Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Blok Sistem Endokrin adalah Blok 9 pada Semester 3 dari Kurikulum


Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.

Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan


pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada kesempatan yang
akan datang. Pada kesempatan kali ini akan memaparkan kasus mengenai
penyakit Struma Nodusa Toksik.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan, yaitu :

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari


system pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode
analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami
konsep dari skenario ini.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data tutorial


Tutor : Dr. Legiran,M.Kes

Moderator : Feizal Faturahman

Sekretaris meja : Mitra Aidina

Sekretaris papan : Nova Nilam sari

Waktu : 1.Senin, 18 November 2013

Pukul:08.00 – 10.00 WIB

2.Rabu, 20 November 2013

Pukul:08.00 – 10.00 WIB

Rule tutorial : 1. Alat komunikasi dinonaktifkan.

2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan


pendapat dengan cara mengacungkan tangan
terlebih dahulu.

3. Boleh membawa makanan dan minuman


pada saat proses tutorial berlangsung (jika
perlu)

2.2 Skenario Kasus


Tn. Akil, 42 tahun, datang ke RSMP dengan keluhan utama benjolan leher
kanan bagian tengah agak kebawah yang makin lama makin membesar sejak 8
bulan yang lalu. Pasien tidak merasakan nyeri dileher seiring bertambah besarnya
benjolan. Pasien mengeluh adanya gangguan menelan, jantung berdebar, keringat
berlebihan, mata agak menonjol, mudah merasa cemas dan mudah tersinggung.
Tidak ada sesak nafas ataupun suara serak. Nafsu makan pasien meningkat namun
tidak disertai peningkatan berat badan. Tn. Akil sudah berobat ke puskesmas
diberi PTU 2x100 mg namun tidak ada perubahan.

Pemeriksaan Fisik:

Kesadaran : Kompos mentis


Tanda vital : TD: 130/60 mmHg, Nadi: 108 x/menit, pernafasan: 22 x/menit,
temp: 36,80C
Kepala : eksoftalmus (+), lima orbital sign (+)
Leher : JVP tidak meningkat
Pemeriksaan Khusus
Inspeksi : Tampak benjolan leher sebelah kanan, bulat seperti telur ayam,
rata, ikut bergerak saat menelan, kulit dalam batas normal (tidak
ada tanda-tanda radang)
Palpasi : Massa kenyal padat ukuran 5x7 cm, fluktuasi (-), mobile, tidak
teraba panas
Auskultasi : Bruit (+)
Jantung dan paru : dalam batas normal
Abdomen : datar, nyeri tekan (-) bising usus (+) normal
Ekstremitas : kulit terlihat basah, teraba lembab, tremor (+)
Pemeriksaan Penunjang
FT3, FT4, TSH sedang menunggu hasil

2.3 Seven Jump Step


2.3.1 Klarifikasi Istilah
Benjolan di leher : massa jaringan yang berbentuk kecil membentuk simpul
atau tonjolan patologis
Exopthalmus : protrutio mata yang menonjol.
JVP : Jugular Venous Pressure tekanan vena jugularis yang
diamati secara tidak langsung
Orbital sign : pemeriksaan mata
Bruit : Bunyi tiupan seperti aniorisma yang diakibatkan
turbulensi ketika darah melewati pembuluh arteri yang
mengalami penyempitan
PTU : obat yang berfungsi meningkatkan kolesterol dengan
menghambat sintesis hormon tiroid (kamus kesehatan)

Fluktuasi : variasi, atau misalnya nilai atau masa yang tetap, gerakan
seperti gelombang

Tremor : gemetar atau menggigil yang involunter

TSH : Tiroid Stimulating Hormon yang berasal dari hipofisis


anterior yang menstimulasi kelenjar tyroid mengeluarkan
tiroksin

T3 : fraksi tiroksin dalam serum yang tidak terikat pada


protein pengikat yang beredar didalam darah

T4 : fraksi tiroksin dalam serum yang terikat pada protein


pengikat yang beredar didalam darah

2.3.2 Identifikasi Masalah


1. Tn. Akil, 42 tahun, datang ke RSMP dengan keluhan utama benjolan leher
kanan bagian tengah agak kebawah yang makin lama makin membesar sejak
8 bulan yang lalu
2. Pasien tidak merasakan nyeri dileher seiring bertambah besarnya benjolan.
Pasien mengeluh adanya gangguan menelan, jantung berdebar, keringat
berlebihan, mata agak menonjol, mudah merasa cemas dan mudah
tersinggung.
3. Tidak ada sesak nafas ataupun suara serak. Nafsu makan pasien meningkat
namun tidak disertai peningkatan berat badan.
4. Tn. Akil sudah berobat ke puskesmas diberi PTU 2x100 mg namun tidak ada
perubahan.
5. Pemeriksaan Fisik:
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda vital : TD: 130/60 mmHg, Nadi: 108 x/menit, pernafasan: 22
x/menit, temp: 36,80C
Kepala : eksoftalmus (+), lima orbital sign (+)
Leher : JVP tidak meningkat
6. Pemeriksaan Khusus
Inspeksi : Tampak benjolan leher sebelah kanan, bulat seperti telur
ayam, rata, ikut bergerak saat menelan, kulit dalam batas
normal (tidak ada tanda-tanda radang)
Palpasi : Massa kenyal padat ukuran 5x7 cm, fluktuasi (-), mobile,
tidak teraba panas
Auskultasi : Bruit (+)
Jantung dan paru : dalam batas normal
Abdomen : datar, nyeri tekan (-) bising usus (+) normal
Ekstremitas : kulit terlihat basah, teraba lembab, tremor (+)
7. Pemeriksaan Penunjang
FT3, FT4, TSH sedang menunggu hasil

2.3.3 Analisis Masalah


1. Tn. Akil, 42 tahun, datang ke RSMP dengan keluhan utama benjolan leher
kanan bagian tengah agak kebawah yang makin lama makin membesar sejak
8 bulan yang lalu
a. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari kelenjar tyroid? Yogi, mitra, vina
Jawab :

Anatomi kelenjar tiroid


Kelenjar tiroid merupakan salah satu bagian dari sistem endokrin.
Kelenjar tiroid terletak di leher depan, terdiri atas dua lobus, yang
dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kapsul
fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea sehingga
pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan
terangkatnya kelenjar tiroid ke arah kranial, yang merupakan ciri khas
kelenjar tiroid.
Setiap lobus tiroid berukuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm
dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat
badan dan masukan iodium. Pada orang dewasa beratnya berkisar
antara 10-20 gram.

Gambar 1: Kelenjar tiroid dan struktur disekitarnya


Sumber : Sobotta Atlas antomi manusia

Kelenjar tiroid merupakan organ yang kaya akan vaskularisasi,


berasal dari a. Tiroidea superior kanan dan kiri merupakan cabang
dari a. Carotis eksterna, dan a. Tiroidea inferior kanan dan kiri dari a.
Subklavia, dan a. Tiroidea ima yang berasal dari a. Brakiosefalik salah
satu cabang dari arkus aorta. Sistem vena berasal dari pleksus
perifolikular yang menyatu dipermukaan membentuk vena tiroidea
superior, lateral dan inferior. Aliran darah ke kelenjar tiroid
diperkirakan 5ml/gram. Pembuluh getah bening kelenjar tiroid
berhubungan secara bebas dengan pleksus trakealis.
Selanjutnya dari pleksus ini ke arah nodus pralaring yang tepat
berada diatas ismus menuju ke kelenjar getah bening brakiosefalik dan
sebagian ada yang langsung ke duktus torasikus. Persarafan kelenjar
tiroid berasal dari ganglion cervivalis superior, media dan inferior.
Saraf-saraf ini mencapai glandula tiroid melalui n. Cardiacus, n.
Laryngeus superior dan n. Laryngeus inferior. Terdapat dua saraf yang
mempersarafi laring dengan pita suara yaitu n. Rekurens dan cabang
dari n. Laryngeus superior.

Fisiologi Kelenjar Tiroid


Fungsi kelenjar tiroid adalah menghasilkan hormon tiroid (T3
dan T4), selain itu juga menghasilkan kalsitonin yang berfungsi
mengatur kalsium dalam darah. Fungsi tiroid ini diatur dan dikontrol
olehglikoprotein hipofisis TSH (tirotropin) yang diatur pula oleh
hormon dari hipotalamus yaitu TRH. Tiroksin menunjukkan umpan
balik negatif dari sekresi TSH dengan bekerja langsung pada tirotropin
hipofisis.

Biosintesis hormon tiroid merupakan suatu urutan proses yang


diatur oleh enzim-enzim tertentu. Prosesnya sebagai berikut :
- Penangkapan iodide
Penangkapan iodide oleh sel-sel folikel tiroid merupakan
suatu proses aktif yang membutuhkan energi, yang didapatkan
dari metabolisme aktif dalam kelenjar. Iodide yang tersedia
sebagai bahan baku berasal dari makanan, air, iodide yang
dilepaskan pada de-iodinasi hormon tiroid. Tiroid mengambil dan
mengkonsentrasikannya hingga 30-40 kali kadarnya dalam
plasma.
- Oksidasi iodide menjadi iodium
Proses ini dikatalisir oleh enzim iodide peroksidase.
- Organifikasi iodium menjadi mono-iodotirosin dan di-iodotirosin.
Pada proses ini iodium digabungkan dengan molekul tirosin
sehingga menjadi MIT dan DIT. Proses ini terjadi pada interfase
sel koloid.
- Proses penggabungan prekursor yang teriodinasi, dan
- Penyimpanan.

b. Bagaimana histologi kelenjar tyroid? Bahar, yesi, feizal


Jawab :
Histologi kelenjar tiroid

Dari sudut histologis, kelenjar tiroid terdiri dari nodula-nodula


yang tersusun dari folikel-folikel kecil yang dipisahkan satu dengan
yang lainnya oleh suatu jaringan penyambung. Folikel-folikel tiroid
dibatasi oleh epitel kubis dan lumennya terisi koloid. Sel-sel epitel
folikel merupakan tempat sintesis hormon tiroid dan mengaktifkan
pelepasannya ke dalam sirkulasi. Dua hormon utama yang dihasilkan
folikel-folikel hormon tiroid adalah tiroksin (T4) dan triyodotironin
(T3). Kelenjar tiroid juga memiliki memiliki sel C (Parafolikular) yang
terdapat pada dasar folikel yang berhubungan dengan membran folikel.
Sel C ini mensekresi kalsitonin.
Gambar 3 : Histologi normal kelenjar tiroid
Sumber : Schwartz’s principles Of Surgery

c. Apa makna keluhan utama 8 bulan yang lalu? Bunga, qodri, nova
Jawab :
Sesuai dengan posisi benjolan yang terdapat pada leher pasien,
diduga pasien menderita adanya gangguan kelenjar thyroid yang
masuk pada fase hiperplasi, ditandai dengan adanya proses
pembesaran sejak 8 bulan yang lalu.
Maknanya Adalah gangguan pada kelanjar tiroid tersebut jinak,
karena benjolannya semakin lama semakin membesar berarti
pertumbuhan benjolannya bertahap atau perlahan-lahan. Sedangkan
yang ganas pertumbuhanya benjolannya itu tidak tentu dan
benjolanya dapat membesar dalam waktu yang cepat. Dan dibantu
dari pemeriksaan fifsiknya yang tidak nyeri tekan, tidak mengeluh
adanya gangguan menelan, sesak nafas ataupun suara serak karena
tanda dari jinak adalah tidak menyebabkan obstruksi dan penekanan
pada organ lain.

d. Apa hubungan keluhan dengan usia dan jenis kelamin? Tiara, nova, qodri
Jawab :
menurut penelitian yang dilakukan Tecumseh, suatu komunitas di
Michigan Keluhan(Penonjolan pada leher) ini biasanya menyerang 16 %
perempuan dan 4 % Laki-laki yang berusia 20-60 tahun. Dari penelitian
tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa laki-laki yang berusia 20-60
tahun lebih kecil resikonya menderita Keluhan ini (Penonjolan pada leher)
dibandingkan perempuan. Tapi yang perlu dicatat disini walaupun
persentasenya kecil bukan berarti laki-laki bisa bebas terkena Keluhan ini.
Benjolan tersebut juga dapat menyerang pada segala umur, namun
umur yang semakin tua akan meningkatkan resiko penyakit lebih besar.
Hal ini disebabkan karena daya tahan tubuh dan imunitas seseorang
yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia.

e. Apa yang menyebabkan benjolan dileher? Bunga, feizal, yesi


Jawab :

a. Defisiensi iodium Pada umumnya, penderita penyakit struma


sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya
kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa
hormon tyroid.
c. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi
dalam kol, lobak, kacang kedelai).
d. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya :
thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).
Sumber lain:
1. Neoplasma
Tumor; setiap pertumbuhan baru dan abnormal, khususnya ketika terjadi
multiplikasi sel yang tidak terkontrol dan progresif. Neoplasma dapat
bersifat Jinak atau ganas
2. Trauma
3. Hormonal
4. Infeksi
Invasi multiplikasi mikroorganisme dijaringan tubuh, terutama yang
menyebabkan cedera seluler lokal akibat metabolisme dijaringan tubuh,
terutama yang menyebabkan yang kompetitif, toksin, replikasi intraseluler
atau respon antigen-antibodi.
5. Inflamasi
Respon jaringan yang bersifat protektif terhadap cedera atau pengrusakkan
jaringan yang berfungsi untuk menghancurkan, mengencerkan atau
mengurung agen yang menyebabkan cedera maupun jaringan yang ada di
didaerah
6. Hiperplasia
Bertambahnya jumlah sel dalam suatu jaringan atau alat tubuh
Namun, tak selamanya benjolan pada leher timbul akibat kelainan yang
ada pada tiroid. Tidak jarang benjolan pada leher terjadi karena kelainan
sistemik seperti limpoma dan tbc kelenjar.

f. Bagaimana patofisiologi dari benjolan dileher? Nova, bahar, mitra


Jawab :

2. Pasien tidak merasakan nyeri dileher seiring bertambah besarnya benjolan.


Pasien mengeluh adanya gangguan menelan, jantung berdebar, keringat
berlebihan, mata agak menonjol, mudah merasa cemas dan mudah
tersinggung.
a. Apa makna nyeri tidak dirasakan tetapi benjolan semakin membesar?
Yogi, tiara, qodri
b. Apa makna gangguan menelan, jantung berdebar, keringat berlebihan,
mata agak menonjol, mudah merasa cemas dan mudah tersinggung? Yogi,
vina yesi
c. Apa penyebab gangguan menelan, jantung berdebar, keringat berlebihan,
mata agak menonjol, mudah merasa cemas dan mudah tersinggung? Bunga
nova, feizal
d. Bagaimana patofisiologi gangguan menelan, jantung berdebar, keringat
berlebihan, mata agak menonjol, mudah merasa cemas dan mudah
tersinggung? Mitra, bahar, tiara
Jawab :

3. Tidak ada sesak nafas ataupun suara serak. Nafsu makan pasien meningkat
namun tidak disertai peningkatan berat badan Apa makna Tidak ada sesak
napas ataupun suara sesak
a. Apa makna tidak ada sesak nafas ataupun suara serak? Nova, qodri, yesi
b. Bagaimana mekanisme nafsu makan meningkat tetapi tidak disertai
peningkatan berat badan? Bahar, yogi, tiara

4. Tn. Akil sudah berobat ke puskesmas diberi PTU 2x100 mg namun tidak ada
perubahan.
a. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat PTU? Mitra,
vina, feizal
b. Mengapa pemberian PTU tidak ada perubahan? Bunga, bahar, yesi
c. Obat apa yang bisa diberikan pada pasien ini? Nova, yogi, tiara

5. Pemeriksaan Fisik:
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda vital : TD: 130/60 mmHg, Nadi: 108 x/menit, pernafasan: 22
x/menit, temp: 36,80C
Kepala : eksoftalmus (+), lima orbital sign (+)
Leher : JVP tidak meningkat
a. Bagimana interpretasi dan mekanisme abnormal pada pemeriksaan fisik?
Qodri, feizal
Jawab :
 Stelwag Sign : Jarang berkedip
 Von Graefe Sign : Palpebra superior tidak mengikut bulbus okuli
waktu melihat ke bawah
 Morbus Sign : Sukar konvergensi
 Joffroy Sign : Tidak dapat mengerutkan dahi
 Ressenbach Sign : Tremor palpebra jika mata tertutup
b. Bagaimana cara pemeriksaan orbital sign? Vina Mitra,

6. Pemeriksaan Khusus
Inspeksi : Tampak benjolan leher sebelah kanan, bulat seperti telur
ayam, rata, ikut bergerak saat menelan, kulit dalam batas
normal (tidak ada tanda-tanda radang)
Palpasi : Massa kenyal padat ukuran 5x7 cm, fluktuasi (-), mobile,
tidak teraba panas
Auskultasi : Bruit (+)
Jantung dan paru : dalam batas normal
Abdomen : datar, nyeri tekan (-) bising usus (+) normal
Ekstremitas : kulit terlihat basah, teraba lembab, tremor (+)
a. Bagimana interpretasi dan mekanisme abnormal pada pemeriksaan
khusus? Bahar, feizal
b. Bagaimana klasifikasi dari benjolan dileher? Mitra qodri
Jawab :
1) Neoplasma (tumor, kanker)
2) Struma
a. Struma Difusa Toksik (Grave’s disease)
b. Struma Nodusa Toksik (Plummer’s disease)
c. Struma Difusa Non-Toksik (Simple Goiter)
d. Struma Nodusa Non-Toksik (Adenomatous Goiter)
 Berdasarkan jumlah nodul, dibagi :
Struma uninodusa non-toksik dan struma multinodosa
non-toksik.
 Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif,
nodul dibedakan menjadi : nodul dingin, nodul hangat dan
nodul panas.
 Berdasarkan konsistensinya, nodul dibedakan menjadi :
nodul lunak atau kistik (kista), nodul keras dan nodul
sangat keras.
3) Pembesaran Kelenjar Getah Bening
7. Pemeriksaan Penunjang
FT3, FT4, TSH sedang menunggu hasil
a. Bagaimana cara pemeriksaan FT3, FT4 dan FSH? Bunga tiara
b. Apa manfaat dari pemeriksaan FT3, FT4 dan FSH? vina yesi
Jawab :

Tujuan dari masing-masing pemeriksaan:


fT3 dan fT4 : untuk mengetahui kadar atau jumlah nya yang beredar
dalam darah (dimana pada pemeriksaan fT3 dan fT4 itu merupakan
pemeriksaan gangguan tiroid yang sangat terperinci, hal ini
dikarenakan kadar fT3 dan fT4 yang sangat sedikit sekali didalam
darah)
TSH : untuk mengetahui apakah kadar TSH sudah tinggi atau malah
menurun (karena TSH merupakan hormon stimulating bagi kelenjar
tiroid) sehingga dari pemeriksaan itu dapat menentukan apakah terjadi
hiper atao hipo.)
8. Bagaimana cara mendiagnosis pada kasus ini? Yogi, qodri
9. Apa DD pada kasus ini? Tiara. nova
10. Apa saja pemeriksaan penunjang pada kasus ini? Qodri, bunga
Jawab :
 Pemeriksaan sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotope adalah teraan ukuran, bentuk
lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada
pemeriksaan ini pasien diberi NaI peroral dan setelah 24 jam secara
fotografik ditentukan konsentrasi yadium radioaktif yang ditangkap oleh
tiroid.
Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu :
a. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan
Sekitarnya. Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
b. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada
sekitarnya. Keadaan
ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
c. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini
berarti fungsi
nodul sama dengan bagian tiroid yang lain. Pemeriksaan ini tidak dapat
membedakan apakah nodul itu ganas atau jinak.

 Pemeriksaan ultrasonografi (USG)


Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan antara yang padat, cair, dan
beberapa bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti
apakah suatu nodul ganas atau jinak. Kelainan-kelainan yang dapat
didiagnosis dengan USG ialah :
a. Kista : kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya
tipis.
b. Adenoma/nodul padat : iso atau hiperekoik, kadang-kadang disertai
halo yaitu suatu lingkaran hipoekonik disekelilingnya.
c. Kemungkinan karsinoma : nodul padat, biasanya tanpa halo.
d. Tiroiditis hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar.
Pemeriksaan ini dibandingkan pemeriksaan sidik tiroid lebih
menguntungkan karena dapat dilakukan kapan saja tanpa perlu persiapan,
lebih aman, dapat dilakukan pada orang hamil atau anak-anak, dan lebih
dapat membedakan antara yang jinak dan ganas.

 Biopsi aspirasi jarum halus


Biopsy ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu
keganasan. Biopsy aspirasi jarum halus tidak nyeri, hamper tidak
menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan
dengan cara ini adalah dapat memberikan hasil negative palsu karena
lokasi biopsy kurang tepat, teknik biopsy kurang benar, pembuatan
preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi aleh
ahli sitologi.
 Termografi
Termografi adalah metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu
kulit pada suatu tempat dengan memakai Dynamic Telethermography.
Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan panas dengan sekitarnya
> C dan0.9 dingin > C. pada penelitian Alves dkk, didapatkan bahwa
pada0.9 yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling
sensitive dan spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain.
Khususnya pada penegakan diagnosis keganasan, menurut Gobien,
ketepatan diagnosis gabungan biopsy, USG, dan sidik tiroid adalah 98 %

11. Apa WD pada kasus ini? Yogi nova


12. Bagaimana epidemiologi pada kasus ini? Yesi feizal
13. Apa etiologi pada kasus ini?vina yogi
14. Bagaimana patofisiologi pada kasus ini? Mitra bahar
15. Bagaimana manifestasi klinis pada kasus ini? Tiara yesi
16. Bagaimana tata laksana pada kasus ini?feizal vina
17. Apa saja komplikasi pada kasus ini? Bahar bunga
18. Bagaimana prognosis pada kasus ini? Mitra nova
19. Apa KDU pada kasus ini?
20. Apa PI yang berhubungan dengan kasus ini?

2.3.4 Hipotesis
Tn, Akil 42 tahun mengalami struma nodusa toksik dengan gajala cemas,
gangguan menelan, jantung berdebar, keringat berlebih, eksoftalmus, mudah
tersinggung dan tremor yang disebabkan gangguan sintesis hormon thyroid.

2.3.5 Kerangka Konsep

Jenis Gangguan sintesis hormon


Kelamin tiroksin
dan Usia

Struma Nodusa Toksik

Gangguan Jantung Keringat Eksoftalmus Tremor Mudah


Menelan berdebar berlebih tersinggung

2.3.6 DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Diagnostic Histopathology. Internet :


http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1756231710001945
Dorland, dkk. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta : EGC

Isselbacher, dkk. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC

Kumar, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robins. Jakarta : EGC

Ganiswarna, dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FK UI

Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Guyton, dkk. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Harper, dkk. 1979. Biokimia. Jakarta : EGC

Haznam, dkk. 1976. Endokrinologi. Bandung : Dwi Emba


Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Mardiati, Ratna. 2000. Faal Endokrin. Jakarta : CV. Info Medika

McGlynn, dkk. 1995. Diagnosis Fisik. Jakarta : EGC

Price, dkk. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Sudoyo, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI

Soeparman, dkk. 1987. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI

Anda mungkin juga menyukai