Anda di halaman 1dari 34

 BERANDA

catatan-catatan apa
adanya
27SENIN,
HUBUNGAN GAYA BELAJAR
DENGAN KEAKTIFAN SISWA DI
SMP NEGERI KLATEN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap manusia membutuhkan pendidikan dan sekaligus pembelajaran. Pendidikan
dan pembelajaran ini dapat diberikan sejak ia masih kecil hingga tumbuh menjadi anak –
anak, remaja dan dewasa. Setiap mereka akan berkembang sesuai dengan pengalaman yang
diberikan kepadanya. Pendidikan merupakan segala pengaruh yang
diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja (usia sekolah) yang diserahkan kepadanya
(sekolah) agar mempunyai kemampuan kognitif dan kesiapan mental yang sempurna dan
berkesadaran maju yang berguna bagi mereka untuk terjun ke masyarakat, menjalin
hubungan sosial, dan memikul tanggung jawab mereka
sebagai individu dan makhluk sosial (Soyomukti, 2010).
Pendidikan memegang peranan penting
dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menjamin
kelangsungan hidup. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya
dikelola dengan optimal. Hal tersebut bisa tercapai apabila pendidik dan peserta didik
memiliki interaksi yang baik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh
pendidik untuk mendapatkan interaksi yang
baik dari peserta didiknya adalah dengan cara mengetahui tipe gaya belajar peserta didik
atau siswa. Gaya belajar mengacu pada cara belajar
yang lebih disukai peserta didik. Gaya belajar
adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, di sekolah dan dalam situasi
–situasi antar pribadi (De Porter, 2001).
Seorang peneliti bidang psikologi Herman Witkin, melalui studi risetnya
mengemukakan dua macam karateristik gaya belajar yang dimiliki seseorang yaitu :
gaya belajar global dan gaya belajar analitik. Gaya belajar ini melihat anak
dalam berfikir dan memahami sesuatu secara menyeluruh atau melihat gambar
yang besar dan bagian demi bagian. Sedangkan anak yang belajar analitik
cenderung memandang sesuatu masalah secara bertahap dan memfokuskan diri
pada bagian-bagian yang membentuk gambar secara urut dan terperinci.
Kecenderungan gaya belajar ini akan mempengaruhi anak dalam banyak hal, seperti: cara
dia medengarkan, memperhatikan, menyimpan informasi, dan cara menggunakan cara
informasi tersebut.
Setiap anak memiliki lebih dari satu gaya belajar yang dipakai dalam usaha
mencapai tujuan belajarnya. Apabila seorang guru dapat mengidentifikasi
kencenderungan gaya belajar siswa maka hal ini akan bermanfaat sekali dalam
mengembangkan proses belajar mengajar. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan
adanya perubahan pada diri seseorang. Menurut Nana Sudjana (1996 : 5) perubahan sebagai
hasil dari proses belajar dapat ditujukan sebagai
bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku,
keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada
individu yang belajar.
Di dalam kegitan belajar diperlukan keterlibatan unsur fisik maupun mental, sebagai
suatu wujud reaksi. Belajar harus aktif, tidak sekedar apa adanya, menyerah pada lingkungan,
tetapi semua itu harus dipandang sebagai tantangan yang memerlukan reaksi. Jadi orang yang
belajar itu harus aktif, bertindak dan melakukannya dengan segala panca indranya secara
optimal. Belajar membutuhkan reakasi yang melibatkan ketangkasan mental, kewaspadaan,
perhitungan, ketekunan dan kecermatan untuk menangkap fakta – fakta dan ide – ide
sebagaimana disampaikan oleh pengajarnya. Jadi kecepatan jiwa seseorang dalam
memberikan respon pada suatu pelajar merupakan faktor yang penting dalam belajar
(Sardiman, 2001: 40).
Pada prinsipnya belajar adalah berbuat. Berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi
melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas
merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar – mengajar.
(Sardiman, 2007:95-96). Menurut Ahmad Sabri (2005:122), pembelajaran aktif adalah suatu
pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar aktif. Pembelajaran aktif, tidak terlepas dari
istilah Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), yang secara harfiah dapat diartikan sebagai sistem
belajar-mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual, dan
emosional untuk memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara kognitif, afektif,
dan psikomotor.
Sebagai konsep, CBSA adalah suatu proses kegiatan interaksi edukatif yang
subjeknya adalah anak didik yang terlibat secara intelektual dan emosional, sehingga ia betul-
betul berperan dan berpartisipasi aktif dalam melakukan kegiatan belajar. Pengertian ini
menempatkan anak didik sebagai inti dalam kegiatan interaksi edukatif (Djamarah, 2005: 79).
CBSA pada hakekatnya menunjuk pada keaktifan mental. Dalam hal ini Sugito (1994 : 88)
mendefinisikan CBSA sebagai salah satu strategi belajar mengajar yang mengutamakan
pelibatan mental dan fisik peserta didik secaraoptimal dalam proses belajar mengajar. Maka
dalam pembelajaran sangat dibutuhkan peran aktif, yang merupakan partisipasi kegiatan
belajar mengajar dengan menekankan pada perhatian atau respon siswa dalam pengelolaan
pesan-pesan pengajaran. Di sini guru berperan sebagai fasilitator dan siswa dipandang
sebagai objek dan subjek.
Berdasarkan hasil penelitian yang dikutip oleh Utomo dan Ruijter (1994:177)
dijelaskan bahwa ”Belajar secara aktif dengan cara-cara yang bervariasi (berlainan) sambil
memperhatikan strukturnya akan dimengerti lebih baik dan diingat lebih lama”. Penekanan
dari pendapat tersebut adalah cara belajar dengan banyak variasi yang menjadikan siswa aktif
dan senang belajar. Oleh karena itu, untuk dapat mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar
tersebut, maka guru juga dituntut untuk aktif dalam mengajarnya. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Muhadjir bahwa : Wawasan dari cara belajar yang menjadikan siswa aktif
merupakan proses belajar sepanjang hayat menekankan pengkonsepsian keseimbangan antara
otoritas pendidik dengan kedaulatan subyek didik, dan keseimbangan antara aktivitas
belajarnya siswa dengan mengajarnya guru”(Muhadjir, 2003:137).
Dalam proses belajar mengajar di sekolah, untuk melibatkan siswa secara aktif dalam
belajarnya, maka guru juga dituntut untuk aktif dalam mengajarnya, yakni suatu
keseimbangan antara keaktifan belajarnya siswa dan keaktifan mengajarnya guru. Oleh
karena itu, proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang integral antara siswa sebagai
pelajar dan guru sebagai pengajar. Dalam kegiatan ini, terjadi interaksi antara guru dengan
siswa dalam siatuasi pembelajaran, dimana proses belajar merupakan suatu aktivitas yang
dijalankan oleh peserta didik, sedangkan proses mengajar ialah apa yang diusahakan oleh
guru agar proses belajar mengajar dapat berlangsung.
Kondisi sekolah yang nyaman akan sangat mempengaruhi keaktifan belajar siswa.
Keaktifan belajar termasuk siswa sekolah pada dasarnya ditentukan setidaknya oleh dua
faktor, yaitu faktor internal (diri siswa) dan faktor eksternal (luar siswa). Faktor internal
meliputi kecerdasan, motivasi, dan minat, sedang faktor eksternal menyangkut masalah
lingkungan (sekolah dan tempat tinggal), tersedianya sarana dan prasarana belajar, kondisi
ekonomi keluarga, dan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukung dan pengelola
lembaga. Faktor eksternal khususnya menyangkut kemampuan lembaga pendidikan dalam
menyiapkan sarana dan prasarana belajar, suasana belajar yang nyaman, dan sumber daya
manusia pengelola yang profesional dan berkualitas, sangat mempengaruhi keaktifan belajar
siswa.
Selama berada di sekolah siswa melakukan berbagai macam aktivitas dalam kegiatan
belajarnya, baik itu menulis, membaca, mendengarkan penjelasan guru maupun aktivitas
belajara lainnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang ada tidaknya Hubungan
Gaya Belajar Dengan Keaktifan Siswa Di Sekolah SMP Negeri Klaten.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka permasalahan
yang ada dapat di identifikasikan sebagai berikut :
1. Kegiatan belajar dapat dilakukan di dalam atau di luar sekolah.
2. Setiap anak memiliki lebih dari satu gaya belajar yang dipakai dalam usaha mencapai
tujuan belajarnya.
3. Orang yang belajar itu harus aktif, bertindak dan melakukannya dengan segala panca
indranya secara optimal. Belajar membutuhkan reaksi yang melibatkan ketangkasan mental,
kewaspadaan, perhitungan, ketekunan dan kecermatan untuk menangkap fakta-fakta dan ide-
ide sebagaimana disampaikan oleh pengajarnya.
4. Guru dituntut untuk aktif dalam kegiatan belajar mengajar yaitu suatu keseimbangan antara
keaktifan belajarnya siswa dan keaktifan mengajarnya guru.
C. Pembatasan Masalah
Karena keterbatasan waktu, biaya, dan tenaga sehingga penulis membatasi masalah
yang akan diteliti yaitu masalah HUBUNGAN GAYA BELAJAR DENGAN
KEAKTIFAN SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI KLATEN.

D. Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah gaya belajar siswa kelas VII di SMP Negeri Klaten ?
2. Bagaimanakah keaktifan siswa kelas VII di SMP Negeri Klaten ?
3. Adakah hubungan gaya belajar dengan keaktifan siswa kelas VII di SMP Negeri Klaten ?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
ada tidaknya hubungan antara :
1. Untuk mengetahui gaya belajar siswa kelas VII di SMP Negeri Klaten.
2. Untuk mengetahui keaktifan siswa kelas VII di SMP Negeri Klaten.
3. Untuk mengetahui seberapa besar hubungan gaya belajar dengan keaktifan siswa kelas VII di
SMP Negeri Klaten.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai salah satu referensi bagi pengembangan penelitian tentang hubungan antara gaya
belajar dengan keaktifan siswa.
b. Sebagai sumbangan karya ilmiah tentang hubungan antara gaya belajar dengan keaktifan
siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan masukan atau input bagi siswa dan guru dalam hal hubungan antara gaya
belajar dengan keaktifan siswa.
b. Sebagai sumber informasi untuk guru dan pembaca dalam hal hubungan antara gaya belajar
dengan keaktifan siswa.

BAB II
KAJIAN TEORI
A. Identifikasi Teori
1. Gaya Belajar :
a. Pengertian Gaya Belajar
Kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran sudah pasti berbeda
tingkatnya. Ada yang cepat, sedang, dan ada pula yang sangat lambat. Oleh karena itu,
mereka seringkali harus menempuh cara berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi
atau pelajaran yang sama. Gaya belajar merupakan cara belajar yang khas bagi siswa (Winkel
: 2005 : 164).
Menurut Bobbi DePorter dan Mike Hernacki gaya belajar merupakan suatu kombinasi
dari bagaimana seseorang menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi
(DePorter, Bobbi & Hernacki, Mike : 2000 : 110-112). Gaya belajar bukan hanya berupa
aspek ketika menghadapi informasi, melihat, mendengar, menulis dan berkata tetapi juga
aspek pemrosesan informasi sekunsial, analitik, global atau otak kiri – otak kanan, aspek lain
adalah ketika merespon sesuatu atas lingkungan belajar (diserap secara abstrak dan konkret).
Gaya belajar merupakan suatu kombinasi dari bagaimana ia
menyerap, mengatur, serta mengolah informasi. Gaya belajar bukan hanya berupa aspek
ketika menghadapi informasi, melihat, mendengar, menulis dan berkata tetapi juga aspek
pemrosesan informasi. Aspek yang lain adalah ketika merespon sesuatu atas lingkungan
belajar.
Pada dasarnya setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda–beda antara siswa
yang satu dengan yang lain. Tapi terkadang siswa tidak menyadari bahwa gaya belajar
mereka tidak sama dengan gaya belajar siswa yang lain.
Hal ini diharapkan guru ikut memperhatikan, membantu serta menjelaskan kepada siswa
bahwa orang belajar dengan cara yang berbeda–beda sehingga akan didapat hasil yang
optimal.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa gaya belajar adalah bentuk
– bentuk cara yang paling disukai untuk melakukan kegiatan berfikir, memproses, dan
mengerti serta memahami sesuatu.
b. Macam – Macam Gaya Belajar
Adapun Bobbi De Porter dan Mike Hernacki (2002 : 115) menyebutkan ada tiga
macam gaya belajar, yaitu :
1) Gaya Visual
Gaya visual yaitu cara dan gaya belajar diterapkan pada siswa yang dapat belajar
secara lebih efektif dengan menggunakan penglihatan fisiknya seperti lewat membaca,
mengamati, menonton, dan segala gaya yang mekibatkan panca indera penglihatan (mata).
2) Gaya Auditif atau Auditori
Gaya ini diterapkan pada siswa yang dapat belajar secara lebih efektif dengan cara
mempergunakan suara dan pendengarannya seperti membaca dengan keras, mendengarkan,
berdialog dan segala gaya yang mengoptimalkan fungsi pendengaran (telinga).
3) Gaya Kinestetik
Gaya ini diterapkan pada siswa yang dapat belajar secara efektif dengan cara
melibatkan emosi dan fisiknya secara langsung, seperti menggerakkan tubuh, belajar dengan
berpindah tempat, mengalami secara langsung, aktif secara fisik, merasakan dan melibatkan
emosi, dan segala gaya yang mengoptimalkan fungsi rasa dan fisik atau berbentuk tindakan.
(Bobbi De Porter dan Mike Hernachi, 2000 : 115)
c. Ciri – Ciri Gaya Belajar
 Ciri – ciri gaya belajar visual sebagai berikut :
1. Cenderung melihat sikap, gerakan, dan bibir guru yang sedang mengajar.
2. Bukan pendengar yang baik saat berkomunikasi.
3. Saat mendapatkan petunjuk untuk melakukan sesuatu , biasanya akan melihat teman – teman
lainnya baru kemudian dia sendiri yang akan melakukan atau bertindak.
4. Lebih suka dengan peragaan daripada penjelasan lisan.
5. Kurang mampu mengingat informasi yang diberikan secara lisan.
6. Tidak suka berbicara didepan kelompok dan tidak suka pula mendengarkan orang lain,
terlihat pasif dalam kegiatan diskusi.
7. Dapat duduk tenang ditengah situasi yang ribut dan ramai tanpa terganggu.
 Ciri – ciri gaya belajar auditif atau auditori yaitu :
1. Mampu mengingat dengan baik penjelasan guru di depan kelas atau materi yang didiskusikan
dalam kelompok atau kelas.
2. Cenderung banyak omong.
3. Tidak suka membaca karena kurang dapat mengingat dengan baik apa yang baru saja
dibacanya.
4. Senang berdiskusi dan berkomunikasi dengan orang lain.
5. Kurang cakap dalam mengerjakan tugas mengarang atau menulis.
6. Kurang tertarik memperhatikan hal – hal yang baru di lingkungan sekitarnya, misal: adanya
siswa baru, pengumuman di papan informasi, dll.
7. Anak akan mudah menguasai materi iklan atau lagu di televisi atau radio.
 Ciri – ciri gaya belajar kinestetik yaitu :
1. Menyentuh segala sesuatu yang dijumpainya termasuk saat belajar.
2. Sulit berdiam diri atau duduk manis, selalu ingin bergerak.
3. Mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan untuk mengaktifkan tangannya. Misal: saat
guru menerangkan pelajaran, dia sambil asyik menggambar.
4. Suka dengan menggunakan obyek yang nyata sebagai alat bantu belajar.
5. Menyukai praktek atau percobaan.
6. Sulit untuk menguasai hal – hal abstrak seperti peta, simbol dan lambang – lambang.
7. Menyukai permainan dan aktivitas fisik.
d. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Gaya Belajar
Gaya belajar yang digunakan adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam
belajar. Bahwa perlu disadari bagaimana orang yang satu dengan yang lain menyerap dan
menggali informasi, dan dapat menjadikan belajar dan berkomunikasi lebih mudah dengan
gaya sendiri.
Pada beberapa sekolah dasar lanjutan di Amerika, para guru
menyadari cara yang optimal dalam mempelajari informasi baru.
Mereka memahami bahwa beberapa siswa perlu diajarkan cara-cara
yang lain dari metode mengajar standar. Jika siswa-siswa ini diajar
dengan metode standar kemungkinan kecil mereka dapat memahami
apa yang diberikan. Mengetahui gaya belajar yang berbeda ini telah membantu para
guru di mana pun untuk dapat mendekati semua atau
hampir semua siswa hanya dengan menyampaikan informasi dengan gaya yang berbeda-
beda.
Faktor – faktor yang mempengaruhi gaya belajar menurut Rita Dunn, yaitu sebagai
berikut :
1. Faktor fisik
2. Faktor emosional
3. Faktor sosiologis
4. Faktor lingkungan.
Berdasarkan faktor-faktor di atas dapat disimpulkan bahwa
sebagian siswa dapat belajar paling baik dengan cahaya yang terang, sedang sebagian
yang lain dengan pencahayaan yang suram. Ada siswa yang belajar paling baik secara
berkelompok, sedangkan yang lain lagi memilih adanya figur yang otoriter seperti orang tua
atau guru, yang lain lagi merasa bahwa bekerja sendirilah yang paling efektif bagi
mereka. Sebagaian orang memerlukan musik sebagai iringan belajar,
sedang yang lain tidak dapat berkonsentrasi kecuali dalam keadaan ruangan sepi.
Ada siswa yang memerlukan lingkungan kerja yang
teratur dan rapi, tetapi yang lain lagi lebih suka menggelar segala sesuatunya supaya
dapat dilihat. Dan masih banyak lagi contoh untuk setiap siswa yang memerlukan konsentrasi
belajar yang baik dan mudah dicerna belajarnya.
2. Keaktifan Siswa :
a. Pengertian Keaktifan Siswa
Menurut teori kognitif, belajar menunjukan adanya jiwa yang
sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekedar
menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi Gage and Berliner
(Dimyati dan Mudjiono, 2006 : 45). Menurut teori ini anak
memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Dalam proses belaja
r mengajar anak mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan
menentukan fakta, menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan.
Keaktifan adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan
berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan (Sardiman, 2001: 98). Belajar
yang berhasil harus melalui berbagai macam aktifitas, baik
aktifitas fisik maupun psikis. Aktifitas fisik adalah siswa giat aktif dengan anggota
badan, membuat sesuatu, bermain maupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan,
melihat atau hanya pasif. Siswa
yang memiliki aktifitas psikis (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak–
banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pembelajaran.
Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar tidak lain adalah untuk mengkonstruksi
pengetahuan mereka sendiri. Mereka aktif membangun
pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang mereka hadapi
dalam proses pembelajaran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
aktif berarti giat (bekerja, berusaha).
Dari teori – teori di atas dapat disimpulkan bahwa keaktifan adalah
siswa aktif mengolah informasi yang diterima dan berusaha dengan
seluruh anggota badannya untuk mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan
menentukan fakta, menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan.
Keaktifan siswa dalam belajar merupakan segala kegiatan yang bersifat fisik maupun non
fisik siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar yang optimal sehingga dapat
menciptakan suasana kelas menjadi kondusif.
b. Klasifikasi Keaktifan Siswa
Aktivitas siswa tidak hanya mendengarkan atau memperhatikan dan mencatat
seperti yang lazim terdapat di sekolah – sekolah tradisonal. Tetapi ada beberapa jenis
aktivitas siswa dalam belajar adalah sebagai berikut (Sardiman, 1988: 99) :
1) Visual activities, yang termasuk didalamnya misalnya
membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
2) Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya,
memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi.
3) Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: percakapan, diskusi , musik, pidato.
4) Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
5) Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
6) Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat
konstruksi, bermain.
7) Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi,
mengingat, memecahkan soal, menganalisa, mengambil keputusan.
8) Emotional activities, seperti: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat,
bergairah, tenang.
Salah satu penilaian proses pembelajaran adalah melihat sejauh mana
keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Nana Sudjana (2004: 61)
menyatakan keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal: (1) turut serta dalam melaksanakan tugas
belajarnya, (2) terlibat dalam pemecahan masalah, (3) Bertanya kepada siswa lain atau guru
apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya, (4) Berusaha mencari
berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah, (5)
Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru, (6)
Menilai kemampuan dirinya dan hasil– hasil yang diperolehnya, (7)
Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis, (8) Kesempatan
menggunakan atau menerapkan apa yang diperoleh dalam menyelesaikan tugas atau
persoalan yang dihadapinya.
c. Ciri – Ciri Keaktifan Siswa
Menurut (Rosalia, 2005 : 4) ciri – ciri tentang kekatifan siswa diantaranya yaitu :
Sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru,
mampu menjawab pertanyaan, senang jika diberi tugas belajar.
Ciri – ciri keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar, yaitu :
a. Guru tidak mendominasi pembicaraan, tapi lebih banyak memberikan rangsangan
berfikir pada siswa untuk memecahkan masalah.
b. Aktivitas belajar peserta didik dalam bentuk kelompok untuk memecahkan masalah (problem
solving) .
c. Partisipasi setiap siswa dalam melaksanakan tugas belajar melalui berbagai cara.
d. Keberanian siswa dalam mengajukan pendapat.
e. Keterampilan menjelaskan kembali hasil diskusi pemecahan masalah pada siswa lain.
f. Hubungan sosial antar siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
g. Respon siswa dalam memberikan tanggapan terhadap pendapat siswa lain.
h. Setiap siswa yang menggunakan berbagai sumber belajar yang telah tersedia sebagai solusi
pemecahan masalah dalam proses pembelajaran.
i. Upaya peserat didik untuk bertanya pada guru dan meminta pendapat guru dalam upaya
belajarnya.
d. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keaktifan Siswa
Keaktifan siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar kadang berjalan lancar,
kadang – kadang tidak, kadang pula cepat menangkap apa yang dipelajari, dan kadang –
kadang terasa sangant sulit untuk menerima pelajaran yang dipelajari. Berjalannya proses
belajar mengajar tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak faktor – faktor yang
sangat berpengaruh terahadap keaktifan siswa. Menurut Gagne dan Briggs (Martinis, 2007 :
84) diantaranya :
1. Memberikan dorongan atau menarik perhatian siswa, sehingga siswa dapat berperan aktif
dalam proses kegiatan belajar mengajar.
2. Mnejelaskan tujuan instruksional atau kemampuan dasar kepada siswa.
3. Mengingatkan kompetensi belajar kepada siswa.
4. Memberikan stimulus atau masalah suatu topik dan konsep yang akan dipelajari.
5. Memberi petunjuk kepada siswa cara memepelajarinya.
6. Memunculkan aktivitas partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
7. Memberikan feed back
8. Melakukan tagihan – tagihan kepada siswa berupa tes, sehingga kemampuan siswa selalu
terukur dan terpantau.
9. Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan.
Sedangkan menurut Muhibbin Syah (2012 : 156) mengatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi keaktifan siswa dapat digolongkan menjadi tiga macam, diantarnya yaitu :
faktor internal (faktor dari dalam siswa), faktor eksternal (faktor yang dari luar siswa), dan
faktor pendekatan belajar (approach to learning).
B. Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
Kajian hasil penelitian terdahulu yang relevan dapat dijadikan sebagai pertimbangan
dalam penelitian ini. Hasil analisis penelitian terdahulu diantaranya sebagai berikut :
Hasil analisis penelitian Dewi A. Sagitasari (2010) yang berjudul Hubungan Antara
Kreativitas Dan Gaya Belajar Dengan Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP Di Godean,
Yogyakarta, menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara
kreatifitas dan gaya belajar dengan prestasi belajar matematika siswa SMP di Godean,
Yogyakarta.
Sedangkan hasil analisis dari penelitian Sinok Mufidah (2011) yang berjudul
Pengaruh Keaktifan Siswa Dalam Strategi Pembelajaran Aktif GQGA (Giving Question
Getting Answer) Materi Pokok Sistem Reproduksi Manusia Terhadap Hasil Belajar Siswa
Kelas XI MA Hidayatul Athfal Pekalongan, yang menunjukkan bahwa adanya penagaruh
positif antara keaktifan siswa dalam strategi pembelajaran aktif GQGA materi pokok sistem
reproduksi manusia terhadap hasil belajar siswa kelas XI MA Hidayatul Athfal Pekalongan.
Berdasarkan dari kedua kajian hasil penelitian tersebut peneliti ingin meneliti seajuh
mana hubungan gaya belajar dengan keaktifan siswa di SMP Negeri Klaten.
C. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir pada dasarnya adalah jalan pemikiran atau arahan dalam suatu
penelitian agar sampai pada jawaban sementara atas masalah yang telah dirumuskan.
Berdasarkan kajian teori yang telah penulis kemukakan di atas maka dapat dibuat kerangka
berpikir sebagai berikut :
Belajar merupakan kewajiban bagi setiap orang yang beriman
agar memperoleh ilmu pengetahuan dalam rangka meningkatkan
derajat kehidupan bagi mereka. Prestasi belajar dapat dilihat dari tinggi rendahnya keaktifan
siswa di dalam proses belajar mengajar. Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar
salah satunya dipengaruhi oleh keaktifan guru.
Kegiatan belajar sangat diperlukan adanya kesiapan awal siswa untuk mengikuti
proses pembelajaran, misalnya penguasaan konsep awal yang dimiki siswa sebelum
memasuki konsep lebih lanjut. Bila konsep awal merupakan dasar dari konsep lanjutan yang
belum dikuasai, maka akan menjadi hambatan dalam kegiatan belajar tahap
berikutnya. Untuk menciptakan kegiatan belajar yang baik, siswa harus bisa melakukan gaya
belajar sesuai dengan kemampuan siswa.
Menurut (Nana Sudjana, 1989 : 20) proses belajar akan terjadi bila adanya keaktifan
siswa dalam pembelajran. Dengan keaktifan siswa dapat mengoptimalkan dan mampu
mengubah tingkah lakunya secara lebih efektif dan efesien. Keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun
dengan diri siswa itu sendiri. Keaktifan siswa menjadikan salah satu indikator terciptanya
suatu keinginan dan motivasi siswa untuk belajar. Dapat diketahui bahwa gaya belajar
mempunyai keterkaitan dengan keaktifan siswa di sekolah, adannya gaya belajar yang efektif
dapat menciptakan keaktifan siswa yang efektif pula.
D. Hipotesis
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan peneliti, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. (Arikunto, 2002 : 64).
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. (Sugiyono,
2006 : 10)
Berdasarkan pendapat – pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa hipotesis adalah
suatu jawaban yang memiliki sifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai
terbukti melalui data yang terkumpul dari hasil penelitian.
Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “ ada hubungan gaya
belajar dengan keaktifan siswa di SMP Negeri Klaten.”

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kuantitatif dengan jenis korelasional yaitu bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikat.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di SMP Negeri Klaten. Sebuah tempat belajar mengajar
yang terletak di daerah kabupaten Klaten.
2. Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan mulai bulan Oktober 2014 sampai bulan Januari 2015,
sacara garis besar dibagi menjadi tiga tahap yaitu :
a. Tahap persiapan, meliputi pengajuan judul.
b. Tahap penelitian, inti dari penelitian berupa pengambilan data dan angket.
c. Tahap penyelesaian, meliputi data – data yang telah terkumpul dan penyusunan hasil
penelitian yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
1. Populasi
Di lihat dari segi pengertiannya populasi adalah keseluruhan subyek penelitian
(Suharsini Arikunto, 1997 : 115). Selain itu dijelaskan juga bahwa populasi adalah kelompok
dimana seseorang peneliti akan memperoleh hasil penelitian yang dapat disamaratakan atau
digeneralisasikan (Sumanto, 1995 : 39). Populasi yang diambil adalah siswa kelas VII SMP
N Klaten tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 40 siswa dan yang masuk dalam kategori
siswa aktif sebanyak 30 siswa.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Suharsini Arikunto,
2004 : 45). Adapun pengambilan sampel pada penelitian ini adalah 30 siswa di SMP Negeri
Klaten.
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini digunakan beberapa
teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Angket
Metode angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden, dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal – hal
yang ia ketahui (Suharsini Arikunto, 1998 : 124). Angket ini digunakan untuk memperoleh
data pada variabel gaya belajar dan keaktifan siswa.
2. Teknik Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data mengenai hal – hal atau variabel yang
berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, lagger, agenda dan
sebagainya (Suharsini Arikunto, 1993). Penulis menggunakan teknik ini untuk memperoleh
data mengenai keaktifan siswa saat mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah.
E. Teknik Analisis Data
a. Uji Prasyarat
1) Uji Normalitas
Sebelum data dianalisis lebih lanjut, data harus berasal dari populasi yang berditribusi
normal. Teknik yang digunakan dalam uji normalitas ini menggunakan ujiChi
Kuadrat dengan rumus sebagai berikut :
X2 =
Keterangan :
X2 = Chi Kuadrat
fo = Frekuensi yang diobservasi
fh = Frekuensi yang diharapkan
Kriteria : Jika X2 hitung < X2 tabel maka sampel berasal dari populasi berdistribusi
normal. (Arikunto, 1997 : 243)
2) Uji Hipotesis
Langkah yang selanjutnya setelah data terkumpul adalah mengolah data tersebut,
kemudian diadakan analisis data dengan menggunakan teknik analisis data secara kuantitatif.
Untuk menguji hipotesis tersebut maka digunakan rumus korelasi sebagai berikut :

Rxy =
Keterangan :
Rxy = Angka indeks korelasi “ t ’’ product moment
N = Number of cases / jumlah subyek
XY = Jumlah hasil penelitian antara skor X dan skor Y
∑X = Jumlah seluruh skor X
∑Y = Jumlah seluruh skor Y
Untuk menguji apakah nilai rxy signifikan atau tidak, dikonsultasikan dengan r teoritik
rxy dikatakan signifikan apabila rxy lebih besar daripada r teoritik, dengan signifikan 0,05.

DAFTAR PUSTAKA
www.pepak/pustaka/gaya belajar global dan analitik.com/16012010
Sudjana, Nana. 1996. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar,
Bandung : Sinar Baru Algensido.
http://gioakram13.blogspot.com/2013/05/studi-tentang-keaktifan-belajar-
siswa.html#ixzz327pjHMvL
http://gioakram13.blogspot.com/2013/05/studi-tentang-keaktifan-belajar-
siswa.html#ixzz327q0TilQ
Muhadjir, Noeng. 2003. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial. Teori Pendidikan
Pelaku Sosial Kreatif. Yogyakarta : Rake Sarasin.
Sardiman, A.M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka
Cipta
Utomo, Tjipto, dan Ruijter, Kees. 1994. Peningkatan dan Pengembangan Pendidikan.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
http://bathosaihadi.blogspot.com/
De Porter, Bobby &Mike Hernacki. 2001. Quantum Teaching Membiasakan
Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung : Kaifa.
Soyomukti, Nurani. 2010. Teori – Teori Pendidikan. Yogyakarta : Ar – Ruzz
Media.
Djamarah. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Sabri, Ahmad. 2005. Strategi Belajar Mengajar Dan Microteaching. Jakarta : Ciputat
Press
DePorter Bobbi dan Mike Hernacki. 2000. Quantum Learning. Bandung: Kaifa.
DePorter, Bobbi, Mike Hernacki. 2002. Quantum Learning: Membiasakan Belajar
Nyaman dan Menyenangkan, Quantum Learning: Unleashing The Genius In You. Bandung:
Kaifa.
Djamarah. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : Rineka
Cipta.
DIPOSTING OLEH FITY TINYWINYFITY DI 22.13

KIRIMKAN INI LEWAT EMAILBLOGTHIS!BERBAGI KE TWITTERBERBAGI KE FACEBOOK

0 komentar:
Posting Komentar
POSTING LEBIH BARUPOSTING LAMA

BLOG SUBSCRIPTION

FOLLOW ME
You can follow my updates on Twitter

POSTS RSS
Read my full posts on your favorite feed reader

FACEBOOK
Become a fan of our blog on Facebook

SEARCH THIS BLOG

Search

BLOGGER TEMPLATES

POPULAR POSTS

 Resensi Buku Pendidikan Kewarganegaraan


1. IDENTITAS BUKU a. judul : Pendidikan Kewarganegaraan b. nama
pengarang : 1. Prof. Dr. H. ...

Puisiku
BUMI YANG RAPUH Manusia berpijak di bumi ini Dalam bumi... Terdengar tangisan bunda
pertiwi Merasakan bumi yang sudah rapuh ...

 RPP FIQIH AQIQAH

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Sekolah : SMA N


Klaten Mata Pelajaran : ...

 Aku Bingung,Aku Bimbang

Waktu pertama kali aku mengenalmu, Seakan keyakinan menggebu bahwa kau jadi milikku...
Waktu pertama kali aku bertemu, Terpancar keb...

 HUBUNGAN GAYA BELAJAR DENGAN KEAKTIFAN SISWA DI SMP NEGERI KLATEN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia membutuhkan


pendidikan dan sekaligus pembelajaran. Pendidikan dan ...

 WALI "DOAKU UNTUKMU SAYANG''

Kau mau apa, pasti kan ku beri Kau minta apa, akan aku turuti Walau harus aku terlelah dan
letih Ini demi kamu sayang.. ...

 Lirik Lagu Sejedewe Cinta Di Pantai Bali

Berjalan jalan, berjalan jalan... Kepulau pulau dewata... Ku melihat seorang gadis... Yang
wajahnya begitu manis... Ku coba tuk mend...

 Q.S Al-Baqarah : 235

Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada di dalam hatimu, maka takutlah kepadaNya.
Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun. ( Q.S A...

 Lanjut

Hidup ini terus berlanjut, Kita semua pun pernah merasakan,,, Dihianati dan menghianati....
Setia dan tidak setia.... Kita semua pernah ...

 pidato bahasa indonesia


“ MEMPERINGATI HARI PENDIDIKAN NASIONAL “ Assalamu’alaikum Wr. Wb Yang
terhormat Bapak Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Po...

MENGENAI SAYA

FITY TINYWINYFITY

LIHAT PROFIL LENGKAPKU

PENDATANG

41433
Diberdayakan oleh Blogger.

ARSIP BLOG

 ▼ 2014 (17)

o ► November (3)

o ▼ Oktober (14)

 HUBUNGAN GAYA BELAJAR DENGAN KEAKTIFAN SISWA DI SM...

 ANUGERAH

 Lirik Lagu Sejedewe Cinta Di Pantai Bali

 DOA

 Sejarah singkat IAIN Surakarta

 Q.S Al-Baqarah : 235

 Tawakallah KepadaNYA

 Aku Bingung,Aku Bimbang

 Resensi Buku Pendidikan Kewarganegaraan

 Puisiku

 pidato bahasa indonesia

 Hal Terindah

 Aku Rindu Kamu


 ya sedikit-sedikit belajar teknologi biar gak gapt...

BLOGROLL

ABOUT

catatan-catatan apa adanya © 2012 | Designed by Extreme Hosting, in collaboration with Gift
Shop , Love Coupons and Classifieds Software
Design Downloaded from Free Blogger Templates | free website templates | Free Vector Art
PROBLEM SOLVING

A. Sejarah Bapak Problem Solving

Bapak problem solving adalah George Polya (1887 – 1985). Ia mengatakan bahwa apabila
anda tidak dapat menyelesaikan problem, maka ada problem termudah yang tidak dapat anda
selesaikan atau temukan (If you can’t solve a problem, then there is an easier problem you can’t
solve or find it).

George Polya adalah seorang matematikawan generalis. Polya layak disebut


matematikawan paling berpengaruh pada abad 20. Riset mendasar yang dilakukan pada bidang
analisis kompleks, fisika matematikal, teori probabilitas, geometri dan kombinatorik banyak
memberi sumbangsih bagi perkembangan matematika. Sebagai seorang guru yang piawai, minat
mengajar dan antusiasme tinggi tidak pernah hilang sampai akhir hayatnya.

Semasa di Zurich-pun, karya-karya di bidang matematika sangat beragam dan produktif.


Tahun 1918, mengarang makalah tentang deret, teori bilangan, sistem voting dan kombinatorik.
Tahun berikutnya, menambah dengan topik-topik seperti astronomi dan probabilitas. Meskipun
pikiran sepenuhnya ditumpahkan untuk topik-topik di atas, namun Polya mampu membuat hasil
mengesankan pada fungsi-fungsi integral.

Tahun 1933, Polya kembali mendapatkan Rockefeller Fellowship dan kali ini dia pergi ke
Princeton. Saat di Amerika, Polya diundang oleh Blichfeldt untuk mengunjungi Stanford yang
menarik minatnya. Kembali ke Zurich pada tahun 1940, namun situasi di Eropa – menjelang PD
II, memaksa Polya kembali ke Amerika.Bekerja di universitas Brown dan Smith College selama 2
tahun, sebelu menerima undangan dari Stanford yang diterimanya dengan senang hati.

Sebelum meninggalkan Eropa, Polya sempat mengarang buku How to solve it yang ditulis
dalam bahasa Jerman. Setelah mencoba menawarkan ke berbagai penerbit akhirnya
dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggris sebelum diterbitkan oleh Princeton. Buku ini ternyata
menjadi buku best seller yang terjual lebih dari 1 juta copy dan kelak dialihbahasakan ke dalam
17 bahasa. Buku ini berisikan metode-metode sistematis guna menemukan solusi atas problem-
problem yang dihadapi dan memungkinkan seseorang menemukan pemecahannya sendiri
karena memang sudah ada dan dapat dicari.

Menyelesaikan problem (problem solving)


Di bawah ini disajikan ringkasan dari buku How to solve it. Disebutkan ada beberapa tahapan
untuk menyelesaikan problem, yaitu:
1. Memahami problem
Problem apa yang dihadapi? Bagaimana kondisi dan datanya? Bagaimana memilah
kondisi-kondisi tersebut?
2. Menyusun rencana
Menemkan hubungan antara data dengan hal-hal yang belum diketahui.
Apakah pernah problem yang mirip?

3. Melaksanakan rencana
Menjalankan rencana guna menemukan solusi, periksa setiap langkah
dengan seksama untuk membuktikan bahwa cara itu benar.

4. Menengok ke belakang
Melakukan penilaian terhadap solusi yang didapat.

Keempat tahapan ini lebih dikenal dengan See (memahami problem), Plan (menyusun
rencana), Do (melaksanakan rencana) dan Check (menguji jawaban), sudah menjadi jargon
sehari-hari dalam penyelesaian problem sehingga Polya layak disebut dengan “Bapak problem
solving.”

B. Pengertian Problem Solving Dalam Matematika


Istilah problem solving ada pada berbagai profesi dan disiplin ilmu dan memiliki
pengertian yang berbeda. Problem solving dalam pengajaran matematika memiliki arti yang
khusus (Branca, 1980, h. 3). ”Problem solving dalam matematika adalah proses dimana seorang
siswa atau kelompok siswa (cooperative group) menerima tantangan yang berhubungan dengan
persoalan matematika dimana penyelesaiannya dan caranya tidak langsung bisa ditentukan
dengan mudah dan penyelesaiannya memerlukan ide matematika” (Mathematics Course
Development Support Material 1989: Dikutip di Blane dan Evans, 1989, h. 367). Dalam problem
solving, biasanya, permasalahan-permasalahan tidak tersajikan dalam peristilahan matematika.
Permasalahan yang digunakan dapat diangkat dari permasalahan kehidupan nyata (real life
situation) yang pemecahannya memerlukan ide matematika sebagai sebuah alat (tool).

Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam


kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih peserta didik dalam menghadapi berbagai masalah
baik itu perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri dan atau bersama-
sama. Pembelajarannya adalah berorientasi investigasi dan penemuan yang pada dasarnya
adalah pemecahan masalah.

Model Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang melakukan
pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan
penguatan ketrampilan. Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan
keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak
hanya dengan cara menghafal tanpa dipikir, keterampilan memecahkan masalah memperluas
proses berpikir (Pepkin, 2004:1). Suatu soal yang dianggap sebagai masalah adalah soal yang
memerlukan keaslian berpikir tanpa danya contoh penyelesaian sebelumnya.
Persoalan matematika secara garis besar dapat dibagi dua yaitu persoalan yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan persoalan matematika. Persoalan yang
dimaksud adalah persoalan yang memerlukan matematika untuk pemecahannya. Misalnya
Berapa lama waktu yang diperlukan untuk menempuh perjalanan suatu jarak tertantu ?, Berapa
harga suatu satuan barang tertentu?, dan sebagainya. Matematika di sini diperlukan sebagai alat
dan bukan sebagai tujuan.Persoalan matematika menekankan pada aspek matematikanya dan
proses untuk menyelesaikannya. Proses dan hasil sama-sama diperhatikan dan dikembangkan
dalam persoalan matematika. Guru perlu memperhatikan bagaimana persoalan dapat diperluas
dan hasilnya dapat ditarik kesimpulan umumnya. Persoalan yang sering menarik perhatian siswa
misalnya Bagaimana anda dapat mendapatkan bilangan 0 sd 20 hanya dengan menggunakan
bilangan 4 ? Misalnya 8 diperoleh dari 4 + 4, 16 diperoleh dari 4 x 4, dan sebagainya.

Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah
dan memecahkan berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil
kesimpulan yang tepat dan cermat (Hamalik, 1994:151). Problem solving yaitu suatu pendekatan
dengan cara problem identifikation untuk ketahap syntesis kemudian dianalisis yaitu pemilahan
seluruh masalah sehingga mencapai tahap application selajutnya komprehension untuk
mendapatkan solution dalam penyelesaian masalah tersebut.

Problem solving adalah suatu pendekatan dimana langkah-langkah berikutnya sampai


penyelesaian akhir lebih bersifat kuantitatif yang umum sedangkan langkah-langkah berikutnya
sampai dengan penyelesain akhir lebih bersifat kuantitatif dan spesifik. Ini berarti orieantasi
pembelajaran problem solving merupakan infestigasi dan penemuan yang pada dasarnya
pemecahan nasalah. Problem solving merupakan taraf yang harus dipecahkan dengan cara
memahami sejumlah pengetahuan dan keetrampilan kerja dan merupakan hasil yang dicapai
individu setelah individu yang bersangkutan mengalami suatu proses belajar problem solving
yang diajarkan suatu pengetahua tertentu.

C. Karakteristik Pembelajaran Problem Solving dalam


Matematika
Secara umum para pendidik hanya terfokus pada materi matematika ketika menyinggung
pembelajaran pemecahan masalah, namun sesungguhnya ada dua dimensi atau dua “materi”
yaitu:
(1) pembelajaran matematika melalui model atau strategi pemecahan masalah.
(2) pembelajaran strategi pemecahan masalah itu sendiri.
Yang pertama “pemecahan masalah” sebagai strategi atau model atau pendekatan pembelajaran,
sedang yang kedua “pemecahan masalah” sebagai materi pembelajaran.

Mengenai model atau pendekatan pemecahan masalah (problem solving approach), maka
berikut ini karakteristik khusus pendekatan pemecahan masalah :
1. Adanya interaksi antar siswa dan interaksi guru dan siswa.
2. Adanya dialog matematis dan konsensus antar siswa.
3. Guru menyediakan informasi yang cukup mengenai masalah, dan
siswa mengklarifikasi, menginterpretasi, dan mencoba mengkonstruksi penyelesaiannya.
4. Guru menerima jawaban ya-tidak bukan untuk mengevaluasi.
5. Guru membimbing, melatih dan menanyakan dengan pertanyaan-
pertanyaan berwawasan dan berbagi dalam proses pemecahan masalah.
6. Sebaiknya guru mengetahui kapan campur tangan dan kapan
mundur membiarkan siswa menggunakan caranya sendiri.
7. Karakteristik lanjutan adalah bahwa pendekatan problem solving
dapat menggiatkan siswa untuk melakukan generalisasi aturan dan konsep,
sebuah proses sentral dalam matematika. Bagaimana tahap-tahap pembelajaran
dengan pendekatan problem solving berbedabeda menurut pendapat para ahli.

D. Strategi atau Langkah-Langkah dalam Problem Solving

Dalam memecahkan masalah ada empat langkah yang bisa dilakukan yaitu :
1. Memahami - Sebelum Anda dapat memecahkan masalah pertama anda harus
mengerti itu. Membaca dan membaca kembali masalah hati-hati untuk menemukan
semua petunjuk dan menentukan apa pertanyaannya adalah meminta Anda untuk
menemukan.

2. Rencana - Setelah Anda memahami pertanyaan dan petunjuk, sudah waktunya


untuk menggunakan pengalaman Anda sebelumnya dengan masalah yang sama untuk
mencari strategi dan alat untuk menjawab pertanyaan.

3. Cobalah - Setelah memutuskan rencana, Anda harus mencobanya dan melihat


apa jawaban yang Anda datang dengan.

4. Look Back - Setelah Anda sudah mencobanya dan menemukan jawaban, kembali
ke masalah dan melihat apakah Anda benar-benar menjawab pertanyaan. Kadang-
kadang mudah untuk mengabaikan sesuatu. Jika Anda melewatkan sesuatu memeriksa
rencana Anda dan coba masalah lagi.

Strategi pemecahan masalah lainnya yaitu sebagai berikut :

1. Membuat tabel

2. Buatlah daftar terorganisir

3. Carilah pola
4. Tebak dan memeriksa

5. Buatlah gambar atau grafik

6. bekerja mundur

7. Memecahkan masalah sederhana

Jenis masalah dalam pembelajaran ada 4 yaitu:


1. Masalah Translasi adalah masalah yang berhubungan aktivitas sehari-
hari siswa.contoh: Ade membeli permen Sugus 12 buah.Bagaimana cara
Ade membagikan kepada 24 orang temannya agar semua kebagian dengan adil?
2. Masalah Aplikasi adalah masalah yang menerapkan suatu
konsep,rumus matematika dalam sebuah soal-soal matematika.Contoh suatu kolam
berbentuk tersebut?
3. Masalah Proses/Pola adalah masalah yang memiliki pola, keteraturan
dalam penyelesainnya.Contoh: 2 4 6 8 … Berapa angka berikutnya?
4.Masalah Teka-teki adalah masalah yang sifat menerka atau dapat
berupa permainan namun tetap mengacu pada konsep dalam
matematika.contoh:Aku adalah anggota bilangan Asli,aku adalah bilangan perkasa,jika
kelipatannku dijumlahkan angka-angkanya hasilnya adalah aku,siapakah aku?
Pemecahan masalah memerlukan strategi dalam menyelesaikannya.

Kebenaran,ketepatan,keuletan dan kecepatan adalah suatu hal yang diperlukan dalam


penyelesaian masalah. Keterampilan siswa dalam menyusun suatu strategi adalah suatu
kemampuan yang harus dilihat oleh guru.J awaban benar bukan standar ukur mutlak,namun
proses yang lebih penting darimana siswa dapat mendapatkan jawaban tersebut.Variasi strategi
yang diharapkan muncul dalam pembelajaran siswa.

Langkah-Langkah Problem Solving yang lainnya yaitu endekatan yang terdiri dari tiga
langkah untuk problem solving, konsep problem solving ini bukan teori belaka, tetapi telah
terbukti keberhasilannya.
Adapun tiga langkah problem solving adalah :
a. Mengidentifikasi masalah secara tepat
Secara konseptual suatu masalah (M) didefinisikan sebagai kesenjangan atau
gap antara kerja actual dan targetkinerja (T ) yang diharapkan, sehingga
secara simbolik dapat dituliskan bersamaan; M=T – A.berdasarkan konsep
seorang problem solver yang professional harus terlebih dahulu nanpu mengetahui
berapa atau pada tingkat mana kinerja actual saat ini, dan berapa atau tingkat
mana kinerja serta kita harus mampu mendefinisikan secara tegas apa masalah
utama kita kemudian menetapkan pada tingkat mana kinerja actual kita sekarang
dan kapan waktu pencapain target kinerja itu.

b. Menentukan sumber dan akar penyebab dari masalah


Suatu solusi masalah yang efektif, apabila kita berhasil menemukan sumber- sumber
dan akar-akar dari masalah itu, kemudian mengambil tindakan untuk menghilangkan
masalah-masalah tersebut.

c. Solusi masalah secara efektif dan efisien.


Adapun langkah-langkah Solusi masalah yang efektif dan efisien yaitu:
Mendefinisikan secara tertulis
Membangun diagram sebab akibat yang dimodifikasi untuk mendefinisikan :
a) akar penyebab dari masalah itu, b) penyebab-penyebab yang tidak dapat
dikendalikan, namun dapat diperkirakan
Setiap akar penyebab dari masalah dimasukkan ke dalam diagram
sebab akibat . sedangkan penyebab yang tidak dapat diperkirakan,
didaftarkan pada sebab akibat itu secara tersendiri
Mendefiisikan tindakan atau solusi yang efektif melalui memperhatikan dan
mempertimbangkan : a)pencegahan terulang atau muncul kembali penyebab –penyebab itu, b)
tindakan yang diambil harus ada di bawah pengendalian kita, dan c) memenuhi tujuan dan
target kinerja yang ditetapkan.
Menerapkan atau melakukan implementasi atau tindakan-tindakan yang diajukan (Vincent
Gasper sz, dan Qruztyann.blogs.friendster. com)

Selain di atas menurut Dewey langkah-langkah dalam problem solving yaitu sebagai
berikut kesadaran akan adanya masalah, merumuskan masalah, mencari data dan merumuskan
hipotesa-hipotesa itu dan kemudian menerima hipotesa yang benar. Tetapi problem solving itu
tidak selalu mengikuti urutan yang teratur, melainkan dapat meloncat-meloncat antara macam-
macam lankah tersebut, lebih-lebih apabila orang berusaha memecahkan masalah yang
kompleks.

Metode problem solving ini menekankan pada penemuan dan pemecahan masalah secara
berkelanjutan. “kelebihan metode ini mendorong siswa untuk berpikir secara ilmiah, praktis,
intuitif dan bekerja atas dasar inisiatif sendiri, menumbuhkan sikap objektif, jujur dan terbuka.
Sedangkan kelemahannya memerlukan waktu yang cukup lama, tidak semua materi pelajaran
mengandung masalah memerlukan perencanaan yang teratur dan matang, dan tidak efektif jika
terdapat beberapa siswa yang pasif. Oleh karena itu, pendekatan pemecahan masalah dengan
memanfaatkan alat peraga dengan langkah-langkah, tampaknya lebih baik untuk digunakan baik
bagi anak berkesulitan belajar maupun yang tidak berkesulitan belajar.

E. Creative Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika


Adapun proses dari model pembelajaran CPS, terdiri dari sebagai berikut:
Klarifikasi masalah
Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang
masalah yang diajukan, agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian seperti apa
yang diharapkan.
Pengungkapan pendapat
Pada tahap ini siswa dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentangberbagai macam
strategi penyelesaian masalah.
Evaluasi dan Pemilihan
Pada tahap evaluasi dan pemilihan ini, setiap kelompok mendiskusikan pendapat-
pendapat atau strategi-strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah.
Implementasi.

Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk menyelesaikan
masalah, kemudian menerapkannya samapai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut
(Pepkin, 2004:2). Dengan membiasakan siswa menggunakan langkah-langkah yang kreatif
dalam memecahkan masalah, diharapkan dapat membantu siswa untuk mengatasi kesulitan
dalam mempelajari matematika.

F. Pembelajaran Problem Solving


Ketrampilan proses dalam pemecahan masalah matematika diperlukan meliputi :
penalaran (reasoning)
organisasi (organising)
pengelompokan (classifing)
identifikasi pola (recognising pattern).

Siswa yang berhasil memecahkan persoalan matematika adalah siswa yang :


yakin akan kemampuannya
mau mencoba berbagai cara
mempunyai keingintahuan yang tinggi.

Guru dapat mendapatkan persoalan matematika dari berbagai sumber yaitu melalui dialog
dengan para siswanya, melalui taman sejawat, melalui orang tua murid, melalui buku pegangan
guru, melalui pertanyaan murid, dan melalui sumber yang lain.

Jika guru ingin memulai aktivitas problem solving dan merupakan hal baru di kelas, guru
dapat memulainya dari yang sederhana. Jika guru mempunyai beberapa persoalan, berilah
kesempatan kepada siswa untuk menentukan pilihannya. Guru dapat memberikan pertanyaan
dan mengamati kegiatan siswa dalam pemecahan soalnya.
Kerjasama antar siswa akan terwujud jika guru mengembangkan sikap saling menghargai
dan komunikasi satu dengan yang lainnya. Manfaat kerjasama dalam pemecahan persoalan
adalah untuk mencoba cara yang berbeda, mengembangkan sikap fleksibel dan menyesuaikan
dengan yang lain, mencari alternatif cara jika suatu cara tidak bekerja, membandingkan satu cara
dengan yang lainnya, memperoleh kejelasan pengertiannya melalui saran/pendapat orang lain,
dan saling memberikan semangat untuk menyelesaikan persoalannya.

Problem solving matematika memiliki sejumlah keuntungan (benefits). Strategi problem


solving tidak hanya mampu mengubah gaya belajar anak dari sebagai pelajar yang pasif menjadi
pelajar yang aktif dalam mengkonstruksi konsep mereka, tetapi juga, membuat pembelajaran
matematika lebih berarti (more meaningful), masuk akal (make sense), menantang dan
menyenangkan (challenge and fun), cocok buat siswa (relevant for students), dan memberikan
cara berfikir yang fleksibel (thinking flexibility). Karenanya problem solving matematika dapat
dipandang sebagai suatu pendekatan yang penting untuk meningkatkan pemahaman
matematika anak.

PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING DALAM

PEMBELAJARAN MATEMATIKA

ABSTRAK: Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui penerapan metode problem


solving dalam pembelajaran matematika. Penulisan ini menggunakan pendekatan qualitatif
dengan cara kajian pustaka. Hasil penulisan ini menunjukkan bahwa metode problem
solvingdalam pembelajaran matematika diterapkan dengan tahapan sebagai berikut; ada
masalah yang jelas untuk dipecahkan, mencari data atau keterangan yang dapat digunakan
untuk memecahkan masalah yang muncul, menetapkan jawaban sementara dari masalah
tersebut., menguji kebenaran jawaban sementara tersebut, dan terakhir adalah menarik
kesimpulan.

KATA KUNCI: Metode problem solving, Pembelajaran matematika.

Pendahuluan
Pendidikan merupakan upaya manusia untuk memperluas cakrawala pengetahuan dalam
rangka membentuk nilai, sikap, dan perilaku. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan
bukanlah suatu hal yang mudah dilaksanakan karena ada faktor yang mempengaruhi. Dengan
demikian siswa diharapkan dapat meningkatkan keterlibatannya dalam kegiatan pembelajaran
dan tentunya dapat meningkatkan pemahamannya sendiri terhadap pokok bahasan sifat-sifat
bangun datar. Oleh karena itu pendidikan memegang peranan yang sangat penting untuk
menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara yaitu untuk menciptakan masyarakat yang
cerdas dan pintar.

Dalam peningkatkan proses pembelajaran di sekolah, guru dituntut mampu merancang dan
melaksanakan kegiatan pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan kognitif,
afektif, dan psikomotorik siswa agar tercapai hasil belajar yang optimal. Oleh karena itu
dalam mendesain kegiatan pembelajaran yang optimal diperlukan kecermatan guru memilih
dan menerapkan serta menyusun strategi pembelajaran. Proses pembelajaran tersusun atas
sejumlah komponen atau unsur yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Interaksi antara
guru dan peserta didik pada saat proses pembelajaran memegang peran penting dalam
mencapai tujuan yang diinginkan.

Kemungkinan kegagalan guru dalam menyampaikan materi disebabkan saat proses


pembelajaran guru kurang membangkitkan perhatian dan aktivitas peserta didik dalam
mengikuti pelajaran khususnya matematika. Adakalanya guru mengalami kesulitan membuat
siswa memahami materi yang disampaikan sehingga hasil belajar matematika rendah.
Keberhasilan pembelajaran matematika dapat diukur dari keberhasilan siswa yang mengikuti
kegiatan pembelajaran tersebut. Keberhasilan itu dapat dilihat dari tingkat pemahaman,
penguasaan materi, serta prestasi belajar siswa. Semakin tinggi pemahaman dan penguasaan
materi serta prestasi belajar maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran

Selain dari faktor siswa dalam hasil belajar matematika siswa rendah, peran guru juga sangat
penting. Pada kondisi awalnya cara guru mengajar hanya dengan metode ceramah yang
bersifat konvensional yang mengakibatkan pembelajaran berpusat padaguru. Guru
menjelaskan sebatas materi yang harus diselesaikan dalam beberapa pertemuan karena
mengejar target sesuai dengan kurikulum dan hanya memberikan soal-soal latihan sehingga
dapat membuat siswa jenuh dan kurang berminat pada mata pelajaran matematika.

Hal tersebut juga mengakibatkan siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran. Mengingat
dalam pembelajaran itu melibatkan aktifitas mendengar, menulis, membaca merepresentasi
dan diskusi untuk mengkomunikasikan suatu masalah khususnya matematika maka diskusi
kelompok perlu dikembangkan. Dengan menerapkan diskusi kelompok diharapkan aspek-
aspek komunikasi bisa dikembangkan sehingga bisa meningkatkan hasil belajar siswa.

Salah salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan di atas adalah penggunaan metode
pembelajaran, pemilihan metode pembelajaran yang menarik dan dapat memicu siswa untuk
ikut serta secara aktif dalam kegiatan pembelajaran yaitu metode pembelajaran aktif. Pada
dasarnya pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk
belajar secara aktif. Dimana peserta didik di ajak untuk turut serta dalam proses
pembelajaran, tidak hanya mental akan tetapi juga melibatkan fisik. Salah satu metode
pembelajaran aktif yang dapat mengatasipermasalahan tersebut yaitu metode problem
solving.Metode problem solvingsebagai salah satu alternatif pembelajaran yang efektif dan
menyenangkan untuk mata pelajaran matematika, karena metode problem solvingbukan
hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir,
berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menarik kesimpulan.

Matematika adalah ilmu yang mempunyai objek berupa fakta, konsep dan operasi serta
prinsip. Kesemua objek tersebut harus dipahami secara benar oleh siswa, karena materi
tertentu dalam matematika bisa merupakan prasarat untuk menguasai materi matematika yang
lain, bahkan untuk pelajaran yang lain seperti fisika, keuangan dan lain-lain. Menurut
Cornelius (2007:1) ada banyak alasan perlunya siswa belajar matematika, diantaranya:
sarana berfikir logis, sarana untuk memecahkan masalah kehidupan, sarana mengenal pola-
pola dan generalisasi pengalaman, sarana untuk mengembangkan kreatifitas,.sarana untuk
meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.
Mengingat pentingnya peranan matematika bagi siswa, maka mata pelajaran matematika di
sekolah mendapatkan porsi lebih banyak dibandingkan dengan mata pelajaran yang lainnya.
Indikasi pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika adalah agar siswa mampu
memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Dengan mempelajari matematika
siswa selalu dihadapkan kepada masalah matematika yang terstruktur, sistematis dan logis
yang dapat membiasakan siswa untuk mengatasi masalah yang timbul secara mandiri dalam
kehidupannya tanpa harus selalu meminta bantuan kepada orang lain.

Kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa dapat diketahui melalui soal-soal
yang berbentuk uraian, karena pada soal yang berbentuk uraian kita dapat melihat langkah-
langkah yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan, sehingga
pemahaman siswa dalam pemecahan masalah dapat terukur. Bentuk lain soal pemecahan
masalah yang difokuskan pada penelitian ini adalah soal cerita. Berdasarkan buku-buku
penunjang pelajaran matematika yang mengacup ada kurikulum, banyak dijumpai soal-soal
yang berbentuk soal cerita hampir pada setiap materi pokok.

Problem Solving

Pengertian metode pembelajaran pemecahan masalah (problem solving)

Metode problem solving adalah cara mengajar yang dilakukan dengan cara melatih para
murid menghadapi berbagai masalah untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama
(Alipandie, 1984:105). Menurut Sudirman (1987:146) metode problem solvingadalah cara
penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk
dianalisis dan disintesis dalam usaha untuk mencari pemecahan atau jawabannya oleh siswa.

Menurut Gulo (2002:111) menyatakan bahwa problem solving adalah metode yang
mengajarkan penyelesaian masalah dengan memberikan penekanan pada terselesaikannya
suatu masalah secara menalar. Menurut Djamarah (2006:92) metode pemecahan
masalah(Problem Solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan
jalan melatih peserta didik menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau
perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.

Menurut Hadian ( 2008:3 ), metode problem solving dapat diartikan sebagai: 1) Tujuan
( Goal ). Sebagai tujuan, problem solving adalah target akhir dalam suatu pembelajaran
matematika, dalam arti dengan mempelajari matematika maka kita dapat menyelesaikan
berbagai masalah dengan lebih bijak, sistematis, efektif, dan efisien. 2) Proses ( Process ).
Sebgai proses, problem solving diartikan sebagai proses yang bias ditempuh untuk
menyelesaikan masalah atau soal dalam matematika dengan lebih sistematis dan akuarat. 3)
Kemampuan dasar ( Basic ). Sebagai kemampuan problem solvingdiartikan sebagai
kemampuan dasar karena inilah dasar yang harus dikuasai oleh kita sebagai pemecahan
masalah, baik itu masalah atau soal dalam matematika maupun maslah dalam kehiduapan
sehari-hari.Oleh sebab itu, problem solving adalah metode yang harus dikenal oleh setiap
orang untuk dapat menyelesaikan masalah atau soal matematika dengan lebih sistematis,
terukur, dan efisien.

Langkah-langkah penggunaan metode problem solving menurut Djamarah (2013: 91-92)


adalah sebagai berikut: 1) Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus
tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya. 2) Mencari data atau keterangan yang
dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang muncul. Misalnya dengan jalan membaca
buku-buku, meneliti, bertanya, dan berdiskusi. 3) Menetapkan jawaban sementara dari
masalah tersebut. Dugaan jawaban tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh,
pada langkah kedua di atas. 4) Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam
langkah ini peserta pelatihan harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin
bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok. 5) Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus
sampai pada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

Menurut Tabrani ( 2008:5 ) kelebihan metode problem solving dapat diidentifikasikan


sebagai berikut : 1) Metode pemecahan masalah memungkinkan menghubungkan pengajaran
dengan kehidupan sehari-hari, karena masalah-masalah yang diangkat dalam kegiatan belajar
bias diambil dari kehidupan sehari-hari, atau dari apa yang dialaminya. 2) Metode ini dapat
merangsang kemampuan intelektual dan daya pikir peserta didik, karena dalam berfikir
menggunakanproblem solving mereka menyoroti permasalahan dari berbagai segi. 3) Metode
ini dapat melatih dan membiasakan peserta didik untuk menghadapi dan memecahkan
masalah secara cermat. 4) Metode ini mampu melatih peserta didik untuk berfikir secara
sistematis dan menghubungkannya dengan masalah-masalah lainnya.

Adapun kekurangan metode problem solvingyaitu sebagai berikut: 1) Menentukan suatu


masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa, tingkat sekolah dan
kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan
kemampuan dan keterampilan guru. Sering orang beranggapan keliru bahwa metode
pemecahan masalah hanya cocok SLTP, SLTA dan PT saja.Padahal, untuk siswa SD
sederajat juga bisa dilakukan dengan tingkat kesulitan permasalahan yang sesuai dengan taraf
kemampuan berpikir anak. 2) Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini
sering

memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran lain.
3) Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari
guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan permasalahan sendiri atau
kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan
tersendiri bagi siswa. (Djamarah, 2013: 92-93)

Penerapan Metode Problem Solving Pada Materi Persamaan Linear Dua Variabel

Tahap Pendahuluan

Mengawali kegiatan pembelajaran dengan berdoa bersama dipimpin oleh ketua kelas,
setelah itu mengabsen kehadiran siswa dengan menyebutkan nama siswa satu persatu. Guru
memulai pembelajaran dengan memberi motivasi melalui tanya jawab yang berkaitan dengan
masalah dalam kehidupan sehari-sehari. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan media
yang akan digunakan dalam pembelajaran. Guru menyampaikan masalah/soal yang ada pada
buku siswa, siswa membaca masalah/soal tersebut pada buku siswa.
Tahap Inti

Guru membagi siswa dalam kelompok yang beranggotakan 2-3 siswa, kemudian
membagikan lembar kerja siswa yang berisikan masalah kepada siswa yang akan diselesaikan
secara berkelompok. Guru memfasilitasi media pembelajaran yang digunakan untuk
memecahkan masalah. Guru membantu siswa dalam berbagi tugas untuk menyelesaikan
masalah, siswa mendengarkan dan melaksanakan saran guru dan siswa dapat bertanya kepada
guru jika ada hal yang belum jelas. Guru meminta siswa untuk menyelesaikan tugas
pemecahan masalah, mendorong siswa dalam melakukan penyelidikan masalah,
membimbing siswa dengan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya menggali dan menuntun
agar siswa dapat menyelesaikan permasalahan yang ada pada tugas yang diberikan. Siswa
diberi waktu 20 menit untuk berdiskusi kelompok menyelesaikan tugas.

Setelah pengerjaan tugas selesai, guru meminta kelompok siswa untuk mempresentasikan
hasil kerja mereka. Kelompok yang mendapat giliran sesuai undian, maju untuk
mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka. Kelompok lain diberikan kesempatan untuk
memberikan tanggapan terhadap presentasi kelompok penyaji, kemudian mengkonstruksi
gagasan-gagasan dari siswa yang lainnya untuk mendapatkan gagasan yang disepakati dan
benar.

Tahap Penutup

Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Guru membantu
siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berfikir mereka sendiri. Guru memberikan tugas
individual untuk siswa kerjakan dirumah. Guru menutup pembelajaran dengan berdoa
dipimpin ketua kelas.

Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Persamaan linear dua variable adalah persamaan linear yang memiliki dua variable, dengan
pangkat masing-masing variable adalah satu.
Bentuk umumnya seperti berikut :

a1x + b1y = c1

a2x + b2y = c2

Sistem persamaan dua variable dapat diselesaikan dengan beberapa cara, diantaranya dengan
menggunakan metode substitusi, metode eliminasi, metode grafik, metode determinan.

Metode Subtitusi

Contoh Soal:

Diketahui ABCD suatu persegi panjang, misalkan panjangnya adalah xcm dan lebar y cm.
Jika panjang ditambah lebarnya sama dengan 12 cm dan dua kali lebar ditambah tiga kali
panjang sama dengan 31 cm. Berapakah panjang dan lebar persegi tersebut ?

Penyelesaian:

Langkah pertama, menuliskan data yang diketahui.

x= panjang persegi panjang

y= lebar persegi panjang

Langkah kedua, memilih strategi dan membuat rencana penyelesaian.

x + y =12 .....................(1)

2x +3y =31 .....................(2)

Langkah ketiga, memproses data.


Persamaan (1) dapat diubah menjadi x =12 -- y

Sehingga persamaan (2) menjadi:

2(12 -- y) +3y =31

24 -- 2y+ 3y =31

24 + y =31

y =31 -- 24

y =7

selanjutnya y =7 disubtitusikan ke persamaan pertama, yaitu:

x =12 -- y

x =12 -- 7

x =5

Jadi penyelesaian dari masalah tersebut adalah persegi panjang ABCD memiliki panjang 5
cm dan lebar 7 cm. Himpunan penyelesaiannya adalah (5,7).

Langkah keempat, membuktikan kebenaran jawaban yang diperoleh.

x + y =12 5 + 7 = 12

2x +3y =31 2(5) + 3(7) = 31

Terbukti persamaan tersebut memenuhi kedua persamaan.


Simpulan

Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang sangat
baik untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika di sekolah. Model pembelajaran ini
telah mengubah kondisi belajar yang sebelumnya cenderung pasif menjadi aktif dan kritis.
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem solving dapat
meningkatkan kemampuan mengemukakan pendapat siswa.

Saran

Guru dapat menggunakan metode problem solvingsebagai alternatif untuk memperbaiki


proses pembelajaran, karena melalui metodeproblem solvingini dapat meningkatkan hasil
belajar siswa baik kognitif, afektif, dan psikomotor, khususnya pada pelajaran matematika
pada materi pokok persamaan linear dua variabel sederhana dalam bentuk soal cerita. Agar
pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses berorientasi pembelajaran
modelproblem solving dapat berjalan, sebaiknya guru membuat perencanaan mengajar materi
pelajaran, dan menentukan semua konsep-konsep yang akan dikembangkan, dan untuk setiap
konsep ditentukan metode atau pendekatan yang akan digunakan serta keterampilan proses
yang akan dikembangkan. Kepada kepala sekolah agar mengkoordinasikan pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan metode problem solvinguntuk meningkatkan hasil belajar
siswa.

Daftar Pustaka

Alipandie, Imansyah (1984). Didaktik Metodik Pendidikan Umum. Surabaya: Usaha


Nasional.

Trihendradi, Cornelius (2007). Step by step SPSS (Analisis Data tatistik).Yogyakarta:


Penerbit Andi
Djamarah, Syaiful Bahri. (2006). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:
Rineka Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri. (2013). Strategi Belajar Mengajar. Cetakan Kelima. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.

Gulo, W. (2002). Metode Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo.

Irzani. (2010). Pembelajaran Matematika Panduan Praktis Untuk Pengajar SD dan MI.

Banguntapan Bantul Yokyakarta:Mandiri Graffindo Press.

Sudirman, N. (1987). Ilmu Pendidikan.Bandung: Remaja Rosda Karya.

Tabrani, Rusyan. (2008). Cara pembelajaran matematika seri I. Semarang:PT Bengawan


Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai