Abortus
Abortus
ABORTUS
oleh :
Preseptor:
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
yang berjudul “Abortus”. Clinical Science Session (CSS) ini ditujukan sebagai salah
Ginekologi.
sebagai preseptor yang telah membantu dalam penulisan CSS ini. Penulis menyadari
bahwa CSS ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran dari semua pihak yang membaca demi kesempurnaan CSS ini.
Penulis juga berharap CSS ini dapat memberikan dan meningkatkan pengetahuan
serta pemahaman tentang “Abortus” terutama bagi penulis sendiri dan bagi rekan-
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Pendarahan selama kehamilan dapat dianggap sebagai keadaan akut yang dapat
membahayakan ibu dan anak, dan sampai dapat menimbulkan kematian. Sebanyak
20% wanita hamil pernah mengalami pendarahan pada awal kehamilan dan sebagian
mengalami abortus.1
dunia luar tanpa mempersoalkan penyebabnya. Anak baru hidup di dunia luar kalau
beratnya telah mencapai lebih dari 500 gram atau umur kehamilan lebih dari 20
minggu. Abotus dibagi kedalam abortus spontan, yaitu abortus yang terjadi dengan
sendirinya, kurang lebih 20% dari semua abortus, sedangkan abortus buatan
(provocatus), yaitu abortus yang terjadi disengaja, digugurkan, dan 80% dari semua
Sebagian besar studi mengatakan kasus abortus spontan antara 15-20 % dari
semua kehamilan. Jika dikaji lebih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa mendekati
50%. Kejadian abortus habitualis sekitar 3-5%. Data dari beberapa studi
menunjukkan bahwa setelah satu kali abortus spontan, pasangan punya risiko 15 %
untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya meningkat
25 %. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali abortus
Kejadian abortus di Indonesia setiap tahun terjadi 2 juta kasus. Ini artinya
terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup. Menurut sensus penduduk tahun
2000, terdapat 53.783.717 perempuan usia 15 – 49 tahun, dan dari jumlah tersebut
terdapat lebih dari satu penyebab. Penyebabnya seperti Faktor genetik, kelainan
abortus sehingga dapat melakukan penatalaksanaan pada ibu hamil yang mengalami
2.1 Definisi
pengeluaran hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 20 minggu atau berat badan janin
provokatus. Abortus provokatus ini juga dibagi menjadi 2 yaitu abortus provokatus
2.2 Epidemiologi
21,9% aborsi legal, 13,8% abortus spontan, 1,3% kehamilan ektopik, dan 0,5%
kematian janin. Data lain menyebutkan bahwa abortus spontan terjadi sekitar 15-
40%. Abortus spontan sering terjadi pada usia kehamilan yang lebih awal, sekitar
75% terjadi sebelum usia kehamilan 16 minggu dan kurang lebih 60% terjadi
sebelum 12 minggu.
Mortalitas yang diakibatkan oleh abortus spontan jarang terjadi (0,7 per
100.000), faktor risikonya meliputi: wanita usia lebih 35 tahun, ras selain kulit putih,
dan aborsi pada trimester kedua. Penyebab langsung dari kematian meliputi: infeksi
59%, perdarahan 18%, emboli 13%, dan komplikasi dari anesthesia 5%.3
Lebih dari 80% kasus abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan
dan sedikitnya hampir setengah dari kasus tersebut disebabkan oleh kelainan
kromosom menurun.1
a. Faktor Janin1
Perkembangan Zigot Abnormal
Abortus spontan dini biasanya disebebkan oleh abnormalitas perkembangan
zigot, embrio, early fetus, atau plasenta. Analisis yang pernah dilakukan pada
pada trimester pertama. Trisomi autosom 13,16, 18, 21, dan 22 merupakan
yang paling sering terjadi. Kelainan lain seperti monosom X (45X), triploidi,
dan tetraploidi.
Abortus Euplodi
b. Faktor Maternal
Infeksi
Patogen yang dapat menyebabkan abortus antara lain:
- Bakteri: Listeria monositogenes, Klamidia trakomatis, Ureaplasma
embrio.1,2
Penyakit Kronik
Pada awal kehamilan, janin dapat mengalami abortus akibat penyakit kronis
menyebabkan infertilitas baik pada pria maupun wanita dan juga dapat
kehamilan.1
- Kadar progesterone yang rendah (defek fase luteal). Progesteron
Faktor Imunologi
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dengan penyakit
antibody spesifik yang didapati pada perempuan dengan SLE yang akan
plasenta yang luas akibat adanya atherosis dan oklusi vascular. Trombosis
dikarenakan:
- Peningkatan kadar faktor prokoagulan
- Penurunan faktor antikoagulan
- Penurunan aktivitas fibrinolitik2
Trauma Fisik
Trauma abdomen dapat mencetuskan terjadinya abortus.1
Defek pada Uterus
- Kelainan Uterus Didapat
Kelainan seperti leiomioma uterus, Asherman syndrome dapat
adanya sinekia pada uterus, yang biasanya dihasilkan dari destruksi area
uterus, seperti uterus unikornu, bikornu, atau septa berisiko 25-50% terjadi
abortus.4
Pada abortus spontan, perdarahan ke dalam desidua basalis sering terjadi.
Nekrosis dan inflamasi terlihat di daerah implantasi. Adanya kontraksi uterus dan
ditandai oleh perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup, dan hasil
perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup, besar uterus masih sesuai
mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih di
kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes urin
c. Abortus Komplit
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang
dari 20 atau berat janin kurang 500 gtam. Ostium uteri telah menutup dan uterus
sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan
umur kehamilan.
Gambar 1.1 Abortus komplit.4
d. Abortus Inkomplitus
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan sebagian masih
tertinggal. Kanalis servikalis masih terbuka dan akan teraba jaringan dalam
kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan biasanya
masih terjadi. Jumlahnya pun masih bisa banyak atau sedikit tergantung pada
jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka
sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia
missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang kemudian merasa
f. Abortus Habitualis
Abortus yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Salah satu penyebab yang
sering dijumpai adalah inkompetensia serviks atau keadaan serviks uterus tidak
trimester pertama, dimana ostium serviks akan membuka tanpa disertai kontraksi
rahum dan akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering disebabkan
oleh trauma serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha
sedangkan abortus septik adalah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada
peredaran darah tubuh atau peritoneum (septicemia atau peritonitis). Kejadian ini
merupakan salah satu komplikasi tindakan abortus yang paling sering terjadi
spontan pervaginam yang aktif, sebaiknya dianggap hamil sebelum terbukti lainnya.
Abortus yang terjadi secara spontan memiliki risiko jika tidak ditatalaksana dengan
baik. Sedangkan untuk abortus yang diinduksi secara medis biasanya bersifat lebih
dari vagina yang muncul pada awal kehamilan. Biasanya perdarahan dikeluhkan
terlebih dahulu, yang kemudian diikuti nyeri kram abdomen beberapa jam atau
hari setelah perdarahan tersebut. Abortus iminens sangat sering dijumpai, dimana
satu dari 4 sampai 5 perempuan mengalami perdarahan atau keluar flek pada saat
kehamilannya. Hampir sekitar setengah dari perempuan yang mengalami ini akan
berlanjut pada abortus. Perempuan yang tidak aborsi setelah ini bisanya memiliki
risiko terjadinya hasil kehamilan yang tidak optimal seperti melahirkan preterm,
seperti perdarahan normal pada saat menstruasi, lesi servikal, polip serviks,
servisitis, dan reaksi desidual dari serviks. Selain itu juga harus dipertimbangkan
kehamilan, dan juga ostium uteri yang masih tertutup. Selain itu juga perlu
dilakukan pencarian terhadap penyulit seperti kehamilan ektopik atau adanya torsi
2. Abortus insipiens
Abortus insipiens biasanya ditandai dengan ruptur membran sekaligus adanya
dilatasi dari serviks. Pada keadaan ini hampir dapat dipastikan bahwa abortus
terjadi. Kontraksi uterus akan segera terjadi supaya tidak terjadi infeksi.
Dengan adanya ruptur dari membran dan dilatasi dari serviks yang signifikan,
Jika sudah tidak ada nyeri atau perdarahan lagi, maka perempuan tersebut
diobservasi untuk melihat perdarahan, nyeri keram, atau demam. Jika setelah 48
jam sudah tidak ada tanda tersebut maka perempuan tersebut dapat kembali
bentuk apapun. Namun jika masih terdapat keluarnya cairan atau darah yang
3. Abortus inkomplit
Abortus inkomplit didiagnosis ketika plasenta, baik seluruhnya ataupun
sebagian, tertinggal dalam uterus tetapi janin telah keluar. Perdarahan biasanya
lebih banyak pada abortus inkomplit dan dapat sangat signifikan jika usia
mati di dalam uterus selama beberapa minggu. Setelah kematian janin, mungkin
dapat terjadi perdarahan atau tidak sama sekali ataupun tidak menimbulkan
gejala. Ukuran dari uterus biasanya tidak bertambah, dan perubahan pada
abortion dapat keluar sendiri, akan tetapi, jika retensi dari janin yang mati
tersebut telah berlangsung lama, maka mungkin dapat terjadi gangguan koagulasi.
2.6 Penatalaksanaan(1,6,7,8)
a. Abortus imminens
pasien diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan berhenti. Bisa diberi
spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan hormon progesteron
atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus. Bila perdarahan berlanjut dan
jumlahnya semakin banyak, atau jika timbul gangguan lain seperti tanda infeksi,
pasien harus dievaluasi ulang dengan segera. Pasien boleh dipulangkan setelah tidak
terjadi perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai
b. Abortus incipiens.
Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus dilakukan dengan
aspirasi vakum manual. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan maka ergometrin
0,2 mg IM atau Misopristol 400mcg per oral dapat diberikan. Kemudian persediaan
Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, ekpulsi spontan hasil konsepsi
ditunggu, kemudian sisa-sisa hasil konsepsi dievakuasi. Jika perlu, infus 20 unit
oxytoxin dalam 500 cc cairan IV (garam fisiologik atau larutan Ringer Laktat)
dengan kecepatan 40 tetes per menit diberikan untuk membantu ekspulsi hasil
c. Abortus incompletes
keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian
disiapkan tindakan kuretase. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu
dengan diagnosis secara klinis. Dari gambaran USG tampak ukuran uterus sudah
kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri
sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal keluar, kontraksi
uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan bisa berhenti. Selanjutnya dilakukan
sebelum kuretase dilakukan dan kuretase hisap efektif dalam mengosongkan uterus.
Pasca tindakan perlu diberikan uretrotonika parenteral ataupun per oral dan
antibiotik.
d. Abortus komplit
Pada kasus ini, evakuasi tidak perlu dilakukan lagi. Observasi untuk melihat
adanya perdarahan yang banyak perlu diteruskan dan kondisi ibu setelah penanganan
tetap dibuat. Apabila terdapat anemia sedang, tablet sulfas ferrosus 600mg/hari
selama 2 minggu diberikan, jika anemia berat diberikan transfusi darah. Seterusnya
lanjutkan dengan konseling asuhan pascakeguguran dan pemantauan lanjut jika perlu.
e. Abortus infeksiosa/septik
cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang mencukupi sesuai dengan hasil
kultur dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan flour yang keluar
pervaginam. Untuk tahap pertama dapat diberikan Penisillin 4 x 1 juta unit atau
jam setelah antibiotika adekuat telah diberikan. Pada saat tindakan, uterus harus
dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian tidak
memberikan respons harus diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai dah kuat.
Apabila ditakutkan terjadi tetanus, injeksi ATS harus diberikan dan irigasi kanalis
f. Missed abortion
Pengelolaan missed abortion perlu diutarakan kepada pasien dan keluarganya
secara baik karena resiko tindakan operasi dan kuretase ini dapat menibulkan
secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks uterus
memungkinkan. Bila umur kehamilan diatas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu
dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi
cairan oksitosin dimulai dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose 5 %
tetesan 20 tetes per menit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit dengan
tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh. Jika tidak
berhasil pasien diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi biasanya
maksimal 3 kali. Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil keluar dengan induksi
g. Abortus Habitualis
reactive dapat diobati dengan tranfusi leukosit atau heparinisasi. Salah satu penyebeb
inkompetensia serviks dianjurkan untuk periksa hamil seawal mungkin dan bila
Operasi dilakukan pada umur kehamilan 12-14 minggu dengan cara SHIRODKAR
dilahirkan.
Bila pada saat USG pertama tidak ditemukan gambaran gamabaran mudigah
maka perlu dievaluasi dengan USG 2 minggu kemudian. Bila tetap tidak dijumpai
struktur mudigah dan diamater kontong gestasi sudah mencapai 25 mm maka dapat
2.7 Komplikasi9
1. Perdarahan.
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi
dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat
atau sesudah abortus bisa disebabkan oleh atoni uterus, laserasi servikal, perforasi
2. Perforasi.
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan
apakah ada perlukan alat-alat lain. Pasien biasanya datang dengan syok
hemoragik.
3. Syok.
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena
sewaktu dilatasi juga boleh terjadi namum pasien sembuh dengan segera.
4. Infeksi.
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang
merupakan flora normal. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas pada
desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke
paling sering bertanggung jawab terhadap infeksi paska abortus adalah E.coli,
Sebelum ibu diperbolehkan pulang, diberitahu bahwa abortus spontan hal yang
biasa terjadi dan terjadi pada paling sedikit 15% dari seluruh kehamilan yang
Setelah tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah. Kecuali
bila ada komplikasi seperti perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat atau
infeksi. Pasien dianjurkan istirahat selama 1 sampai 2 hari. Pasien dianjurkan kembali
ke dokter bila pasien mengalami demam yang memburuk atau nyeri setelah
perdarahan atau gejala yang lebih berat. Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia
2.9 Prognosis9
sebelumnya. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus yang
rekuren mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %. Pada wanita keguguran
janin pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan 2 atau lebih aborsi
1. Cunningham FG, Mc Donald PC, Gant NF. Abortion. In: Williams obstetrics. 21st
ed, New York: Appleton & Lange. 2006
2. Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2010.
3. Pernoll ML. Handbook of Obstetrics & Gynecology 10 th edition. New York:
McGraw-Hill. 2001
4. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N. Current Diagnosis &
Treatment Obstetrics & Gynecology 10th edition. New York: McGraw-Hill. 2007
5. Leveno KJ, Alexander JM, Casey BM, Dashe JS, Roberts SW, Sheffield JS, et al.
Williams Manual of Pregnancy Complications, 23rd Ed. New York: McGraw-
Hill. 2013
6. Saifudin, Bari. Editor, Perdarahan pada kehamilan muda. Dalam. Acuan nasional
pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta. Yayasan BPSP. 2001. 146-
151.
7. Winknjosastro H. Kelainan dalam lamanya kehamilan- Abortus. Dalam : Ilmu
kebidanan. Edisi III. Yayasan BPSP. Jakarta. 1996, 302-312.
8. Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2010.
9. Gaufberg F, Abortion Treatened, Available at
http://emedicine.medscape.com/article/795359-overview ,accessed on February 4,
2017