oleh :
Rizky Meidwigita Paradis, S.Kep
NIM 122311101010
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR ANTEBRACHII
Oleh: Rizky Meidwigita Paradis, S.Kep.
2. Penyebab
Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan tulang
dalam menahan takanan. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang
menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik, tekanan membengkok yang
menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang
menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi, kompresi vertikal
3
3. Klasifikasi Fraktur
Menurut Mansjoer (2000), jenis fraktur antebrachii yaitu:
a. Fraktur Colles
Menurut Pearce (2008), fraktur Colles adalah patah transvers dari ujung
bawah radius, kira-kira 2,5 cm diatas pergelangan, pasien terjatuh dalam
keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke dalam
(endorotasi). Tangan terbuka terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi
supinasi). Fraktur ini terjadi dengan posisi tangan dorsofleksi, segmen fraktur
distal mengalami angulasi ke arah dorsal dan menyebabkan deformitas seperti
“sendok makan” (dinner fork deformity).
4
Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan pada fraktur ekstensi dari
radius distal. Namun yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi
oleh Frykman. Berdasarkan sistem ini maka fraktur Colles dibedakan menjadi
4 tipe yaitu:
1) Tipe IA : Fraktur radius ekstra artikuler
2) Tipe IB : Fraktur radius dan ulna ekstra artikuler
3) Tipe IIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radio karpal
4) Tipe IIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radio karpal
1) Tipe IIIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radio ulnar
2) Tipe IIIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radio ulnar
3) Tipe IVA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radiokarpal dan
sendi radioulnar
4) Tipe IVB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radio karpal
dan sendi radio ulnar
5
b. Fraktur Smith
Fraktur Smith merupakan kebalikan dari fraktur Colles, dengan angulasi ke
arah anterior (volar) dari fraktur radius. Fraktur ini biasa terjadi pada orang
muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan
dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis
patahan biasanya transversal, kadang intraartikular. Penggeseran bagian distal
radius bukan ke dorsal, melainkan ke arah palmar. Patah tulang ini lebih
jarang terjadi.
d. Fraktur Montegia
Fraktur Montegia merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai
dislokasi sendi radius ulna proksimal. Dislokasi ini dapat terjadi ke lateral dan
juga ke posterior. Penyebabnya biasanya trauma langsung terhadap ulna,
misalnya sewaktu melindungi kepala pada pukulan, sehingga disebut patah
tulang tangkis. Terdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi (lebih sering) dan tipe
fleksi. Pada tipe ekstensi gaya yang terjadi mendorong ulna kearah
hiperekstensi dan pronasi. Sedangkan pada tipe fleksi, gaya mendorong dari
depan kearah fleksi yang menyebabkan fragmen ulna mengadakan angulasi
ke posterior.
7
4. Patofisiologi
Apabila tulang normal mendapat tekanan yang berlebihan, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan tersebut
mengakibatkan jaringan tidak mampu menahan kekuatan yang mengenainya.
Maka tulang menjadi patah sehingga tulang yang mengalami fraktur dan akan
terjadi perubahan posisi tulang, kerusakan hebat pada struktur jaringan lunak dan
jaringan di sekitarnya yaitu ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan
persyarafan yang mengelilinginya (Long, B.C, 1996).
Periosteum akan terkelupas dari tulang dan robek dari sisi yang berlawanan
pada tempat terjadinya trauma. Ruptur pembuluh darah di dalam fraktur akan
menimbulkan nyeri. Tulang pada permukaan fraktur yang tidak mendapat aliran
darah akan mati sepanjang satu atau dua millimeter. Setelah fraktur lengkap,
fragmen-fragmen biasanya akan bergeser, sebagian oleh karena kekuatan cidera
dan bisa juga gaya berat dan tarikan otot yang melekat. Fraktur dapat tertarik dan
terpisah atau dapat tumpang tindih akibat spasme otot, sehingga terjadi
pemendekan tulang, dan akan menimbulkan derik atau krepitasi karena adanya
gesekan antara fragmen tulang yang patah.
Trauma yang menyebabkan fraktur di daerah pergelangan tangan biasanya
merupakan trauma langsung, yaitu jatuh pada permukaan tangan sebelah volar
atau dorsal. Jatuh pada permukaan tangan sebelah volar menyebabkan dislokasi
fragmen fraktur sebelah distal ke arah dorsal. Dislokasi ini menyebabkan bentuk
lengan bawah dan tangan bila dilihat dari samping menyerupai garpu, seperti yang
terjadi pada fraktur Colles. Sebaliknya, jatuh pada permukaan tangan sebelah
dorsal menyebabkan dislokasi fragmen distal ke arah volar seperti yang terjadi
pada fraktur Smith. Pada keduanya masih terdapat komponen gaya ke arah deviasi
radial dan deviasi ulna yang dapat menyebabkan patahnya tulang karpus. Jatuh
pada permukaan tangan bagian volar dengan tangan dalam posisi deviasiradial
dapat menyebabkan fraktur pada tulang navikulare (os skafoid) sedangkan jatuh
dengan tangan dorsofleksi maksimal dapat menyebabkan dislokasi tulang
lunatum.
9
4. Fraktur Montegia
Terdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi (lebih sering) dan tipe fleksi. Pada tipe
ekstensi gaya yang terjadi mendorong ulna ke arah hiperekstensi dan pronasi.
Sedangkan pada tipe fleksi, gaya mendorong dari depan ke arah fleksi yang
menyebabkan fragmen ulna mengadakan angulasi ke posterior. Nyeri pada
bagian fraktur.
5. Fraktur atau dislokasi tulang karpus
Gambaran klinis sering kurang jelas. Biasanya ada keluhan nyeri
dipergelangan tangan. Pada pemeriksaan didapatkan empat tanda yang jelas,
ialah nyeri tekan di tabatiere pada posisi deviasi ulna yang menyebabkan
penonjolan tulang skafoid di tabatiere, nyeri tekan pada penonjolan
navikulare di sebelah volar pada deviasi radier, nyeri sumbu pada pukulan
martil perkusi pada kaputmetakarpale pada tangan sikap tinju dan nyeri di
dalam pergelangan tangan padafleksi maupun ekstensi ekstrem.
6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur menurut American College of
Surgeons Comittee on Trauma dalam Parahita dan Kurniyanta (2012) adalah:
a. Perdarahan arteri
Trauma tajam maupun tumpul yang merusak sendi atau tulang di dekat
arteri mampu menghasilkan trauma arteri. Cidera ini dapat menimbulkan
pendarahan besar pada luka terbuka atau pendarahan di dalam jaringan
lunak. Ekstrimitas yang dingin, pucat, dan menghilangnya pulsasi
ekstremitas menunjukkan gangguan aliran darah arteri. Hematoma yang
membesar dengan cepat, menunjukkan adanya trauma vaskular. Cidera ini
menjadi berbahaya apabila kondisi hemodinamik pasien tidak stabil.
b. Sindroma Kompartemen
Sindroma kompartemen dapat ditemukan pada tempat di mana otot
dibatasi oleh rongga fasia yang tertutup. Perlu diketahui bahwa kulit juga
berfungsi sebagai lapisan penahan. Kompartemen akibat edema yang
timbul akibat revaskularisasi sekunder dari ekstrimitas yang iskemi atau
13
setelah waktu tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk
anggota gerak bawah.
f. Non union
Adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan
konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis
dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menentukan ada/tidaknya dislokasi.
Lihat kesegarisan antara kondilus medialis, kaput radius, dan pertengahan radius.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan menurut James (2003) pada pasien
fraktur diantaranya:
a. Foto rongten digunakan untuk mengetahui lokasi dan garis fraktur.
b. X ray digunakan untuk menentukan jenis fraktur dan mekanisme
terjadinya trauma. Umumnya menggunakan proyeksi anteroposterior dan
lateral.
c. CT scan dapat digunakan untuk menggambarkan anatomi tulang khusunya
pada cedera plafon.
d. MRI digunakan untuk mengkaji adanya cedera pada tulang rawan,
ligament dan tendon.
8. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000), penatalaksanaan fraktur antebrachii adalah sebagai
berikut:
1) Fraktur Colles
a) Pada fraktur Colles tanpa dislokasi hanya diperlukan imobilisasi
dengan pemasangan gips sirkular di bawah siku selama 4 minggu. Bila
disertai dislokasi diperlukan tindakan reposisi tertutup. Dilakukan
dorsofleksi fragmen distal, traksi kemudian posisi tangan volar fleksi,
deviasi ulna (untuk mengoreksi deviasi radial) dan diputar ke arah
15
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain misal
otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
c) Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan
balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi
dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.
signifikan latihan ROM aktif terhadap kekuatan otot pada pasien post operasi
fraktur ektremitas atas.
c. Nutrisi
Nutrisi merupakan salah satu aspek yang sering dilupakan pada proses
penatalaksanaan fraktur, karena sebagian besar terfokus pada penggunaan
obat, penggantian balutan dan gips, serta fisioterapi saja (Situmorang, 2012).
Asupan nutrisi yang baik seperti cukupnya vitamin A, vitamin D, kalsium,
vitamin C, fosfor, magnesium, dll dapat membantu pertumbuhan dan
pembentukan tulang yang kuat dan sempurna (Smeltzer & Bare, 2002).
Vitamin A sangat diperlukan untuk pertumbuhan sel, termasuk
perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam
pertumbuhan gigi, demikian halnya pada pasien fraktur. Sedangkan fosfor
digunakan sebagai mineral yang memperkuat struktur tulang bersama dengan
kalsium. Buah-buahan merupakan sumber vitamin A yang baik untuk tulang.
Fosfor terdapat di dalam semua makanan terutama makanan kaya protein
seperti daging, ayam, ikan, telur, susu, dan hasilnya, kacang-kacangan dan
hasilnya, serta serealia (Almatsier, 2001).
19
20
C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Keluhan utama
Keluhan yang membuat pasien datang ke rumah sakit. Pada kasus-kasus
fraktur biasanya keluhan utama yang dirasakan yaitu sakit yang sangat
pada daerah terjadinya fraktur. Sebagian besar kasus fraktur, pertama kali
pasien datang langsung mendapatkan penanganan di ruang UGD, jadi
anamnesis dilakukan pada keluarga. setelah pasien diberikan intervensi
dan menunggu pasien untuk memungkinkan dilakukan anamnesis.
b. Riwayat keluhan utama :
a. Mulai timbulnya keluhan atau waktu terjadinya fraktur
b. Sifat keluhan, biasanya pasien mengeluh sakit yang sangat parah di
daerah lokasi fraktur dan bahkan pasien tidak dapat berjalan sendiri
c. Lokasi fraktur atau nyeri yang dirasakan pasien
d. Keluhan lain yang menyertai, apabila terjadi perdarahan hebat
biasanya pasien merasa pusing atau bahkan pingsan
e. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan seperti
dibawa ke tukang pijit atau diberikan obat-obatan analgesic untuk
mengatasi nyeri sementara.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Klien biasanya nyeri pada bagian yang mengalami fraktur di area
antebrachii. Nyeri dimulai ketika fraktur terjadi, fraktur biasanya
terjadi karena trauma langsung seperti kecelakaan ataupun karena
trauma tidak langsung seperti osteoporosis.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Klien yang mengalami fraktur karena trauma tidak langsung
mempunyai riwayat kesehatan mengalami osteoporosis.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Bukan merupakan penyakit yang degenerative.
21
d. Alergi
Lakukan pengkajian adanya riwayat alergi terutama terhadap obat-obatan
atau makanan. Kemudian tanyakan pula reaksi yang ditimbulkan apabila
terjadi alergi, dan tindakan apa yang dilakukan pasien saat terjadi alergi.
e. Kebiasaan
Tanyakan kebiasaan pasien sehari-hari, serta tanyakan berapa lama
kebiasaan tersebut dilakukan.
1) Merokok (berapa batang /bungkus sehari)
2) Minum alkohol
3) Minum kopi
4) Minum obat-obatan
f. Pengkajian keperawatan
1) persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan,
2) pola nutrisi/metabolik terdiri dari antropometri, biomedical sign,
clinical sign, diet pattern
3) pola eliminasi: BAB dan BAK (frekuensi, jumlah, warna, konsistensi,
bau, karakter)
4) pola aktivitas & latihan: Activity Daily Living,status oksigenasi, fungsi
kardiovaskuler, terapi oksigen
5) Pola tidur & istirahat : durasi, gangguan tidur, keadaan bangun tidur
6) Pola kognitif & perceptual : fungsi kognitif dan memori, fungsi dan
keadaan indera
7) Pola persepsi diri : gambaran diri, identitas diri, harga diri, ideal diri,
dan peran diri
8) Pola seksualitas & reproduksi : pola seksual dan fungsi reproduksi
9) Pola peran & hubungan
10) Pola manajemen & koping stres
11) Sistem nilai dan keyakinan : oleh pasien maupun masyarakat
22
g. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui keadaan fraktur yang
dialami pasien secara lebih jelas. Pemeriksaan fisik meliputi primary
survey (dilakukan dengan mengetahui keadaan umum pasien) dan
secondary survey (untuk mengetahui gerakan pasien apakah masih
dianggap normal atau tidak).
1) Keadaan umum, tanda vital
2) Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata,
telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas,
kulit dan kuku, dan keadaan lokal.
3) Pemeriksaan fraktur
a) Look/inspeksi
Bandingkan dengan bagian yang sehat
Perhatikan posisi anggota gerak secara keseluruhan
Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau terbuka
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan
pemendekan
Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada
organ-organ lain
Keadaan vaskularisasi
b) Feel/palpasi
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
Nyeri tekan
Krepitasi
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk
mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai
23
c) Move/gerakan
Periksa pergerakan dengan mengajak penderita untuk
menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal
dari daerah yang mengalami trauma
Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan
menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh
dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf
Move untuk melihat apakah ada krepitasi bila fraktur
digerakkan, tetapi ini bukan cara yang baik dan kurang halus.
Krepitasi timbul oleh pergeseran atau beradunya ujung-ujung
tulangkortikal. Pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis
tidak terasa krepitasi.
Memeriksa seberapa jauh gangguan fungsi, gerakan-gerakan
yang tidak mampu dilakukan, range of motion dan kekuatan
serta kita melakukan pemeriksaan untuk melihat apakah ada
gerakan tidak normal atau tidak. Gerakan tidak normal
merupakan gerakan yang tidak terjadi pada sendi, misalnya
pertengahan femur dapat digerakkan. Ini adalah bukti paling
penting adanya fraktur yang membuktikan adanya putusnya
kontinuitas tulang sesuaidefinisi fraktur. Hal ini penting untuk
membuat visum, misalnya bila tidak ada fasilitas pemeriksaan
rontgen.
h. Pemeriksaan penunjang
1) Foto rongten digunakan untuk mengetahui lokasi dan garis fraktur.
2) X ray digunakan untuk menentukan jenis fraktur dan mekanisme terjadinya
trauma. Umumnya menggunakan proyeksi anteroposterior dan lateral.
3) CT scan dapat digunakan untuk menggambarkan anatomi tulang khusunya
pada cedera plafon.
4) MRI digunakan untuk mengkaji adanya cedera pada tulang rawan, ligament
dan tendon.
24
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan fraktur tulang, spasme otot, edema,
kerusakan jaringan lunak
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penonjolan tulang
(fraktur terbuka)
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri/ketidaknyamanan, gangguan fungsi musculoskeletal,
immobilisasi
4) Ansietas berhubungan dengan status kesehatan, prosedur tindakan
pembedahan dan hasil akhir pembedahan
5) Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan
b. Intra operasi
1) Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
2) Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan
c. Post operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan alat traksi/immobilisasi
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan fungsi
muskuloskletal, Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri/ketidaknyamanan, gangguan fungsi musculoskeletal, imobilisasi
4) Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, kerusakan kulit, trauma jaringan
5) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penatalaksanaan medis
(pemasangan fiksasi eksternal)
6) Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan
informasi yang ada
7) Deficit perawatan diri berhubungan dengan gangguan fungsi
muskuloskeletal
25
D. RENCANA KEPERAWATAN
cedera
7. Ajarkan teknik 7. Memfokuskan kembali
manajemen stress perhatian,
misalnya relaksasi nafas meningkatkan rasa
dalam kontrol dan
meningkatkan
kemampuan koping
dalam manajemen
nyeri yang mungkin
menetap untuk periode
lebih lama
8. Kolaborasi dengan tim 8. Mengontrol atau
kesehatan lain dalam mengurangi nyeri
pemberian obat analgeik pasien
sesuai indikasi
2 Kerusakan intergritas Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien terbebas dari Perawatan Luka (3660)
keperawatan selama 3X24 cidera 1. Kaji kulit untuk luka 1. Memberikan informasi
kulit/jaringan berhubungan
jam diharapkan cidera/injuri 2. Pasien mampu terbuka terhadap benda mengenai keadaan kulit
dengan immobilisasi, penurunan tidak terjadi menjelaskan cara/metode asing, kemerahan, pasien saat ini
untuk mencegah perdarahan, perubahan
sirkulasi, fraktur terbuka (00046)
NOC: injuri/cedera warna
Risk control (1902) 3. Pasien mampu 2. Massage kulit, 2. Menurunkan tekanan
menjelaskan faktor pertahankan tempat tidur pada area yang peka
resiko dari kering dan bebas kerutan dan beresiko rusak
lingkungan/perilaku 3. Ubah posisi dengan 3. Mencegah terjadinya
personal sering dekubitus
4. Mampu memodifikasi 4. Bersihkan kulit dengan 4. Mengurang
gaya hidup untuk air hangat kontaminasi dengan
27
(00085) 1. Joint movement (0206) dan kemampuan 3. Bantu pasien dalam 3. Melatih rentang gerak
2. Self care: ADLs (0300) berpindah rentang gerak aktif atau aktif atau pasif pasien
3. Pergerakan (0208) 4. Memperagakan pasif secara bertahap
4. Toleransi terhadap penggunaan alat bantu 4. Ubah posisi secara 4. Mencegah terjadinya
aktifitas (0005) untuk mobilisasi (walker) periodik dekubitus
5. Kolaborasi dengan ahli 5. Melatih rentang gerak
terapi/okupasi/rehabilitas aktif dan pasif secara
i medis bertahap
2 Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien terbebas dari Infection control (6540)
keperawatan 1x6 jam tanda dan gejala infeksi 1. Inspeksi kulit adanya 1. Mengkaji adanya
dengan tidak adekuatnya
infeksi dapat dihindari 2. Mendeskripsikan proses iritasi atau robekan iritasi atau robekan
pertahanan primer, kerusakan penularan penyakit, kontinuitas kontinuitas
NOC: faktor yang 2. Kaji kulit yang terbuka 2. Mengetahui
kulit, trauma jaringan (00004)
1. Immune status (0702) mempengaruhi penularan terhadap peningkatan ada/tidaknya tanda-
2. Risk control (1902) serta penatalaksanaannya nyeri, rasa terbakar, tanda infeksi
3. Knowledge: Infection 3. Jumlah leukosit dalam edema, eritema,
control(1842) batas normal drainase/bau tidak sedap
4. Menunjukkan perilaku 3. Berikan perawatan kulit 3. Mengurangi resiko
hisup sehat dengan steril dan infeksi
aseptik 4. Mengurangi resiko
4. Tutup dan ganti balutan penyebaran infeksi
dengan prinsip steril 5. Mencegah terjadinya
5. Kolaborasi dengan tim infeksi
kesehatan lain terkait
pemberian obat
antibiotik sesuai
indikasi
30
3 Kurangnya pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien dan keluarga Teaching: disease process
keperawatan 1x24 jam menyatakan pemahaman (5602)
berhubungan dengan kurangnya
pasien akan menunjukkan tentang penyakit, 1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Membantu untuk
paparan informasi yang ada pengetahuan tentang proses kondisi, prognosis, dan pasien dan keluarga memahami apa yang
penyakit dengan benar program pengobatan kita lakukan terhadap
(00126)
2. Pasien dan keluarga pasien
NOC: mampu melaksanakan 2. Jelaskan patofisiologi 2. Membantu pasien
1. Knowledge: disease prosedur yang dijelaskan dari penyakit dan mengetahui tanda-tanda
process(1803) secara benar bagaimana hal ini penyakit dan apa yang
2. Knowledge: health 3. Pasien dan keluarga berhubungan dengan harus dilakukan
behaviour (1805) mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi terhadap dirinya agar
kembali apa yang dengan cara yang tepat sembuh
dijelaskan perawat/tim 3. Gambarkan tanda dan 3. Mencegah komplikasi
kesehatan lainnya gejala yang biasa muncul
pada penyakit dengan
cara yang tepat dan
gambarkan proses
penyakit dengan cara
yang tepat
4. Sediakan bagi keluarga 4. Memberikan kebaikan
informasi tentang terhadap keluarga dan
kemajuan pasien dengan pasien
cara yang tepat 5. Memberikan
5. Diskusikan pilihan terapi kepercayaan dan pasien
atau penanganan mau memahami
penjelasan tentang
penyakit dan
pengobatan pasien
31
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa oleh Nike Budhi.
Jakarta: EGC
Long, B.C, 2000. Perawatan Medikal Bedah. Edisi VII. Bandung: Yayasan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Media
Aesculapius: Jakarta.
Smeltzer dan Bare. 2002. Keperawatan Medical Bedah Bruner dan Sudarth.
Jakarta: EGC.