Anda di halaman 1dari 13

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Sinus Paranasal


Sinus paranasal terdiri dari empat pasang, yaitu sinus frontal, sinus etmoid, sinus maksila,
dan sinus sfenoid. Pembentukannya dimulai sejak di dalam kandungan, akan tetapi hanya
ditemukan dua sinus ketika baru lahir yaitu sinus maksila dan etmoidSinus frontal mulai
berkembang dari sinus etmoid anterior pada usia sekitar 8 tahun dan menjadi penting secara
klinis menjelang usia 13 tahun, terus berkembang hingga usia 25 tahun. Pada sekitar 20%
populasi, sinus frontal tidak ditemukan atau rudimenter, dan tidak memiliki makna klinis. Sinus
sfenoidalis mulai mengalami pneumatisasi sekitar usia 8 hingga 10 tahun dan terus berkembang
hingga akhir usia belasan atau dua puluhan.2
Sinus maksilaris terletak di dalam tulang maksilaris, dengan dinding inferior orbita
sebagai batas superior, dinding lateral nasal sebagai batas medial, prosesus alveolaris maksila
sebagai batas inferior, dan fossa canine sebagai batas anterior. Sinus maksilaris erbentuk pada
usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus maksilaris arcus I. Bentuknya pyramid; dasar
piramid berada pada dinding lateral hidung, sedangkan apeksnya berada pada pars zygomaticus
maxillae. Sinus maksilaris merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15 cc pada
orang dewasa. Sinus maksilaris berhubungan dengan cavum orbita (dibatasi oleh dinding tipis
yang berisi n. infra orbitalis sehingga jika dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata), gigi
(dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah P2 Molar) dan ductus nasolakrimalis (terdapat di
dinding cavum nasi).2
Sinus ethmoidalis terbentuk pada usia fetus bulan IV. Saat lahir, sinus ethmoidalis berupa
2-3 cellulae (ruang-ruang kecil), sedangkan saat dewasa terdiri dari 7-15 cellulae yang
berdinding tipis. Bentuknya berupa rongga tulang yang menyerupai sarang tawon, yang terletak
antara hidung dan mata Sinus ethmoidalis berhubungan dengan fossa cranii anterior (dibatasi
oleh dinding tipis yaitu lamina cribrosa, sehingga jika terjadi infeksi pada daerah sinus mudah
menjalar ke daerah kranial), orbita (dilapisi dinding tipis yakni lamina papiracea, sehingga jika
melakukan operasi pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke daerah

23
orbita sehingga terjadi Brill Hematoma), nervus optikus dan nervus, arteri dan vena ethmoidalis
anterior dan posterior.2
Sinus frontalis dapat terbentuk atau tidak. Sinus frontalis terletak di os frontalis yang
tidak simetri antara kanan dan kiri. Volume pada orang dewasa ± 7cc. Sinus frontalis bermuara
ke infundibulum (meatus nasi media).Sinus frontalis berhubungan dengan fossa cranii anterior
(dibatasi oleh tulang compacta), orbita (dibatasi oleh tulang compacta) dan dibatasi oleh
periosteum, kulit dan tulang diploik.2
Sinus sfenoidalis rerbentuk pada fetus usia bulan III Sinus sfenoidalis terletak pada
corpus, alas dan processus os sfenoidalis. Volume pada orang dewasa ± 7 cc. Sinus sfenoidalis
berhubungan dengan sinus cavernosus pada dasar cavum cranii. glandula pituitari, chiasma
n.opticum, ranctus olfactorius dan arteri basillaris brain stem (batang otak).2

Gambar 1. Anatomi sinus

Sinus paranasal dalam kondisi normal mengalirkan sekresi dari mukosa ke daerah yang
berbeda dalam kavum nasi. Aliran sekresi sinus sfenoid menuju resesus sfenoetmoid, sinus
frontal menuju infundibulum meatus media, sinus etmoid anterior \menuju meatus media, sinus
etmoid media menuju bulla etmoid dan sinus maksila menuju meatus media. Struktur lain yang
mengalirkan sekresi ke kavum nasi adalah duktus nasolakrimalis yang berada kavum nasi bagian
anterior.2

24
Adapun fungsi dari sinus paranasal adalah membentuk pertumbuhan wajah karena di
dalam sinus terdapat rongga udara sehingga bisa terdapat perluasan sehingga pertumbuhan
tulang akan terdesak. sebagai pengatur udara (air conditioning), peringan cranium, resonansi
suara dan membantu produksi mukus.2

3.2 Epidemiologi
Sinusitis adalah penyakit yang banyak ditemukan di seluruh dunia, terutama di tempat
dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan konsentrasi pollen yang tinggi
terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi dari sinusitis. Sinusitis maksilaris adalah sinusitis
dengan insiden yang terbesar. Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit
hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar
102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit.
Pada tahun 2012, 12% atau sekitar 1: 8 orang dewasa di Amerika Serikat di diagnosis
memiliki sinusitis. Prevalensi rhinosinositis lebih tinggi bila dibandingkan dengan hay fever
(7%), bronchitis (4%), chronic obstructive pulmonary disease (4%), dan asthma (13%).1
Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sinusitis sering juga
disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan
mungkin akan terus meningkat prevalensinya.

3.3 Definisi dan Klasifikasi


Sinusitis adalah peradangan yang terjadi pada rongga sinus paranasal. Sinusitis bisa
terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada (maksilaris, etmoidalis, frontalis atau
sfenoidalis). Sinusitis lebih sering terkena pada sinus maksilaris dikarenakan merupakan sinus
paranasal yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret tergantung
dari gerakan silia, dasarnya adalah akar gigi, ostium sinus maksilaris terletak di meatus medius,
disekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat. Apabila mengenai beberapa
sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut
pansinusitis.2
Sinusitis dapat dibagi berdasarkan letak anatomi (sinusitis maksilaris, frontalis, etmoid,
dan sfenoidalis), berdasarkan organisme penyebab (virus, bakteri dan fungi), berdasarkan ada
tidaknya komplikasi ke luar sinus (seperti adanya komplikasi osteomyelitis pada tulang frontal)

25
dan secara klinis sinusitis dapat dikatagorikan sebagai sinusitis akut bila gejalanya berlangsung
dari beberapa hari sampai 4 minggu, sinusitis subakut berlangsung lebih dari 4 minggu tapi
kurang dari 3 bulan dan sinusitis kronik bila lebih dari 3 bulan.2
Berdasarkan beratnya penyakit, rhinosinusitis dapat dibagi menjadi ringan, sedang dan
berat berdasarkan total skor visual analogue scale (VAS) (0-10cm):
- Ringan = VAS 0-3
- Sedang = VAS >3-7
- Berat= VAS >7-10
Nilai VAS > 5 mempengaruhi kualitas hidup pasien.3

Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis dibagi atas :


1. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang
menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Contohnya rinitis akut
(influenza), polip, dan septum deviasi.2
2. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan sinusitis
infeksi adalah pada gigi geraham atas (pre molar dan molar). Bakteri penyebabnya adalah
Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenza, Steptococcusviridans, Staphylococcus
aureus, Branchamella catarhatis.2

3.4 Etiologi
 ISPA virus dan infeksi sekunder bakteri
 Rhinogenik: Rhinitis alergi, rhinitis infeksi, rhinitis vasomotor, rhinitis medikamentosa
 Pajanan lingkungan: Polusi udara, iritan, rokok
 Obstruksi rongga hidung (hipertrofi konka, deviasi septum, benda asing
 Kelainan anaomi hidung: infundibulum lebih sempit dari normal, obstruksi koana oleh
jaringan adenoid jinak.
 Trauma sinus, fraktur, dan adanya luka tembak
 Tonsilitis atau adenoiditis
 Imunokompromais, gangguan silia atau mukosilier
 Berenang/menyelam
 Resistensi obat: Amoxicillin.4

26
3.5 Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar didalam KOM. Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang
berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernapasan.2
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema makan
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium
terhambat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam sinus yang menyebabkan terjadinya
transudasi. Bila kondisi ini menetap maka sekret yang terkumpul merupakan media yang baik
untuk tumbuhnya dan multipikasi bakteri sehingga sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut
sebagai rhinosinositis bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.2
Jika terapi tidak berhasil, inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob
berkembang.Mukosa akan semakin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus
berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertropi polipoid dan
terjadilah polip/ kista. Pada keadaan ini dibutuhkan tindakan operasi.2

3.6 Manifestasi klinis


Keluhan utama sinusitis adalah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan pada muka
dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorokan (post nasal drip). Dapat disertai dengan
demam dan lesu.5
Adapun keluhan nyeri yang terasa di tempat lain (referred pain). Nyeri pipi menandakan
sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang kedua bola maya menandakan sinusitis etmoid,
nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid, nyeri
dirasakan di verteks, oksipital, belakang bola mata dan di daerah mastoid.5
Gejala lain adalah nyeri kepala, hiposmia/ anosmia, halitosis, post nasal drip yang dapat
menyebaban batuk dan sesak pada anak. Keluhan sinusitis kronis tidak khas sehingga sulit
didiagnosis. Kadang hanya 2 atau 2 dari gejala dibawah ini, yaitu: nyeri kepala kronik, post nasal
drip, batuk kronik, gangguan telinga akibat sumbatan kronik tuba Eustachius, gangguan
tenggorok.5

27
3.7 Diagnosis
A. Sinusitis Akut
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Sinusitis juga dapat ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada tahun
1997, American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery (AAO-HNS),
menerbitkan kriteria diagnosis berdasarkan gejala dan tanda sinonasal, yang dibagi menjadi
kriteria mayor dan minor. Terdapatnya 2 atau lebih tanda mayor, atau 1 mayor dan 2 minor,
maka dikatakan sugestif sinusitis.
Tabel 2. Kriteria diagnosis sinusitis
Mayor Minor
Nyeri atau rasa tertekan pada wajah Sakit kepala
Sekret nasal purulen Batuk
Demam Rasa lelah
Kongesti nasal Halitosis
Obstruksi nasal Nyeri gigi
Hiposmia atau anosmia Nyeri atau rasa tertekan pada telinga
Diagnosis memerlukan dua atau lebih kriteria mayor atau satu kriteria mayor dengan
dua kriteria minor pada pasien dengan gejala lebih dari 7 hari.

Menurut AAO-HNS 2015, Acute Rhinosinusitis didefinisikan sebagai adanya keluhan


sekret nasal yang purulent yang diikuti dengan gejala obstruksi di hidung, nyeri tekan di daerah
wajah ataupun kedua yang berlangsung selama kurang dari 4 minggu.1
Initial diagnosis terhadap ARS meliputi tanda vital dan pemeriksaan di daerah kepala dan
leher. Biasanya terdapat keluhan hidung tesumbat ataupun suara yang bindeng, bengkak,
kemerahan pada kulit akibat hambatan dari kapiler dan edema daerah tulang pipi atau daerah
preorbita, nyeri tekan pada pipi atau nyeri ketuk pada daerah gigi dan post nasal drip.1
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain adalah foto polos posisi Waters,
PA dan lateral serta CT scan. Foto polos digunakan untuk menilai perselubungan, air fluid level
serta penebalan mukosa pada sinus. CT Scan merupakan gold standard diagnosis sinus arena
mampu menilai anatomi hidung dan sinus dan adanya penyakit lain didalam sinus secara

28
keseluruhan. Tetapi karena harga yang mahal, maka biasanya hanya dikerjakan sebagai
penunjang pada sinusitis kronis. Menurut rekomendasi AAO-HNS 2015 kurang berguna
dilakukan apabila pasien sudah memenuhi kriteria secara klinis.1
Pemeriksaan lainnya adalah transiluminasi, pada pemeriksaan sinus yang sakit akan
menjadi suram atau gelap.2
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret pada
meatus medius/superior. Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus
maksila melalui meatus inferior dengn alat endoskopi, sehingga dapat melihat kondisi sinus
maksila dan dapat melakukan irigasi sinus untuk terapi.2

B. Sinusitis Kronis

3.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah:
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah perubahan menjadi kronik.2
Sinusitis akut dapat diterapi dengan pengobatan (medikamentosa) dan pembedahan
(operasi). Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan
ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.

Penatalakanaan yang dapat diberikan pada pasien sinusitis akut, yaitu:


Antibiotik

29
Pilihan pertama pada sinusitis bacterial adaah dengan pemberian dosis tinggi amoxicillin
dengan clavulanate (2 gr diminum secara oral dengan dosis terbagi 2x/ hari atau 90mg/kgBB/hari
dengan dosis terbagi 2x/hari.1
Pada pasien yang alergi dengan golongan penisilin dapat diberikan doksisiklin ataupun
golongan kuinolon (levofloxacin atau moxifloxacin). Adapun pilihan antibiotik yang lain yaitu
kombinasi antara clindamycin dengan cephalosporin generasi ke 3 (cefixime/ cefpodoxime).
Antibiotik golongan makrolid dan trimetroprim-sulfmethoxazole tidak direkomendasikan untu
terapi initial karena angka kejadian resistensi yang tinggi terhadap S, pneumonia.1

Terapi tambahan: Terapi tambahan meliputi pemberian antihistamin, dekongestan, dan steroid.
Antihistamin: antihistamin merupakan kontra indikasi pada sinusitis, kecuali jelas adanya
etiologi alergi. Pemberian antihistamin dapat mengentalkan sekret sehingga menimbulkan
penumpukan sekret di sinus,dan memperberat sinusitis.2
Dekongestan: dekongestan topikal seperti oksimetazolin, penileprin akan menguntungkan
jika diberikan pada awal tata laksana sinusitis. Aktifitasnya akan mengurangi edem atau
inflamasi yang mengakibatkan obstruksi ostium, meningkatkan drainase sekret dan memperbaiki
ventilasi sinus. Pemberian dekongestan dibatasi sampai 3-5 hari untuk mencegah ketergantungan
dan rebound nasal decongestan. Pemberian dekongestan sistemik, seperti penilpropanolamin,
pseudoefedrin dapat menormalkan ventilasi sinus dan mengembalikan fungsi pembersih
mukosilia. Dekongestan sistemik dapat diberikan sampai 10-14 hari.2
Steroid : steroid topikal dianjurkan pada sinusitis kronis. Steroid akan mengurangi edem
dan inflamasi hidung sehingga dapat memperbaiki drainase sinus. Untuk steroid oral, dianjurkan
pemberiannya dalam jangka pendek mengingat efek samping yang mungkin timbul.2
Irigasi intranasal: Irigasi dengan menggunakan normal saline dapat menyebabkan
peningakatan pada pembersihan mucus, peningkatan aktivitas silia, serta dapat menyingkirkan
antigen dan antiinflamasi mediator serta memproteksi mukosa. Pada pasien post operasi, irigasi
dengan normal saline dapat membantu membersihkan krusta.
Diatermi: Diatermi gelombang pendek selama 10 hari dapat membantu penyembuhan
sinusitis dengan memperbaiki vaskularisasi sinus.
Pembedahan: Untuk pasien yang tidak responsif dengan terapi medikamentosa yang
maksimal, tindakan bedah perlu dilakukan. Indikasi bedah apabila ditemukan perluasan infeksi

30
intrakranial seperti meningitis, nekrosis dinding sinus disertai pembentukan fistel, pembentukan
mukokel, selulitis orbita dengan abses dan keluarnya sekret terus menerus yang tidak membaik
dengan terapi konservatif.24Beberapa tindakan pembedahan pada sinusitis antara lain
adenoidektomi, irigasi dan drainase, septoplasti, andral lavage, caldwell luc dan functional
endoscopic sinus surgery (FESS).6
Operasi Caldwell-Luc atau radikal antrostomi adalah operasi pada antrum sinus maksilaris
beserta organ-organ didalamnya dengan maksud untuk membuang jaringan patologis yang
terbentuk akibat proses radang atau akibat kelainan dengan harapan nantinya akan tumbuh
kembali jaringan yang normal. Selain itu dengan prosedur ini dapat dilakukan biopsy.6
Indikasi tindakan antara lain: antrakoanal polip, suspek keganasan pada antrum sinus,
peradangan kronik antrum sinus dengan sebab kelainan anatomis.6

3.9 Komplikasi
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotika.
Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi
akut. Komplikasi yang dapat terjadi adalah:
Komplikasi Orbita
Komplikasi ini dapat terjadi karena letak sinus paranasal yang berdekatan dengan mata
(orbita). Sinusitis etmoidalis merupakan penyebab komplikasi orbita yang tersering kemudian
sinusitis maksilaris dan frontalis. Terdapat lima tahapan terjadinya komplikasi orbita ini.2
a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan
b. Selulitis orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita
namun pus belum terbentuk
c. Abses subperiosteal. Pus terkumpul di antara periorbita dan dinding tulang orbita
menyebabkan proptosis dan kemosis
d. Abses periorbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi
orbita
e. Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat penyebaran bakteri melalui
saluran vena ke dalam sinus kavernosus di mana selanjutnya terbentuk suatu tromboflebitis
septic.

31
Gambar 2. Komplikasi penyakit sinus pada orbita

Komplikasi Intrakranial
Komplikasi ini dapat berupa meningitis, abses epidural, abses subdural, abses otak.2

Gambar 3. Sistem vena sebagai jalur perluasan komplikasi ke intrakranial

32
Kelainan Paru
Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelaian paru ini disebut sinobronkitis.
Sinusitis dapat menyebabkan bronchitis kronis dan bronkiektasis. Selain itu juga dapat timbul
asma bronkhial.2

3.10 Pencegahan
Tidak ada cara yang pasti untuk menghindari baik sinusitis yang akut atau kronis. Tetapi
di sini ada beberapa hal yang dapat membantu:
- Menghindari kelembaban sinus - gunakan saline sprays atau sering diirigasi.
- Hindari lingkungan indoor yang sangat kering.
-
Hindari terpapar yang dapat menyebabkan iritasi, seperti asap rokok atau aroma bahan
kimia yang keras.3

3.11 Prognosis
Prognosis untuk penderita sinusitis akut yaitu sekitar 40 % akan sembuh secara spontan
tanpa pemberian antibiotik. Terkadang juga penderita bisa mengalami relaps setelah pengobatan
namun jumlahnya sedikit yaitu kurang dari 5 %. Komplikasi dari penyakit ini bisa terjadi akibat
tidak ada pengobatan yang adekuat yang nantinya akan dapat menyebabkan sinusitis kronik,
meningitis, brain abscess, atau komplikasi extra sinus lainnya.
Sedangkan prognosis untuk sinusitis kronik yaitu jika dilakukan pengobatan yang dini
maka akan mendapatkan hasil yang baik.

33
BAB III
KESIMPULAN

Sinus paranasal terdiri dari empat pasang, yaitu sinus frontal, sinus etmoid, sinus maksila,
dan sinus sfenoid. Sinus paranasal dalam kondisi normal mengalirkan sekresi dari mukosa ke
daerah yang berbeda dalam kavum nasi.
Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau infeksi virus,
bakteri maupun jamur. Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada
(maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis). Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung
selama 4 minggu atau kurang) maupun kronis (berlangsung selama >12 minggu).
Keluhan utama sinusitis akut adalah hidung tersumbat disertai nyeri atau tekanan pada
wajah dan sekret purulen, yang seringkali turun ke tenggorokan (post nasal drip).
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Prinsip penatalaksanaan sinusitis adalah mempercepat penyembuhan, mencegah
komplikasi dan mencegah perubahan menjadi kronik.
Prognosis untuk penderita sinusitis akut yaitu sekitar 40 % akan sembuh secara spontan
tanpa pemberian antibiotik. Terkadang juga penderita bisa mengalami relaps setelah pengobatan
namun jumlahnya sedikit yaitu kurang dari 5 %. Komplikasi dari penyakit ini bisa terjadi akibat
tidak ada pengobatan yang adekuat yang nantinya akan dapat menyebabkan komplikasi orbita
atau intrakranial.

34
REFERENSI

1. Rosenfeld R, Piccirillo J, Chandrasekhar S, Brook I, Kumar K, Kramper M (et al).


Clinical Practice Guideline (Updated): Adult Sinusitis. American Academy of
Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2015; 152(2S) S1 –S39
2. Mangunkusumo E, Damajanti S. Sinusitis. Dalam: Soepardi E, Iskandar N, Bashiruddin
J, Restuti R (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala
dan Leher. Jakarta: FKUI, 2010.p. 145-54
3. Waguespack R, 1995, Mucociliary Clearance Patterns Following Endoscopic Sinus
Surgery, Laryngoscope(Supplement):p 1-40
4. Afifah NH, Dharmabakti U. Rhinosinusitis. Dalam: Tanto C, Liwang F, Hanifati S,
Pradipta E (editor). Kapita selekta: Jakarta; Media Aesculapius, 2014.p. 1046-49
5. Brook I. Chronic Sinusitis. Updated: Mar 4, 2016. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/232791-overview. Accessed June 7, 2016
6. Chow A, Benninger W, Brook I, Beozek J, Goldstein E, Hicks L (et al). IDSA Clinical
Practice Guideline for Acute Bacerial Rhinosinusitis in Children and Adults. Clinical
Infectious Disease. 2012.

35

Anda mungkin juga menyukai