Anda di halaman 1dari 11

Acute Myeloid Leukemia merupakan suatu bentuk kelainan sel

hematopoetik yang dikarakteristikkan dengan adanya proliferasi


berlebihan dari sel myeloid yang dikenal dengan myeloblas
(Rogers,
2010).
2.
Epidemiologi
LMA adalah bentuk leukemia akut yang paling sering terjadi pada
dewasa seiring dengan pertambahan usia dan jarang terjadi pada anak-anak
(Safitri, 2005; Handayani dan Haribowo, 2008). Di Negara bagian barat,
25 dari total insiden leukemia pada dewasa merupakan LMA
(Deschler
and Lubbert, 2006, dalam Rogers, 2010). Insiden LMA di Amerika
berkisar antara 2,4 sampai dengan 2,7 per 100.000 dan meningkat secara
progresif berdasarkan usia yang puncaknya 12,6 per 100.000 dewasa ≥65
tahun (Lowenberg, Downing, and Burnett, 1999; Jabbour, Estey,
and
Kantarjian, 2006).
3.
Etiologi
Pada sebagian besar kasus, etiologi dari LMA tidak diketahui. Namun
terdapat beberapa faktor prediposisi dari LMA pada populasi
tertentu
(Jabbour, Estey, and Kantarjian, 2006).
a.
Obat-obatan seperti chloramphenicol, phenylbutazone, chloroquine dan
methoxypsoralen dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sumsum
tulang yang kemudian beresiko terhadap terjadinya LMA.
b.
Senyawa kimia seperti yang terkandung pada rokok, pestisida,
herbisida, dan benzene diketahui berpotensi merangsang perkembangan
LMA.
c.
Radiasi ionik juga diketahui dapat menyebabkan LMA, seperti pada
orang-orang yang selamat dari bom atom di Hirosima dan
Nagasaki
pada 1945. Efek leukomogenik dari paparan ion radiasi tersebut mulai
tampak sejak 1,5 tahun sesudah pengeboman dan mencapai puncaknya
6 atau 7 tahun sesudah pengeboman.
d.
Penyakit yang berhubungan dengan gangguan kromosom, seperti pada
sindrom Down (trisomi kromosom 21), sindrom Bloom, anemia
Fanconi dan klinefelter, diketahui mempunyai resiko yang jauh lebih
tinggi dibandingkan populasi normal untuk menderita LMA.
e.
Terapi radiasi dengan menggunakan golongan
alkylating agent
dan
topoisomerase II inhibitor
diketahui dapat meningkatkan resiko
terjadinya LMA. Golongan
alkylating agent
seperti cychlophospamide,
melphalan, dan nitrogen mustard sering dihubungkan dengan kejadian
abnormalitas pada kromosom 5 dan/atau 7. Terpapar golongan
topoisomerase II inhibitor
seperti etoposide dan teniposide sering
menyebabkan abnormalitas pada kromosom 11 dan/atau 27.
4.
Patofisiologi
Patogenesis utama LMA adalah adanya gangguan pematangan yang
menyebabkan proses diferensiasi sel-sel mieloid terhenti pada sel-sel muda
(blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi
Blast di dalam sumsum tulang akan menyebabkan terjadinya
gangguan
hematopoesis normal yang akhirnya akan mengakibatkan sindrom
kegagalan sumsum tulang (
bone marrow failure syndrome
) yang ditandai
dengan adanya sitopenia (anemia, leukopeni, trombositopeni). Adanya
anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus yang lebih
berat akan sesak nafas, adanya trombositopenia akan menyebabkan tanda-
tanda perdarahan, serta adanya leukopenia akan menyebabkan
pasien
rentan terhadap infeksi. Selain itu, sel-sel blast yang terbentuk juga dapat
bermigrasi keluar sumsum tulang atau berinfiltrasi ke organ-organ
lain
seperti kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem saraf pusat dan
merusak
organ-organ tersebut.
Pada hematopoiesis normal, myeloblast merupakan sel myeloid yang
belum matang yang normal dan secara bertahap akan tumbuh menjadi sel
darah putih dewasa. Namun, pada AML myeloblast mengalami perubahan
genetik atau mutasi sel yang mencegah adanya diferensiasi sel
dan
mempertahankan keadaan sel yang imatur, selain itu mutasi sel
juga
menyebabkan terjadinya pertumbuhan tidak terkendali sehingga
terjadi
peningkatan jumlah sel blast (Sutoyo dan Setiyohadi, 2006).
5.
Klasifikasi
French-American-British
(FAB) sejak tahun 1976 telah
mengklasifikasikan LMA menjadi 8 subtipe, berdasarkan pada hasil
pemeriksaan morfologi sel dan pengecatan sitokimia (Sutoyo dan
Setiyohadi, 2006; Wakui, et al, 2008).
Klasifikasi FAB (Wakui, 2008:164):
No
Subtipe
Penjelasan
1
M0
LMA berdiferensiasi minimal
2
M1
LMA tanpa maturasi
3
M2
LMA dengan berbagai derajat maturasi
4
M3
Leukemia promielositik hipergranular
5
M4
Leukemia mielomonositik
6
M5
Leukemia monoblastik
7
M6
Eritroleukemia
8
M7
Leukemia megakarioblastik
6.
Gejala Klinis
Gejala leukemia akut biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan
dapat dibedakan menjadi 3 tipe (Safitri, 2005), yaitu:
a.
Gejala kegagalan sumsum tulang
Gejala kegagalan sumsum merupakan keluhan umum yang paling
sering. Leukemia menekan fungsi sumsum tulang sehingga
menyebabkan kombinasi dari anemia, leukopenia dan trombositopenia.
Gejala yang khas adalah lelah dan sesak nafas (akibat anemia), infeksi
bakteri (akibat leukopenia) dan perdarahan (akibat trombositopenia atau
terkadang akibat koagulasi intravaskuler diseminata/DIC). Pada
pemeriksaan fisik juga sering ditemukan kulit pucat, memar dan
perdarahan serta demam sebagai tanda infeksi. Perdarahan
biasanya
terjadi dalam bentuk purpura atau petekia yang sering dijumpai di
ekstremitas bawah atau berupa epistaksis, perdarahan gusi dan retina.
b.
Gejala sistemik
Gejala sistemik yang ditemukan dapat berupa malaise, penurunan
berat badan, berkeringat dan penurunan nafsu makan, serta
kelainan
metabolik seperti hiperkalsemia (sangat jarang).
c.
Gejala lokal
Kelemahan, tampak pucat, tanda-tanda perdarahan seperti petekie,
ekimosis, perdarahan pada gusi, serta adanya luka yang menandakan
kelemahan imun tubuh (sariawan/ stomatitis).

Palpasi
Dapat terjadi leukemia kutis akibat infiltrasi sel blast pada kulit yaitu
berupa benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit,
pembekakan pada gusi, hepatomegali dan splenomegali.

Auskultasi
Ditemukan adanya perubahan pada suara dan frekuensi nafas karena
sesak akibat anemia.
7)
Hasil pemeriksaan penunjang

Dari hasil pemeriksaan darah akan didapatkan adanya penurunan
jumlah eritrosit sampai dengan ≤7,5 g/dl (anemia berat), penurunan
trombosit <100.000 g/ml (trombositopenia) dan penurunan leukosit
(leukositopenia).

Dari hasil biopsi sumsum tulang belakang akan didapatkan gambaran
adanya peningkatan jumlah sel blast (myeloblas) ≥20%.

Dari hasil pemeriksaan pengecatan sitokimia dengan menggunakan
Suddan Black B atau myeloperoxidase akan didapatkan hasil yang
positif.
2.
Diagnosis Keperawatan yang Mungkin Muncul
Pada kasus LMA, terdapat beberapa masalah keperawatan yang
mungkin muncul (pathway terlampir), yaitu:
a.
PK anemia
b.
Resiko Infeksi b/d leukopenia, penurunan Hb
c.
Resiko Cedera b/d kelainan profil darah (anemia, trombositopenia)
d.
Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit b/d mekanisme regulasi
e.
Ansietas b/d perubahan status kesehatan, ancaman kematian t/d kontak
mata kurang, susah tidur, khawatir
f.
Defisiensi Pengetahuan b/d kurangnya pajanan informasi t/d kurangnya
pengetahuan terkait penyakit
g.
Gangguan Rasa Nyaman b/d regimen pengobatan (kemoterapi) t/d
muntah, nyeri
3.
Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan
Rencana Tujuan dan
Kriteria Hasil
Rencana Intervensi
Rasional
PK anemia
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama ...x24
jam, diharapkan anemia px
dapat teratasi, dengan:
NOC Label: Blood Loss
Severity
1.
Kadar Hb px >10mg/dl
2.
TD px dalam batas
normal (120/80 mmHg)
3.
Pucat px berkurang
NOC Label: Blood
Transfution Reaction
1.
Gatal tidak ada
2.
Frekuensi nafas normal
(12-20 x/menit)
3.
Kedalaman
nafas
normal
4.
Suhu tubuh normal
NIC Label: Blood Product
Administration
1.
Pastikan kebutuhan px akan
darah (golongan darah,
jumlah darah)
2.
Berikan produk darah
dengan teknik yang steril
dan benar
3.
Monitor tanda-tanda adanya
reaksi transfuse (gatal,
pusing, perubahan frekuensi
nafas, nyeri dada), serta
ajarkan dan jelaskan pada
keluarga px
4.
Monitor status cairan dan
TTV sebelum, selama dan
setelah transfuse
5.
Hentikan transfuse jika
1.
Memastikan darah yang akan diterima
sesuai dengan kebutuhan, serta
mencegah adanya komplikasi.
2.
Mencegah resiko infeksi
3.
Memonitor ada tidaknya reaksi
transfuse serta untuk memutuskan
transfuse dilanjutkan atau tidak
4.
Memonitor ada tidaknya perubahan
status kesehatan yang berhubungan
dengantransfusi yang diberikan
5.
Mencegah adanya alergi lebih lanjut
(36,5-37,5
0
C)
5.
Kemerahan pada kulit
tidak ada
6.
Nyeri dada normal
terdapat tanda reaksi
transfuse
6.
Berikan NaCl setelah
transfusi dihentikan
6.
Mengembalikan aliran darah seperti
sebelum diberikan transfusi
Resiko Infeksi
b/d leukopenia,
penurunan Hb
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama ...x24
jam, diharapkan px tidak
mengalami tanda-tanda
infeksi, dengan:
NOC Label: Risk Control
Dengan criteria hasil
:
1.
Px dan keluarga mampu
memonitor factor resiko
(4)
2.
Px dan keluarga mampu
memodifikasi
gaya
hidup untuk mengurangi
resiko (4)
3.
Px dan keluarga mampu
menggunakan
pelayanan kesehatan
NIC Label: Infection
Protection
1.
Monitor tanda-tanda infeksi
pada klien secara rutin
2.
Ajarkan pada klien dan
keluarga untuk mencuci
tangan dengan air sabun dan
air mengalir sebelum dan
sesudah merawat klien
3.
Ajarkan pada klien dan
kleuarga untuk menjaga
kebersihan lingkungan
4.
Ajarkan pada klien dan
keluarga untuk mengenali
tanda-tanda infeksi dan
kapan
seharusnya
1.
Mencegah tanda-tanda infeksi lebih
lanjut
2.
Tangan merupakan sarang kuman yang
besar, sarung tangan dapat mengahndari
klien dari paparan kuman
3.
Lingkungan yang bersih mempersempit
tempat hidup mikroorganisme
4.
Mengetahui perkem
b
angan klien lebih
awal
yang sesuai dengan
kebutuhan (4)
4.
Px dan keluarga mampu
mengenali perubahan
dalam status kesehatan
(4)
melaporkan pada tenaga
medis bila klien mengalami
hal tersebut
5.
Ajarkan pada klien dan
keluarga tingakah laku yang
dapat memicu infeksi
seperti: menggaruk kulit
6.
Ajarkan pada keluarga untuk
menggunakan sarung tangan
jika melakukan tindakan
yang kontak dengan kulit
klien
5.
Menggaruk dapat memperparah
keaadaan kulit
6.
Menghindari penyebar
an
penyakit yang
lebih luas
Resiko Cedera
b/d
kelainan
profil
darah
(anemia,
trombositopenia)
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama ...x24
jam, diharapkan cedera
tidak terjadi, dengan:
NOC Label: Blood
Coagulation
1.
Kadar hematocrit dalam
batas normal
2.
Kadar trombosit dalam
NIC Label: Bleeding
Precaution
1.
Monitor
tanda-tanda
perdarahan
2.
Monitor hasil pemeriksaan
kogulasi darah
3.
Berikan produk darah
berupa platelet dan plasma,
1.
Memonitor ada tidaknya tanda
perdarahan agar dapat diberikan
penanganan
2.
Memonitor ada tidaknya resiko
perdarahan
3.
Meningkatkan jumlah darah (trombosit
dan plasma) yang hilang
batas normal
3.
Tanda-tanda perdarahan
tidak ada (petekie,
ekimosis, dll)
jika terjadi trombositopenia
4.
Instruksikan px dan
keluarga
untuk
menggunakan sikat gigi
yang lembut
5.
Instruksikan px dan
keluarga untuk menghindari
tindakan yang invasive, jika
tidak perlu
6.
Instruksikan px dan
keluarga untuk menghindari
tindakan yang beresiko
menimbulkan
cedera,
seperti mengangkat benda
berat
NIC Label: Environmental
Management: Safety
1.
Modifikasi
lingkungan
sekitar px (pasang side rails,
pastikan lantai tidak licin)
4.
Mengurangi
resiko
terjadinya
perdarahan pada gusi
5.
Mengurangi resiko cedera akibat
tindakan invasive
6.
Mengurangi resiko cedera
1.
Mengurangi atau mencegah resiko
bahaya dari lingkungan

Anda mungkin juga menyukai