Anda di halaman 1dari 6

Nama Kelompok :

1) Shotya Robbani 28 / XI MIA C


2) Shylvimira Anadicha Setiawan 29 / XI MIA C
3) Yeni Indah Widyawati 30 / XI MIA C
4) Yopy Novitasari 31 / XI MIA C
5) Zidane Afkarusyawwala Putra 32 / XI MIA C

Cuplikan Novel “5 cm”

14 Agustus, pukul 13:35 WIB . Siang itu daerah Senen panas sekali. Di stasiun Senen,
Genta dengan bawaannya yang superbanyak, menikmati makan siang di salah satu restoran
Padang di situ. Tiba-tiba sosok Zafran terlihat oleh Genta dengan carriernya yang gede, baju
oranye menyala, celana pendek, dan kacamata eighties ala Erik Estrada di film CHIPs-
membuat Zafran terlihat nyentrik. Sosok Ian dan Riani penuh senyum berlari kecil memasuki
Restoran Padang. Arial datang dengan membawa adiknya, Dinda.

Pukul14:30 WIB, mereka berenam plus barang bawaan yang mirip rombongan pecinta
alam pun menuju ke kereta yang siap berangkat. Kereta ekonomi MATARMAJA yang entah
sudah berapa tahun melayani trayek Malang-Jakarta pulang pergi ini tampak begitu tua dan
kumuh, dengan kaca-kaca yang sudah pecah. Setelah membereskan barang bawaan, mereka
duduk berenam, berhadap-hadapan. Riani dan Dinda duduk berhadapan di pojok dekat
jendela. Genta di sebelah Riani berhadapan dengan Arial, dan Zafran di sebelah Arial
berhadapan dengan Ian. Lima menit kemudian kereta pun mulai bergerak meninggalkan
Stasiun Senen. Kereta bergerak perlahan dengan sesekali mengeluarkan angin dari
sambungan gerbongnya.

Ian lalu lancar bercerita tentang jumpalitannya selama dua bulan. Ia yang pantang
menyerah, dua kali penolakan kuisionernya, menakjubkannnya Sukonto Legowo, Mas Fajar,
keriputnya tangan Papa-Mama, sidangnya, pokonya semua Ian ceritakan. Arial mulai
bercerita tentang Indy, wanita yang telah merebut hatinya, Indy yang tampangnya biasa aja
tapi enak dilihat dan nggak bikin bosen. Indy yang selalu mengisi hari-hari Arial selama ini.

Setengah malam telah lewat. Kereta tua yang tak kenal lelah itu mulai menyapa kota-
kota di Jawa Tengah, melaju cepat di atas tanah Jawa di malam hari. Jalan desa dan jalan
kota-kota tua yang damai dan sepi. Pukul 02:30 WIB di Stasiun Lempuyangan, Jogjakarta.
Genta, Riani, Zafran, dan Dinda turun dari kereta, menginjakkan kaki di ubin putih yang
mulai kekuningan di stasiun Lempuyangan Jogjakarta. Mereka berjalan ke toilet stasiun yang
ada di antara para pedagang yang masih mencari rezeki di malam yang terasa lain di hati
mereka berempat.
Mereka berempat segera berjalan masuk ke kereta. Perlahan tapi pasti, kereta mulai
berjalan meninggalkan Stasiun Lempuyangan. Kereta mulai melaju cepat melewati hutan jati
antara Madiun dan Nganjuk. Keenam anak manusia ini pun sudah dari kantuknya, mulai
bercanda lagi di kereta. Pagi di luar sangat cerah seakan berdatangan menyambut rombongan
yang jauh dari rumah ini.

Pukul 17:05 WIB mereka tiba di Stasiun Malang. Matahari sore yang sudah enggan
mengeluarkan panasnya datang menyambut. Sebelum meninggalkan kereta, sekali lagi
mereka pandangi kereta yang terdiam lelah setelah berlari seharian penuh; kereta yang dalam
diamnya telah banyak bercerita tentang beragam manusia. Di stasiun Malang, rombongan
pecinta alam itu menarik perhatian banyak orang. Rasa pegal-pegal belum hilang benar dari
badan mereka sehingga mereka putuskan untuk duduk sebentar di bangku stasiun yang
panjang-meluruskan kaki dan menghilangkan penat.

Matahari sore masih tersisa sedikit, menembus pepohonan di jalan desa kecil. Sore itu
di Tumpang banyak sekali kesibukan jip-jip menunggu pendaki yang mulai berdatangan
dengan berbagai macam tas carrier besar. Penampilan mereka mirip semua karena memang
mempunyai tujuan yang sama: MAHAMERU.

Mereka mulai melangkah, menyusuri jalan berbatu desa yang akhirnya berbelok ke
jalan setapak kecil menuju ke punggung Mahameru. Perjalanan berlanjut menembus-mendaki
pinggir hutan punggung Mahameru.Dari ketinggian pinggiran lereng hutan Mahameru, Ranu
Kumbolo perlahan muncul seperti tetesan air raksasa yang jatuh dari langit dan membesar di
depan mereka.

Pukul 02.00 malam, dingin di atas tiga ribu meter. Rombongan itu berdiri di depan
tenda. Kelima anak manusia itu tertegun melihat Mahameru dalam gelap malam. Rombongan
mulai bergerak, berjalan melewati hutan cemara yang gelap meski diselimuti dingginnya
malam. Kaki, tangan dan sekujur tubuh mereka seperti air yang perlahan mulai membeku
akibat dinginnya tanah Mahameru. Puncak Mahameru seperti sebuah gundukan pasir
mahabesar dengan tebaran batu karang gunung di mana-mana. Jalur pendakian terlihat terang
dipenuhi sinar bulan dan cahaya senter para pendaki mulai mendaki Mahameru.

Setelah lama berjalan, mereka hampir sampai di puncak Gunung Semeru yaitu
Mahameru. Puncak gunung tertinggi dipulau Jawa, dan merupakan puncak abadi para dewa.
Jalanan menuju Mahameru mulai curam dan banyak batu yang jatuh akibat injakan kaki para
pendaki. Dan saat mereka berlima berjalan sebuah kejadian tidak terduga, batu sebesar kepala
manusia banyak jatuh pas di depan gerombolan Genta, Arial, Zafran, Ian, Riani dan para
pendaki lainnya.

Matahari pagi tujuh belas Agustus pun terbit, sinar matahari yang hangat menyapa
badan dingin mereka. Keenam anak manusia itu seperti melayang saat menjejakkan kaki di
tanah tertinggi di Pulau Jawa. Waktu seperti terhenti, dataran luas berpasir itu seperti sebuah
papan besar menjulang indah di ketinggian menggapai langit, di sekeliling mereka tampak
langit biru-sebiru-birunya-dengan sinar matahari yang begitu dekat. Awan putih berkumpul
melingkar di bawah mereka di mana-mana, asap putih tebal yang membubung di depan
mereka sekarang terlihat jelas sekali kepulannya. Para pendaki tampak berbaris teratur di
puncak Mahameru. Di depan barisan tertancap tiang bendera bambu yang berdiri tinggi
sendiri dengan latar belakang kepulan asap Mahameru dan langit biru.

Sumber : http://abanggoyes.blogspot.co.id/2013/11/sinopsis-novel-5-cm.html
(Yesaya Aprilyando Silalahi di Senin, November 11, 2013)

1. Identifikasi Permasalahan
 Keenam tokoh yang sedang melakukan pendakian rela melewati malam yang
sangat dingin, tiga ribu meter diatas permukaan laut.
 Batu sebesar kepala manusia banyak jatuh di depan gerombolan Genta, Arial,
Zafran, Ian, Riani dan para pendaki lainnya.
2. Tema
 Pantang menyerah demi ambisi menuju puncak Mahameru
3. Hubungan Kausalitas
 Rasa pegal-pegal belum hilang benar dari badan mereka sehingga mereka
putuskan untuk duduk sebentar di bangku stasiun yang panjang-meluruskan
kaki dan menghilangkan penat.
 Jalanan menuju Mahameru mulai curam dan banyak batu yang jatuh akibat
injakan kaki para pendaki.
 Kaki, tangan dan sekujur tubuh mereka seperti air yang perlahan mulai
membeku akibat dinginnya tanah Mahameru.
4. Struktur (UnsurMikro)
 PernyataanUmum : Paragraf 1
 UrutanSebabAkibat 1 : Pargraf 2-6
 UrutanSebabAkibat 2 : Pargraf 7-11
5. Perwatakan
 Zafran : Keren, sporty
 Ian : Ceria, cerewet
 Riani : Ceria
6. Latar
 Waktu :
a) Siang hari
“Siang itu daerah Senen panas sekali."
b) 14 Agustus, pukul 13:35 WIB
“14 Agustus, pukul 13:35 WIB . Siang itu daerah Senen panas sekali.”
c) Pukul14:30 WIB
“Pukul14:30 WIB, mereka berenam plus barang bawaan yang mirip
rombongan pecinta alam pun menuju ke kereta yang siap berangkat.”
d) Pukul 02:30 WIB
“Pukul 02:30 WIB di Stasiun Lempuyangan, Jogjakarta.”
e) Pagi hari
“Pagi di luar sangat cerah seakan berdatangan menyambut rombongan
yang jauh dari rumah ini.”
f) Malam hari
“Kereta tua yang tak kenal lelah itu mulai menyapa kota-kota di Jawa
Tengah, melaju cepat di atas tanah Jawa di malam hari.”
g) Pukul 17:05 WIB
“Pukul 17:05 WIB mereka tiba di Stasiun Malang.”
 Tempat :
a) Stasiun Senen
“Di stasiun Senen, Genta dengan bawaannya yang superbanyak,
menikmati makan siang di salah satu restoran Padang di situ.”
b) Restoran Padang
“Sosok Ian dan Riani penuh senyum berlari kecil memasuki
Restoran Padang.”
c) Kereta Ekonomi Matarmaja
“Kereta ekonomi MATARMAJA yang entah sudah berapa tahun
melayani trayek Malang-Jakarta pulang pergi ini tampak begitu..”
d) Stasiun Lempuyangan
“...menginjakkan kaki di ubin putih yang mulai kekuningan di
stasiun Lempuyangan Jogjakarta”
e) Stasiun Malang
“Pukul 17:05 WIB mereka tiba di Stasiun Malang”
f) Lereng hutan Mahameru, Ranu Kumbolo
“Dari ketinggian pinggiran lereng hutan Mahameru, Ranu
Kumbolo perlahan muncul seperti tetesan air raksasa..”
g) Puncak Mahameru
“Puncak Mahameru seperti sebuah gundukan pasir mahabesar
dengan tebaran batu karang gunung di mana-mana.”
 Suasana :
a) Gelapdandingin
“Rombongan mulai bergerak, berjalan melewati hutan cemara yang
gelap meski diselimuti dingginnya malam.”
b) Damai dan sepi
“Jalan desa dan jalan kota-kota tua yang damai dan sepi.”
7. Sudut Pandang
Menggunakan sudut pandang orang ketigakarenalebihdarisatunama, menggunakan
kata ia, merekadan lain lain. Dibuktikan dalam kalimat :
 Pukul setengah tiga lebih, mereka berenam plus barang bawaan yang mirip
rombongan pecinta alam pun menuju ke kereta yang siap berangkat.
 Ian lalu lancar bercerita tentang jumpalitannya selama dua bulan.
8. Majas
 Dari ketinggian pinggiran lereng hutan Mahameru, Ranu Kumbolo perlahan
muncul seperti tetesan air raksasa yang jatuh dari langit dan membesar di
depan mereka. (Simile & Hiperbola)
 Waktu seperti terhenti, dataran luas berpasir itu seperti sebuah papan besar
menjulang indah di ketinggian menggapai langit, di sekeliling mereka tampak
langit biru-sebiru-birunya-dengan sinar matahari yang begitu dekat.
(Hiperbola)
 Awan putih berkumpul melingkar di bawah mereka di mana-mana, asap putih
tebal yang membubung di depan mereka sekarang terlihat jelas sekali
kepulannya. (Hiperbola)
 Kereta tua yang tak kenal lelah itu mulai menyapa kota-kota di Jawa Tengah,
melaju cepat di atas tanah Jawa di malam hari. (Personifikasi)
 Pagi di luar sangat cerah seakan berdatangan menyambut rombongan yang
jauh dari rumah ini. (Personifikasi)

Anda mungkin juga menyukai