosi, fisik, waktu dan enegi yang diperlukan
dalam program remedial.
c. Prevensi, langkah pertama dalam prevensi adalah mengidentifikasi murid sebelum ia
mengalamai kesulitan atau ketunacakapan belajar di sekolah. Langkah-langkah ini
dilaksanakan melalui tes atau pemeriksaan terhadap aspek-aspek pribadi murid yaitu
sebagai berikut;
1) Kesehatan, untuk mengetahui kesehatan mrid perlu keterangan dari dokter
anak (pediatrician) yang menjelaskan tentang kondisi kesehatan murid tersebut.
2) Perkembangan, yang diperlu dipahami yaitu menyangkut aspek-aspek social,
bahsa, motor, dan tingkah laku adaptif.
3) Penglihatan dan Pendengaran, untuk mengetahui kesehatan penglihatan
murid bisa memeriksakan murid ke dokter ahli mata sdangkan untuk
mengetahui kondisi pendengarannya dapat diperoleh keterangan dari dokter
ahli telinga (THT).
4) Keterampilan dan Perseptual, untuk mengetahui keterampilan perseptual ini
dapat dilakukan pemeriksaaan disamping dari ahli kesehatan juga melalui tes
psikologis tentang keterampilan perseptual, penglihatan, dan pendengaran.
5) Usia Pra Sekolah, semakin berkembangnya zaman banyak anak yang masuk
sekolah sebelum usia lima tahun. Dalam hal ini oerlu dipilih secara hati-hati
apakah akan mengalami resiko atau tidak.
6) Usia Masuk TK, menurut aturan anak tidak boleh masuk sekolah sebelum usia
lima tahun. Pada kenyataannya mungkin saja ditemukan anak yang berusia
lima tahun sudah menampilkan perkembangan yang baik dalam perilaku social,
Bahasa, dan penyesuaian dirinya. Namaun anak seperti ini relative masih
sangat sedikit.

19
BAB III
PENUTUPAN

3.1 KESIMPULAN
Pengertian tentang murid kerkesulitan belajar (tuna cakap belajar), dijelaskan oleh
Canadian Assosiation for Children and Adults with Learning Disabilities (1981) adalah
mereka yang tidak mampu mengikuti pelajaran disekolah meskipun kecerdasannya
termasuk normal, sedikit di atas normal, atau sedikit dibawah normal.

Jenis jenis kesulitan belajar yaitu;


 Minimal Brain Dysfunction adalah ketidakberfungsian minimal otak, digunakan
untuk merujuk suatu kondisi gangguan syaraf minimal pada murid.
 Aphasia menunjuk kepada suatu kondisi dimana anak gagal menguasai ucapan-
ucapan bahasa yang bermakna pada usia sekitar 3 tahun-an
 Dyslexsia, ketakcakapan membaca adalah jenis lain gangguan belajar
 Kelemahan perseptual dan perseptual-motorik. Persepsi dapat diidentifikasi tanpa
mengaitkan dengan aspek motorik. Persepsi itu sendiri membedakan stimulus
sensoris, yang pada gilirannya harus organisasikan ke dalam pola yang bermakna

Faktor penyebab anak tuna cakap belajar yaitu;


 Kerusakan Otak
 Faktor Gangguan Emosional
 Faktor “pengalaman”

3.2 SARAN

Para pendidik hendaknya emperhatikan peserta didiknya dalam proses pembelajaran,


serta melakukan pendekatan apakah peserta didik mengalami kesulitan belajar. Pendidik juga
harus mengetahui kecerdasan apa yang peserta didik miliki sehingga pendidik dapat menerapkan
cara belajar yang sesuai dengan peseta didik. Hal tersebut perlu dilakukan agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai.

20
DAFTAR PUSTAKA

Kartadinata, Sunaryo. 1988. Bimbingan di Sekolah Dasar. Jakarta : Departemen Pendidikan


dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Guru Sekolah
Dasar

21

Anda mungkin juga menyukai