Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS

SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF : PENETAPAN


KADAR TEOFILIN DALAM CAMPURAN TEOFILIN
DAN PARASETAMOL

DISUSUN OLEH :
GOLONGAN I
KELOMPOK 11

Kadek Dian Adnyani (1508505023) (1208505034)


Gusti Ayu Kristi Amarawati (1508505024) (1208505035)
Putu Vera Phinastika Putri (1508505025) (1208505036)
I Gde Pande Anindhita Putra W. (1508505030) (1208505037)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF : PENETAPAN KADAR TEOFILIN
DALAM CAMPURAN TEOFILIN DAN PARASETAMOL

I. TUJUAN
1.1 Membuat spektra dari masing-masing komponen dalam campuran.
1.2 Menentukan panjang gelombang Zero Crossing.
1.3 Membuat kurva baku dari larutan standarnya pada panjang gelombang Zero
Crossing.
1.4 Menetapkan kadar teofilin

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Parasetamol
Parasetamol memiliki rumus molekul C8H9NO2 dengan bobot molekul
sebesar 151,16 g/mol. Parasetamol berupa hablur atau serbuk putih tidak berbau.
Parasetamol larut dalam 70 bagian air, 7 bagian etanol 95% P, 13 bagian aseton P,
40 bagian gliserol P, 9 bagian propilenglikol P, dan larut dalam larutan alkali
hidroksida. Parasetamol memiliki suhu lebur 168ºC sampai 172ºC. Penyimpanan
parasetamol digunakan wadah yang tertutup baik dan terlindung dari cahaya
(Depkes RI, 1979).

Gambar 1. Struktur Kimia Parasetamol (Sweetman, 2009).


Identifikasi spektrum serapan UV parasetamol pada keadaan asam yaitu
panjang gelombang maksimumnya 245 nm dengan absortivitas 668a dan pada
keadaan basa yaitu panjang gelombang maksimumnya 257 nm dengan absortivitas
715a (Galichet, 2004).

Gambar 2. Spektrum Ultraviolet Parasetamol (Moffat et al., 2005).

1
2.2. Teofilin

Teofilin (C6H8N4O2.H2O) memiliki berat molekul 198,18 g/mol dan


mengandung satu molekul air hidrat atau anhidrat serta berupa hablur atau serbuk
putih dan tidak berbau. Teofilin suka larut dalam air, tetapi mudah larut dalam
larutan alkali hidroksida dan ammonium hidroksida, serta agak sukar larut dalam
etanol (Depkes RI, 1995).

Gambar 3. Struktur Kimia Teofilin (Sweetman, 2009).

Absorbansi teofilin pada max 270 nm dalam larutan asam adalah sebesar
536a sedangkan dalam larutan alkali atau basa absorbansinya sebesar 650a pada
max 275 nm (Moffat et al.,2005).

Gambar 4. Spektrum Ultraviolet Teofilin (Moffat et al., 2005).

2.3.Spektrofotometri UV-Visible
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik
yang memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380
nm) dan sinar tampak (380- 780 nm) dengan memakai instrumen
spektrofotometer. Spektroskopi UV-Vis merupakan metode penting yang mapan,
andal dan akurat (Tipler, 1991).

2
2.4.Spektrofotometri Derivatif
Spektrofotometri derivatif merupakan metode manipulatif terhadap spektra
pada spektrofotometri UV-Vis. Pada spektrofotometri konvensional, spektrum ini
merupakan plot serapan (A), terhadap panjang gelombang (λ). Pada metode
derivatif, plot A lawan λ, ini ditransformasikan menjadi plot dA/d λ lawan λ untuk
derivatif pertama, dan d2A/d2λ lawan λ untuk derivatif kedua. Dengan demikian
spektrogram akan bertambah dengan sejumlah pemecahan puncak-puncak yang
lebih terinci, dan puncak spektra yang melebar, terpecah menjadi dua.
Metode ini dapat digunakan untuk analisis campuran tanpa pemisahan
terlebih dahulu walaupun dengan panjang gelombang yang berdekatan. Metode
spektrofotometri ini dapat menentukan kadar larutan campuran dua zat (Fatah,
1995). Teknik spektrofotometri derivatif menawarkan beberapa keuntungan
seperti dapat memilih puncak yang tajam diantara spektrum yang lebar dan
meningkatkan resolusi dari spektra yang tumpang tindih (Hayun dan Yenti, 2006).

2.5.Metode Zero Crossing


Metode zero crossing memisahkan campuran biner dari spektrum
derivatifnya pada panjang gelombang pada saat komponen pertama tidak ada
sinyal. Pengukuran pada zero crossing tiap komponen dalam campuran
merupakan fungsi tunggal konsentrasi dari yang lainnya. Panjang gelombang
serapan maksimum pada suatu senyawa akan menjadi panjang gelombang zero
crossing pada spektrogram derivatif pertama, panjang gelombang tersebut tidak
mempunyai serapan atau dA/dλ= 0.
Bila panjang gelombang zero crossing masing-masing senyawa tidak
sama, maka penetapan kadar campuran dua senyawa dapat dilakukan tanpa
pemisahan terlebih dahulu. Bila kedua pita serapan mempunyai panjang
gelombang yang hampir sama akan terjadi pelebaran pita, maka kurva derivatif
pertama tidak akan membantu pemisahan spektranya. Pada situasi tersebut maka
dicoba derivatif kedua (Nurhidayati, 2007).

3
2.6.Metode Peak to Peak
Panjang gelombang peak-to-peak ditentukan dari penggabungan spektrum
derivatif larutan baku dan sampel. Dari hasil penggabungan spektrum derivatif
tersebut, dicari daerah panjang gelombang di mana terdapat spektrum yang saling
berhimpitan satu sama lain secara total yang menghasilkan puncak maksimum dan
puncak minimum (Wulandari dkk., 2008).

III. ALAT DAN BAHAN


3.1 Alat
a. Spektrofotometer UV-VIS dan kuvet
b. Neraca analitik
c. Beaker glass
d. Labu ukur 10 mL
e. Pipet ukur 1 mL dan 5 mL
f. Pipet tetes
g. Botol vial
3.2 Bahan
a. Larutan stok parasetamol 1mg/mL
b. Larutan stok teofilin 1mg/mL
c. Sampel larutan parasetamol dan teofilin
d. Akuades

IV. PROSEDUR PRAKTIKUM


4.1 Perhitungan Pembuatan Larutan
4.1.1 Pembuatan Stok Teofilin 1 mg/ml
Diketahui : C teofilin = 1 mg/ml
Vteofilin yang dibuat = 10 mL
Ditanya : Massa teofilin yang ditimbang …?
Jawab : C =

1 mg/ml =

X = 10 mg

4
Jadi, massa teofilin yang ditimbang adalah 10 mg.
4.1.2 Pembuatan Stok Parasetamol 1 mg/ml
Diketahui : Cparasetamol l= 1 mg/ml
Vparasetamol yang dibuat = 10 mL
Ditanya : Massa parasetamol yang ditimbang …?
Jawab :C =

1 mg/ml =

X = 10 mg
Jadi, massa parasetamol yang ditimbang adalah 10 mg.
4.1.3 Pembuatan Larutan Baku Teofilin100 µg/ml
Diketahui : Cstok teofilin = 1 mg/ml = 1000 µg/ml
Cteofilin yang dibuat = 100 µg/ml
Vteofilin yang dibuat = 25 mL
Ditanya : Vstok teofilin yang dipipet... ?
Jawab : Cstok teofilin x Vstok teofilin = Cbaku teofilin x V baku teofilin
1000 µg/mL x Vstok teofilin = 100 µg/mL x 25 mL
V stok teofilin = 2,5 mL
Jadi, untuk membuat larutan baku teofilin 100 µg/mL dipipet 2,5 mL larutan
stok teofilin 1mg/ml.
4.1.4 Pembuatan Larutan Baku Parasetamol 100 µg/ml
Diketahui : C stok parasetamol = 1 mg/ml = 1000 µg/ml
C parasetamol yang dibuat = 100 µg/ml
V parasetamol yang dibuat = 10 mL
Ditanya : V stok parasetamol yang dipipet... ?
Jawab :
Cstok parasetamol x Vstok parasetamol = Cbaku parasetamol xVbaku parasetamol
1000 µg/mL x Vstok parasetamol = 100 µg/mL x 10 mL
Vstok parasetamol = 1 mL
µg
Jadi, untuk membuat larutan baku parasetamol 100 /mL dipipet 1 mL
larutan stok parasetamol 1 mg/ml.

5
4.1.5 Pembuatan Larutan Siap Ukur Teofilin 8,1 µg/mL
Larutan Teofilin yang menghasilkan absorbansi 0,434 dengan
absorptivitas sebesar 536 x 100 mL/gr.cm
A = a.b.c (gr/mL)
0,434 = 536 x 100 mL/gr.cm x 1 cm x c
c = 8,1 x 10-6 gr/mL = 8,1 µg/mL
Maka dibuat larutan parasetamol dengan konsentrasi 8,1 µg/mL.
Diketahui : C baku teofilin = 100 µg/mL
C larutan siap ukur teofilin = 8,1 µg/mL
V larutan siap ukur teofilin = 10 mL
Ditanya : Volume larutan baku teofilin yang dibutuhkan .... ?
Jawab :
C baku teofilin x V baku teofilin = C larutan siap ukur x V larutan siap ukur
100 µg/mL x V baku teofilin = 8,1 µg/mL x 10 mL
Vbaku teofilin = 0,81 mL
µg
Jadi, untuk membuat larutan siap ukur teofilin 8,1 /mL dipipet 0,81 mL
larutan baku teofilin 100 µg/mL.
4.1.6 Pembuatan Larutan Siap Ukur Parasetamol 6,5 µg/mL
Larutan parasetamol yang menghasilkan absorbansi 0,434 dengan
absorptivitas sebesar 668 x 100 mL/g.cm
A = a.b.c (g/mL)
0,434 = 668 x 100 mL/g.cm x 1 cm x c
C = 6,5 x 10-6 g/mL = 6,5 µg/mL
Maka dibuat larutan parasetamol dengan konsentrasi 6,5 µg/mL.
Diketahui : C baku parasetamol = 100 µg/mL
C lartan siap ukur parasetamol = 6,5µg/mL
V larutan siap ukur parasetamol = 10 mL
Ditanya : Volume larutan baku parasetamol yang dibutuhkan .... ?
Jawab :
C baku parasetamol x V baku prasetamol = C yang dibuat x V yang dibuat
100µg/mL x V baku parasetamol = 6,5µg/mL x 10 mL

6
V baku parasetamol = 0,65 mL
Jadi, untuk membuat larutan siap ukur parasetamol 6,5 µg/mL dipipet 0,65
mL larutan baku parasetamol 100µg/mL.
µg
4.1.7 Pembuatan Larutan Campuran Teofilin 8,1 /mL dan
Parasetamol 6,5 µg/mL
Pembuatan Larutan Campuran parasetamol dan Teofilin dilakukan dengan
mencampurkan Larutan baku parasetamol dan larutan baku teofilin.Untuk
mengetahui volume larutan baku yang dicampurkan, dicari terlebih dahulu
Konsentrasi larutan siap ukur dari parasetamol dan teofilin dengan
perhitungan sebagai berikut :

a. Larutan Teofilin yang menghasilkan absorbansi 0,434 dengan


absorptivitas sebesar 536 x 100 mL/gr.cm
A = a.b.c(gr/mL)
0,434 = 536 x 100 mL/gr.cm x 1 cm x c
c = 8,1 x 10-6 gr/mL = 8,1 µg/mL
Maka dibuat larutan parasetamol dengan konsentrasi 8,1 µg/mL.

Diketahui : C baku teofilin = 100 µg/mL

C larutan siap ukur teofilin = 8,1 µg/mL


V larutan siap ukur teofilin = 10 mL

Ditanya: Volume larutan baku teofilin yang dibutuhkan .... ?

Jawab : C baku teofilin x V baku teofilin = C larutan siap ukur x V larutan siap ukur

100 µg/mL x V baku teofilin = 8,1 µg/mL x 10 mL


Vbaku teofilin = 0,81 mL

µg
Jadi, untuk membuat larutan siap ukur teofilin 8,1 /mL dipipet 0,81 mL larutan
baku teofilin 100µg/mL.

b. Larutan parasetamol yang menghasilkan absorbansi 0,434 dengan


absorptivitas sebesar 668 x 100 mL/g.cm
A = a.b.c (g/mL)

7
0,434 = 668 x 100 mL/g.cm x 1 cm x c
C = 6,5 x 10-6 g/mL = 6,5 µg/mL

Maka dibuat larutan parasetamol dengan konsentrasi 6,5 µg/mL.

Diketahui :C bakuparasetamol = 100 µg/mL

C lartan siap ukur parasetamol = 6,5µg/mL

V larutan siap ukur parasetamol = 10 mL

Ditanya : Volume larutan baku parasetamol yang dibutuhkan .... ?

Jawab : C baku parasetamol x V baku prasetamol = C yang dibuat x V yang dibuat

100µg/mL x V baku parasetamol = 6,5µg/mL x 10 mL

V baku parasetamol = 0,65 mL

Jadi, untuk membuat larutan campuran yang mengandung parasetamol dan


teofilin dibuat dengan cara mencampurkan :
Vbaku parasetamol 100µg/mL = 0,65 mL
V baku teofilin 100 µg/mL = 0,81 mL
Etanol 96% ad =10 mL
4.1.8 Pembuatan Seri Larutan Teofilin
Diketahui : Stok baku kerja teofilin = 100 µg/mL = 10 mg%
Konsentrasi larutan seri teofilin yang ingin dibuat: 0,75 mg%;1,25 mg%;
1,75 mg%; 2,25 mg% ; 2,75 mg%; 3,25 mg%;
Volume yang ingin dibuat = 10 mL
Ditanya : Volume stok teofilin= ……?

Perhitungan :

a. Larutan seri teofilin konsentrasi 0,75 mg% = 7,5 µg/mL


C stok Teofilin x V stok Teofilin = Clarutan Teofilin xV larutan Teofilin
10 mg% x V stok Teofilin = 0,75 mg% x 10 mL
V stok Teofilin = 0,75 mL
b. Larutan seri teofilin konsentrasi 1,25 mg% = 12,5 µg/mL

8
C stok Teofilin x V stok Teofilin = Clarutan Teofilin x Vlarutan Teofilin
10 mg% x V stok Teofilin = 1,25 mg% x 10 mL
V stok Teofilin = 1,25 mL
c. Larutan seri teofilin konsentrasi 1,75 mg% = 17,5 µg/mL
C stok Teofilin x V stok Teofilin = C larutan Teofilin x V larutan Teofilin
10 mg% x V stok Teofilin = 1,75 mg% x 10 mL
V stok Teofilin = 1,75 mL
d. Larutan seri teofilin konsentrasi 2,25 mg% = 22,5 µg/mL
C stok TeofilinxV stok Teofilin= C larutan Teofilin xV larutan Teofilin
10 mg% x V stok Teofilin = 2,25 mg% x 10 mL
V stok Teofilin = 2,25 mL
e. Larutan seri teofilin konsentrasi 2,75 mg% = 27,5 µg/mL
C stok Teofilin x V stok Teofilin = C larutan Teofilin xV larutan Teofilin
10 mg% x V stok Teofilin =2,75 mg% x 10 mL
V stok Teofilin = 2,75 mL
f. Larutan seri teofilin konsentrasi 3,25 mg% = 32,5 µg/mL
C stok Teofilin x V stok Teofilin = C larutan Teofilin xV larutan Teofilin
10 mg% x V stok Teofilin =3,25 mg% x 10 mL
V stok Teofilin = 3,25 mL
4.2 Prosedur Kerja
4.2.1 Pembuatan Larutan Stok Parasetamol 1 mg/mL
Ditimbang parasetamol sebanyak 10 mg dan diletakkan pada gelas beaker.
Dilarutkan dengan methanol dan diaduk hingga larut. Dimasukkan kedalam
labu ukur 10 mL, ditambahkan etanol 95% sampai tanda batas atas dan
digojog hingga homogen. Dimasukkan kedalam botol vial 10 mL dan
diberikan label Larutan Stok Parasetamol 1 mg/mL.

4.2.2 Pembuatan Larutan Stok Teofilin 1 mg/mL


Ditimbang teofilin sebanyak 10 mg dan diletakkan pada gelas beaker.
Dilarutkan dengan methanol dan diaduk hingga larut. Dimasukkan kedalam
labu ukur 10 mL, ditambahkan etanol 95% sampai tanda batas atas dan

9
digojog hingga homogen. Dimasukkan kedalam botol vial 10 mL dan
diberikan label Larutan Stok teofilin 1 mg/mL.
4.2.3 Pembuatan Larutan Standar Parasetamol 100 µg/mL
Dipipet 1 mL larutan stok parasetamol dengan konsentrasi 1 mg/mL.
Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Dilarutkan dengan akuades hingga
tanda batas 10 mL dan digojog hingga homogen. Dimasukkan ke dalam
botol vial dan diberikan label Larutan Standar Parasetamol 100 µg/mL.
4.2.4 Pembuatan Larutan Standar Teofilin 100 µg/mL
Dipipet 2,5 mL larutan stok Teofilin dengan konsentrasi 1 mg/mL.
Dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL. Dilarutkan dengan akuades hingga
tanda batas 10 mL dan digojog hingga homogen. Dimasukkan ke dalam
botol vial dan diberikan label Larutan Standar Teofilin 100 µg/mL.
4.2.5 Pembuatan Larutan Siap Ukur Parasetamol 6,5 µg/mL
Dipipet 0,65 mL larutan standar Parasetamol dengan konsentrasi 100
µg/mL. Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Dilarutkan dengan akuades
hingga tanda batas 10 mL dan digojog hingga homogen. Dimasukkan ke
dalam botol vial dan diberikan label Larutan Standar Siap Ukur Parasetamol
6,5 µg/mL.
4.2.6 Pembuatan Larutan Siap Ukur Teofilin 8,1 µg/mL.
Dipipet 0,81 mL larutan standar Teofilin dengan konsentrasi 100 µg/mL..
Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Dilarutkan dengan akuades hingga
tanda batas 10 mL dan digojog hingga homogen. Dimasukkan ke dalam
botol vial dan diberikan label Larutan Standar Siap Ukur Teofilin 8,1
µg/mL..
4.2.7 Pembuatan Larutan Campuran Parasetamol (6,5 µg/mL) dan
Teofilin (8,1 µg/mL)
Dipipet 0,65 mL larutan standar Parasetamol dengan konsentrasi 100
µg/mL. Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Dipipet 0,81 mL larutan
standar Teofilin dengan konsentrasi 100 µg/mL. Dimasukkan ke dalam labu
ukur 10 mL bersama dengan larutan standar Parasetamol sebelumnya.
Dilarutkan dengan akuades sampai tanda batas 10 mL dan digojog hingga

10
homogen. Dimasukkan kedalam botol vial dan diberikan label Larutan
Campuran Parasetamol dan Teofilin.
4.2.8 Pembuatan Spektra Dari Masing-Masing Larutan Parasetamol
Dan Teofilin.
Buat spektrum normal dari larutan tersebut dengan rentang panjang
gelombang 220-320 nm.
4.2.9 Penentuan Zero Crossing
Spektra serapan normal yang diperoleh, dibuat spektra derivat pertama dan
derivat kedua dengan menggambarkan selisih absorban dua panjang
gelombang terhadap harga rata-rata dua panjang gelombang tersebut. Dari
spektra derivat tersebut ditentukan panjang gelombang zero crossing
parasetamol, di mana dA/dλ parasetamol bernilai nol.
4.2.10 Pembuatan Seri Larutan Teofilin
Larutan baku teofilin dibuat seri konsentrasi 0,75; 1,25; 1,75; 2,25; 2,75 dan
3,25 mg% dengan jumlah yang dipipet sama dengan jumlah yang telah
dihitung sebelumnya pada bagian perhitungan.
4.2.11 Pembuatan Kurva Baku
Kurva baku dibuat dengan mengukur seri kadar larutan baku teofilin pada
panjang gelombang zero crossing parasetamol. Nilai d3 A/dλ3 spektrum dan
kadar dibuat dengan persamaan linier sehingga diperoleh persamaan y = bx
+ a (y = nilai d3 A/dλ3 , x = konsentrasi; b = slope; a = derau).
4.2.12 Penetuan kadar teofilin
Larutan sampel campuran dibaca pada panjang gelombang zero crossing
parasetamol. Nilai d3 A/dλ3 spektrum teofilin pada panjang gelombang zero
crossing parasetamol dan dimasukkan ke dalam persamaan kurva baku
teofilin.

11
V. SKEMA KERJA
5.1 Pembuatan Larutan Stok Parasetamol 1 mg/mL

5.2 Pembuatan Larutan Stok Teofilin 1 mg/mL

12
5.3 Pembuatan Larutan Standar Parasetamol 100 µg/mL

5.4 Pembuatan Larutan Standar Teofilin 100 µg/mL

13
5.5 Pembuatan Larutan Siap Ukur Parasetamol 6,5 µg/mL

5.6 Pembuatan Larutan Siap Ukur Teofilin 8,1 µg/mL.

14
5.7 Pembuatan Larutan Campuran Parasetamol (6,5 µg/mL.) dan
Teofilin (8,1 µg/mL.)

5.8 Pembuatan spektra dari masing-masing larutan parasetamol


dan teofilin.

5.9 Penentuan zero crossing

15
5.10 Pembuatan Seri Larutan Teofilin

5.11 Pembuatan Kurva Baku

5.12 Pengukuran Spektrum Serapan

16
5.13 Penetuan kadar teofilin

VI. HASIL DAN PERHITUNGAN


6.1 Data Absorbansi Larutan Baku Siap Ukur Parasetamol dan Teofilin
Tabel 1. Hasil absorbansi pada panjang gelombang 220-320nm

Larutan Baku Siap Ukur

λ Parasetamol Teofilin
220 0.335 0.323

17
223 0.361 0.280
226 0.396 0.242
229 0.424 0.215
232 0.451 0.189
235 0.499 0.149
238 0.531 0.125
241 0.540 0.119
244 0.536 0.123
247 0.523 0.133
250 0.503 0.143
253 0.460 0.180
256 0.396 0.228
259 0.313 0.293
262 0.253 0.340
265 0.196 0.387
268 0.166 0.408
271 0.145 0.415
274 0.132 0.410
277 0.119 0.389
280 0.106 0.348
283 0.092 0.279
286 0.072 0.181
289 0.051 0.086
292 0.033 0.031
295 0.020 0.001
298 0.010 -0.013
301 0.000 -0.021
304 -0.008 -0.025
307 -0.012 -0.025
310 -0.010 -0.020

18
313 -0.004 -0.013
316 -0.001 -0.007
319 0.005 -0.002

6.2 Kurva Baku Teofilin

6.3 Kurva Baku Parasetamol

19
6.4 Kurva Baku Campuran Parasetamol dan Teofilin

6.5 Perhitungan Derivat I Absorbansi Larutan Baku Parasetamol dan


Teofilin
a. Parasetamol
Diketahui : λ1 = 220 nm
λ2 = 223 nm
A1 = 0,335
A2 = 0,361
Ditanya : dA/dλ = ……?
Perhitungan :
dA A2  A1

d  2  1
dA 0,335  0,361

d 223 nm  220 nm
dA 0,026

d 3 nm
dA
 0,0086666667 nm 1
d
Perhitungan diatas dilakukan pada semua data absorbansi parasetamol
sehingga diperoleh data derivat I absorbansi parasetamol.
b. Teofilin
Diketahui : λ1 = 200 nm
λ2 = 203 nm

20
A1 = 1,692
A2 = 1,867
Ditanya : dA/dλ = ……?
Perhitungan :
dA A2  A1

d 2  1
dA 0,280 - 0,323

d 223 nm  220 nm
dA  0,043

d 3 nm
dA
 - 0,014333333 nm 1
d
Perhitungan diatas dilakukan pada semua data absorbansi teofilin sehingga
diperoleh data derivat I absorbansi teofilin.
c. Panjang Gelombang Rata-rata
Diketahui : λ1 = 200 nm
λ2 = 203 nm
Ditanya :  = ……?
Perhitungan:
  2
 1
2
220 nm  223 nm

2
  221,5 nm
Perhitungan diatas dilakukan pada semua data panjang gelombang
sehingga diperoleh data rata-rata panjang gelombang.

Tabel 2. Derivat I Absorbansi Larutan Baku Parasetamol dan Teofilin

λ Derivat I Derivat I λ rata-rata


Parasetamol Teofilin
220 0.008666667 -0.01433333 221.5
223 0.011666667 -0.01266667 224.5
226 0.009333333 -0.009 227.5
229 0.009 -0.00866667 230.5
232 0.016 -0.01333333 233.5

21
235 0.010666667 -0.008 236.5
238 0.003 -0.002 239.5
241 -0.001333333 0.001333333 242.5
244 -0.004333333 0.003333333 245.5
247 -0.006666667 0.003333333 248.5
250 -0.014333333 0.012333333 251.5
253 -0.021333333 0.016 254.5
256 -0.027666667 0.021666667 257.5
259 -0.02 0.015666667 260.5
262 -0.019 0.015666667 263.5
265 -0.01 0.007 266.5
268 -0.007 0.002333333 269.5
271 -0.004333333 -0.00166667 272.5
274 -0.004333333 -0.007 275.5
277 -0.004333333 -0.01366667 278.5
280 -0.004666667 -0.023 281.5
283 -0.006666667 -0.03266667 284.5
286 -0.007 -0.03166667 287.5
289 -0.006 -0.01833333 290.5
292 -0.004333333 -0.01 293.5
295 -0.003333333 -0.00466667 296.5
298 -0.003333333 -0.00266667 299.5
301 -0.002666667 -0.00133333 302.5
304 -0.001333333 0 305.5
307 0.000666667 0.001666667 308.5
310 0.002 0.002333333 311.5
313 0.001 0.002 314.5
316 0.002 0.001666667 317.5
319

22
6.6 Perhitungan Derivat II Absorbansi Larutan Baku Parasetamol dan
Teofilin
a. Parasetamol
Diketahui : λ1 = 221,55 nm

λ2 = 224,5 nm

A1 = 0,008666667

A2 = 0,011666667

Ditanya : dA/dλ= ……?

Perhitungan :

dA A2  A1

d  2  1

dA 0,011666667 - 0,008666667

d 224,5 nm  221,5 nm

dA 0,003

d 3 nm

dA
 0,001 nm 1
d

Perhitungan diatas dilakukan pada semua data absorbansi derivat I


parasetamol sehingga diperoleh data derivat II absorbansi parasetamol.

b. Teofilin
Diketahui : λ1 = 221,5 nm
λ2 = 224,5 nm

A1 = -0,01433333

A2 = -0,01266667

Ditanya : dA/dλ = ……?

Perhitungan :

23
dA A2  A1

d 2  1

dA (-0,01266667) - (-0,01433333)

d 224,5 nm  221,5 nm

dA 0,00166666

d 3 nm

dA
 0,0005555533 nm 1
d

Perhitungan diatas dilakukan pada semua data absorbansi teofilin sehingga


diperoleh data derivat I absorbansi teofilin.

Tabel 3. Derivat II Absorbansi Larutan Baku Parasetamol dan Teofilin

λ Derivat II Derivat II λ rata-rata


Parasetamol Teofilin
220 0.00100000 0.00055556 221.5
223 -0.00077778 0.00122222 224.5
226 -0.00011111 0.00011111 227.5
229 0.00233333 -0.00155556 230.5
232 -0.00177778 0.00177778 233.5
235 -0.00255556 0.00200000 236.5
238 -0.00144444 0.00111111 239.5
241 -0.00100000 0.00066667 242.5
244 -0.00077778 0.00000000 245.5
247 -0.00255556 0.00300000 248.5
250 -0.00233333 0.00122222 251.5
253 -0.00211111 0.00188889 254.5
256 0.00255556 -0.00200000 257.5
259 0.00033333 0.00000000 260.5
262 0.00300000 -0.00288889 263.5

24
265 0.00100000 -0.00155556 266.5
268 0.00088889 -0.00133333 269.5
271 0.00000000 -0.00177778 272.5
274 0.00000000 -0.00222222 275.5
277 -0.00011111 -0.00311111 278.5
280 -0.00066667 -0.00322222 281.5
283 -0.00011111 0.00033333 284.5
286 0.00033333 0.00444444 287.5
289 0.00055556 0.00277778 290.5
292 0.00033333 0.00177778 293.5
295 0.00000000 0.00066667 296.5
298 0.00022222 0.00044444 299.5
301 0.00044444 0.00044444 302.5
304 0.00066667 0.00055556 305.5
307 0.00044444 0.00022222 308.5
310 -0.00033333 -0.00011111 311.5
313 0.00033333 -0.00011111 314.5
316 317.5
319

6.7 Data Absorbansi Campuran Parasetamol dan Teofilin Siap Ukur


yang konsentrasinya telah diketahui

Campuran Teofilin

Panjang Gelombang Absorbansi


220 0.588
223 0.583
226 0.591
229 0.599

25
232 0.607
235 0.621
238 0.632
241 0.636
244 0.638
247 0.638
250 0.635
253 0.628
256 0.617
259 0.607
262 0.600
265 0.595
268 0.589
271 0.578
274 0.561
277 0.528
280 0.476
283 0.391
286 0.273
289 0.156
292 0.085
295 0.042
298 0.019
301 0.003
304 -0.009
307 -0.014
310 -0.013
313 -0.007
316 -0.002
319 0.003

26
6.8 Data Absorbansi Larutan Seri Teofilin dan Sampel

λ Seri I Seri II Seri III Seri IV Seri V Seri VI Sampel


(0,75 (1,25 (1,75 (2,25 (2,75 (3,25
mg%) mg%) mg%) mg%) mg%) mg%)
292 0,078A 0,090A 0,143A 0,185A 0,192A 0,227A 0,198A
295 0,036A 0,045A 0,058A 0,077A 0,089A 0,107A 0,101A
298 0,047A 0,026A 0,060A 0,044A 0,072A 0,066A 0,070A

6.9 Perhitungan Derivat I Larutan Seri Teofilin dan Sampel


a. Konsentrasi 0,75 mg%
- Diketahui : λ1 = 292 nm A1 = 0,078
λ2 = 295 nm A2 = 0,036

Ditanya : dA/dλ= ......?

Perhitungan :

dA A2  A1

d 2  1

dA 0,036 - 0,078

d 295 nm  292 nm

dA  0,042

d 3 nm

dA
  0,014 nm 1
d

- Diketahui:
λ1 = 295 nm A1 = 0,036

λ2 = 298 nm A2 = 0,047

Ditanya : dA/dλ= ......?

Perhitungan :

27
dA A2  A1

d 2  1

dA 0,047 - 0,036

d 290 nm  287 nm

dA 0,011

d 3 nm

dA
 0,0036666667 nm 1
d

b. Konsentrasi 1,25 mg%


- Diketahui : λ1 = 292 nm A1 = 0,090
λ2 = 295 nm A2 = 0,045

Ditanya : dA/dλ= ......?

Perhitungan :

dA A2  A1

d 2  1

dA 0,045 - 0,090

d 295 nm  292 nm
dA  0,045

d 3 nm

dA
 0,015 nm 1
d

- Diketahui:
λ1 = 295 nm A1 = 0,045

λ2 = 298 nm A2 = 0,026

Ditanya : dA/dλ= ......?

Perhitungan :

28
dA A2  A1

d 2  1

dA 0,026 - 0,045

d 290 nm  287 nm

dA  0,019

d 3 nm

dA
  0,006333333 nm 1
d

c. Konsentrasi 1,75 mg%


- Diketahui : λ1 = 292 nm A1 = 0,143
λ2 = 295 nm A2 = 0,058

Ditanya : dA/dλ= ......?

Perhitungan :

dA A2  A1

d 2  1

dA 0,058 - 0,143

d 295 nm  292 nm
dA  0,085

d 3 nm

dA
 0,028333333 nm 1
d

- Diketahui : λ1 = 295 nm A1 = 0,058


λ2 = 298 nm A2 = 0,060

Ditanya : dA/dλ= ......?

Perhitungan :

dA A2  A1

d 2  1

29
dA 0,060 - 0,058

d 298 nm  295 nm

dA 0,002

d 3 nm

dA
 0,0006666667 nm 1
d

d. Konsentrasi 2,25 mg%


- Diketahui : λ1 = 292 nm A1 = 0,185
λ2 = 295 nm A2 = 0,077

Ditanya : dA/dλ= ......?

Perhitungan :

dA A2  A1

d 2  1

dA 0,077 - 0,185

d 295 nm  292 nm
dA  0,108

d 3 nm

dA
 -0,036 nm 1
d

- Diketahui : λ1 = 295 nm A1 = 0,077


λ2 = 298 nm A2 = 0,044

Ditanya : dA/dλ= ......?

Perhitungan :

dA A2  A1

d 2  1

dA 0,044 - 0,077

d 298 nm  295 nm

30
dA  0,033

d 3 nm

dA
  0,011 nm 1
d

e. Konsentrasi 2,75 mg%


- Diketahui : λ1 = 292 nm A1 = 0,192
λ2 = 295 nm A2 = 0,089

Ditanya : dA/dλ= ......?

Perhitungan :

dA A2  A1

d 2  1

dA 0,089 - 0,192

d 295 nm  292 nm
dA  0,103

d 3 nm

dA
 - 0,034333333 nm 1
d

- Diketahui : λ1 = 295 nm A1 = 0,089


λ2 = 298 nm A2 = 0,072

Ditanya : dA/dλ= ......?

Perhitungan :

dA A2  A1

d 2  1

dA 0,072 - 0,089

d 298 nm  295 nm

dA  0,017

d 3 nm

31
dA
 - 0,005666667 nm 1
d

f. Konsentrasi 3,25 mg%


- Diketahui : λ1 = 292 nm A1 = 0,227
λ2 = 295 nm A2 = 0,107

Ditanya : dA/dλ= ......?

Perhitungan :

dA A2  A1

d 2  1

dA 0,107 - 0,227

d 295 nm  292 nm
dA  0,12

d 3 nm

dA
  0,04 nm 1
d

- Diketahui : λ1 = 295 nm A1 = 0,107


λ2 = 298 nm A2 = 0,066

Ditanya : dA/dλ= ......?

Perhitungan :

dA A2  A1

d 2  1

dA 0,066 - 0,107

d 298 nm  295 nm

dA  0,041

d 3 nm

dA
  0,013666667 nm 1
d

32
g. Sampel
- Diketahui : λ1 = 292 nm A1 = 0,198
λ2 = 295 nm A2 = 0,101

Ditanya : dA/dλ= ......?

Perhitungan :

dA A2  A1

d 2  1

dA 0,101 - 0,198

d 295 nm  292 nm
dA  0,097

d 3 nm

dA
 -0,032333333 nm 1
d

- Diketahui : λ1 = 295 nm A1 = 0,101


λ2 = 298 nm A2 = 0,070

Ditanya : dA/dλ= ......?

Perhitungan :

dA A2  A1

d 2  1

dA 0,070 - 0,101

d 298 nm  295 nm

dA  0,031

d 3 nm

dA
  0,010333333 nm 1
d

33
Tabel 5. Derivat I Larutan Seri Teofilin dan Sampel
Konsentrasi Derivat I λ rata-rata

-0,014 293,5
0,75 mg%
0,0036666667 296,5

-0,015 293,5
1,25 mg%
 0,006333333 296,5

0,028333333 293,5
1,75 mg%
0,0006666667 296,5

-0,036 293,5
2,25 mg%
-0,011 296,5

- 0,034333333 293,5
2,75mg%
- 0,005666667 296,5

-0,04 293,5
3,25 mg%
 0,013666667 296,5

- 0,032333333 293,5

Sampel -
296,5
 0,010333333

6.10 Perhitungan Derivat II Larutan Seri Teofilin dan Sampel

a. Konsentrasi 0,75 mg%


- Diketahui : λ1 = 293,5 nm A1 = -0,014
λ2 = 296,5 nm A2 = 0,0036666667

Ditanya : dA/dλ= ......?

34
Perhitungan :

dA A2  A1

d 2  1

dA 0,0036666667 - (-0,014)

d 296,5 nm  293,5 nm

dA 0,0176666667

d 3 nm

dA
 0,0058888889 nm1
d

b. Konsentrasi 1,25 mg%


- Diketahui :
λ1 = 293,5 nm A1 = -0,015

λ2 = 296,5 nm A2 =  0,006333333

Ditanya : dA/dλ= ......?

Perhitungan :

dA A2  A1

d 2  1

dA  0,006333333 - (-0,015)

d 285,5 nm  288,5 nm

dA 0,008666667

d 3 nm

dA
 0,002888889 nm 1
d

c. Konsentrasi 1,75 mg%


- Diketahui :
λ1 = 293,5 nm A1 = 0,028333333

35
λ2 = 296,5 nm A2 = 0,0006666667

Ditanya : dA/dλ= ......?

Perhitungan :

dA A2  A1

d 2  1

dA 0,0006666667 - 0,028333333

d 296,5 nm  293,5 nm

dA  0,027666666

d 3 nm

dA
 0,0092222221 nm 1
d

d. Konsentrasi 2,25 mg%


- Diketahui : λ1 = 293,5 nm A1 = -0,036
λ2 = 296,5 nm A2 = -0,011

Ditanya : dA/dλ= ......?

Perhitungan :

dA A2  A1

d 2  1

dA  0,036 - (-0,011)

d 296,5 nm  293,5 nm

dA  0,025

d 3 nm

dA
 0,008333333 nm 1
d

e. Konsentrasi 2,75 mg%


- Diketahui : λ1 = 293,5 nm A1 = - 0,034333333

36
λ2 = 296,5 nm A2 = - 0,005666667

Ditanya : dA/dλ= ......?

Perhitungan :

dA A2  A1

d 2  1

dA - 0,005666667 - (-0,034333333)

d 296,5 nm  293,5 nm

dA 0,028666666

d 3 nm

dA
  0,0095555553 nm1
d

f. Konsentrasi 3,25 mg%


- Diketahui : λ1 = 293,5 nm A1 = -0,04
λ2 = 296,5 nm A2 =  0,013666667

Ditanya : dA/dλ= ......?

Perhitungan :

dA A2  A1

d 2  1

dA  0,013666667 - (-0,04)

d 296,5 nm  293,5 nm

dA 0,026333333

d 3 nm

dA
 0,0087777777 nm 1
d

g. Sampel
Diketahui : λ1 = 293,5 nm A1 = - 0,032333333

37
λ2 = 296,5 nm A2 =  0,010333333

Ditanya : dA/dλ= ......?

Perhitungan :

dA A2  A1

d 2  1

dA  0,010333333 - (-0,032333333)

d 296,5 nm  293,5 nm

dA  0,070999997

d 3 nm

dA
 -0,23666666 nm 1
d

Tabel 6. Derivat I dan Derivat II Larutan Seri Teofilin dan Sampel

λ Derivat II
Konsentrasi Derivat I rata-
rata

-0,014 293,5 0,0058888889


0,75 mg%
0,0036666667 296,5

-0,015 293,5 0,002888889


1,25 mg%
 0,006333333 296,5

0,028333333 293,5 - 0,0092222221


1,75 mg%
0,0006666667 296,5

-0,036 293,5  0,008333333


2,25 mg%
-0,011 296,5

38
- 0,034333333 293,5  0,0095555553
2,75mg%
- 0,005666667 296,5

-0,04 293,5 0,0087777777


3,25 mg%
 0,013666667 296,5

- 0,032333333 293,5 - 0,23666666

Sampel -
296,5
 0,010333333

Karena hubungan linier hanya ditunjukkan oleh data pertama, kedua,


keempat, dan kelima, maka untuk menetapkan kadar, dibuat kurva kalibrasi dari
keempat data tersebut.

Konsentrasi (mg%) Derivat II

0,75 0,0058888889
1,25 0,002888889
2,25  0,008333333
2,75 - 0,0095555553

6.11. Persamaan Kurva Baku Teofilin

39
Dari kurva kalibrasi teofilin, diperoleh persamaan:
d2A
y = -0.00842 x + 0,01246 ; dimana y = dan x = konsentrasi (mg%)
d2
Nilai r = 0,98

6.12. Penetapan Kadar Teofilin Dalam Sampel


Diketahui:

- y = -0.00842 x + 0,01246
- y (absorbansi sampel) = - 0,23666666
- r = 0,98
Ditanya: x (konsentrasi sampel) =.........?

Perhitungan:

y = - 0.00842 x + 0,01246

- 0,23666666 = -0.00842 x + 0,01246


- 0,23666666 - 0,01246)
x =
- 0,00842
- 0,24912666
x =
- 0,0842
x = 2,95 mg%
x = 29,5 µg/mL

VII. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini dilakukan penetapan kadar teofilin dalam campuran
teofilin dan parasetamol menggunakan metode spektrofotometri derivatif. Teofilin
merupakan spasmolitikum bronkial yang memiliki indeks terapi sempit (Depkes
RI, 1979). Sehingga, perlu dilakukan penetapan kadar sebagai quality qontrol
terhadap teofilin dalam suatu produk obat. Metode spektrofotometri derivatif
dapat digunakan untuk analisis kuantitatif zat dalam campuran dimana
spektrumnya mungkin tersembunyi dalam suatu bentuk spektrum besar yang
saling tumpang tindih dengan mengabaikan proses pemisahan zat yang bertingkat-

40
tingkat (Munson, 1991). Penentuan kadar teofilin dalam campuran teofilin dan
parasetamol perlu dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri
derivatif karena serapan maksimum dari parasetamol dan teofilin berada pada
panjang gelombang yang berdekatan. Dengan demikian tumpang tindih
(overlapping) spektrum secara total sehingga kesulitan dalam penetapan kadar
teofilin karena terganggu oleh serapan parasetamol. Metode spektrofotometri
derivatif dapat digunakan untuk meningkatkan pemecahan puncak yang saling
tumpang tindih, sehingga kadar teofilin dapat ditetapkan tanpa terganggu oleh
serapan parasetamol (Wulandari dkk., 2008).
Spektrofotometri derivatif dapat dilakukan dengan metode yaitu metode
zero crossing dan peak-to-peak (Wulandari dkk., 2008). Praktikum penetapan
kadar teofilin dalam campuran parasetamol dan teofilin kali ini digunakan metode
zero crossing. Metode zero crossing yaitu spektra serapan normal salah satu
konsentrasi dari masing-masing komponen dibuat spektra derivat pertama, derivat
kedua, dan derivat ketiga dengan menggambarkan selisih absorban dua panjang
gelombang berdekatan terhadap harga rata-rata dua panjang gelombang tersebut.
Dari spektra derivat tersebut ditentukan panjang gelombang zero crossing
komponen, dimana zero crossing masing-masing zat ditunjukkan oleh panjang
gelombang yang memiliki serapan nol pada berbagai konsentrasi (Hayun dan
Yenti, 2006).
Sebelum dilakukan pengukuran absorbansi, dilakukan kalibrasi alat
dengan larutan. Larutan blanko adalah larutan yang digunakan sebagai reagen
pereaksi analit yang dianalisis dan mengandung seluruh komponen di dalam
larutan selain analit. Larutan blanko yang digunakan adalah akuades. Pada saat
mengambil kuvet perlu diperhatikan bagian sisi kuvet, bagian yang boleh disentuh
adalah bagian kasar yang buram. Karena sumber sinar akan diteruskan melalui
bagian kuvet yang bening. Sebelum memasukkan kuvet ke dalam spektrum, kuvet
harus dibersihkan menggunakan tissue untuk meminimalisir kesalahan pembacaan
absorbansi apabila bagian bening kuvet terkontaminasi. Alat spektrofotometer
diatur sehingga nilai absorbansi dari larutan blanko adalah nol. Absorbansi larutan
blanko dibuat menjadi nol agar tidak terukur oleh detektor dan menggangu

41
pembacaan absorbansi sampel sehingga dapat memperkecil kesalahan
pengukuran.
Dilakukan pembuatan kurva atau spektra serapan normal dari masing-
masing larutan untuk menentukan panjang gelombang yang memberikan
absorbansi maksimum dari data absorbansi yang telah tersedia. Tujuan pembuatan
spektra serapan normal adalah agar dapat menurunkan spektrum derivatif dari
kurva normal parasetamol dan teofilin. Larutan siap ukur parasetamol 6,5 µg/mL
dan teofilin 8,1 µg/mL dilihat absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-
Vis pada rentang panjang gelombang 220-319 nm. Digunakan rentang panjang
gelombang dari 220-319 nm karena karena panjang gelombang maksimum
paracetamol dan teofilin terletak pada rentang panjang gelombang tersebut.
Parasetamol memiliki absorbansi maksimum pada panjang gelombang 245 nm
(pada suasana asam) dan 257 nm (pada suasana basa), sedangkan teofilin
memiliki absorbansi maksimum pada panjang gelombang 270 nm dalam larutan
asam dan 275 nm dalam larutan alkali atau basa (Moffat et al., 2005).
Diperoleh serapan maksimum larutan siap ukur parasetamol 6,5 µg/mL
adalah pada panjang gelombang 241 nm dengan absorbansi 0.540 dan serapan
maksimum larutan siap ukur teofilin 8,1 µg/mL pada panjang gelombang 271 nm
dengan absorbansi 0.415. Panjang gelombang maksimum dari parasetamol dan
teofilin tidak sesuai dengan pustaka yang mengatakan bahwa panjang gelombang
maksimum parasetamol pada panjang gelombang 245 dan teofilin pada panjang
gelombang 270 (Moffat et al., 2005). Tetapi panjang gelombang yang didapat
tidak terlalu jauh dari panjang gelombang maksimum menurut pustaka. Hal ini
disebabkan karena adanya senyawa-senyawa pengotor yang masih tertinggal di
kuvet yang dapat mengganggu absorbansi. Selain itu, penyimpangan juga
mungkin terjadi karena adanya suatu perbedaan antara kondisi larutan baku pada
literatur dengan konsentrasi larutan baku saat praktikum serta pengaruh alat yang
digunakan pada praktikum berbeda dengan pustaka (Gandjar dan Rohman, 2007).
Spektra serapan normal dari parasetamol yang diperoleh, dibuat spektra
derivat pertamanya dengan menggambarkan selisih absorban dua panjang
gelombang terhadap harga rata-rata dua panjang gelombang tersebut. Dari spektra

42
derivat tersebut, dilihat apakah terdapat panjang gelombang dimana serapan dari
parasetamol adalah nol (zero crossing). Apabila dari derivat pertama tersebut
tidak didapatkan panjang gelombang zero crossing, maka dibuat derivat kedua
sampai ketiga. Pada praktikum ini, penentuan zero crossing ditentukan setelah
penurunan serapan normal hingga derivat kedua. Panjang gelombang zero
crossing yang dipilih adalah pada saat serapan parasetamol bernilai nol atau saat
dimana dA/dλ bernilai nol. Bila terdapat panjang gelombang zero crossing lebih
dari satu, maka yang dipilih untuk dijadikan panjang gelombang analisis adalah
panjang gelombang zero crossing yang serapan teofilin paling besar , karena
serapan yang paling besar, serapannya lebih stabil sehingga kesalahan analisis
dapat diperkecil (Hayun dan Yenti, 2006).
Pada praktikum ini, didapatkan hasil nilai zero crossing lebih dari satu,
yakni hasil absorbansi pertama ( serapan normal ) pada panjang gelombang 301
(serapan parasetamol 0 dan serapan teofilin -0.021 ), dan pada data derivatif
kedua dimana terdapat nilai zero crossing pada panjang gelombang 271,274,dan
295. Jika nilai zero crossing lebih dari satu, maka dilihat absorbansi teofilin yang
paling besar diantara zero crossing yang didapat. Hasil yang didapat yakni nilai
zero crossing yang digunakan pada panjang gelombang 295 pada derivatif kedua
dengan nilai absorbansi teofilin paling besar yakni 0.00066667.

Setelah diperoleh panjang gelombang zero crossing, selanjutnya dibuat


kurva baku teofilin atau kurva kalibrasi yang bertujuan untuk menguji linearitas
dari konsentrasi terhadap absorbansi .Seri larutan teofilin dengan konsentrasi 0,75
mg%; 1,25 mg%; 1,75 mg%; 2,25 mg%; 2,75 mg%; dan 3,25 mg% serta larutan
uji diukur absorbansinya pada panjang gelombang zero crossing 292 nm, 295 nm,
dan 298 nm. Dari data absorbansi masing-masing konsentrasi larutan seri teofilin
pada panjang gelombang zero crossing, kemudian dihitung hingga derivat kedua.
Dibuat kurva baku dimana pada sumbu x merupakan konsentrasi dari larutan seri
teofilin dan sumbu y merupakan nilai derivat kedua. Dibuat persamaan regresi
linier sehingga diperoleh persamaa y = bx + a (y = nilai d2A/dλ2, x = konsentrasi,
b = slope, a = derau). Berikut adalah gambar kurva baku dari larutan seri teofilin:

43
Berdasarkan kurva kalibrasi, hubungan linier ditunjukkan oleh data
pertama (0,75 mg%), kedua (1,25 mg%), keempat (2,25 mg%), dan kelima (2,75
mg%), maka untuk menetapkan kadar dibuat kurva kalibrasi dari keempat data
tersebut. Diperoleh persamaan regresi linier y = -0.00842 x + 0,01246. Dengan
nilai koefisien regresi korelasi (r2) sebesar 0,98. Berdasarkan persamaan regresi
linier tersebut kemudian kadar teofilin dalam larutan uji dapat diketahui. Karena
panjang gelombang zero crossing didapat pada derivat kedua, maka serapan dari
larutan uji juga diderivatkan hingga diperoleh nilai derivat keduanya
- 0,23666666 . Dari hasil perhitungan, diperoleh kadar teofilin dalam campuran
teofilin dan parasetamol adalah 2,95 mg% atau 29,5 µg/mL.

VIII.KESIMPULAN
1. Panjang gelombang maksimum pada spektrum parasetamol adalah
241 nm dengan absorbansi 0.540 dan pada spektrum teofilin adalah 271 nm
dengan absorbansi 0.415.
2. Panjang gelombang zero crossing parasetamol adalah 292 nm, 295
nm, dan 298 nm.
3. Hubungan linier ditunjukkan oleh data pertama (0,75 mg%), kedua
(1,25 mg%), keempat (2,25 mg%), dan kelima (2,75 mg%) sehingga dibuat
kurva kalibrasi dari keempat data tersebut beserta masing-masing nilai derivat
keduanya.
4. Diperoleh kadar teofilin dalam campuran teofilin dan parasetamol
adalah 2,95 mg% atau 29,5 µg/mL

DAFTAR PUSTAKA

44
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

Fatah,A.M. 1995. Pemanfaatan Spektrofotometri Derivatif Untuk Penetapan


Kadar Dekstrometofran Hidrobromida Dalam Tablet Obat Batuk. Jurnal
Farmasi Indonesia. Vol.6(2).

Galichet, Y.L. 2004. Clarke's Analisis Of Drugs and Poison In


Pharmaceuticals, Body Fluids and Postmortem Material. London: The
Bath Press.

Gandjar, I.B. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Hayun, H. dan Yenti. 2006. Penetapan Kadar Triprolidina Hidroklorida dan


Pseudoefedrina Hidroklorida dalam Tablet Anti Influenza secara
Spektrofotometri Derivatif. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. 3(1):94-105.

Moffat, A.C., M.D. Osselton, B. Widdop, and L.Y. Galichet. 2005. Clarke's
Analysis of Drugs and Poisons. 3rd Edition. London: Pharmaceutical Press.

Munson, J.W. 1991. Analisis Farmasi Metode Modern. Surabaya: Universitas


Airlangga.

Nurhidayati, L. 2007. Spektofotometri Derivatif dan Aplikasinya dalam Bidang


Farmasi. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. Vol. 5(2): 93–99.

Sweetman, S.C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference 36. London:
Pharmaceutical Press.

Tipler, P. 1991. Fisika untuk Sains dan Teknik. Bandung: Erlangga.

Wulandari, D., R. D. Friamita., C. Patramurti. 2008. Penetapan Kadar Kafein


Dalam Campuran Paracetamol, Salisilamida, dan Kafein Secara
Spektrofotometri Derivatif. Yogyakarta : Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.

45

Anda mungkin juga menyukai