Anda di halaman 1dari 7

SISTEM REPRODUKSI

I. PERSALINAN PRETERM
A. Kompetensi
3A
B. Definisi
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi sebelum usia
kehamilan 37 minggu.
C. Diagnosis
 Usia kehamilan < 37 minggu
 Terjadi kontraksi 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60 menit
diikuti dengan perubahan serviks yang progresif
 Pembukaan serviks ≥ 2 cm
D. Faktor Predisposisi
 Usia ibu <18 tahun atau >40 tahun
 Hipertensi
 Perkembangan janin terhambat
 Solusio plasenta
 Plasenta previa
 Ketuban pecah dini
 Infeksi intrauterine
 Bakterial vaginosis
 Serviks inkompetens
 Kehamilan ganda
 Penyakit periodontal
 Riwayat persalinan preterm sebelumnya
 Kurang gizi
 Merokok
E. Tatalaksana
1. Tatalaksana Umum
 Tatalaksana utama mencakup pemberian tokolitik,
kortikosteroid, dan antibiotika profilaksis. Namun beberapa
kasus memerlukan penyesuaian.
2. Tatalaksana Khusus
 Jika ditemui salah satu dari keadaan berikut ini, tokolitik
tidak perlu diberikan dan bayi dilahirkan secara pervaginam
atau perabdominam sesuai kondisi kehamilan:
 Usia kehamilan di bawah 24 dan di atas 34 minggu
 Pembukaan > 3 cm
 Ada tanda korioamnionitis (infeksi intrauterin),
preeklampsia, atau perdarahan aktif
 Ada gawat janin
 Janin meninggal atau adanya kelainan kongenital
yang kemungkinan hidupnya kecil
 Lakukan terapi konservatif (ekspektan) dengan tokolitik,
kortikosteroid, dan antibiotika jika syarat berikut ini
terpenuhi:
 Usia kehamilan antara 24-34 minggu
 Dilatasi serviks kurang dari 3 cm
 Tidak ada korioamnionitis (infeksi intrauterin),
preeklampsia, atau perdarahan aktif
 Tidak ada gawat janin
 Tokolitik hanya diberikan pada 48 jam pertama untuk
memberikan kesempatan pemberian kortikosteroid. Obat-
obat tokolitik yang digunakan adalah:
 Nifedipin: 3 x 10 mg per oral, ATAU
 Terbutalin sulfat 1000 µg (2 ampul) dalam 500 ml
larutan infus NaCl 0,9% dengan dosis awal
pemberian 10 tetes/menit lalu dinaikkan 5 tetes/menit
tiap 15 menit hingga kontraksi hilang, ATAU
 Salbutamol: dosis awal 10 mg IV dalam 1 liter cairan
infus 10 tetes/menit. Jika kontraksi masih ada,
naikkan kecepatan 10 tetes/menit setiap 30 menit
sampai kontraksi berhenti atau denyut nadi
>120/menit kemudian dosis dipertahankan hingga 12
jam setelah kontraksi hilang
 Berikan kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Obat
pilihannya adalah:
 Deksametason 6 mg IM setiap 12 jam sebanyak 4
kali, ATAU
 Betametason 12 mg IM setiap 24 jam sebanyak 2 kali
 Antibiotika profilaksis diberikan sampai bayi lahir. Pilihan
antibiotika yang rutin diberikan untuk persalinan preterm
(untuk mencegah infeksi streptokokus grup B) adalah:
 Ampisilin: 2 g IV setiap 6 jam, ATAU
 Penisilin G 2 juta unit IV setiap 6 jam, ATAU
 Klindamisin: 3 x 300 mg PO (jika alergi terhadap
penisilin)
 Antibiotika yang diberikan jika persalinan preterm disertai
dengan ketuban pecah dini adalah eritromisin 4x400 mg per
oral. Kombinasi amoksilin dengan asam klavulanat tidak
digunakan karena dapat memicu terjadinya enterokolitis
nekrotikans
 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
persalinan adalah sebagai berikut:
 Lakukan seksio sesarea bila janin lintang
 Persiapan resusitasi/konsul dokter anak untuk
perawatan bayi berat lahir rendah:
 Prinsipnya adalah mencegah hipotermia
 Jaga suhu ruang tempat melahirkan agar tidak
kurang dari 25oC
 Keringkan bayi dan jauhkan handuk yang basah
 Letakkan bayi pada dada ibu
 Periksa nafas dan denyut jantung bayi
 Pakaikan bayi topi dan kaos kaki
 Bungkus bayi dengan plastik
 Selimuti Ibu dan bayi dan dijaga agar tetap
hangat
 Lakukan IMD satu jam pertama kelahiran
 Untuk menghangatkan bayi, perawatan metode kanguru
dapat dilakukan bila syarat-syarat di bawah ini dipenuhi:
 Bayi tidak mengalami kesulitan bernapas
 Bayi tidak mengalami kesulitan minum
 Bayi tidak kejang
 Bayi tidak diare
 Ibu atau keluarga bersedia, dan tidak sedang sakit
F. Referensi
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu
di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman Bagi Tenaga
Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Hal: 118-121
II. KETUBAN PECAH DINI
A. Kompetensi
3A
B. Definisi
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan atau dimulainya tanda inpartu
C. Diagnosis
 Anamnesis
 Penderita merasa keluar cairan yang banyak secara tiba-
tiba.
 Pemeriksaan inspekulo dengan spekulum steril
 Melihat adanya cairan yang keluar dari serviks atau
menggenang di forniks posterior.
 Jika tidak ada, gerakkan sedikit bagian terbawah janin, atau
minta ibu untuk mengedan/batuk.
 Pemeriksaan dalam sebaiknya tidak dilakukan kecuali akan
dilakukan penanganan aktif (melahirkan bayi) karena dapat
mengurangi latensi dan meningkatkan kemungkinan infeksi.
 Pastikan bahwa:
 Cairan tersebut adalah cairan amnion dengan
memperhatikan:
 Bau cairan ketuban yang khas.
 Tes Nitrazin: lihat apakah kertas lakmus berubah dari
merah menjadi biru. Harap diingat bahwa darah,
semen, dan infeksi dapat menyebabkan hasil positif
palsu
 Gambaran pakis yang terlihat di mikroskop ketika
mengamati sekret servikovaginal yang mengering
 Tidak ada tanda-tanda in partu
 Setelah menentukan diagnosis ketuban pecah dini,
perhatikan tanda-tanda korioamnionitis.
 Faktor predisposisi
 Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya
 Infeksi traktus genital
 Perdarahan antepartum
 Merokok
D. Tatalaksana
1. Tatalaksana Umum
 Berikan eritromisin 4x250 mg selama 10 hari.
 Rujuk ke fasilitas yang memadai.
2. Tatalaksana Khusus
 Di RS rujukan, lakukan tatalaksana sesuai dengan usia
kehamilan:
 > 34 minggu:
 Lakukan induksi persalinan dengan oksitosin
bila tidak ada kontraindikasi.
 24-33 minggu:
 Bila terdapat amnionitis, abrupsio plasenta, dan
kematian janin, lakukan persalinan segera.
 Berikan deksametason 6 mg IM tiap 12 jam
selama 48 jam atau betametason 12 mg IM tiap
24 jam selama 48 jam.
 Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai
kondisi ibu dan janin.
 Bayi dilahirkan di usia kehamilan 34 minggu,
atau di usia kehamilan 32-33 minggu, bila dapat
dilakukan pemeriksaan kematangan paru dan
hasil menunjukkan bahwa paru sudah matang
(komunikasikan dan sesuaikan dengan fasilitas
perawatan bayi preterm).
 < 24 minggu:
 Pertimbangan dilakukan dengan melihat risiko
ibu dan janin.
 Lakukan konseling pada pasien. Terminasi
kehamilan mungkin menjadi pilihan.
 Jika terjadi infeksi (korioamnionitis), lakukan
tatalaksana korioamnionitis.
E. Referensi
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu
di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman Bagi Tenaga
Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Hal: 122-123
III. KORIOAMNIONITIS
A. Kompetensi
3A
B. Definisi
Korioamnionitis adalah infeksi pada korion dan amnion
C. Diagnosis
Korioamnionitis adalah diagnosis klinis yang ditegakkan bila
ditemukan demam >380C dengan 2 atau lebih tanda berikut ini:
 leukositosis >15.000 sel/mm3
 denyut jantung janin >160 kali/menit
 frekuensi nadi ibu >100 kali/menit
 nyeri tekan fundus saat tidak berkontraksi
 cairan amnion berbau
 Faktor predisposisi
 Persalinan prematur
 Persalinan lama
 Ketuban pecah lama
 Pemeriksaan dalam yang dilakukan berulang-ulang
 Adanya bakteri patogen pada traktus genitalia (IMS, BV)
 Alkohol
 Rokok
D. Tatalaksana
1. Tatalaksana Umum
 Rujuk pasien ke rumah sakit.
 Beri antibiotika kombinasi: ampisilin 2 g IV tiap 6 jam
ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam.
 Terminasi kehamilan. Nilai serviks untuk menentukan cara
persalinan:
 Jika serviks matang: lakukan induksi persalinan
dengan oksitosin
 Jika serviks belum matang: matangkan dengan
prostaglandin dan infus oksitosin, atau lakukan seksio
sesarea
 Jika persalinan dilakukan pervaginam, hentikan antibiotika
setelah persalinan. Jika persalinan dilakukan dengan seksio
sesarea, lanjutkan antibiotika dan tambahkan metronidazol
500 mg IV tiap 8 jam sampai bebas demam selama 48 jam.
2. Tatalaksana Khusus
 Jika terdapat metritis (demam, cairan vagina berbau),
berikan antibiotika
 Jika bayi mengalami sepsis, lakukan pemeriksaan kultur
darah dan beri antibiotika yang sesuai selama 7-10 hari.
E. Referensi
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu
di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman Bagi Tenaga
Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Hal: 124-125

Anda mungkin juga menyukai